Proposal Final
Proposal Final
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam
medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien,
hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis diperlukan di hampir semua
FasYanKes seperti yang dicantumkan dalam UU no 29 Tahun 2004 tentang praktik
kedokteran dan dokter gigi. Rekam medis memuat informasi-informasi yang
dibutuhkan petugas medis untuk menentukan diagnosis, menentukan jenis tindakan,
dan lain sebagainya. Berkas rekam medis dibagi menjadi 2 yaitu berkas rekam medis
aktif dan inaktif (Nugraheni, 2015). Menurut Sudra (2015) berkas rekam medis yang
masih digunakan untuk pasien berkunjung berobat kembali disebut rekam medis aktif.
Sedangkan berkas rekam medis yang telah mencapai waktu 2 tahun pasien tidak
berobat kembali disebut rekam medis inaktif.
Dalam penggunaanya di FasYanKes, Rekam medis memiliki ketentuan-ketentuan
yang harus ditaati yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 269/Menkes/PER/III/2008. Salah satunya adalah batas maksimal rekam medis
aktif dapat disimpan dalam rak penyimpanan rekam medis, yaitu pada bab IV pasal 9
ayat 1 dan 2 yang berbunyi bahwa rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non
rumah sakit disimpan sekurang-kurangnya 2 tahun terhitung dari tanggal terakhir
pasien berobat. Dilanjutkan dengan ayat ke 2 yang berbunyi bahwa setelah batas
waktu yang ada di ayat 1 di lampaui, rekam medis dapat dimusnahkan (Kementerian
Kesehatan RI, 2008). Maka dari itu, berkas rekam medis yang sudah melebihi batas
maksimal dan tergolong berkas sudah inaktif maka perlu dilakukan yang namanya
pemusnahan atau retensi. Berkas rekam medis yang sudah tidak bernilai guna dapat
dimusnahkan dengan cara membakar habis, mencacah atau daur ulang, dihancurkan
dengan kimiawi, dan melibatkan pihak ketiga, sehingga tidak dapat dikenali lagi isi
maupun bentuknya (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Kabupaten Wonogiri, terjadi keterlambatan retensi (Penghancuran Berkas)
karena rumah sakit belum melakukan retensi. Pertama kalinya RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri melakukan retensi yaitu pada tahun 2016.
Dokumen yang diretensi yaitu seluruh dokumen rekam medis yang ada hingga
maksimal dokumen rekam medis dengan kunjungan terakhir tahun 2007 dan 2008.
Pada tahun 2016 dokumen yang seharusnya diretensi adalah dokumen tahun 2011.
Namun rumah sakit belum melakukannya. Sehingga masih dijumpai dokumen-
dokumen tahun 2009 hingga 2011 yang belum diretensi. Pada tahun 2016 total
kunjungan mencapai 162.981 pasien. Dokumen rekam medis yang diretensi disimpan
dalam ruangan inaktif (Windari, Adhani. 2018).
Pelaksanaan Retensi berkas rekam medis dalam pelaksanaan nya memiliki
beberapa faktor yang mempengaruhi terlaksana dan tidak terlaksana retensi, menurut
Windari dalam jurnal Tinjuan keterlambatan dokumen rekam medis di RSUD DR.
Soedirman mangun sumarso disebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi jadwal
retensi berkas rekam medis adalah; Faktor SDM (Sumber Daya Manusia) yang
meliputi jumlah petugas, tingkat pendidikan petugas, dan juga pengetahuan petugas
mengenai retensi, selain faktor SDM, faktor lain seperti sarana dan prasarana retensi
dan juga kebijakan retensi juga berpengaruh dalam proses retensi rekam medis.
Yang pertama adalah faktor SDM (Sumber Daya Manusia) petugas Retensi.
Kurangnya kesadaran pihak pengelola Rumah sakit tentang pentingnya petugas rekam
medis yang berpendidikan di bidang tersebut sangat mempengaruhi kinerja
pengelolaan rekam medis. Selain itu faktor jumlah SDM yang bertugas dalam Retensi
rekam medis juga mempengaruhi kinerja dan juga jadwal dari pemusnahan berkas
rekam medis yang sudah inaktif.
Di dalam jurnalnya Wulandari menyebutkan sumber data sekunder di RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri pada tahun 2018 menyebutkan, pada
saat itu jumlah petugas filing sebanyak 3 orang. Tiga orang tersebut bertugas sebagai
petugas distributor rekam medis, mencari dan menyimpan kembali rekam medis dan
sekaligus sebagai pelaksana retensi.
Tabel 1 Persentase Tingkat Pendidikan Petugas Filing di RSUD dr.Soediran
Mangun Sumarso Kab.Wonogiri
No Tingkat Pendidikan Jumlah %
1 S 1 Ekonomi (Non RMIK) 1 33,3
2 D III RMIK 1 33,3
3 SMU 1 33,3
Jumlah 3 100,0
Sumber: Jurnal, Tinjuan keterlambatan dokumen rekam medis di RSUD DR.
Soedirman mangun sumarso (Wulandari, adhani. 2018)
Berdasarkan tabel 1 menjelaskan bahwa petugas yang ditugaskan dalam
pengurusan retensi berkas rekam medis hanya 1 (satu) orang saja yang memiliki
riwayat pendidikan yang sejalan dalam bidang rekam medis. Berdasarkan penelitian
terdahulu yang dilakukan Windari dalam jurnalnya pada tahun 2018. Tingkat
pengetahuan retensi petugas filing di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Kabupaten
Wonogiri diukur berdasarkan kuesioner yang dibagikan kepada petugas filing.
Petugas yang mendapatkan presentase hasil jawaban mencapai 76%-100% dapat
dikatakan memiliki pengetahuan retensi yang baik. Petugas yang mendapatkan
presentase hasil jawaban mencapai 56%-75% dapat dikatakan memiliki pengetahuan
retensi cukup. Petugas yang mendapatkan presentase hasil jawaban kurang dari 56%
dapat dikatakan memiliki pengetahuan retensi yang kurang.
Tabel 2 Presentase Tingkat Pengetahuan Retensi Petugas Filing
No Tingkat Pengetahuan F %
1 Baik 1 33,3
2 Cukup 0 0
3 Kurang 2 66,7
Jumlah 3 100
Sumber: Jurnal, Tinjuan keterlambatan dokumen rekam medis di RSUD DR.
Soedirman mangun sumarso (Wulandari, adhani. 2018)
Dari Tabel 2 menunjukan bahwa 1 orang (33,3%) memiliki tingkat
pengetahuan retensi yang baik, dan sebanyak 2 orang (66,7%) memiliki pengetahuan
retensi yang kurang. Dari Informasi yang didapat dalam Jurnal milik Windari
didapatkan bahwa kurangnya pengetahuan petugas tentang bagaimana petugas retensi
seharusnya bekerja dan memproses kegiatan pengahncuran berkas rekam medis ini,
angka yang ditunjukan dalam tabel juga berkaitan dengan jumlah petugas dengan
riwayat pendidikan D3-RMIK dan juga petugas yang memiliki riwayat pendidikan
diluar Rekam medis.
Yang kedua adalah faktor kebijakan Rumah sakit. Rumah sakit memiliki
wewenang dalam menentukan jumlah petugas, jadwal retensi akan dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian Windari dalam jurnanya pada tahun 2018. Diketahui
bahwa pelaksanaan retensi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
tidak berpedoman pada Jadwal Retensi Arsip (JRA) dikarenakan rumah sakit belum
memiliki Jadwal Retensi Arsip (JRA). Hal ini menunjukan pengelolaan perencanaan
rekam medis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri, masih menjadi
faktor yang menghambat terlaksanakan nya retensi di RS tersebut.
Yang ke-3 (Tiga) Faktor yang mempengaruhi Retensi Berkas rekam medis adalah
sarana dan prasarana. Berdasarkan Jurnal milik Windari yang dilakukan, di RSUD
dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri pada tahun 2018, RS tersebut sudah
memiliki ruang penyimpanan dokumen rekam medis inaktif yang terpisah dari ruang
penyimpanan dokumen rekam medis aktif. Ruang penyimpanan dokumen rekam
medis in-aktif lebih kecil dari ruang penyimpanan dokumen rekam medis aktif
sehingga tidak muat apabila dimasukkan rak penyimpanan. Jika terjadi penumpukan
dokumen maka ruangan akan penuh sehingga memicu terjadinya keterlambatan
retensi. Berdasarkan hasil pengamatan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Kab.Wonogiri tidak memiliki rak penyimpanan dokumen rekam medis inaktif. Ini
dikarenakan ruangan penyimpanan yang sangat sempit sehingga tidak memungkinkan
untuk dimasukkan rak penyimpanan dokumen rekam medis in-aktif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang ingin diteliti
adalah sebagai berikut
1. Apakah ada hubungan antara keterlambatan retensi berkas Rekam Medis
dengan Pendidikan Petugas, Jumlah Petugas, Ketersediaan sarana prasarana
dan SOP Retensi yang di berikan pihak RS?
2. Apakah ada hubungan antara Pendidikan terakhir Petugas retensi dengan
pengelolaan RS
3. Apakah ada hubungan antara Jumlah petugas retensi dengan pengelolaan
RS
4. Apakah ada hubungan antara ktersediaan sarana dan prasarana retensi
dengan pengelolaan RS
5. Apakah ada hubungan antara SOP retensi dengan pengelolaan RS
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis SDM petugas rekam medis penyebab keterlambatan
berkas rekam medis
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi hubungan antara keterlambatan retensi berkas Rekam
Medis dengan Pendidikan Petugas, Jumlah Petugas, Ketersediaan sarana
prasarana dan SOP Retensi yang di berikan pihak RS?
b. Mengidentifikasi hubungan antara Pendidikan terakhir retensi dengan
pengelolaan RS
c. Mengidentifikasi hubungan antara Jumlah petugas retensi dengan
pengelolaan RS
d. Mengidentifikasi hubungan antara ktersediaan sarana dan prasarana
retensi dengan pengelolaan RS
e. Mengidentifikasi hubungan antara SOP retensi dengan pengelolaan RS
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teritoritis, sebagai dasar pengembangan teori, serta bahan masukan
bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengetahuan tentang pemusnahan
berkas rekam medis, sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
pedoman pustaka untuk penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat praktis, yaitu bagi instansi pelaksana program terkait, hasil penelitian
ini dapat dijadikan bahan masukan, saran, dan evaluasi dalam hal pemusnahan
berkas rekam medis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. RETENSI
1. Definisi retensi
Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
kepada pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes RI
Nomor 55 tahun 2013). Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis, yaitu
pada bab IV pasal 9 ayat 1 dan 2 yang berbunyi bahwa rekam medis pada
sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit disimpan sekurang-kurangnya
2 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat. Dilanjutkan dengan
ayat ke 2 yang berbunyi bahwa setelah batas waktu yang ada di ayat 1 di
lampaui, rekam medis dapat dimusnahkan (Kementerian Kesehatan RI,
2008).
Sebelum pemusnahan dokumen rekam medis, maka harus dilakukan
retensi atau penyusutan dokumen rekam medis. Menurut BPPRM tahun
2006, retensi memiliki pengertian yaitu suatu kegiatan memisahkan atau
memindahkan antara dokumen rekam medis inaktif dengan dokumen
rekam medis yang masih aktif di ruang penyimpanan(filing). Selain itu
retensi dapat diartikan juga sebagai pengurangan jumlah formulir yang
terdapat di dalam berkas RM dengan cara memilah nilai guna dari tiap-tiap
formulir. Sesuai dengan BPPRM tahun 2006, pemusnahan rekam medis
adalah kegiatan menghilangkan/ menghapus/ menghancurkan secara fisik
dokumen rekam medis yang telah mencapai 5 tahun sejak terakhir berobat
di rumah sakit. Dalam pemusnahan berkas perlu dilihat pula dikarenakan
tidak semua berkas bisa dimusnahkan atau di retensi. Berkas yang tidak
boleh di retensi atau harus dilestarikan berkas pasien pengidap penyakit
langka, berkas kelahiran dan kematian pasien.
2. Tujuan retensi
Berdasarkan yang tertulis pada BPPRM tahun 2006, kegiatan retensi dan
pemusnahan dokumen rekam medis ini memiliki beberapa tujuan,
diantaranya:
a) Menjaga kerapihan penyusunan berkas RM aktif
b) Memudahkan dalam retrieval berkas RM aktif
c) Menjaga informasi medis yang masih aktif (yang masih mengandung
nilai guna)
d) Mengurangi beban kerja petugas dalam penanganan berkas Aktif & In-
aktif
3. Manfaat retensi
Penyusutan rekam medis dilakukan supaya tidak terjadi penumpukan
arsip dan penyusutan arsip rekam medis sangat berpengaruh terhadap arsip
yang memiliki nilai guna kebuktian dan nilai guna hukum karena dapat
digunakan sebagai rujukan dalam suatu kasus pengadilan.
Penyusutan arsip rekam medis dilakukan secara bertahap yaitu dimulai
dari pemilihan, pemindahan, penilaian, dan pemusnahan. Sebelum
melakukan kegiatan penyusutan arsip diperlukan suatu pedoman untuk
menentukan jangka waktu penyimpanan arsip atau disebut dengan jadwal
retensi arsip rekam medis (JRA).
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah survey deskriptif dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian survey deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk
mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan di dalam suatu komunitas
atau masyarakat. Sedangkan pendekatan cross sectional adalah variabel sebab
dan akibat diukur secara bersamaan. Peneliti menggambarkan faktor-faktor
penyebab keterlambatan retensi. Pendekatan penelitian yang dipergunakan
adalah berupa penelitian kualitatif. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk
menentukan pola hubungan yang bersifat interaktif menemukan teori
menggambarkan realita yang komplek dan memperoleh pemahaman makna
untuk menggambarkan serta mengkaji variable-variabel yang ada dalam
penelitian yaitu melalui analisa data yang diperoleh dari wawancara mendalam
serta kajian kepustakaan yang menjadi obyek pokok permasalahan, dalam hal
ini mengenai pelaksanaan rekam medis di Rumah Sakit.
Hal ini sejalan dengan tujuan penelitian dalam melihat
bagaimanaproses pelaksanaan penyelenggaraan rekam medis dimana sebuah
fenomenasosial yang memerlukan informasi secara mendalam dari masing-
masinginformasi kunci maupun utama agar terlihat dengan jelas apa yang
sebenarnyaterjadi dilapangan. Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan cara wawancara dengan petugas filing, kuesioner, dan
observasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif dimana peneliti akan membuat tabel
distribusi frekuensi dan mendeskripsikan hasil data yang terkumpul pada
setiap instrument penelitian.
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUD DR. Soediran Mangun
Sumarso Kabupaten Wonogiri dan Waktu pengambilan data penelitian pada
Maret 2018
C. Populasi, sampel, dan teknik sampel
1. Populasi
Populasi sasaran penelitian adalah seluruh petugas rekam medis di RSUD
DR. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang petugas ruang rekam
medis Informan (Subyek Penelitian) tersebut, diambil dengan teknik
purposive sampling. Tiga orang tersebut bertugas sebagai petugas
distributor rekam medis, mencari dan menyimpan kembali rekam medis
dan sekaligus sebagai pelaksana retensi. Mereka adalah informan kunci,
dengan pertimbangan
1) Menguasai dan memahami berkas rekam medis, pemahaman prosedur
dan yang berkaitan dengan berkas rekam medis.
2) Masih bekerja di RSUD DR. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten
Wonogiri sebagai karyawan Rekam Medis.
3) Bersedia, mau dan memiliki waktu untuk dimintai informasi.
4) Kooperatif.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel eksogen (variabel bebas)
1) Pendidikan petugas RM
2) Jumlah petugas RM
3) Ketersediaan sarana dan prasarana
4) SOP retensi
2. Variabel endogen (variabel terikat)
1) Keterlambatan retensi
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Penelitian ini dalam pengumpulan data menggunakan cara wawancara
dengan petugas filing, kuesioner, dan observasi. Peneliti melakukan
wawancara mendalam untuk mengetahui Tingkat Pendidikan, Pengetahuan
Staff (Sumber Daya Manusia), Tempat BRM dan retensi BRM (Sarana
Prasarana) serta Standar Prosedur Operasional (Kebijakan) RSUD DR.
Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis deskriptif dimana peneliti akan membuat tabel distribusi frekuensi dan
mendeskripsikan hasil data yang terkumpul pada setiap instrument penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai analisis keterlambatan retensi
berkas rekam medis di Kabupaten Wonogiri.
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subyek Penelitian
Tabel 1 Persentase Tingkat Pendidikan Petugas Filing di RSUD dr.Soediran
Mangun Sumarso Kab.Wonogiri
No. Tingkat Jumlah %
Pendidikan
1 S1 Ekonomi (Non 1 33.3
RMIK)
2 DIII RMIK 1 33.3
3 SMU 1 33.3
Jumlah 3 100.0
PEMBAHASAN
BAB 6
1. SIMPULAN
2. SARAN
Sebaiknya pihak rumah sakit mengadakan pelatihan untuk petugas filing Non
DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan. Sebaiknya pelaksanaan retensi
dilakukan oleh petugas filing dengan latar belakang pendidikan D III Rekam Medis
dan Informasi Kesehatan atau petugas yang sudah mendapatkan pelatihan yang
memahami pelaksanaan retensi dengan benar. Sebaiknya rumah sakit menyediakan
sarana dan prasarana retensi yang lengkap, seperti pembuatan Jadwal Retensi Arsip
(JRA) dan rak penyimpanan dokumen rekam medis in-akif