Anda di halaman 1dari 4

Metallurgist Sebagai Pondasi Indonesia

Oleh : Muhammad Ikramullah (3334180034)

Indonesia adalah negara berkembang dengan kelimpahan potensi alam yang luas. Salah satu
kekayaan sumber daya dari sumber daya mineral dan energi. Sumber daya mineral Indonesia
yang melimpah patut kita jaga agar kekayaan Indonesia tidak dirampas oleh asing. Sarjana
metalurgi sangat dibutuhkan perannya dalam mengolah kekayaan mineral bangsa. Indonesia
saat ini sedang menyonsong revolusi industri 4.0, lantas apa itu revolusi industri 4.0 dan
bagaimana peran sarjana metalurgi dalam memanfaatkan revolusi industry 4.0 untuk
memaksimalkan sumber daya yang ada.

Metallurgist adalah istilah bagi sarjana metalurgi, sedangkan metalurgi itu sendiri adalah ilmu
yang mempelajari sifat kimia logam dan cara memanfaatkan logam untuk kegunaan sehari-
hari. Berdasarkan data kementrian ESDM terdapat sekitar 2227 perusahaan di bidang sumber
daya mineral. Ini membuktikan bahwa kekayaan alam Indonesia melimpah dari Sabang
sampai Merauke. Sudah sepatutnya dengan kekayaan alam yang melimpah ini, Indonesia
dapat mengolahnya sendiri. Akan tetapi, sumber daya manusia pada sektor ini masih sangat
sedikit jumlahnya dan jumlah perguruan tinggi di Indonesia yang menyediakan program studi
metalurgi terhitung hanya enam universitas. Dengan minimnya sarjana metalurgi di Indonesia
adalah peluang untuk memaksimalkan lulusan tersebut dalam memajukan pengolahan
mineral Indonesia.

Pada Januari 2014 resmi diberlakukan Undang Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba)
Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010. Kedua
peraturan tersebut mengatur tentang larangan ekspor bahan tambang mentah yang ditambang
di Indonesia. Bahan-bahan tambang tersebut meliputi: Mineral radioaktif antara lain radium,
thorium, dan uranium, mineral logam antara lain tembaga, aluminium, dan emas, mineral
bukan logam antara lain intan, dan bentonite, batuan antara lain andesit, tanah liat, tanah
urug, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, dan pasir urug, batubara antara lain batuan
aspal, batubara, dan gambut. Dengan adanya hilirisasi pertambangan di Indonesia akan
mendorong perusahaan pertambangan dan perusahaan pengolahan bijih dan mineral untuk
membangun infrastruktur untuk mengolah bijih mineral menjadi barang setengah jadi
(slab/billet) atau barang jadi (wrought product). Selain membutuhkan investasi yang sangat
besar, hilirisasi ini harus didukung dengan ketersediaan sumber daya manusia-nya terutama
yang ahli dalam bidang ilmu metalurgi dan material. Bertolak belakang dengan rencara
hilirisasi ini belum didukung dengan ketersediaan SDM yang berkompeten. Maka dari itu, hal
tersebut menjadi tantangan bagi sarjana metalurgi memanfaatkan infrastruktur yang telah
disediakan pemerintah guna mengolah sumber daya mineral tersebut.

Indonesia sendiri saat ini sedang berproses menuju revolusi industry 4.0. Istilah Indsutry 4.0
pertama kali digemakan pada Hannover Fair, 4-8 April 2011. Istilah ini digunakan oleh
pemerintah Jerman untuk memajukan bidang industri ke tingkat selanjutnya, dengan bantuan
teknologi. Mengutip laman Forbes, revolusi industri generasi keempat dapat diartikan sebagai
adanya ikut campur sebuah sistem cerdas dan otomasi dalam industri. Hal ini digerakkan oleh
data melalui teknologi machine learning dan AI. Secara singkat industri 4.0, pelaku industri
membiarkan komputer saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain untuk akhirnya
membuat keputusan tanpa keterlibatan manusia. Kombinasi dari sistem fisik-cyber, Internet
of Things (IoT), dan Internet of Systems membuat Industri 4.0 menjadi mungkin, serta
membuat pabrik pintar menjadi kenyataan.  Saat ini, revolusi industri keempat mulai
dirasakan kehadirannya lewat terobosan dan inovasi digital juga teknologi, seperti dalam
bidang robotika, teknologi nano, komputasi kuantum, intelejensia buatan, dan berbagai jenis
otomasi.

Revolusi industri keempat jelas berbeda dengan revolusi lainnya. Karena pada saat itu,
teknologi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, akses terhadap informasi dan
pengetahuan juga semakin membesar. Perkembangan signifikan dalam bidang teknologi
tersebut mengguncang banyak industri dan perusahaan, juga mendobrak keterbatasan yang
sebelumnya dimiliki oleh industri. Maka, kreativitas tidak lagi terkungkung dalam
keterbatasan yang tadinya dimiliki oleh sistem manufaktur atau lainnya. Konsep dan proses
perancangan pun juga mengalami penyesuaian dan perkembangan, sehingga sistem produksi,
manajemen, dan pengelolaan mulai berubah untuk mengimbangi langkah-langkah revolusi
industri keempat. Akses lebih besar ke dunia digital membuka peluang untuk peningkatan
efisiensi, perkembanan produktivitas para tenaga kerja dengan skill tinggi, pertumbuhan
ekonomi, dan lainnya. Di sisi lain, para tenaga kerja dengan skill rendah terancam akan
tergantikan oleh otomasi-otomasi dan robot yang diterapkan dalam berbagai industri. Hal ini
juga dapat diakibatkan oleh kesenjangan skill dan ekonomi. Pada revolusi industri keempat,
dunia memiliki peluang untuk menciptakan pasar-pasar baru, sehingga para tenaga kerja yang
pekerjaannya sudah tergantikan oleh mesin dan robot, dapat berkreasi dan bekerja pada ruang
lain (Dr.Eng. Sandro Mihradi, orasi, 7 Agustus 2017). Berdasarkan pendapat Prof Dwikorita
Karnawati (2017) bahwa revolusi industri 4.0 dalam 5 tahun akan mendatang akan
menyebabkan dampak dimana 35% jenis pekerjaan terhapus. Sedangkan 10 tahun akan
datang terdapat 75 persen yang terhapus.

Revolusi industri 4.0 adalah tantangan bagi sarjana metalurgi dalam memanfaatkannya agar
tidak tergerus teknologi. Untuk menghadapi tantangan yang ada, salah satu laporan World
Economic Forum 2016, yaitu "The Future Jobs", membahas 10 skill utama yang paling
dibutuhkan pada tahun 2020. Skill-skill tersebut antara lain adalah pemecahan masalah
kompleks, berpikir kritis, kreativitas, manajemen sumber daya manusia, koordinasi,
kecerdasan emosional, penilaian dan pengambilan keputusan, orientasi melayani, negosiasi,
dan fleksibilitas kognitif. Selain itu sarjana metalurgi juga harus menguasai coding (bahasa
pemrograman) dan bahasa asing. Sehingga peran sarjana metalurgi yaitu menjadi inovator
dan dapat mengembangkan diri sehingga dapat memanfaatkan teknologi dalam mengolah
mineral.

Oleh karena itu, sebagai sarjana metalurgi di era revolusi industri 4.0 harus memiliki skill
yang dibutuhkan dan memiliki peran yang penting sebagai inovator yang dapat
mengembangkan idenya dalam memanfaatkan teknologi dalam pengolahan mineral sehinggal
lebih efisien dan cepat dalam produksinya. Dengan demikian, diharapkan sarjana metalurgi
dapat memanfaatkan infrastruktur yang disediakan pemerintah untuk menghadapi industri 4.0
dalam mengolah kekayaan mineral Indonesia sehingga tidak perlu mengekspor bahan mentah
tetapi dapat mengolah sendiri bahan mentah tersebut menjadi barang siap jadi yang berguna.

Referensi :

https://www.tek.id/tek/apa-itu-industri-4-0-dan-bagaimana-indonesia-menyongsongnya-b1Xbl9d4L
diakses pada 12 Mei 2019

https://www.itb.ac.id/news/read/5611/home/dr-eng-sandro-mihradi-peluang-dan-tantangan-
sarjana-masa-depan-di-era-revolusi-industri-keempat diakses pada 12 Mei 2019

https://materialmetalurgiku.blogspot.com/2016/07/pentingnya-ilmu-material-dalam.html diakses
pada 12 Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai