Anda di halaman 1dari 6

Nama : Saffanah Dwi Adilah

Wahana : RSUD Djojonegoro Temanggung, Jawa Tengah

1. Bagaimana prosedur Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang perlu


diterapkan Dokter Lisa dan Ners Sita pada kasus di atas? APD apa sajakah yang
harus dikenakan?
Prosedur PPI yang harus diterapkan adalah:
a. Standart precaution berupa: Hand hygene yang optimal (sebelum menyentuh
pasien, sebelum melakukan tindakan aseptic, setelah menyentuh pasien, setelah
menyentuh lingkungan sekitar pasien, setelah kontak dengan cairan tubuh pasien.
b. Etika saat batuk (jelaskan kepada pasien untuk tidak batuk didepan orang lain /
memalingkan muka saat batuk.
c. Penggunaan APD sesuai dengan resiko dan sesuai ukuran. Menggunakan APD
merupakan salah satu bagian dari usaha tenaga Kesehatan untuk menyediakan lingkungan
yang bebas dari infeksi sekaligus sebagai upaya perlindungan diri dan pasien terhadap
penularan penyakit. APD yang harus dikenakan oleh dokter adalah level 2 yang terdiri
dari penutup kepala, google, masker bedah, gaun, dan sarung tangan sekali pakai, kecuali
jika dokter akan melakukan prosedur intubasi, pada pasien khususnya pada pasien yang
gagal nafas atau mengambil swab atau secret tenggorok maka harus menggunakan APD
level 3. Saat menatalaksana pasien dengan infeksi saluran napas akut, perlu
diterapkan prosedur kewaspadaan terhadap droplet.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam PPI COVID-19 adalah sebagai
berikut: 
Instruksi untuk pasien
a) Berikan kepada pasien dengan kecurigaan COVID-19 masker medis dan arahkan
pasien ke lokasi/area terpisah atau ruang isolasi
b) Beri jarak kurang lebih 1 meter antar pasien-pasien dengan kecurigaan COVID-19
c) Instruksikan pasien untuk menutup hidung dan mulut saat bersin atau batuk
menggunakan tissue atau siku bagian dalam, dan instruksikan pasien untuk mencuci
tangan setelah kontak dengan sekret dari saluran napas
Prosedur kewaspadaan terhadap droplet; bertujuan mencegah transmisi droplet
ukuran besar dari virus
a) Menggunakan masker medis bila bekerja dalam jarak 1 meter dari pasien.
b) Tempatkan pasien di ruang-ruang terpisah, atau kelompokkan mereka yang memiliki
diagnosis etiologi yang sama.
c) Bila diagnosis etiologi tidak memungkinkan, Kelompokkan pasien sesuai dengan
diagnosis klinis dan berdasarkan pertimbangan faktor risiko dalam ruangan dengan
separasi.
d) Saat menatalaksana pasien dengan jarak dekat, gunakan face
mask atau goggles  mengingat cipratan sekret dapat terjadi. 
e) Batasi pergerakan pasien dalam fasilitas pelayanan kesehatan dan pastikan pasien
menggunakan masker medis saat di luar ruang perawatan. 
Prosedur kewaspadaan terhadap kontak; bertujuan mencegah transmisi langsung
atau tidak langsung dari kontak dengan permukaan atau alat yang terkontaminasi.
a) Gunakan Alat Pelindung Diri (APD: masker medis, pelindung mata, sarung tangan
dan gown) saat memasuki ruangan, lepas APD saat keluar ruangan, dan praktikkan
hand hygiene setelah pelepasan APD.
b) Bila memungkinkan, gunakan perlengkapan seperti stetoskop, cuffs pengukur tekanan
darah, termometer dll yang disposable atau bersifat dedicated untuk pasien tersebut.
Jika terpaksa perlengkapan itu digunakan bersama pasien lain, bersihkan dan lakukan
disinfeksi sebelum penggunaan ke pasien lain. 
c) Pastikan tenaga kesehatan tidak menyentuh mata, hidung atau mulut dengan tangan
telanjang atau sarung tangan yang sudah terkontaminasi.
d) Hindari mencemari permukaan lingkungan yang tidak terkait langsung dengan tata
laksana pasien (contoh: pegangan pintu, saklar lampu).
e) Hindari pergerakan pasien yang tidak perlu.
f) Selalu terapkan hand hygiene. 
Prosedur kewaspadaan saat melakukan Aerosol Generating Procedure (AGP)
a)  Yakinkan bahwa tenaga kessehatan yang melakukan AGP (contoh: open suctioning
of respiratory tract, intubasi, bronkoskopi, resusitasi jantung paru) menggunakan
APD yang tepat termasuk sarung tangan, long-sleeved gowns, pelindung mata,
dan fit-tested particulate respirators (N95 or equivalent, or higher level of
protection). 
b)  Bila memungkinkan, gunakan ruangan tersendiri dengan ventilasi adekuat saat
melakukan prosedur AGP, aatau  ruangan bertekanan negatif dengan minimum of 12
pertukaran udara/jam atau setidaknya 160 L/detik/pasien dalam fasilitas dengan
ventilasi netral. 
c)  Hindari kehadiran individu yang tidak diperlukan dalam ruangan tersebut. 
d) Perawatan pasien dengan ventilator juga perlu dilakukan dalam ruangan bertekanan
negatif. 
e) Pastikan ruangan prosedur memiliki sistem ventilasi yang baik (udara berganti lebih
dari 12 kali per jam dan terdapat kontrol aliran udara yang baik)
f) Hindari pihak tak berkepentingan dalam ruangan
2. Triase dan skrining:
a. Bagaimana Dokter Lisa dapat melakukan skrining dan triase (termasuk kebutuhan tata
laksana kegawatdaruratan) harus dilakukan pada pasien-pasien IGD dalam kasus di
atas? 
Berdasarkan rekomendasi WHO, alur triase disesuaikan dengan kondisi
fasilitas kesehatan. Secara garis besar, status pasien (suspek atau non suspek) perlu
ditetapkan di awal untuk menentukan apakah pasien perlu diisolasi atau tidak dan
langkah penanganan pasien lebih lanjut. Di Indonesia, status pasien ditetapkan
berdasarkan definisi operasional yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
Triase dilakukan pada pasien yang dianggap lebih prioritas dalam kondisi atau
keadaan hidup yang dapat mengancam jiwa

a.Anamnesis dan pemeriksaan fisis apa saja yang harus dikerjakan untuk masing-masing
pasien?  anamnesis secara umum , kemudian anamnesis khusus diantaranya
1. Pasien pertama : Tanya dulu seputar sesaknya (mulai sesak sejak kapan? apakah
ada riwayat asma?), tanya apakah ada gejala-gejala terkait covid-19(demam, batuk,
nyeri kepala, anosmia, dll), kontak transmisi local maupun luar, riwayat perjalanan
ke daerah endemis, PF: TTV+ head-to-toe termasuk pulse oxymetri,
2. Pasien Kedua : Tanya seputar diarenya (mulai dari kapan? Sudah berapa kali
diarenya hari ini? BAB nya seperti apa (air saja atau ada ampasnya)? Riwayar
demam, riwayat makan sembarangan, diare berdarah atau tidak, berlemak tidak,
seperti air cucian beras atau tidak, serta gejala-gejala GI seperti GEA(mual muntah,
kembung, nyeri perut dsb). PF: TTV+ Derajat dehidrasi ( skin turgor, mata cekung,
oral basah) Bising usus.
3. Pasien Ketiga : primary survery terlebih dahulu karena trauma. Kemudian
ditanyakan apakah terjadi perdarahan atau tidak, apakah terasa nyeri?, apakah bisa
digerakan ekstrimitasnya?penurunan kesadaran? Tanda-tanda TTIK( mual muntah
menyemprot, kejang, penurunan kesadaran). PF:TTV+ GCS+ head to toe, Status
lokalis dilihat apakah terdapat fraktur, perdarahan, luka dll.
4. Pasien Keempat: apakah terdapat gejala-gejala penyerta seperti dopamine
rash(discoid rash, oral ulcer, photosensitivity, athralgia, malar rash, immunology
reaction, neurologi seperti kejang) dsb. PF TTV+ head to toe.
5. Pasien Kelima: primary survey terlebih dahulu ABCDE, kemudian ditanyakan
apakah terdapat trauma? Atau terjadi penurunan kesadaran secara tiba-tiba?
Kemudian ditanyakan apakah terdapat kelemahan salah satu sisi tubuh sebelum
penurunan kesadaran? mulut yang mencong? PF: TTV + Oxymetry, Pemeriksaan
fisik from Head to toe , GCS evaluation.

c. Pemeriksaan lanjutan apa sajakah yang diperlukan untuk masing-masing pasien? 


1. Pasien pertama : Rontgen dada , Tes darah rutin, Swab Antigen
2. Pasien Kedua : Pemeriksaan darah rutin , ureum kreatinin (fungsi ginjal),
elektrolit, pemeriksaan feses rutin,
3. Pasien Ketiga : Rontgen cruris sinistra, humerus sinistra (PA dan lateral)
4. Pasien Keempat: Pemeriksaan darah rutin , ureum kreatinin, tes serology (ANA
test, Anti dsDNA).
5. Pasien Kelima: Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, AGD, GDS, fungsi
ginjal, elektrolit. Pemeriksaan radiologi ( rontgen kepala, CT scan).

d. Bagaimana urutan prioritas kelima pasien tersebut? 


1. Pasien kelima perempuan usia 70 tahun, dengan
penurunan kesadaran
2. Pasien pertama seorang perempuan usia 36
tahun dengan keluhan sesak napas
3. Pasien ketiga laki-laki usia 54 tahun jatuh dari
genting rumah saat memperbaiki antena ada deformitas.
4. Pasien keempat perempuan, 24 tahun, diketahui
merupakan pasien tetap RS dengan diagnosis otoimun, ia datang dengan keluhan
demam dan sakit kepala hebat
5. Pasien kedua laki-laki 27 tahun dengan keluhan
lemas pasca diare;
6. Seorang anak laki-laki yang DOA ( triase hitam
diakhir)

3. Bagaimana tata laksana pasien DoA pada kasus di atas? 


Pastikan terlebih dahulu pada pasien apakah benar-benar mengalaim DoA atau
benar sudah meninggal atau belum? dilakukan pertolongan CPR terlebih dahulu atau pijat
jantung hingga memenuhi kriteria pasien dinyatakan meninggal, seperti adanya tanda
lebam mayat atau telah dilakukan pertolongan selama 30 menit dan tidak menunjukkan
tanda – tanda kehidupan. Perkecualian bisa dilakukan bila pasien atau jenazah ditemukan
dalam keadaan pasti meninggal seperti ditemukan lebam mayat atau kaku mayat, atau
kepala terputus atau membusuk. Kemudian diambil swab sambil menunggu.
Sesuai dengan pedoman tatalaksana jenazah suspek covid termasuk jenazah dari
luar rumah sakit yang mengalami DoA atau Death on Arrival jika pasi

Penanganan jenazah di ruang rawat sebelum ditransfer ke kamar jenazah rumah sakit
1. Tindakan swab nasofaring atau pengambilan sampel lainnya bila diperlukan
dilakukan oleh petugas yang ditunjuk di ruang perawatan sebelum jenazah dijemput
oleh petugas kamar jenazah.
2. Jenazah ditutup/disumpal lubang hidung dan mulut menggunakan kapas, hingga
dipastikan tidak ada cairan yang keluar.
3. Bila ada luka akibat tindakan medis, maka dilakukan penutupan dengan plester
kedap air.
1. Petugas kamar jenazah yang akan menjemput jenazah, membawa:
a)  Alat pelindung diri (APD) berupa: masker bedah, goggle/kaca
mata pelindung, apron plastik, dan sarung tangan non steril.
b)  Kantong jenazah. Bila tidak tersedia kantong jenazah,
disiapkan plastik pembungkus.
c)  Brankar jenazah dengan tutup yang dapat dikunci.
2. Sebelum petugas memindahkan jenazah dari tempat tidur perawatan ke brankar
jenazah, dipastikan bahwa lubang hidung dan mulut sudah tertutup serta luka-luka
akibat tindakan medis sudah tertutup plester kedap air, lalu dimasukkan ke dalam
kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik pembungkus. Kantong jenazah harus
tertutup sempurna.
3. Setelah itu jenazah dapat dipindahkan ke brankar jenazah, lalu brankar ditutup dan
dikunci rapat.
4. Semua APD yang digunakan selama proses pemindahan jenazah dibuka dan dibuang
di ruang perawatan.
5. Jenazah dipindahkan ke kamar jenazah. Selama perjalanan, petugas tetap
menggunakan masker bedah.
6. Surat Keterangan Kematian atau Sertifikat Medis Penyebab Kematian (SMPK)
dibuat oleh dokter yang merawat dengan melingkari jenis penyakit penyebab
kematian sebagai penyakit menular sebagaimana formulir terlampir.
7. Jenazah hanya dipindahkan dari brankar jenazah ke meja pemulasaraan jenazah di
kamar jenazah oleh petugas yang menggunakan APD lengkap.
Pemulasaraan jenazah di kamar jenazah
1. Jenazah yang masuk dalam lingkup pedoman ini dianjurkan dengan sangat untuk
dipulasara di kamar jenazah.
2. Tindakan pemandian jenazah hanya dilakukan setelah tindakan desinfeksi.
3. Petugas pemandi jenazah menggunakan APD standar.
4. Petugas pemandi jenazah dibatasi hanya sebanyak dua orang. Keluarga yang hendak
membantu memandikan jenazah hendaknya juga dibatasi serta menggunakan APD
sebagaimana petugas pemandi jenazah.
5. Jenazah dimandikan sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
1. Setelah jenazah dimandikan dan dikafankan/diberi pakaian, jenazah dimasukkan ke
dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik dan diikat rapat.
2. Bila diperlukan peti jenazah, maka dilakukan cara berikut: jenazah dimasukkan ke
dalam peti jenazah dan ditutup rapat; pinggiran peti disegel dengan sealant/silikon;
dan dipaku/disekrup sebanyak 4-6 titik dengan jarak masing-masing 20 cm. Peti
jenazah yang terbuat dari kayu harus kuat, rapat, dan ketebalan peti minimal 3 cm.
Desinfeksi jenazah di kamar jenazah
1. Petugas kamar jenazah harus memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai tata
laksana pada jenazah yang meninggal dengan penyakit menular, terutama pada
kondisi pandemi COVID- 19.
2. Pemulasaraan jenazah dengan penyakit menular atau sepatutnya diduga meninggal
karena penyakit menular harus dilakukan desinfeksi terlebih dahulu.
3. Desinfeksi jenazah dilakukan oleh tenaga yang memiliki kompetensi untuk itu, yaitu:
dokter spesialis forensik dan medikolegal dan teknisi forensik dengan menggunakan
APD lengkap:
a)  Shoe cover atau sepatu boots.
b)  Apron. Apron gaun lebih diutamakan.
c)  Masker N-95.
d)  Penutup kepala atau head cap.
e)  Goggle atau faceshield.
f)  sarung tangan non steril.

Anda mungkin juga menyukai