Anda di halaman 1dari 3

1.

Penatalaksanaan Farmakologi
Obat - obat yang digunakan dalam penatalaksanaan GERD antara lain :
golongan penghambat pompa proton (proton pump inhibitor s, PPIs ) dan penghambat
H2 [H2 blockers atau antagonis reseptor H2 ( H2-receptor antagonists, H2RAs)
a. Penghambat Pompa Proton dan Antagonis Reseptor H2
Obat-obat dari golongan penghambat pompa proton bekerja dengan cara
memblok pompa proton (H+,K+-ATPase) yang terdapat di membran sel parietal
lambung sehingga menghambat sekresi asam lambung oleh sel parietal secara
irreversibel. Penghambat pompa proton merupakan prodrug yang tidak stabil dalam
suasana asam. Setelah diabsorpsi dari usus, golongan ini dimetabolisme menjadi
bentuk aktifnya yang berikatan dengan pompa proton jenis obatnya yaitu
Esomeprazole, Lansoprazole, Omeprazole, Pantoprazole, Rabeprazole. Sementara
itu, obat-obat dari golongan antagonis reseptor H2 bekerja dengan cara memblok
reseptor histamin di membran sel parietal lambung. Selain hormon gastrin dan
asetilkolin, histamin adalah salah satu senyawa yang menstimulasi H+,K+-ATPase
untuk mensekresi asam lambung, jenis obatnya yaitu Famotidine dan Ranitidine.

b. Prokinetik
Obat-obat prokinetik, dalam hal inimetoclopramide, bekerja dengan meningkat-
kan kekuatan sfingter esofagus bagianbawah, peristaltis esofagus, dan memper-
cepat pengosongan lambung
c. Terapi Pemeliharaan
Tanpa terapi pemeliharaan, risiko kekambuhan diperkirakan 60-80% dalam satu
tahun. Berdasarkan penelitian, terapi yang paling efektif mencegah kekambuhan
adalah PPIs full dose, diikuti oleh PPIs lowdose, dan terakhir H2RAs.7 Terapi
pemeliharaan diberikan kepada pasien GERD yang tetap mengalami gejala setelah
PPIs dihentikan dan kepada pasien yang mengalami komplikasi, termasuk esofagitis
erosif dan esofagus Barret. Terapi pemeliharaan PPIs diberikan dalam dosis terkecil
yang masih efektif, termasuk diberikan sesuai permintaan / kebutuhan (on demand)
atau terapi intermittent. (Syilvi 2018)
A. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan serial rontgen foto saluran makan atas dengan kontras, monitoring pH
esopha-gus, endoskopi, skintigrafi dengan nuklir, dan manometri esophagus.Beberapa jenis
pemeriksaan cukup invasif, sehingga tidak disarankan untuk dilakukan tanpa adanya
indikasi khusus. Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya sebagai berikut:
1. Uji Inhibitor Pompa Proton / Proton Pump Inhibitor (PPI) Trial
Uji PPI merupakan salah satu metode diagnostik yang paling mudah dilakukan
dan tidak invasif. Uji PPI umumnya dilakukan pada pasien-pasien GERD tanpa tanda
bahaya atau risiko esofagus Barret. Uji PPI ini dilakukan dengan pemberian PPI selama
2 minggu tanpa dilakukan endoskopi terlebih dahulu. Bila didapatkan perbaikan klinis
dengan pemberian PPI dan gejala kembali setelah terapi dihentikan, maka diagnosis
GERD dapat ditegakkan. Uji PPI ini merupakan salah satu metode diagnostik yang
dianjurkan pada konsensus nasional di Indonesia tahun 2014, akan tetapi studi terbaru
di Inggris menunjukkan bahwa uji PPI memiliki sensitifitas 71% dan spesifisitas hanya
44%. Hal ini membuat penegakan diagnosis GERD berdasarkan uji PPI saja harus
dipertanyakan karena berisiko untuk penyalahgunaan/overuse PPI dan overdiagnosis
GERD.

2. Pemantauan pH (pH-Metri)
Pemantauan/monitoring pH adalah salah satu metode diagnostik GERD yang
paling baik dan cukup sederhana. Pemeriksaan ini merupakan salah satu pemeriksaan
yang disarankan dalam konsensus nasional di Indonesia, terutama pada pasien dengan
memiliki gejala ekstraesofageal sebelum terapi PPI atau pasien yang gagal terapi PPI.
Pengukuran pH dapat dilakukan dalam 24 jam atau 48 jam (bila tersedia) dengan atau
tanpa terapi supresi asam lambung. Konsensus Lyon tahun 2018 merekomendasikan
untuk melakukan pH metri tanpa terapi PPI terutama pada pasien-pasien yang belum
pernah didiagnosis GERD sebelumnya. Apabila pasien sudah pernah terbukti GERD
atau memiliki komplikasi dari GERD, pH-metri dilakukan dengan dosis PPI 2x lebih
banyak. Pasien-pasien dengan GERD akan menunjukkan perbaikan pH bila diberikan
terapi PPI.
3. Endoskopi dan Histopatologi
Endoskopi saluran gastrointestinal atas dan pemeriksaan histopatologi merupakan
pemeriksaan baku emas untuk GERD dengan komplikasi. Histopatologi juga dapat
menunjukkan metaplasia, displasia, atau malignansi. Pemeriksaan dengan endoskopi
merupakan prosedur yang invasif, sehingga pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan
bila tidak terdapat indikasi. Pemeriksaan ini sebaiknya hanya dilakukan pada pasien-
pasien yang memiliki gejala bahaya/alarm symptoms.
4. Tes Barium
Pemeriksaan dengan barium saat ini sudah tidak rutin dilakukan karena tidak
sensitif untuk diagnosis GERD. Namun demikian, pemeriksaan ini lebih unggul bila
dicurigai adanya stenosis esofagus, hernia hiatus, striktur, dan disfagia. Pemeriksaan ini
biasanya dilakukan untuk evaluasi disfagia pasca operasi antirefluks bersamaan dengan
endoskopi.
5. Pemeriksaan Lain
Banyak modalitas diagnostik lain yang dapat dilakukan, di antaranya manometri
esofagus dan tes bilitec. Pemeriksaan ini lebih ditujukan untuk evaluasi komplikasi
GERD, bukan untuk diagnosis GERD secara rutin. Jika terdapat kecurigaan infeksi
Helicobacter pylori, dapat dilakukan urea breath test atau biopsi menggunakan
endoskopi.

Anda mungkin juga menyukai