Anda di halaman 1dari 19

MENINGITIS

A. Perbandingan Proses Tubuh Normal dengan Menderita Meningitis


1. Tubuh Normal
Sistem saraf merupakan pusat yang mengendalikan dan
mengkomunikasikan sistem tubuh. serta yang mendeteksi dan memberikan
respon terhadap perubahan di dalam dan di luar tubuh (Waugh. Grant and
Ross. 2010: Maneb,2012). Sistem saraf memiliki impuls listrik yang
merupakan signal atau sarana untuk berkomunikasi dengan sel-sel tubuh
sehingga dapat memberikan respons yang cepat dan spesifik. Maka, sistem
saraf juga bertanggung jawab terhadap persepsi, perilaku, dan memori
terhadap seluruh pergerakan.
Sistem saraf merupakan salah satu sistem yang kecil dan sangat
kompleks dari 11 sistem tubuh. Sistem saraf terdiri dari jaringan miliar
neuron yang rumit dan banyak neuroglia, sistem saraf terbagi menjadi dua
yaitu:
a. Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat merupakan pusat yang mengintegrasikan
perintah atau komando dan sistem saraf yang terdiri dari otak dan
sumsum tulang belakang (spinal cord atau juga sering disebut medulla
spinalis). Otak berada di tengkorak dan memiliki sekitar 85 miliar
neuron. Sedangkan sumsum tulang belakang berisi 100 miliar neuron
yang terhubung ke otak melalui foramen magnum di tulang oksipital
dan dikelilingi oleh tulang kolum vertebralis.
Fungsi dari sistem saraf pusat yaitu menafsirkan informasi
sensorik
yang masuk dan mengeluarkan pesan atau instruksi yang berdasarkan
pengalaman masa lalu dan saat ini, sehingga SSP merupakan sumber
untuk mengendalikan pikiran, emosi,dan juga ingatan. Kemudian
sinyal dari SSP akan menstimulasi otot untuk melakukan kontraksi dan
kelenjar untuk bersekresi (Marieb, 2012: Tortora and Derrickson,
2017)
b. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi yang terdiri dari saraf dan reseptor sensorik yang
memanjang dari otak dan sumsum tulang belakang. Saraf adalah
sekumpulan ratusan hingga ribuan akson dan jaringan ikat dan
pembuluh darah yang berada di luar otak dan sumsum tulang belakang.
Saraf tulang belakang membawa impuls dari dan ke sumsum tulang
belakang yang terdiri dari 31 pasang saraf tulang belakang. Scdangkan
saraf kranial membawa impuls dari dan ke otak di mana terdiri dari 12
pasang saraf kranial. Saraf tersebut menghbungkan semua bagian
tubuh dengan membawa impuls dan reseptor sensorik ke SSP, dan dari
SSP ke kelenjar atau otot. Ímpuls berfungsi sebagai komunikasi untuk
membawa informasi perubahan yang terjadi di lingkungan seperti
adanya perubahan dingin menjadi panas, terang menjadi gelap
(Marieb, 2012; Tortora and Denickson. 2017; Magdalena T and dkk.
2020).
Reseptor sensorik merupakan struktur sistem saraf yang memantau
adanya perubahan di lingkungan eksternal atau internal. Misalnya reseptro
sensorik yaitu sesntuhan di kulit, fotoreseptor di mata, reseptor olfaktori
(penciuman) di hidung. Sistem saraf tepi terdiri dari saraf sensorik dan
motorik. Saraf sensorik atau afferent akan menyampaikan masukan atau
rangsangan ke dalam SSP dari reseptor sensorik di dalam tubuh, pada saraf
sensorik ini akan memberikan sinyal kepada SSP tentang indera somatik
dan indera khusus. Indra somatik seperti sensasi taktil, suhu, nyeri, dan
proprioseptif, sedangkan indra khusu yaitu penciuman, perasa,
penglihatan, pendengaran, dan keseimbangan (Tortora and Derrickson,
2017).
Saraf motorik atau efferent menyampaikan keluaran dari SSP ke
efektor seperti otot dan kelenjar. Saraf motorik dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Sistem saraf somatik atau disebut dengan voluntir alau sadar. Sistem
saraf somatik menyampaikan keluaran dan SSP ke otot rarngka saja,
karena respon motorik dapat dikontrol secara sadar. Akan tetapi tidak
semua rangka dikendalikan oleh sistem saraf somatif/voluntir.
Misalnya relleks otot rangka, seperti peregangan terjadi tanpa
disengaja.
2. Sistem saraf otonom atau disebul dengan involuntir. Sistem saraf
otonom mengatur kejadian yang otomatis atau tidak disengaja,
misalnya aktivitas otot polos dan jantung serta kelenjar. Sistem saraf
otonom terdiri dan dua bagian yaltu simpatis dan parasimpatis, yang
sifatnya berlawanan. Misalnya yang lain berfungsi merangsang. dan
yang lain berfungsi menghambat.

Gambar 1. Klasifikasi sistem saraf (Marieb, 2012)


Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan arachnoid
dan piameter yang disebabkan oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil,
2012). Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal
yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Lapisan arachnoid
dan piameter berada pada meninges yang merupakan membran jaringan
ikat yang menutupi dan melindungi struktur sistem saraf pusat yang berada
di antara tengkorak dan otak, serta antara foramen vertebrat dengan
medula spinalis (Marieb, 2012; Waugh and Grant, 2017).
Meninges ini terdiri dari tiga lapisan yaitu durameter, arachnoid, dan
piameter. Meninges tulang belakang mengelilingi medula spinalis
(sumsum tulang belakang) dan terus berlanjut ke meninges kranial yang
mengelilingi otak. Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh bantalan
lemak dan jaringan ikat yang berada di ruang epidural yaitu ruang antara
dura meter dan dinding kanal vertebral (Tortora and Deerickson, 2017).

1. Pia meter
Adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, mengandung banyak
pembuluh darah, serta melekat pada otak atau medula spinalis
2. Araknoid
Adalah lapisan tengah, mengandung sedikit pembuluh darah.
Araknoid memiliki ruang subaraknoid yang berisi cairan serebrospinal,
pembuluh darah, dan selaput jaringan penghubung yang
mempertahankan posisi araknoid terhadap pia meter di bahwanya.
Cairan serebrospinalis mempunyai plasma darah dan cairan interstisial,
tidak mengandung protein, berfungsi sebagai bantalan, serta media
pertukaran nutrien dan zat sisa antara darah dengan otak maupun
medula spinalis
3. Dura meter
Adalah lapisan terluar, tebal, dan kuat, serta terdiri atas dua
lapisan. pada durameter terdapat ruang subdural yang memisahkan
durameter dari araknoid. Lapisan terluar melekat pada permukaan
dalam kranium.

Gambar 2. Lapisan meninges


2. Menderita Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput pelindung yang
menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Infeksi bakteri atau virus
pada cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang biasanya
menyebabkan pembengkakan. Namun, cedera, kanker, obat-obatan
tertentu, dan jenis infeksi lain juga dapat menyebabkan meningitis. Berikut
contoh gambar yang normal dan yang terkena meningitis.

Gambar 3. Perbandingan anatomi normal dengan meningitis


a. Penyebab Meningitis
Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi individu atau
host yaitu usia, demografi/ faktor sosial ekonomi, dan status imun yang
rendah. Faktor usia dalam penyakit meningitis yaitu dapat terjadi pada
semua usia dan pada individu yang sebelumnya sehat, tapi pasien
lanjut usia( >60 tahun) dan pasien anak (<5 tahun, terutama bayi/
neonatus) memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi terhadap
insiden meningitis. Sedangkan yang termasuk faktor sosial ekonomi
meliputi status sosial ekonomi yang rendah dan lingkungan tempat
tinggal.
Pasien dengan status imun rendah terdapat hubungan antara
imunosupresi (diabetes, alkoholik, sirosis / penyakit hati,
spelenektomi, gangguan hematologi (misalnya, penyakit sel sabit,
talasemia mayor), keganasan, gangguan imunologi (defisiensi
komplemen, defisiensi immunoglobulin), Human Immunedeficiency
Virus (HIV), dan terapi obat imunosupresi) dan peningkatan risiko
terjadinya meningitis bakteri.
Infeksi bakteri dan infeksi virus adalah penyebab yang paling
sering terjadi. Namun, kriptokokus yang disebabkan oleh infeksi
jamur, cedera, karsinomatosa yang berhubungan dengan kanker, obat-
obatan tertentu, dan jenis infeksi lain juga dapat menyebabkan
meningitis.
1) Virus
Virus adalah salah satu penyebab paling umum yang terjadi.
Virus yang menyebabkan meningitis meliputi virus kelompok
enterovirus, virus herpes simplex, virus HIV, virus West Nile, atau
virus mumps. Virus dalam kelompok enterovirus bahkan
menyebabkan 85 persen kasus, dimana telah dilaporkan bahwa
virus dalam kelompok ini menyebabkan sekitar 10 hingga 15 juta
infeksi per tahun. Masing-masing jenis virus memiliki pola
penyebaran dan penularan yang berbeda-beda. Namun, kondisi ini
umumnya menimbulkan gejala yang tergolong ringan dan dapat
pulih dengan sendirinya tapi pada beberapa keadaan kondisinya
tetap membutuhkan perawatan dan dapat menjadi lebih buruk.
2) Bakteri
Bakteri yang menyebabkan meningitis meliputi:
a) Streptococcus pneumoniae
Meningitis akibat bakteri ini kerap dikaitkan dengan infeksi
bakteri ini di bagian tubuh lain, seperti pneumonia, sinusitis,
atau endokarditis.
b) Neisseria meningitidis
Neisseria meningitidis adalah yang paling sering. Bakteri ini
menyebar melalui air liur atau lendir saluran pernapasan.
N.Meningitidis adalah penyebab meningitis meningokokus,
berpotensi menimbulkan epidemi yang luas. Ada 12 serogrup
N. meningitidis yang telah teridentifikasi, 6 di antaranya (A, B,
C, W, X dan Y) yang dapat menyebabkan epidemi. Meningitis
meningokokus dapat menyerang siapa saja dari segala usia,
tetapi terutama menyerang bayi, anak-anak prasekolah, dan
remaja. N. meningitidis dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit. Penyakit meningokokus invasif (IMD) mengacu pada
berbagai penyakit invasif yang disebabkan oleh N.
meningitidis, termasuk septikemia, artritis, dan meningitis.

c) Haemophilus influenza
Haemophilus influenza tipe B atau Hib adalah jenis bakteri
yang dapat menyebabkan meningitis pada anak-anak. Selain
meningitis, bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi pada
darah, tenggorokan, kulit, dan sendi.
3) Jamur
Meningitis tipe ini biasanya menyerang seseorang yang
memiliki sistem imun lemah, seperti penderita kanker dan AIDS.
Beberapa jenis jamur yang dapat menyebabkan meningitis adalah
cryptococcus, blastomyces, histoplasma, dan coccidioides.
Meningitis yang disebabkan oleh jamur masih tergolong jarang
terjadi.
4) Non-infeksius
Meningitis ini bukan infeksi dan tidak menular. Sebaliknya,
meningitis ini adalah jenis meningitis yang disebabkan oleh
kondisi atau perawatan medis lain. Penyebab meningitis tidak
menular, termasuk lupus, cedera kepala, operasi otak, kanker, efek
samping obat tertentu, dll.
b. Patogenesis Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran
penyakit di organ atau jaringan di dalam tubuh lainnya. Virus atau
bakteri yang menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis.
Penyebaran bakteri atau virus tersebut dapat juga terjadi secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di
dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis,
thrombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran kuman bisa
terjadi akibat dari trauma kepala dengan fraktur terbuka atau
komplikasi bedah otak (Lewis, 2008). Invasi kuman-kuman ke dalam
ruang sub arakhnoid yang menyebabkan reaksi radang pada pia dan
arakhnoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi dalam waktu yang sangat singkat, lalu terjadi
penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang sub
arakhnoid kemudian terbentuk eksudat, dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dalam minggu kedua sel-sel
plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan yaitu bagian
luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin serta di lapisan
dalam yang terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga dapat terjadi pada vena-vena
di korteks yang dapat menyebabkan thrombosis, infark otak, edema
otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis serta organisasi
eksudat perineural dengan fibrino-purulen menyebabkan kelainan
kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan
serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan
oleh bakteri (Nur, et al, 2008).
Gambar 3. Patogenesis meningitis secara umum
c. Gejala Meningitis
Gejala yang biasa dirasakan oleh penderita antara lain deman
tinggi, leher kaku, susah untuk bangun, dll. Berikut adalah gejala yang
biasanya dialami oleh penderita meningitis:

Gambar 4. Gejala meningitis


1) Pada bagian kepala, penderita biasanya merasakan sakit kepala
berat, dapat mengubah status mental, dll.
2) Pada bagian mata, penderita menjadi tidak suka terhadap cahaya
yang terang karena penderita menjadi sensitif terhadap cahaya
terang
3) Pada bagian telinga, penderita bisa mengalami phonophobia
dimana penginap biasanya takut pada suara yang terjadi dengan
tidak normal atau tanpa alasan
4) Pada otot, biasanya penderita merasakan nyeri dan kelelahan
dibagian otot. Tak hanya pada otot, hal ini juga bisa terjadi pada
bagian leher dan punggung.
5) Penderita juga biasanya merasakan mual atau muntah. Selain itu,
selera makan atau nafsu makan akan menurun
6) Pada bagian kulit, kulit akan terlihat pucat, timbul ruam merah atau
ruam sopak
d. Pengobatan Meningitis
Pengobatan meningitis disesuaikan dengan penyebabnya, yaitu:
1) Meningitis Virus
Pada kondisi tertentu, meningitis atau radang selaput otak yang
disebabkan oleh virus dapat pulih dengan sendirinya. Namun, jika
kondisi meningitis yang disebabkan oleh virus tergolong parah,
dokter mungkin akan meresepkan obat golongan antiviral, seperti
acyclovir.
Dokter juga akan menganjurkan pasien meningitis virus untuk
cukup beristirahat dan memperbanyak minum air putih.
2) Meningitis Bakterialis
Pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri, pengobatan
yang dilakukan dapat berupa pemberian antibiotik atau
kortikosteroid. Dokter akan menyesuaikan antibiotik yang
digunakan dengan bakteri penyebab meningitis.
Beberapa antibiotik yang umum digunakan untuk mengobati
meningitis adalah golongan sefalosporin, seperti cefotaxim dan
ceftriaxone. Selain untuk mengobati meningitis yang disebabkan
bakteri, penggunaan antibiotik juga menurunkan potensi terjadinya
komplikasi, seperti kejang atau pembengkakan pada otak.
3) Meningitis Jamur
Radang selaput otak yang disebabkan oleh jamur diatasi
dengan obat antijamur, seperti amphotericin B atau fluconazole.
Dokter akan menyesuaikan tipe obat beserta dosis dengan kondisi
pasien.
Dalam mengatasi meningitis tipe lain, dokter akan menyesuaikan
pengobatan dengan penyebab yang menyertainya. Apabila
meningitis disebabkan oleh adanya kondisi seperti kanker atau
penyakit autoimun, maka dokter akan menganjurkan terapi atau
obat yang bertujuan untuk menangani kondisi tersebut.
B. Cara Mengatasi Meningitis Secara Umum
Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terkena permasalahan ini tidak
terjadi yaitu dengan mengurangi kemungkinan bakteri dan virus penyebab
meningitis dan melakukan pola hidup sehat seperti:
1. Cuci tangan dengan bersih
2. Jaga jarak dengan orang yang terinfeksi
3. Gunakan masker ketika sedang sakit
4. Rutin berolahraga
5. Jangan berbagi makanan atau barang pribadi
6. Pilih makanan yang telah dipasteurisasi
7. Menghindari asap rokok
8. Istirahat yang cukup
C. Saran Ahli Kesehatan Masyarakat dalam Mengatasi Meningitis
Meningitis menurut WHO (2010), menginfeksi lebih dari 400 juta orang
dengan tingkat kematian 25%, dimana yang terbanyak yaitu wilayah Afrika
dan Asia terutama negara dengan tingkat kebersihan lingkungan yang belum
memadai. Oleh karena itulah, penting bagi masyarakat untuk menyadari
pentingnya menjaga kesehatan agar terhindar dari berbagai macam penyakit,
salah satunya yaitu meningitis.
Faktor penyebab rendahnya kesadaran masyarakat salah satunya yaitu
rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat. Hal ini menyebabkan kurangnya
kesadaran dalam masyarakat karena masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui tentang apa itu penyakit meningitis serta banyak masyarakat yang
beranggapan, ketika mengalami gejala misalnya sakit kepala yang berat maka
mereka beranggapan bahwa hanya terkena sakit kepala biasa.
Selain faktor pendidikan, faktor pekerjaan dan pendapatan juga menjadi
salah satu penyebab. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat menyebabkan
mereka lebih memprioritaskan keuangan mereka kedalam hal-hal pokok
seperti untuk membeli makanan dan kebutuhan pokok lainnya sehingga ketika
timbul gejala penyakit, mereka lebih mengabaikannya karena minimnya
pendapatan sehingga tidak memungkinkan mereka untuk memeriksakan
kesehatannya ke dokter. Selain itu, minimnya sumber info didalam
masyarakat juga menjadi faktor penyebab dalam hal ini.
Oleh karena itu, beberapa saran yang disarankan ahli kesehatan
masyarakat dalam mengatasi meningitis yaitu dengan masyarakat melakukan
vaksinasi untuk melindungi dari penyebab seperti bakteri atau virus. Beberapa
vaksin yang digunakan untuk mencegah meningitis meliputi:

1. Vaksin pneumococcal, untuk memberikan perlindungan terhadap bakteri


pneumococcal.
2. Vaksin Hib, untuk melindungi pasien dari bakteri Haemophilus influenzae
tipe B penyebab meningitis.
3. Vaksin MenC, untuk melindungi pasien dari bakteri meningococcal grup
C.
4. Vaksin MMR, untuk melindungi pasien dari kondisi yang memicu
meningitis, seperti gondongan, campak, dan rubella.
5. Vaksin ACWY, untuk memberikan perlindungan pada pasien terhadap
bakteri meningococcal grup A, C, W, dan Y.
6. Vaksin meningitis B, untuk melindungi pasien dari bakteri meningococcal
tipe B.
Selain vaksinasi, apabila seseorang memiliki kontak dekat dengan
penderita, maka orang yang beresiko tersebut dapat diberikan
kemoprofilaksis, Profilaksis antibiotik bagi kontak dekat misalnya di dalam
rumah untuk menurunkan risiko penularan. Antibiotik siprofloksasin adalah
antibiotik pilihan, dan seftriakson sebagai alternatif..
D. Tindak Lanjut dan Saran Dalam Mengatasi Meningitis
1. Tindak Lanjut
Berikut merupakan tindak lanjut dalam mengatasi permasalahan
dalam penyakit meningitis. Dalam hal ini dapat dilakukan pemeriksaan
bila terjadi keluhan seperti gejala-gejala dari penyakit meningitis. Berikut
adalah diagnosis dalam penyakit meningitis.
a. Anamnesis
Pasien dengan meningitis biasanya akan memperlihatkan trias
klasik, yaitu demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk. Keluhan ini akan
terjadi beberapa jam sampai 2 hari setelah onset. Keluhan lain yang
dapat timbul pada pasien dengan kecurigaan meningitis adalah mual,
muntah, fotofobia, penurunan kesadaran atau disorientasi. Pada tahap
awal meningitis, pasien bisa datang hanya dengan keluhan seperti flu.
Hal ini terkadang sulit dibedakan dengan diagnosis banding seperti
infeksi saluran napas atas atau influenza.
Pasien dengan meningitis bakteri biasanya memiliki riwayat
otitis, sinusitis, atau pneumonia. Pada pasien dengan meningitis virus
biasanya didapatkan keluhan neurologis dalam 1-7 hari setelah onset.
Keluhan sistemik yang dapat timbul dengan kecurigaan meningitis
virus adalah myalgia, fatigue, atau anoreksia. Pasien juga dapat
memiliki riwayat gondongan atau parotitis. Sekitar 30-40% pasien
anak maupun dewasa dapat mengalami kejang pada meningitis bakteri
tingkat lanjut. Pada bayi, keluhan dapat berupa bayi menjadi kurang
aktif, malas menyusu, muntah-muntah, high-pitch crying, dan adanya
instabilitas suhu tubuh.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan sebaiknya mencakup
pemeriksaan umum, tanda meningeal, dan pemeriksaan neurologi.
1) Pemeriksaan Fisik Generalis
Pada pemeriksaan fisik generalis dapat ditemukan adanya tanda-
tanda penyakit infeksi lokal berupa otitis, sinusitis, atau
pneumonia. Pada pemeriksaan tanda vital yang akan ditemui
adalah suhu tubuh yang meningkat). Pada pemeriksaan kesadaran
dapat ditemui penurunan status mental (GCS <14). Pada bayi dapat
ditemukan adanya bulging fontanelle, high-pitch crying, hipotonia,
dan iritabel atau tidak aktif.
2) Tanda-Tanda Iritasi Meningeal
Terdapat beberapa pemeriksaan untuk menilai adanya iritasi
meningeal, yaitu kaku kuduk, Laseque sign, Kernig sign, dan
Brudzinski sign. Pemeriksaan kaku kuduk dilakukan dengan
menekukkan kepala pasien (fleksi) yang sedang berbaring dan
diusahakan agar dagu mencapai dada. Apabila terdapat tahanan dan
dagu tidak mencapai dada dikatakan kaku kuduk positif yang
menandakan ada kemungkinan iritasi meninges. Perhatikan pula
apakah terdapat fleksi pada kedua tungkai, jika terdapat fleksi
maka dikatakan pemeriksaan Brudzinski I positif. Lalu
pemeriksaan Laseque dilakukan dengan pasien berbaring lurus dan
ekstensi pada kedua tungkai. Pemeriksaan dikatakan positif apabila
timbul tahanan atau rasa nyeri pada tungkai yang difleksikan
sebelum mencapai 70 derajat. Sedangkan pemeriksaan Kernig
dilakukan ketika pasien berbaring lurus dan dilakukan fleksi paha
pada sendi panggul sampai membuat sudut 90 derajat, setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Kernig positif
apabila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut 135
derajat.
3) Pemeriksaan Neurologis Fokal
Sekitar 10-20% pasien dapat ditemui adanya abnormalitas
neurologis fokal berupa abnormalitas nervus kranial (III, IV, VI,
dan VII). Dapat ditemukan adanya papil edema pada 1% pasien
yang mengindikasikan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa Pungsi
lumbal, CT Scan, MRI, dan pemeriksaan laboratorium.
1) Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal atau analisis cairan dan kultur cairan
serebrospinal masih menjadi metode definitif dalam mendiagnosis
meningitis. Parameter yang diperiksa pada pungsi lumbal adalah
opening pressure, jumlah sel darah putih, glukosa, protein, dan
pemeriksaan mikrobiologi. Pada meningitis bakteri biasanya
ditemukan adanya peningkatan tekanan, peningkatan sel darah
putih (>80% neutrophil), penurunan glukosa, peningkatan protein,
dan ditemukan patogen bakteri. Sedangkan pada meningitis virus
ditemukan tekanan normal atau sedikit meningkat, peningkatan sel
darah putih (biasanya mononuklear), glukosa dalam batas normal
atau sedikit menurun, protein dalam batas normal atau sedikit
meningkat, dan ditemukan gen virus pada PCR.
2) CT Scan
CT Scan kepala dapat dilakukan pada pasien dengan
kecurigaan adanya infeksi bakteri atau space occupying lession
(SOL). Pada infeksi bakteri, beberapa pasien akan memperlihatkan
adanya meningeal enhancement. Beberapa kondisi yang
mengharuskan skrining CT Scan sebelum pungsi lumbal adalah
status pasien immunocompromise, kejang dalam 1 minggu,
papilledema, dan defisit neurologis fokal. CT scan juga dilakukan
untuk mengeksklusi SOL. Misalnya, pada pasien dengan defisit
neurologis fokal. CT scan juga dapat membantu menyingkirkan
diagnosis perdarahan intrakranial.
3) Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah tidak spesifik digunakan untuk
mendiagnosis meningitis. Kultur darah dapat dilakukan untuk
mengkonfirmasi infeksi bakteri, terutama penyakit meningococcal.
2. Saran
Saran dalam tindak lanjut mengatasi hal ini yaitu dengan adanya
kebijakan atau peraturan-peraturan dari pemerintah dalam tindak lanjut
mengatasi penyakit meningitis ini. Misalnya Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 58 Tahun 2013 tentang Pemberian Surat Keterangan Vaksinasi
Internasional. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan
kesehatan masyarakat bagi pelaku perjalanan internasional sehingga perlu
diberikan vaksinasi yang dibuktikan dengan sertifikat Vaksinasi
Internasional misalnya bagi masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji
dan umroh. Hal ini dilakukan ketika setiap orang yang akan melakukan
perjalanan kenegara terjangkit dan atau endemis penyakit menular tertentu
dan atas permintaan negara tujuan wajib diberikan vaksinasi tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian
vaksinasi sebagai mana dimaksud dilakukan di Kantor Kesehatan
Pelabuhan. Pemberian vaksinasi meningitis untuk jemaah umroh selain
dilakukan di Kantor Kesehatan Pelabuhan dapat dilakukan dirumah sakit
yang ditunjuk oleh menteri, kecuali vaksinasi untuk jamaah haji
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan. Saran lebih lanjutnya yaitu adanya ketegasan
pemerintah dalam membuat kebijakan agar kebijakan tersebut dapat
terselenggarakan lebih baik.
Saran lainnya dalam tindak lanjut hal ini yaitu dengan melakukan
kampanye atau sosialisasi tentang kesehatan terutama untuk menambah
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit meningitis. Hal ini dilakukan
untuk mengenalkan kepada masyarakat apa itu penyakit meningitis,
bagaimana gelajanya dan dampaknya, dll sehingga timbul kesadaran
dalam masyarakat untuk menjaga kesehatan. Dengan adanya hal ini,
masyarakat yang beresiko terkena penyakit ini pun bisa lebih berhati-hati
untuk tidak terjangkit penyakit ini. Selain itu, dengan meningkatkan akses
ke layanan kesehatan yang lebih baik juga menjadi salah satu solusi dalam
hal ini. Hal ini dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat dalam
mengakses layanan kesehatan sehingga masyarakat lebih tergerak untuk
memeriksakan diri ketika timbul gejala-gejala suatu penyakit terutama
penyakit meningitis ini.
E. Kaitan Meningitis dengan Sistem Tubuh Lainnya
Terdapat kaitan antara meningitis dengan pencernaan, organ mata, dan
pendegaran. Dimana kaitannya terletak pada gejala- gejala meningitis yang
terjadi pada sistem- sistem terkait, yaitu :
1. Pada bagian mata, penderita menjadi tidak suka terhadap cahaya yang
terang karena penderita menjadi sensitif terhadap cahaya terang
2. Pada bagian telinga, penderita bisa mengalami phonophobia dimana
penginap biasanya takut pada suara yang terjadi dengan tidak normal atau
tanpa alasan
3. Penderita juga biasanya merasakan mual atau muntah. Selain itu, selera
makan atau nafsu makan akan menurun

DAFTAR PUSTAKA

Sumiyati, dkk. 2021. Anatomi Fisiologi Cetakan 1. Yayasan Kita Menulis.


Diakses pada link https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=mJkeEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR17&dq=anatomi+fisiol
ogi+sistem+saraf+manusia&ots=RgYjtkaMyg&sig=-
XcANKcJH2h5GEwkpp-
Ae2W81yg&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false tanggal 18/04/2021
pukul 15:03 WIB
Delvia Rasda. 2018. Hubungan Status Gizi Dan Pemberian Asi Eksklusif Dengan
Perkembangan Bayi Usia > 6-12 Bulan Di Kelurahan Labuh Baru Timur
Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru. Diploma Thesis, Poltekkes
Kemenkes Riau. Diakses pada link http://repository.pkr.ac.id/26/ tanggal
18/04/2021 pukul 16:35 WIB
World Health Organization, dalam situs https://www.who.int/health-
topics/meningitis. Diakses pada tanggal 15 April 2021 pukul 15.17 WIB
World Health Organization, dalam situs
https://www.who.int/publications/i/item/laboratory-methods-for-the-
diagnosis-of-meningitis-caused-by-neisseria-meningitidis-streptococcus-
pneumoniae-and-haemophilus-influenzae. Diakses pada tanggal 15 April
2021 pukul 15.34 WIB
World Health Organization, dalam situs
https://www.who.int/data/gho/data/themes/meningococcal-meningitis.
Diakses pada tanggal 15 April 2021 pukul 16.00 WIB
Center for Disease Control and Prevention, dalam situs
https://www.cdc.gov/meningitis/index.html. Diakses pada tanggal 15 April
2021 pukul 16.27 WIB
Mutaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Diakses melalui
https://www.google.com/books?
hl=id&lr=&id=LhzANK2oLfoC&oi=fnd&pg=PA17&dq=sistem+saraf+da
n+penyakit+meningitis&ots=8NRsBlNq6r&sig=jZiRgjBNKWh9ZAzwllj0
9Hz5wxg Diakses pada tanggal 17 April 2021 pukul 14.45 WIB
Muriana Novariani, dkk. 2008. Faktor Resiko Sekuele Meningitis Bakterial pada
Anak. Sari Pediatri. 9(5): 324-347. Diakses melalui
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/viewFile/718/653
Diakses pada tanggal 17 April 2021 pukul 15.59 WIB
Ade Fidia, Tamri. 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan
Tentang Pentingnya Vaksinasi Meningitis. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan.
7(1): 407-412 Diakses melalui
http://ejournal.urindo.ac.id/index.php/kesehatan/article/view/163 Diakses
pada tanggal 17 April 2021 pukul 20.53 WIB
Dewanto, George, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Diakses melalui
https://www.google.com/books?
hl=id&lr=&id=tGxScqToUfYC&oi=fnd&pg=PA102&dq=diagnosis+peny
akit+meningitis&ots=8ozxcWR5Q4&sig=69fIJUjkO5lBXXfBh0iAhjXQ
A7Q Diakses pada tanggal 17 April 2021 pukul 21.58 WIB
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/8a2375e2fb8794a54427d9f39f00d0
b5.pdf Diakses pada tanggal 17 April 2021 pukul 22.51 WIB

Anda mungkin juga menyukai