Anda di halaman 1dari 5

JAWABAN UAS

DASAR EPIDEMIOLOGI

Nama : Rizki Rahmadi


Kelas : A1

1. a. Jelaskan kapan dan kenapa standardisasi dalam epidemiologi perlu untuk


dilakukan!
b. Berdasarkan data di bawah ini, menurut Saudara standarisasi dengan metode apa
yang dapat dilakukan? Berapa Adjusted Death Rate atau angka kematian setelah
distandardisasi di Provinsi A dan Provinsi B?

Jawab :
a. Standarisasi dilakukan ketika dalam mengukur indeks kesehatan populasi tetapi
terdapat perbedaan komposisi pada populasi yang akan dibandingkan sehingga
diperlukan standarisasi. Alasan standarisasi dilakukan agar dapat menghasilkan
ringkasan ukuran sederhana untuk diperbandingkan dan tidak berpotensi
menghasilkan bias informasi.
b. Metode standarisasi yang sesuai dengan data diatas adalah standarisasi tidak
langsung karena dalam data disajikan tidak terdapat angka kematian menurut
umur dari 2 populasi yang akan dibandingkan dan hanya ada istribusi penduduk
menurut golongan umur dan CDR.
Sebelum standarisasi :
CDR daerah A = 11,1
CDR daerah B = 18,4
Indeks kematian daerah A = 8,8/ 11,1= 0.79
Indeks kematian daerah B = 8,8/18,4= 0,49
Setelah standarisasi =
CDR daerah A = 11,1 x 0,79 = 8, 769
CDR daerah B = 18,4 x 0,49 = 0,016

2. Pilihlah 1 jenis penyakit menular dan 1 penyakit tidak menular, kemudian jelaskan
menurut aspek-aspek epidemiologinya masing-masing beserta data secara global,
nasional, dan provinsi (jika ada)! Sertakan daftar referensinya.
Penyakit menular = Covid 19
Angka fatalitas kasus (CFR) tergantung pada ketersediaan layanan kesehatan, usia
dan masalah kesehatan dalam populasi, dan jumlah kasus yang tidak terdiagnosis.
Penelitian pendahuluan telah menghasilkan angka tingkat fatalitas kasus antara 2%
dan 3%; pada Januari 2020. WHO menyimpulkan bahwa tingkat fatalitas kasus adalah
sekitar 3%, dan 2% pada Februari 2020 hanya di Provinsi Hubei. WHO
memperkirakan rasio fatalitas infeksi rata-rata (IFR, mortalitas di antara yang
terinfeksi) berkisar antara 0,8% - 0,9%. Sebuah penelitian observasional terhadap
sembilan orang tidak menemukan penularan vertikal dari ibu ke bayi yang baru lahir.
Juga, sebuah penelitian deskriptif di Wuhan tidak menemukan bukti penularan virus
melalui hubungan seks, tetapi beberapa ahli mencatat bahwa penularan selama
hubungan seks dapat
terjadi melalui rute lain.
sumber : https://infeksiemerging.kemkes.go.id/document/download/3ax61Bxrn5
Penyakit tidak menular = Hipertensi
1. Berdasarkan Orang Data
WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau
26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan
26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun
2025 (InaSh, 2007). Berdasarkan data Health, United States (HUS) 2014, dimana
dari seluruh warga USA pada 2009- 2012, orang dewasa berusia ≥ 20 tahun
dengan hipertensi (didiagnosis dan tidak terdiagnosis) 47,4% penderita hipertensi
berlanjut menderita tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol. Dan didapatkan
data penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin, pada laki-laki 62,0% dan
pada perempuan 44,7% (HUS, 2015). Berdasarkan Centers for Disease Control
and Prevention (CDC), penderita hipertensi di USA menurut data karakteristik
umur dengan kasus tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun yaitu 66,7% laki-laki
dan 78,5% perempuan dan kasus terendah pada kelompok umur 20- 34 tahun
yaitu 11,1% laki-laki dan 6,8% perempuan (CDC, 2015). Data epidemiologis
menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya populasi usia lanjut, maka
jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar akan bertambah, dimana baik
hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering
timbul pada lebih dari separuh orang berusia >65 tahun (Yogiantoro, 2010). Di
Amerika Serikat, hipertensi dijumpai pada 15% golongan kulit putih dewasa dan
25-30% golongan kulit hitam. Golongan kulit hitam lebih banyak terkena
hipertensi di bandingkan dengan yang berkulit putih dikarenakan pada kulit hitam
mengkonsumsi garam lebih tinggi, makan makanan yang berlebihan sehingga
terjadi kegemukan, mengkonsumsi alkohol serta stress yang berlebihan
dikarenakan ketidaknyamanan golongan kulit hitam ini bergabung dan sering
disepelekan oleh lingkungannya sehingga terjadi ketegangan jiwa (Sianipar,
2014). Penderita hipertensi di Indonesia menurut data karakteristik kelompok
umur dengan kasus tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun yaitu 63,8% dan
kasus terendah pada kelompok umur 15- 24 tahun (usia subur) yaitu 8,7%. Dan
berdasarkan data di Indonesia, penderita hipertensi tertinggi pada perempuan
(28,8%) dibandingkan dengan laki- laki (22,8%) (Kemenkes RI, 2013).
2. Berdasarkan Tempat Hipertensi
menyerang baik populasi dari negara yang berpendapatan rendah dan negara yang
berpendapatan menengah dimana sistem penanganan kesehatannya lemah. Pada
tahun 2008 di seluruh dunia kurang lebih 40% dari penduduk dewasa berusia ≥ 25
tahun telah didiagnosis menderita hipertensi. Diketahui penderita hipertensi yang
berusia ≥ 25 tahun tertinggi di daerah Afrika dengan prevalensi 46%, sedangkan
prevalensi terendah di Amerika 35%. Secara keseluruhan, negara-negara
berpendapatan tinggi memiliki prevalensi penderita hipertensi yang lebih rendah
(WHO, 2013). Berdasarkan karakteristik tempat tinggal, prevalensi hipertensi
lebih tinggi di perkotaan (26,1%), dibandingkan di perdesaan (25,5%) (Kemenkes
RI, 2013).
3. Berdasarkan Waktu
Penderita penyakit hipertensi berdasarkan waktu berbeda setiap tahunnya.
Berdasarkan data penduduk berusia subur (15-49) tahun prevalensi penderita
hipertensi di USA pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan tahun 1999- 2002
(30,0%), meningkat di tahun 2003- 2006 (31,3%), dan menurun kembali di tahun
2009-2012 (30,0%) (HUS, 2015). Prevalensi penyakit hipertensi cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, hampir satu miliar orang atau
kira kira 26% dari populasi dewasa dunia mengalami hipertensi. Ini biasa terjadi
baik di negara maju (333 juta) maupun di negara berkembang (639 juta). Per
tahun 2006 hipertensi menyerang 76 juta orang dewasa di Amerika Serikat (34%
dari populasi) dan kasus terbanyak terjadi pada orang dewasa ras Afrika-Amerika
yakni sebesar 44% (Napitupulu, 2014).
Referensi :
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/6035/141000095.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
4. a. Apa yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi?
b. Mengapa kegiatan surveilans epidemiologi penting untuk dilakukan?
Jawab :
a. Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis & terus
menerus terhadap masalah kesehatan & kondisi yg mempengaruhi terjadinya
peningkatan & penularan masalah kesehatan tersebut, Agar dapat melakukan
tindakan penanggulangan secara efektif & efisien melalui proses pengumpulan
data, pengolahan & penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara
program kesehatan
b. Surveilens penting dilakukan karena surveilens berfungsi stretegis dalam intelijen
penyakit dan masalah kesehatan dalam hal Penyediaan data dan Penyediaan
informasi epidemiologi sehingga dapat dilakukan Pengambilan keputusan dalam
berbagai level (strategis, taktis, operasional)
5. a. Jelaskan definisi dan sifat skrining!
b. Jelaskan pengertian dari sensitivitas, spesifisitas, false positif, dan false negative!
Suatu rapid test menunjukan nilai sensitifitas 18,15% dan spesifisitas 87,3%.
Bagaimana pendapat Saudara mengenai rapid test tersebut?
Jawab :
a. Skrinning merupakan cara utk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak
melalui suatu pemeriksaan/tes/prosedur yang dapat dengan cepat memisahkan
antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang mungkin tidak
menderita penyakit. Skrinning memeiliki sfat
1) Merupakan deteksi dini penyakit
2) Bukan merupakan alat diagnostik
3) Hasil tes positif selanjutnya akan mengikuti tes diagnostik atau prosedur untuk
memastikan adanya penyakit
b. Sensitivitas adalah kemampuan test untuk mengidentifikasi dengan benar orang
yang sakit. Spesifisitas adalah kemampuan test untuk mengidentifikasi dengan
benar orang yang tidak sakit. False positif adalah hasil test yang dari hasil test
skrinning posotif sakit sedangkan sebenarnya dia tidak sakit. dan False negative
adalah hasil tes skrinning negatif tetapi yang sebenarnya orang yang dites itu
sakit.
Suatu rapid test menunjukan nilai sensitifitas 18,15% dan spesifisitas 87,3%.
Menurut saya nilai sensifitas dalam rapid test ini kurang efisien, karena bisa
dilihat dari nilai sensifitasnya lebih kecil daripada nilai spesifiitasnya, belum tentu
sebenanrnya apakah yang nilai spesifitas ini benar adanya. Sehingga perlu test
yang lebih akurat untuk memastikan besar dari kasus yang sakit dengan yang tidak
sakit.

Anda mungkin juga menyukai