Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam
medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien,
hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis diperlukan di hampir semua
FasYanKes seperti yang dicantumkan dalam UU no 29 Tahun 2004 tentang praktik
kedokteran dan dokter gigi. Rekam medis memuat informasi-informasi yang
dibutuhkan petugas medis untuk menentukan diagnosis, menentukan jenis tindakan,
dan lain sebagainya. Berkas rekam medis dibagi menjadi 2 yaitu berkas rekam medis
aktif dan inaktif (Nugraheni, 2015). Menurut Sudra (2015) berkas rekam medis yang
masih digunakan untuk pasien berkunjung berobat kembali disebut rekam medis aktif.
Sedangkan berkas rekam medis yang telah mencapai waktu 2 tahun pasien tidak
berobat kembali disebut rekam medis inaktif.
Dalam penggunaanya di FasYanKes, Rekam medis memiliki ketentuan-ketentuan
yang harus ditaati yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 269/Menkes/PER/III/2008. Salah satunya adalah batas maksimal rekam medis
aktif dapat disimpan dalam rak penyimpanan rekam medis, yaitu pada bab IV pasal 9
ayat 1 dan 2 yang berbunyi bahwa rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non
rumah sakit disimpan sekurang-kurangnya 2 tahun terhitung dari tanggal terakhir
pasien berobat. Dilanjutkan dengan ayat ke 2 yang berbunyi bahwa setelah batas
waktu yang ada di ayat 1 di lampaui, rekam medis dapat dimusnahkan (Kementerian
Kesehatan RI, 2008). Maka dari itu, berkas rekam medis yang sudah melebihi batas
maksimal dan tergolong berkas sudah inaktif maka perlu dilakukan yang namanya
pemusnahan atau retensi. Berkas rekam medis yang sudah tidak bernilai guna dapat
dimusnahkan dengan cara membakar habis, mencacah atau daur ulang, dihancurkan
dengan kimiawi, dan melibatkan pihak ketiga, sehingga tidak dapat dikenali lagi isi
maupun bentuknya (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Kabupaten Wonogiri, terjadi keterlambatan retensi (Penghancuran Berkas)
karena rumah sakit belum melakukan retensi. Pertama kalinya RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri melakukan retensi yaitu pada tahun 2016.
Dokumen yang diretensi yaitu seluruh dokumen rekam medis yang ada hingga
maksimal dokumen rekam medis dengan kunjungan terakhir tahun 2007 dan 2008.
Pada tahun 2016 dokumen yang seharusnya diretensi adalah dokumen tahun 2011.
Namun rumah sakit belum melakukannya. Sehingga masih dijumpai dokumen-
dokumen tahun 2009 hingga 2011 yang belum diretensi. Pada tahun 2016 total
kunjungan mencapai 162.981 pasien. Dokumen rekam medis yang diretensi disimpan
dalam ruangan inaktif (Windari, Adhani. 2018).
Pelaksanaan Retensi berkas rekam medis dalam pelaksanaan nya memiliki
beberapa faktor yang mempengaruhi terlaksana dan tidak terlaksana retensi, menurut
Windari dalam jurnal Tinjuan keterlambatan dokumen rekam medis di RSUD DR.
Soedirman mangun sumarso disebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi jadwal
retensi berkas rekam medis adalah; Faktor SDM (Sumber Daya Manusia) yang
meliputi jumlah petugas, tingkat pendidikan petugas, dan juga pengetahuan petugas
mengenai retensi, selain faktor SDM, faktor lain seperti sarana dan prasarana retensi
dan juga kebijakan retensi juga berpengaruh dalam proses retensi rekam medis.
Yang pertama adalah faktor SDM (Sumber Daya Manusia) petugas Retensi.
Kurangnya kesadaran pihak pengelola Rumah sakit tentang pentingnya petugas rekam
medis yang berpendidikan di bidang tersebut sangat mempengaruhi kinerja
pengelolaan rekam medis. Selain itu faktor jumlah SDM yang bertugas dalam Retensi
rekam medis juga mempengaruhi kinerja dan juga jadwal dari pemusnahan berkas
rekam medis yang sudah inaktif.
Di dalam jurnalnya Wulandari menyebutkan sumber data sekunder di RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri pada tahun 2018 menyebutkan, pada
saat itu jumlah petugas filing sebanyak 3 orang. Tiga orang tersebut bertugas sebagai
petugas distributor rekam medis, mencari dan menyimpan kembali rekam medis dan
sekaligus sebagai pelaksana retensi.
Tabel 1 Persentase Tingkat Pendidikan Petugas Filing di RSUD dr.Soediran
Mangun Sumarso Kab.Wonogiri
No Tingkat Pendidikan Jumlah %
1 S 1 Ekonomi (Non RMIK) 1 33,3
2 D III RMIK 1 33,3
3 SMU 1 33,3
Jumlah 3 100,0
Sumber: Jurnal, Tinjuan keterlambatan dokumen rekam medis di RSUD DR.
Soedirman mangun sumarso (Wulandari, adhani. 2018)
Berdasarkan tabel 1 menjelaskan bahwa petugas yang ditugaskan dalam
pengurusan retensi berkas rekam medis hanya 1 (satu) orang saja yang memiliki
riwayat pendidikan yang sejalan dalam bidang rekam medis. Berdasarkan penelitian
terdahulu yang dilakukan Windari dalam jurnalnya pada tahun 2018. Tingkat
pengetahuan retensi petugas filing di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Kabupaten
Wonogiri diukur berdasarkan kuesioner yang dibagikan kepada petugas filing.
Petugas yang mendapatkan presentase hasil jawaban mencapai 76%-100% dapat
dikatakan memiliki pengetahuan retensi yang baik. Petugas yang mendapatkan
presentase hasil jawaban mencapai 56%-75% dapat dikatakan memiliki pengetahuan
retensi cukup. Petugas yang mendapatkan presentase hasil jawaban kurang dari 56%
dapat dikatakan memiliki pengetahuan retensi yang kurang.
Tabel 2 Presentase Tingkat Pengetahuan Retensi Petugas Filing
No Tingkat Pengetahuan F %
1 Baik 1 33,3
2 Cukup 0 0
3 Kurang 2 66,7
Jumlah 3 100
Sumber: Jurnal, Tinjuan keterlambatan dokumen rekam medis di RSUD DR.
Soedirman mangun sumarso (Wulandari, adhani. 2018)
Dari Tabel 2 menunjukan bahwa 1 orang (33,3%) memiliki tingkat
pengetahuan retensi yang baik, dan sebanyak 2 orang (66,7%) memiliki pengetahuan
retensi yang kurang. Dari Informasi yang didapat dalam Jurnal milik Windari
didapatkan bahwa kurangnya pengetahuan petugas tentang bagaimana petugas retensi
seharusnya bekerja dan memproses kegiatan pengahncuran berkas rekam medis ini,
angka yang ditunjukan dalam tabel juga berkaitan dengan jumlah petugas dengan
riwayat pendidikan D3-RMIK dan juga petugas yang memiliki riwayat pendidikan
diluar Rekam medis.
Yang kedua adalah faktor kebijakan Rumah sakit. Rumah sakit memiliki
wewenang dalam menentukan jumlah petugas, jadwal retensi akan dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian Windari dalam jurnanya pada tahun 2018. Diketahui
bahwa pelaksanaan retensi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
tidak berpedoman pada Jadwal Retensi Arsip (JRA) dikarenakan rumah sakit belum
memiliki Jadwal Retensi Arsip (JRA). Hal ini menunjukan pengelolaan perencanaan
rekam medis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri, masih menjadi
faktor yang menghambat terlaksanakan nya retensi di RS tersebut.
Yang ke-3 (Tiga) Faktor yang mempengaruhi Retensi Berkas rekam medis adalah
sarana dan prasarana. Berdasarkan Jurnal milik Windari yang dilakukan, di RSUD
dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri pada tahun 2018, RS tersebut sudah
memiliki ruang penyimpanan dokumen rekam medis inaktif yang terpisah dari ruang
penyimpanan dokumen rekam medis aktif. Ruang penyimpanan dokumen rekam
medis in-aktif lebih kecil dari ruang penyimpanan dokumen rekam medis aktif
sehingga tidak muat apabila dimasukkan rak penyimpanan. Jika terjadi penumpukan
dokumen maka ruangan akan penuh sehingga memicu terjadinya keterlambatan
retensi. Berdasarkan hasil pengamatan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Kab.Wonogiri tidak memiliki rak penyimpanan dokumen rekam medis inaktif. Ini
dikarenakan ruangan penyimpanan yang sangat sempit sehingga tidak memungkinkan
untuk dimasukkan rak penyimpanan dokumen rekam medis in-aktif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang ingin diteliti
adalah sebagai berikut
1. Apakah ada hubungan antara keterlambatan retensi berkas Rekam Medis
dengan Pendidikan Petugas, Jumlah Petugas, Ketersediaan sarana prasarana
dan SOP Retensi yang di berikan pihak RS?
2. Apakah ada hubungan antara Pendidikan terakhir Petugas retensi dengan
pengelolaan RS
3. Apakah ada hubungan antara Jumlah petugas retensi dengan pengelolaan
RS
4. Apakah ada hubungan antara ktersediaan sarana dan prasarana retensi
dengan pengelolaan RS
5. Apakah ada hubungan antara SOP retensi dengan pengelolaan RS
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis SDM petugas rekam medis penyebab keterlambatan
berkas rekam medis
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi hubungan antara keterlambatan retensi berkas Rekam
Medis dengan Pendidikan Petugas, Jumlah Petugas, Ketersediaan sarana
prasarana dan SOP Retensi yang di berikan pihak RS?
b. Mengidentifikasi hubungan antara Pendidikan terakhir retensi dengan
pengelolaan RS
c. Mengidentifikasi hubungan antara Jumlah petugas retensi dengan
pengelolaan RS
d. Mengidentifikasi hubungan antara ktersediaan sarana dan prasarana
retensi dengan pengelolaan RS
e. Mengidentifikasi hubungan antara SOP retensi dengan pengelolaan RS

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teritoritis, sebagai dasar pengembangan teori, serta bahan masukan
bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengetahuan tentang pemusnahan
berkas rekam medis, sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
pedoman pustaka untuk penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat praktis, yaitu bagi instansi pelaksana program terkait, hasil penelitian
ini dapat dijadikan bahan masukan, saran, dan evaluasi dalam hal pemusnahan
berkas rekam medis
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. RETENSI
1. Definisi retensi
Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
kepada pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes RI
Nomor 55 tahun 2013). Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis, yaitu
pada bab IV pasal 9 ayat 1 dan 2 yang berbunyi bahwa rekam medis pada
sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit disimpan sekurang-kurangnya
2 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat. Dilanjutkan dengan
ayat ke 2 yang berbunyi bahwa setelah batas waktu yang ada di ayat 1 di
lampaui, rekam medis dapat dimusnahkan (Kementerian Kesehatan RI,
2008).
Sebelum pemusnahan dokumen rekam medis, maka harus dilakukan
retensi atau penyusutan dokumen rekam medis. Menurut BPPRM tahun
2006, retensi memiliki pengertian yaitu suatu kegiatan memisahkan atau
memindahkan antara dokumen rekam medis inaktif dengan dokumen
rekam medis yang masih aktif di ruang penyimpanan(filing). Selain itu
retensi dapat diartikan juga sebagai pengurangan jumlah formulir yang
terdapat di dalam berkas RM dengan cara memilah nilai guna dari tiap-tiap
formulir. Sesuai dengan BPPRM tahun 2006, pemusnahan rekam medis
adalah kegiatan menghilangkan/ menghapus/ menghancurkan secara fisik
dokumen rekam medis yang telah mencapai 5 tahun sejak terakhir berobat
di rumah sakit. Dalam pemusnahan berkas perlu dilihat pula dikarenakan
tidak semua berkas bisa dimusnahkan atau di retensi. Berkas yang tidak
boleh di retensi atau harus dilestarikan berkas pasien pengidap penyakit
langka, berkas kelahiran dan kematian pasien.
2. Tujuan retensi
Berdasarkan yang tertulis pada BPPRM tahun 2006, kegiatan retensi dan
pemusnahan dokumen rekam medis ini memiliki beberapa tujuan,
diantaranya:
a) Menjaga kerapihan penyusunan berkas RM aktif
b) Memudahkan dalam retrieval berkas RM aktif
c) Menjaga informasi medis yang masih aktif (yang masih mengandung
nilai guna)
d) Mengurangi beban kerja petugas dalam penanganan berkas Aktif & In-
aktif
3. Manfaat retensi
Penyusutan rekam medis dilakukan supaya tidak terjadi penumpukan
arsip dan penyusutan arsip rekam medis sangat berpengaruh terhadap arsip
yang memiliki nilai guna kebuktian dan nilai guna hukum karena dapat
digunakan sebagai rujukan dalam suatu kasus pengadilan.
Penyusutan arsip rekam medis dilakukan secara bertahap yaitu dimulai
dari pemilihan, pemindahan, penilaian, dan pemusnahan. Sebelum
melakukan kegiatan penyusutan arsip diperlukan suatu pedoman untuk
menentukan jangka waktu penyimpanan arsip atau disebut dengan jadwal
retensi arsip rekam medis (JRA).

4. Faktor-faktor yang mempengeruhi retensi


Terdapat beberapa faktor yang menjadikan retensi berjalan lancer, efisien
dan mudah dilaksanakan, berikut adalah faktor-faktor tersebut:
a. Pendidikan petugas retensi rekam medis
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, satu di
antaranya dalam melakukan upaya kesehatan adalah penyelenggaraan
rekam medis(Kemenkes, 2014). Pelayanan kesehatan di rumah sakit
khususnya Rekam Medis, sangat berperan penting dalam penyediaan
data dan informasi pasien terkait pelayanan kesehatan yang diterima
oleh pasien. Rekam Medis harus berisi informasi lengkap perihal
proses pelayanan dimasa lalu, masa kini dan perkiraan terjadi dimasa
yang akan datang sehingga mengetahui gambaran riwayat pasien dari
dulu hingga sekarang yang dapat membantu petugas medis
memberikan penanganan yang tepat kepada pasien(Hatta, 2008).
Perekam Medis adalah seorang yang telah lulus pendidikan Rekam
Medis dan Informasi Kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan. Berdasarkan kualifikasi pendidikan perekam medis dapat
dilakukan dengan Standar kelulusan Diploma tiga sebagai Ahli Madya
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, sehingga dengan kualifikasi
tersebut dapat mencapai kinerja yang maksimal(Kemenpan, 2013).
Pemberian pelayanan kepada pasien di rumah sakit juga harus
didukung oleh petugas – petugas rekam medis yang berkompeten dan
professional. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap
kinerja di lapangan. Tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan dapat
semakin memahami dan mengerti sehingga dapat memberikan manfaat
dalam berkerja dan memudahkan dalam menjalankan pekerjaannya
(Siagian, 2002). Oleh karena itu petugas rekam medis harus didukung
dengan pengetahuan, keterampilan,sikap yang memadai sehingga
dalam pemberian pelayanan rekam medis kepada pasien dapat berjalan
dengan baik dan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
55 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pekerjaan perekam
medis(Kemenpan, 2013).
b. Jumlah petugas retensi rekam medis
Berkas rekam medis pada rak penyimpanan tidak selamanya bisa
disimpan. Hal ini dikarenakan jumlah berkas rekam medis di rumah
sakit terus bertambah yang menyebabkan ruang penyimpanan akan
penuh dan tidak cukup menampung berkas rekam medis yang baru.
Pemusnahan berkas rekam medis merupakan usaha yang dilakukan
oleh pihak rumah sakit dengan tujuan mengurangi penuhnya berkas
rekam medis di ruang penyimpanan. Pemusnahan adalah aktifitas
melenyapkan atau menghancurkan arsip yang sudah berakhir fungsi
dan waktunya serta tidak berguna (Barthos, 1990). Pelaksanaan retensi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor sumber daya manusia
yang meliputi jumlah petugas, tingkat pendidikan dan pengetahuan
petugas, faktor sarana prasarana yang meliputi tersedianya tempat dan
juga jadwal retensi, dan faktor kebijakan yang ada di rumah sakit
meliputi Undang-Undang Kesehatan yang mengatur retensi, dan
Standar Prosedur Operasional. Apabila faktor tersebut tidak tersedia
maka dapat memicu terjadinya keterlambatan pelaksanaan retensi
dokumen rekam medis. Apabila retensi mengalami keterlambatan,
maka akan terjadi penumpukan dokumen rekam medis yang memenuhi
rak penyimpanan dokumen rekam medis. Penumpukan dokumen
rekam medis membuat rak penyimpanan tidak rapi dan rentan
terjadinya kesalahan letah dokumen rekam medis (missfile) (Marsum
et all., 2018).
c. Sarana Petugas retensi rekam medis

Menurut Amin, 2020 dalam jurnalnya, dalam memusnahkan atau


retensi, sarana yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Ruang Berkas Inaktif
Ruang ini berfungsi untuk mengumpulkan berkas-berkas
sebelum di retensi sesuai jadwal retensi. Fungsi ruang ini
agar jadwal retensi tidak terlalu padat sehingga retensi bisa
dilaksanakan dalam sekali dalam periode yang sudah
disepakati di JRA (Jadwal Retensi Arsip)
2. Scanner
Scanner digunakan untuk memasukan data penting pasien
seperti kematian dan kelahiran kedalam bentuk data
elektronik sehingga keamanan dan daya tahan nya bisa
lebih baik dibandingkan dalam bentuk lembaran
3. Komputer
Setelah berkas yang penting di scan, tugas komputer adalah
untuk mengelola nya dan diubah dalam bentuk yang mudah
disimpan (Pengelolaan penyimpanan Harddisk).
4. Printer
Diperlukan jika sewaktu-waktu berkas yang sudah di scan
dan disimpan di computer dibutuhkan oleh pasien, dokter,
ataupun petugas penegak hukum.
5. Alat penghancur
Alat penghancur adalah alat utama yang harus ada dalam
kegiatan retensi, untuk jenisnya alat penghancur bisa berupa
pembakar atau alat yang mengubah lembaran rekam medis
pasien menjadi kepingan kecil untuk selanjutnya dijadikan
bubur kertas sehingga kebocoran berkas bisa diminimalisir
d. SOP retensi
Fungsi SOP (Standart Oprasional Procedure) adalah sistem
yang disusun untuk memudahkan, dan menertibkan suatu pekerjaan,
dimana berisi urutan proses pekerjaan mulaidari awal sampai akhir
Sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama
pekerja, dan supervisor (Indrawati, 2017). SOP dibutuhkan oleh para
petugas sebagai acuan cara mereka bekerja dan melakukan retensi
sehingga apa yang mereka kerjakan tidak menyalahi aturan dan apa
yang mereka kerjakan lebih efisien. Jika tidak ada SOP retensi maka
petugas akan kebingungan bagaimana petugas memulai dan bagaimana
petugas melaksanakan kegiatan retensi.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah survey deskriptif dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian survey deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk
mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan di dalam suatu komunitas
atau masyarakat. Sedangkan pendekatan cross sectional adalah variabel sebab
dan akibat diukur secara bersamaan. Peneliti menggambarkan faktor-faktor
penyebab keterlambatan retensi. Pendekatan penelitian yang dipergunakan
adalah berupa penelitian kualitatif. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk
menentukan pola hubungan yang bersifat interaktif menemukan teori
menggambarkan realita yang komplek dan memperoleh pemahaman makna
untuk menggambarkan serta mengkaji variable-variabel yang ada dalam
penelitian yaitu melalui analisa data yang diperoleh dari wawancara mendalam
serta kajian kepustakaan yang menjadi obyek pokok permasalahan, dalam hal
ini mengenai pelaksanaan rekam medis di Rumah Sakit.
Hal ini sejalan dengan tujuan penelitian dalam melihat
bagaimanaproses pelaksanaan penyelenggaraan rekam medis dimana sebuah
fenomenasosial yang memerlukan informasi secara mendalam dari masing-
masinginformasi kunci maupun utama agar terlihat dengan jelas apa yang
sebenarnyaterjadi dilapangan. Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan cara wawancara dengan petugas filing, kuesioner, dan
observasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif dimana peneliti akan membuat tabel
distribusi frekuensi dan mendeskripsikan hasil data yang terkumpul pada
setiap instrument penelitian.
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUD DR. Soediran Mangun
Sumarso Kabupaten Wonogiri dan Waktu pengambilan data penelitian pada
Maret 2018
C. Populasi, sampel, dan teknik sampel
1. Populasi
Populasi sasaran penelitian adalah seluruh petugas rekam medis di RSUD
DR. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang petugas ruang rekam
medis Informan (Subyek Penelitian) tersebut, diambil dengan teknik
purposive sampling. Tiga orang tersebut bertugas sebagai petugas
distributor rekam medis, mencari dan menyimpan kembali rekam medis
dan sekaligus sebagai pelaksana retensi. Mereka adalah informan kunci,
dengan pertimbangan
1) Menguasai dan memahami berkas rekam medis, pemahaman prosedur
dan yang berkaitan dengan berkas rekam medis.
2) Masih bekerja di RSUD DR. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten
Wonogiri sebagai karyawan Rekam Medis.
3) Bersedia, mau dan memiliki waktu untuk dimintai informasi.
4) Kooperatif.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel eksogen (variabel bebas)
1) Pendidikan petugas RM
2) Jumlah petugas RM
3) Ketersediaan sarana dan prasarana
4) SOP retensi
2. Variabel endogen (variabel terikat)
1) Keterlambatan retensi
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Penelitian ini dalam pengumpulan data menggunakan cara wawancara
dengan petugas filing, kuesioner, dan observasi. Peneliti melakukan
wawancara mendalam untuk mengetahui Tingkat Pendidikan, Pengetahuan
Staff (Sumber Daya Manusia), Tempat BRM dan retensi BRM (Sarana
Prasarana) serta Standar Prosedur Operasional (Kebijakan) RSUD DR.
Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis deskriptif dimana peneliti akan membuat tabel distribusi frekuensi dan
mendeskripsikan hasil data yang terkumpul pada setiap instrument penelitian

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai analisis keterlambatan retensi
berkas rekam medis di Kabupaten Wonogiri.
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subyek Penelitian
Tabel 1 Persentase Tingkat Pendidikan Petugas Filing di RSUD dr.Soediran
Mangun Sumarso Kab.Wonogiri
No. Tingkat Jumlah %
Pendidikan
1 S1 Ekonomi (Non 1 33.3
RMIK)
2 DIII RMIK 1 33.3
3 SMU 1 33.3
Jumlah 3 100.0

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa karakteristik tingkat


pendidikan petugas filing di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso
Kab.Wonogiri hanya ada 1 orang dengan latar belakang D III RMIK, 1 orang
lulusan S 1 Ekonomi (Non RMIK), dan 1 orang berlatar belakang pendidikan
SMU. Tingkat pengetahuan retensi petugas filing di RSUD dr.Soediran
Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri diukur berdasarkan kuesioner yang
dibagikan kepada petugas filing. Kuesioner tersebut berisi 14 butir pernyataan
dengan kriteria jawaban benar dan salah. Petugas dikatakan memiliki
pengetahuan retensi yang baik apabila presentase hasil jawaban mencapai
76%-100%. Petugas dikatakan memiliki pengetahuan retensi cukup apabila
presentase hasil jawaban mencapai 56%-75%. Petugas dikatakan memiliki
pengetahuan retensi yang kurang apabila presentase hasil jawaban kurang dari
56%.

Tabel 2 Presentase Tingkat Pengetahuan Retensi Petugas Filing


No. Tingkat F %
Pengetahuan
1 Baik 1 33.3
2 Cukup 0 0
3 Kurang 2 66.7
Jumlah 3 100.0

Dari Tabel 2 menunjukan bahwa 1 orang (33,3%) memiliki tingkat


pengetahuan retensi yang baik, dan sebanyak 2 orang (66,7%) memiliki
pengetahuan retensi yang kurang.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan retensi di
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri tidak berpedoman pada
Jadwal Retensi Arsip (JRA) dikarenakan rumah sakit belum memiliki Jadwal
Retensi Arsip (JRA). Petugas merasa tidak perlu adanya jadwal retensi.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, di RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Kab. Wonogiri sudah memiliki ruang penyimpanan
dokumen rekam medis inaktif yang terpisah dari ruang penyimpanan dokumen
rekam medis aktif.
Ruang penyimpanan dokumen rekam medis in-aktif lebih kecil dari ruang
penyimpanan dokumen rekam medis aktif sehingga tidak muat apabila
dimasukkan rak penyimpanan. Jika terjadi penumpukan dokumen maka
ruangan akan penuh sehingga memicu terjadinya keterlambatan retensi.
Berdasarkan hasil pengamatan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Kab.Wonogiri tidak memiliki rak penyimpanan dokumen rekam medis inaktif.
Ini dikarenakan ruangan penyimpanan yang sangat sempit sehingga tidak
memungkinkan untuk dimasukkan rak penyimpanan dokumen rekam medis
in-aktif. Pelaksanaan retensi pada tahun 2016 di RSUD dr.Soediran Mangun
Sumarso Kab.Wonogiri adalah sebagai berikut :

1) Petugas mencari dokumen yang perlu disusutkan melalui SIMRS atau


secra manual.
2) Petugas mengambil dokumen rekam medis yang terakhir periksa tahun
2007 dan formulir-formulir yang terakhir periksa tahun 2007 meskipun
dokumen rekam medis pasien tersebut masih aktif.
3) Dokumen tersebut lalu ditumpuk berdasarkan tahun terakhir dokumen.
4) Petugas memindahkan dokumen rekam medis in-aktif ke ruang
penyimpanan dokumen rekam medis in-aktif
5) Petugas menyusunnya berdasarkan tahun dan disusun menggunung karena
tidak ada rak penyimpanan
BAB 3

PEMBAHASAN

RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Kab.Wonogiri hanya memiliki 3 orang


petugas filing. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, petugas merasa kesulitan
membagi tugas antara mendistribusikan dokumen dengan retensi karena kesibukan
dalam mendistribusikan dokumen. Berdasarkan pada tabel 1 dapat diketahui bahwa
pendidikan petugas filing di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Kab.Wonogiri
terdiri dari 1 orang sarjana manajemen ekonomi (sarjana Non RMIK), 1 orang SMU,
dan 1 orang DIII RMIK. Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa 1 orang petugas filing
di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Kab.Wonogiri memiliki pengetahuan retensi
yang baik, dan 2 orang memiliki pengetahuan retensi yang kurang.
Menurut A. Wawan dan Dewi M (2010) pengetahuan adalah hasil “tahu” dan
ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Dengan frekuensi petugas yang berpengetahuan kurang lebih banyak dari yang sudah
tahu maka akan sulit untuk memperbaikinya, inilah pemicu terjadinya keterlambatan
pelaksanaan retensi. Hal ini terlihat dari hasil kuesioner dan wawancara bahwa
petugas tidak mengetahui pelaksanaan retensi. Petugas menceritakan bahwa ketika
melakukan retensi yang diambil bukan hanya dokumen yang berkunjung 5 tahun
terakhir melainkan formulir-formulir pasien yang masih aktif juga diambil. Seperti
pada saat melakukan retensi dokumen rekam medis 2007, petugas juga mengambil
formulir tahun 2007 dari dokumen rekam medis pasien yang masih aktif berkunjung.
RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Kab.Wonogiri tidak memiliki Jadwal Retensi
Arsip (JRA) dikarenakan petugas
merasa tidak perlu dibuatkan Jadwal Retensi Arsip. Pelaksanaan retensi
dilakukan berdasarkan kebijakan yang ada. Dari pernyataan yang disebutkan oleh
petugas filing dapat diketahui bahwa petugas belum memahami antara apa itu jadwal
retensi dengan masa simpan dokumen. Karena jadwal retensi diatur oleh kebijakan
masing-masing institusi pemerintahan kapan tepatnya dilaksanakan retensi
Berdasarkan hasil pengamatan di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Kab.Wonogiri
sudah tersedia ruang penyimpanan dokumen rekam medis in-aktif. Ruang
penyimpanan dokumen rekam medis in aktif memiliki panjang 3 m dan lebar 5 m
sehingga luas ruangan penyimpanan dokumen rekam medis in-aktif adalah 15 m2.
Ruangan ini lebih kecil dibandingakn dengan luas dokumen rekam medis aktif,
sehingga ketika terjadi penumpukan dokumen rekam medis in-aktif petugas kesulitan
dalam berlalu-lalang. Menurut Sularso Mulyono, dkk (2011) luas ruang untuk arsip
minimal berukuran 4mx4m =16m2. Jika ruang penyimpanan dokumen rekam medis
lebih luas maka akan memudahkan petugas dalam berlalu-lalang sehingga tidak
menghambat pelaksanaan retensi. Berdasarkan hasil pengamatan di RSUD
dr.Soediran Mangun Sumarso tidak mempunyai rak penyimpanan dokumen rekam
medis in-aktif. Dokumen rekam medis in-aktif hanya diletakkan begitu saja di atas
lantai dengan mengurutkan berdasarkan tahun terakhir berobat tanpa memperhatikan
urutan nomor rekam medisnya. Hal ini terjadi karena luas ruangan yang tidak
mencukupi untuk dimasukkan rak. Penyusutan dokumen rekam medis di RSUD
dr.Soediran Mangun Sumarso Kab.Wonogiri dilakukan oleh petugas filing yang
berlatar belakang pendidikan 1 orang Sarjana Non DIII Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan, 1 orang lulusan SMU, dan 1 orang D III RMIK. Petugas tidak hanya
memilah dokumen rekam medis yang aktif hingga tahun 2007 melainkan juga
memilah formulir yang masih aktif sekarang dan meretensi pula formulir yang periksa
di tahun 2007. Hal ini terjadi karena petugas kurang memah ami bagaimana
pelaksanaan retensi. Apabila ini terus berlanjut maka bisa mengakibatkan
ketidaksinambungan informasi dalam dokumen rekam medis pasien aktif. Setelah
memilah dokumen rekam medis in-aktif, petugas tidak menyusunnya sesuai urutan
nomor rekam medis, melainkan hanya menyusunnya berdasarkan urutan tahun
terakhir kunjungan. Hal ini tidak dibenarkan karena dapat mempersulit pencarian
dokumen rekam medis yang masih diperlukan
Keterlambatan retensi juga didasari karena tidak adanya jadwal retensi
sehingga petugas tidak tahu kapan harus melakukan retensi. Ditambah lagi karena
petugas yang bukan berlatar belakang pendidikan rekam medis dan informasi
kesehatan lebih banyak yaitu sebanyak 2 dari 3 orang, maka petugas tidak cukup
pengetahuan tentang pentingnya jadwal retensi dan merasa tidak perlu membuat
jadwal retensi arsip
Apabila faktor-faktor keterlambatan tersebut tidak segera ditindaklanjuti maka
akan terjadi penumpukan dokumen rekam medis dan ketidaksinambungan informasi
yang ada di dalam dokumen rekam medis.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. SIMPULAN

Jumlah petugas filing di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso sebanyak 3


orang yang bertugas sebagai pendistributor dokumen rekam medis sekaligus
pelaksana retensi. Sebanyak 1 orang petugas sudah berpendidikan D III Rekam Medis
dan Informasi Kesehatan, 2 orang masing-masing berlatar belakang pendidikan S1
Manajemen Ekonomi (S1 Non RMIK) dan Sekolah Menengah Umum (SMU).
Sebanyak 2 orang petugas memiliki pengetahuan retensi kurang yang merupakan
lulusan S1 Non RMIK dan SMU.
Di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri belum memiliki
Jadwal Retensi Arsip (JRA), dan belum memiliki rak penyimpanan dokumen rekam
medis in-aktif. Namun sudah memiliki ruang penyimpanan dokumen rekam medis in-
aktif.

2. SARAN

Sebaiknya pihak rumah sakit mengadakan pelatihan untuk petugas filing Non
DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan. Sebaiknya pelaksanaan retensi
dilakukan oleh petugas filing dengan latar belakang pendidikan D III Rekam Medis
dan Informasi Kesehatan atau petugas yang sudah mendapatkan pelatihan yang
memahami pelaksanaan retensi dengan benar. Sebaiknya rumah sakit menyediakan
sarana dan prasarana retensi yang lengkap, seperti pembuatan Jadwal Retensi Arsip
(JRA) dan rak penyimpanan dokumen rekam medis in-akif

Anda mungkin juga menyukai