Undang-undang dasar memegang peranan yang penting bagi kehidupan suatu negara, terbukti dari kenyataan sejarah Indonesia sendiri, ketika pemerintah militer Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia melalui Perdana Menteri Koiso yang diucapkan pada tanggal 7 September 194, maka dibentuklah badan yang bernama Dokuritsu Zyunbi Choosakai atau badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 29 April 1945 yang diketahui oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso, yang tugasnya menyusun dasar Indonesia merdeka. Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam dalam dua tahap. Pertama, dari tanggal 29 Mei - 1 Juli 1945 untuk menetapkan dasar negara yang dan berhasil merumuskan Pancasila yaitu yang berdasarkan pada pidato anggota Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. kedua, dari tanggal 10 - 17 Juli 1945 yang berhasil membuat undang-undang dasar. Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan pertemuan antara gabungan paham kebangsaan dan golongan agama yang mempersoalkan hubungan antara agama dengan negara. Dalam rapat tersebut dibentuk panitia sembilan, terdiri dari, Drs. Moh. Hatta, Mr.A. Subardjo, Mr. A . A . Maramis, Ir. Soekarno, KH Abdul Kahar Moezakir, KH. Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujono, H. Agus Salim, dan Mr. Moh. Yamin. panitia sembilan berhasil membuat rancangan preambule atau atau pembukaan hukum-hukum dasar yang oleh Mr Muhammad Yamin disebut dengan istilah piagam Jakarta (Jakarta Charter). Pada tanggal 14 Juli 1945 pada sidang kedua BPUPKI, setelah melalui perdebatan dan perubahan, teks pernyataan Indonesia merdeka dan teks pembukaan UUD 1945 diterima oleh sidang. Teks pernyataan Indonesia merdeka dan teks pembukaan UUD 1945 adalah hasil kerja panitia perancang undang-undang dasar yang diketahui oleh Prof. Soepomo. Setelah selesai melaksanakan tugasnya BPUPKI melaporkan hasilnya kepada pemerintah militer Jepang disertai usulan dibentuknya suatu badan baru yakni Dokuritsu Zyunbi Inkai atau panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang bertugas mengatur pemindahan kekuasaan (transfer of authority) dari pemerintah Jepang kepada pemerintah Indonesia. Atas usulan tersebut maka dibentuklah PPKI dengan jumlah anggota 21 orang yang diketahui oleh Ir. Soekarno dan wakil ketuanya Drs. Moh. Hatta. Anggota PPKI kemudian ditambah 6 orang, tetapi lebih kecil daripada jumlah anggota BPUPKI yaitu 69 orang. Menurut rencana, Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun terdapat rahmat Tuhan yang bersembunyi (blessing in disguise) karena 10 hari sebelum hari h tersebut, Jepang menyatakan kapitulasi atau menyerah kalah dalam perang kepada sekutu tanpa syarat. Dalam tiga hari yang menentukan, yaitu pada tanggal 14, 15 dan 16 Agustus 1945 menjelang hari proklamasi, timbul konflik antara Soekarno Hatta dengan kelompok pemuda dalam masalah pengambilan keputusan, yaitu mengenai cara bagaimana dan kapan kemerdekaan itu akan diumumkan soekarno-hatta masih ingin merebut dulu dengan pemerintah Jepang sedangkan kelompok pemuda ingin mandiri dan lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Pada hari Kamis pagi, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno Hatta dibawa oleh para pemuda ke Rengasdengklok Karawang Jawa barat, namun pada malam harinya dibawa kembali ke Jakarta lalu mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda di jalan imam Bonjol No. 1 Jakarta. Pada malam itulah dicapai kata sepakat bahwa proklamasi kemerdekaan akan diumumkan di jalan Pegangsaan timur 56, yaitu rumah kediaman bung Karno, pada hari Jumat 17 Agustus 1945 (9 Ramadhan 1364), pukul 10.00 WIB. Pada tanggal 17 Agustus 1945 petang hari datanglah utusan dari Indonesia bagian timur yang menghadap Drs. Moh. Hatta dan menyatakan bahwa rakyat di daerah itu sangat keberatan pada bagian kalimat dalam rancangan pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dalam menghadapi masalah tersebut dengan disertai semangat persatuan, keesokan harinya menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dapat diselesaikan oleh doktorandus Muhammad Hatta bersama 4 anggota PPKI, yaitu KH. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr Kasman Singodimedjo dan Teuku M. Hasan. Dengan demikian 7 kata dalam pembukaan UUD 1945 tersebut dihilangkan. untuk lebih jelasnya dapat diuraikan bahwa badan yang merancang UUD 1945 termasuk didalamnya rancangan dasar negara Pancasila adalah BPUPKI yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945. setelah selesai melaksanakan tugasnya yaitu merancang undang- undang dasar 1945 berikut rancangan dasar negara dan rancangan pernyataan Indonesia merdeka, maka dibentuklah PPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Jadi konstitusi negara Indonesia adalah undang-undang dasar 1945 untuk pertama kalinya disahkan oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Menurut Winarno (2008) menjelaskan dalam sejarahnya, sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang, di Indonesia telah berlaku tiga macam undang- undang dasar dalam 4 periode, yaitu Konstitusi dan Masa Berlakunya. 1. Undang-undang dasar 1945 (masa berlakunya 18 Agustus 1945-27 Desember 1949) 2. UUD RIS (Republik Indonesia Serikat). masa berlakunya 27 Desember 1949-17 Agustus 1950 3. UUDS 1950 (undang-undang dasar sementara). masa berlakunya 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959 4. UUD 1945. (masa berlakunya 5 Juli 1959 - sekarang) khusus untuk periode keempat berlaku UUD 1945 dengan pembagian berikut: yang pertama UUD 1945 yang di amandemen, kedua UUD 1945 yang sudah diamandemen (tahun 1999, tahun, 2000 tahun 2001, dan tahun 2002)
1.1 . Amandemen atau Perubahan UUD NRI 1945
Amandemen dalam bahasa Inggris “amandement” artinya perubahan. Mengamandemen artinya mengubah atau mengadakan perubahan yang mana menjadi hak parlemen untuk mengubah dan mengusulkan perubahan rancangan UUD. Menurut Taufiqurrahman syahuri (Winarno, tahun 2007) istilah perubahan konstitusi itu sendiri mencakup dan dua pengertian, yaitu amandemen konstitusi (konstitusional amandement) dan pembaruan konstitusi (konstitusional reform). Dalam hal amandemen konstitusi perubahan yang dilakukan merupakan adendum atau sisipan dari konstitusi yang asli. Antara bagian perubahan dengan konstitusi aslinya masih terkait nilai-nilai dama dalam konstitusi asli masih tetap ada. Kaitannya dengan masalah mengapa perlu dilakukan amandemen UUD 1945 adalah karena kehidupan manusia yang senantiasa berubah baik perubahan internal masyarakat seperti pemikiran kebutuhan hidup kemampuan diri maupun kehidupan eksternal masyarakat seperti lingkungan hidup yang berubah dan hubungan dengan masyarakat lain. Oleh karena itu konstitusi sebagai landasan kehidupan bernegara harus senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntunan yang terjadi di masyarakat. 1. Tuntunan Reformasi - amandemen UUD 1945 - penghapusan doktrin Dwi fungsi ABRI - penegakan hukum HAM dan pemberantasan KKN - Otonomi daerah - kebebasan pers - mewujudkan kehidupan demokrasi. 2. Sebelum perubahan - pembukaan - batang tubuh dan penjelasan. 3. latar belakang perubahan kekuasaan tertinggi ditangan MPR -kekuasaan yang sangat besar pada presiden pasal-pasal yang berlaku sehingga menimbulkan multitafsir - kewenangan presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan UUD - rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi 4. Tujuan perubahan menyempurnakan aturan dasar mengenai - tatanan negara - kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, kesejahteraan sosial eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, hal-hal lain sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. 5. dasar yuridis - Pasal 3 UUD 1945, pasal 37 UUD 1945, TAP MPR No.IX/MPR/1999. - TAP MPR No IX/MPR/2000, TAP MPR No.IX/MPR/2001 6. kesepakatan dasar - Tidak mengubah pembukaan UUD 1945 - tetap mempertahankan negara kesatuan republik Indonesia - mempertegas sistem presiden - penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan kedalam pasal-pasal - perubahan dilakukan dengan cara addendum. 7.Sidang MPR - sidang umum MPR 1999 tanggal 14 sampai 21 Oktober 1999 - sidang tahunan MPR 2000 tanggal 7 sampai 18 Agustus 2000. - Sidang tahunan MPR 2001 tanggal 1 sampai 9 November 2001 - sidang tahunan MPR 2002 tanggal 1 sampai 11 Agustus 2002. 8. hasil perubahan Pembukaan pasal-pasal : 21 bab, 73 pasal, 170 ayat , 3 pasal aturan peralihan , 2 pasal aturan tambahan. Dikdik B. Arif (2014: 112/ 114) menjelaskan, dasar pemikiran dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain karena: pertama UUD 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi ditangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal itu berakibat tidak terjadinya saling mengawasi dan saling mengimbangi atau check and balances pada lembaga-lembaga kenegaraan penyerahan kekuasaan tertinggi kepada MPR merupakan kunci yang menyebabkan kekuasaan pemerintahan negara seakan-akan tidak memiliki hubungan dengan rakyat. Kedua, UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif atau presiden. Sistem yang dianut UUD 1945 adalah dominan eksekutif atau executive heavy, yakni kekuasaan dominan di tangan presiden. Pada diri presiden terpusat kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan yang dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional. Hak-hak konstitusional tersebut lazim disebut hak prerogatif atau antara lain memberi grasi , amnesti , abolisi dan rehabilitasi. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasaan membentuk undang-undang. Dua cabang kekuasaan negara yang seharusnya dipisahkan dan dijalankan oleh lembaga negara yang berbeda, tetapi menyatakannya berada di satu tangan atau presiden. Ketiga, UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsiran atau multitafsir. Misalnya pasal 7 UUD 1945 atas sebelum diubah yang berbunyi presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Rumusan pasal tersebut dapat ditafsirkan lebih dari satu. Tafsiran pertama bahwa presiden dan wakil presiden dapat dipilih berkali-kali. Tafsir kedua bawa presiden dan wakil presiden yaitu hanya boleh memegang jabatan maksimal 2 kali dan sesudah itu tidak boleh dipilih kembali. Keempat, UUD 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan kepada kekuasaan presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang. UUD 1945 menetapkan bahwa presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai dengan kehendaknya dalam undang-undang. Kelima, rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia, dan otonomi daerah. Tentu tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan UUD 1945 ini membawa kemajuan. Hal ini tampak jelas bahwa kehidupan demokrasi tunggu semakin baik. UUD 1945 hasil amandemen sudah memunculkan ketentuan tentang checks and balances secara lebih proporsional di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelum UUD 1945 diamandemen, bayar produk peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, seperti banyak ya undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945, tetapi tidak ada lembaga pengujian yang dapat dioperasionalkan. Sekarang dapat kita lihat kemajuan yang terjadi dengan hadirnya mahkamah konstitusi (MK) yang berperan dalam pengujian undang-undang, sebagai implementasi checks and balances yang bagus bagi sistem ketatanegaraan. Sekarang legislatif tidak bisa lagi membuat undang-undang dengan sembarangan atau melalui transaksi politik tertentu sebab produk legislasi sekarang sudah dapat diawasi dan diimbangi oleh lembaga yudisial yaitu mahkamah konstitusi (Moh. Mahfud MD, 2010). Dengan amandemen UUD 1945, lembaga MPR mengalami transformasi kedudukan dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara. Kekuasaan MPR pun menjadi berkurang MPR tidak lagi berwenang untuk memilih pasangan presiden dan wakil presiden, tetapi rakyatlah yang sekarang berdaulat untuk memilih pasangan presiden dan wakil presiden. Dengan kata lain kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat yang sebelum diamandemen kekuasaan tertinggi berada ditangan MPR. Pembagian kekuasaan juga diatur dengan jelas antara eksekutif legislatif dan yudikatif. Undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia memiliki kedudukan sebagai hukum tertinggi dan hukum dasar negara. Sebagai hukum tertinggi negara, UUD NRI 1945 menduduki posisi paling tinggi dalam jenjang norma hukum di Indonesia. Sebagai hukum dasar, UUD NRI 1945 merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan dibawahnya. Jenjang norma hukum di Indonesia terwujud dalam tata urutan peraturan perundang-undangan. Tata urutan ini menggambarkan hierarki perundangan mulai dari jenjang yang paling tinggi sampai yang rendah. Dalam sejarah politik hukum di Indonesia, tata urutan peraturan perundang-undangan ini mengalami beberapa kali perubahan, namun tetap menempatkan UUD NRI 1945 sebagai hukum tertinggi. Peraturan perundang-undangan dibagi menjadi dua yang pertama jenis dan hierarki pasal 7 UU nomor 12/2011. UUD NRI 1945 TAP MPR UU/PERPPU PP PERPRES PERDA PROVINSI PERDA KABUPATEN ATAU KOTA. SELAIN JENIS DAN HIERARKI Pasal 8 UU nomor 12/2011 Peraturan yang ditetapkan oleh - Parlemen: MPR, DPR, DPD - lembaga yudisial: MA, MK - kementerian/ lembaga : BPK, komisi yudisial, BI, Menteri , badan , lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan UU atau pemerintah atas pemerintah uu - pemerintah daerah otonom : DPRD provinsi , gubernur dan DPRD kabupaten / kota , Bupati /walikota - kepala desa atau yang setingkat.