Anda di halaman 1dari 21

1

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN

Makalah Sosiologi Pembangunan

Oleh :

Kelas A

Kelompok 1 (satu)

Ida Nur Fajri 200110120017

Dina Siti Hajar 200110120120

Ulfah Hakimah 200110120140

Hafiz Wahyu Riandi 200110120236

Rizki El Akbar 200110120261

Amanda Novandila S 200110120283

Firdha Azalia Azhari 200110120337

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJDJARAN

SUMEDANG

2015
2

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peternakan merupakan salah satu bidang yang berpengaruh pada kemajuan

pembangunan nasional. Hal tersebut terbukti dengan peran strategis yang dimiliki

oleh bidang ini, diantaranya sebagai penyedia sumber pangan, sumber energy dan

sumber pendukung lainnya. Membangun peternakan dengan skala besar adalah

sebuah langkah kongkrit untuk membuat kemajuan pembangunan nasional

semakin maju. Pembangunan tersebut akan lebih terasa kontribusinya bila

pelaksanaannya dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran. Pemerintah juga

memegang peranan yang penting dalam proses pembangunan peternakan ini, yaitu

melalui kebijakannya.

Berdasarkan uraian diatas terbukti bahwa pembangunan peternakan sangat

dibutuhkan untuk kemajuan pembangunan nasional, tetapi kegiatan tersebut harus

didukung oleh kebijakan– kebijakan pemerintah. Oleh karena itu dalam makalah

ini kami mengangkat judul yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu “Kebijakan–

kebijakan Pemerintah dalam mendukung Pembangunan Peternakan”. Diharapkan

makalah ini bias menambah wawasan pada para peternak di Indonesia khususnya

dalam pembangunan peternakan.


3

1.2. IdentifikasiMasalah

 Apakah yang dimaksud dengan kebijakan pembangunan peternakan ?

 Apakah tujuan khusus penyusunan kebijakan pembangunan peternakan ?

 Bagaimana contoh bentuk kebijakan pembangunan peternakan yang

diterapkan di dalam negeri ?

1.3. Maksud danTujuan

 Mengetahui definisi kebijakan pembangunan peternakan

 Memahami tujuan khusus penyusunan kebijakan pembangunan peternakan

 Mengenali contoh bentuk kebijakan pembangunan peternakan yang

diterapkan di dalam negeri


4

II

PENDEKATAN KONSEPTUAL

2.1. Definisi Kebijakan Pembangunan Peternakan

Secara umum kebijakan pembangunan peternakan, lebih menitik beratkan

pada aspek-aspek yang terkait dengan produksi dan faktor produksi,

pengembangan usaha, sumber daya (alam, teknologi, modal, dan manusia), serta

pengembangan sentra komoditas (Departemen Pertanian, 2002). Pembangunan

peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil ternak yang sekaligus

meningkatkan pendapatan peternak, menciptakan lapangan pekerjaan serta

meningkatkan populasi dan mutu genetic ternak. Berdasarkan dan mengacu pada

visi pembangunan peternakan, maka telah digariskan Misi Pembangunan

Peternakan yaitu : 1) memfasilitasi penyediaan pangan asal ternak yang cukup

baik secara kuantitas maupun kualitasnya, 2) memberdayakan sumberdaya

manusia peternakan agar dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi,

3) menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternakan, 4)


membantu menciptakan lapangan kerja dibidang agribisnis peternakan dan 5)

melestarikan serta memanfaatkan sumber daya alam pendukung peternakan

(Departemen Pertanian 2001).

Sementara itu tujuan khusus pembangunan peternakan tersebut adalah

1)meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak, 2) mengembangkan usaha

budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak,

3)meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan, 4) meningkatkan

jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal)
5

dan5) meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan (Sjamsul

Bahri, 2008).

Berbagai kebijakan dan program yang terkait dengan pengembangan usaha

ternak telah diluncurkan dan diimplementasikan, baik secara nasional maupun

ditingkat daerah. Dalam implementasinya, program dan kebijakan tersebut masih

belum mampu mengatasi kesenjangan antara permintaan dan penawaran. Menurut

Ilham et al. (2001), hal ini disebabkan oleh : 1)belum semua program yang

dilakukan pemerintah sampai pada peternak. Seandainyapun sampai, peternak

tidak mengaplikasikannya, Keberhasilan penerapan teknologi peternakan belum

merata, 2) pengembangan usaha peternakan masih belum menjadi prioritas utama

pemerintah, sehingg adanya program untuk sub sektor peternakan masih relative

kecil dibandingkan dengan sub sektor lainya, 3)kebijakan intensifikasi pada lahan

sawah mengurangi penggunaan tenaga kerja ternak, sehingga banyak petani tidak

lagi mengusahakan ternak sapi, 4) masih banyak ternak sapi yang dipelihara

secara ekstensif, sehingga menyulitkan dalam pengendalian penyakit dan

terjadinya penurunan genetic akibat inbreeding, 5)menyempitnya lahan padang

penggembalaan akibat alih fungsi lahan.

Strategi pembangunan peternakan adalah pengembangan wilayah berdasarkan

komoditas ternak unggulan, pengembangan kelembagaan petani peternak,

peningkatan usaha dan industri peternakan, optimalisasi pemanfaatan dan

pengamanan serta perlindungan sumber daya alam lokal, pengembangan teknologi

tepat guna yang ramah lingkungan( Pambudy dan Sudardjat, 2000).


6

2.2. Potensi Pengembangan Sapi Potong

Peningkatan ekonomi masyarakat dan pertambahan penduduk disertai dengan

peningkatan kesadaran tentang nilai-nilai gizi, menyebabkan peningkatan

permintaan akan produk asal ternak meningkat dengan sangat pesat. Namun,

peningkatan konsumsi protein hewani yang membaik ini belum dapat diantisipasi

dengan suplai protein asal ternak yang memadai. Pada kenyataannya sumber

daging di Indonesia berasal dari daging ayam (62%), daging sapi dan kerbau

(25%), dan sisanya berasal dari aneka ternak lainnya (Bamualim et al. 2007).

Suplai protein asal ternak terutama daging sapi yang dihasilkan secara domestik

belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, sehingga kebijakan

impor daging dan sapi hidup masih diberlakukan. Kebutuhan konsumsi daging

masyarakat Indonesia baru mencapai 6,5 kg/kapita/tahun, yang berasal dari daging

sapi hanya sebesar 1,7 kg/kapita/tahun (Ditjennak 2009).

Pembangunan peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil

ternak yang sekaligus meningkatkan pendapatan peternak, menciptakan lapangan

pekerjaan serta meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak. Berdasarkan dan

mengacu pada visi pembangunan peternakan, maka telah digariskan Misi

Pembangunan Peternakan yaitu : 1) memfasilitasi penyediaan pangan asal ternak

yang cukup baik secara kuantitas maupun kualitasnya, 2) memberdayakan

sumberdaya manusia peternakan agar dapat menghasilkan produk yang berdaya

saing tinggi, 3) men-ciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan

peternakan, 4) membantu menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis

peternakan dan 5) melestarikan serta memanfaatkan sumber-daya alam

pendukung peternakan (Departemen Pertanian 2001).


7

Sementara itu tujuan khusus pembangunan peternakan tersebut adalah 1)

meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak, 2) mengembangkan usaha

budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak, 3)

meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan, 4) meningkatkan

jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) dan

5) meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan (Sjamsul Bahri

2008).

Upaya pengembangan sapi potong telah lama dilakukan oleh pemerintah.

Nasoetion dalam Winarso et al. (2005) menyatakan bahwa dalam upaya

pengembangan sapi potong, pemerintah menempuh dua kebijakan, yaitu

ekstensifikasi dan intensifikasi. Pengembangan sapi potong secara ekstensifikasi

menitikberatkan pada peningkatan populasi ternak yang didukung oleh pengadaan

dan peningkatan mutu bibit, penanggulangan penyakit, penyuluhan dan

pembinaan usaha, bantuan perkreditan, pengadaan dan peningkatan mutu pakan,

dan pemasaran. Menurut Isbandi (2004), penyuluhan dan pembinaan terhadap

petani-peternak dilakukan untuk mengubah cara beternak dari pola tradisional

menjadi usaha ternak komersial dengan menerapkan cara-cara zooteknik yang

baik. Zooteknik tersebut termasuk saptausaha beternak sapi potong, yang

meliputipenggunaan bibit unggul, perkandangan yang sehat, penyediaan dan

pemberian pakan yang cukup nutrien, pengendalian terhadap penyakit,

pengelolaan reproduksi, pengelolaan pascapanen, dan pemasaran hasil yang baik.

Berbagai kebijakan dan program yang terkait dengan pengembangan usaha

ternak sapi potong telah diluncurkan dan diimplementasikan, baik secara nasional

maupun di tingkat daerah. Dalam implementasinya, program dan kebijakan

tersebut masih belum mampu mengatasi kesenjangan antara permintaan dan


8

penawaran. Menurut Ilham et al. (2001), hal ini disebabkan oleh : 1) belum semua

program yang dilakukan pemerintah sampai pada peternak. Seandainyapun

sampai, peternak tidak mengaplikasikannya, Keberhasilan penerapan teknologi

peternakan belum merata, 2) pengembangan usaha peternakan masih belum

menjadi prioritas utama pemerintah, sehingga dana program untuk sub sektor

peternakan masih relatif kecil dibandingkan dengan sub sektor lainya, 3)

kebijakan intensifikasi pada lahan sawah mengurangi penggunaan tenaga kerja

ternak, sehingga banyak petani tidak lagi mengusahakan ternak sapi, 4) masih

banyak ternak sapi yang dipelihara secara ekstensif, sehingga menyulitkan dalam

pengendalian penyakit dan terjadinya penurunan genetik akibat inbreeding, 5)

menyempitnya lahan padang penggembalaan akibat alih fungsi lahan.

Agar pengembangan sapi potong berkelanjutan, Winarso et al. (2005)

mengemukakan beberapa saran sebagai berikut, 1) perlunya perlindungan dari

pemerintah daerah terhadap wilayah-wilayah kantong ternak, terutama dukungan

kebijakan tentang tata ruang ternak serta pengawasan terhadap alih fungsi lahan

pertanian yang berfungsi sebagai penyangga budi daya ternak, 2) pengembangan

teknologi pakan terutama pada wilayah padat ternak, antara lain dengan

memanfaatkan limbah industri dan perkebunan (Gordeyase et al. 2006; Utomo

dan Widjaja 2006) dan 3) untuk menjaga sumber plasma nutfah sapi potong, perlu

adanya kebijakan impor bibit atau sapi bakalan agar tidak terjadi pengurasan

terhadap ternak lokal dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumsi daging dalam

negeri.

Strategi pembangunan peternakan adalah pengembangan wilayah berdasarkan

komoditas ternak unggulan, pengembangan kelembagaan petani peternak,

peningkatan usaha dan industri peternakan, optimalisasi pemanfaatan dan


9

pengamanan serta perlindungan sumberdaya alam lokal, pengembangan teknologi

tepat guna yang ramah lingkungan ( Pambudy dan Sudardjat, 2000).

Dewasa ini pola kebijakan pengembangan pengusahaan sapi potong masih

tetap berorientasi pada pola peternakan rakyat atau keluarga. Usaha peternakan

sapi potong rakyat memiliki posisi yang lemah dan sangat peka terhadap

perubahan ( Yusdja et al. 2001). Hal ini disebabkan oleh sifat usahanya, dimana

menurut Azis (1993), karakteristik usaha peternakan rakyat dicirikan oleh kondisi

sebagai berikut : 1) skala usaha relatif kecil, 2) merupakan usaha rumah tangga,

3)merupakan usaha sampingan, 4) menggunakan teknologi sederhana, 5) bersifat

padat karya dengan basis organisasi kekeluargaan. Untuk mengembangkan usaha

peternakan rakyat ini menjadi usaha yang maju diperlukan reformasi, baik yang

menyangkut masalah permodalan, sistem kelembagaan, penerapan teknologi dan

penciptaan pasar yang efisien (Aziz 1993).


10

III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Kebijakan Pembangunan Peternakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan

rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara bertindak.

Menurut Ealau dan Pewitt (1973) (Edi Suharto, 2008), kebijakan adalah sebuah

ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik

dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.

Pembangunan adalah proses yang spontan dan tidak dapat diubah yang

melekat pada setiap masyarakat. Namun demikian, pembangunan dapat dirancang

dan direncanakan. Menurut pemikiran Dag Hammarskjold, pembangunan

didefiniskan :

a. Berorientasi pada kebutuhan (ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia,

baik materi maupun non materi)

b. Bersifat endogen (berasal dari sanubari setiap masyarakat, ang berdaulat

menentukan nilai dan visi masa depannya)

c. Bersifat mandiri (berarti setiap masyarakat pada dasarnay mengandalkan

kekuatan dan sumber daya sendiri)

d. Secara ekologis baik (memanfaatkan secara rasional sumber dayanya untuk

generasi kini dan mendatang, ecodevelopment)

e. Berdasarkan transformasi struktural

Sedangkan program pembangunan peternakan pada hakekatnya merupakan

rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani, dan mendorong berkembangnya


11

sistem agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkelanjutan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Makadari itu, dapat didefinisikan bahwa kebijakan pembangunan peternakan

adalah suatu ketetapan yang berlaku dalam suatu proses yang dirancang dan

direncanakan untuk memfasilitasi, melayani, dan mendorong berkembangnya

sistem agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkelanjutan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3.2 Tujuan Khusus Penyusunan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Berikut diuraikan tujuan khusus penyusunan kebijakan pembangunan

peternakan di Indonesia adalah :

 Meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak.

Bibit ternak merupakan salah satu aspek penting dalam keberlangsungan

produksi peternakan. Dengan kualitas dan kuantitas bibit yang baik, maka

akan menciptakan produk-produk asal ternak yang berkualitas pula.

 Mengembangkan usaha budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas

dan produksi ternak.

Penambahan populasi, produktivitas, dan produksi ternak dapat menjadi

indikasi keberhasilan dari proses produksi usaha peternakan.

 Meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan.

Kesehatan hewan yang terjaga dengan baik akan meningkatkan kualitas

produk utamanya dan berpengaruh terhadap terjaganya mutu produk.

 Meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH (aman, sehat,

utuh dan halal)


12

Jaminan keamanan pangan yang bersifat ASUH dapat meningkatkan tingkat

kepercayaan konsumen terhadap produk asal ternak.

 Meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan. (Sjamsul

Bahri, 2008).

Pelayanan berhubungan dengan tingkat kepercayaan konsumen

3.3 Bentuk Kebijakan Pembangunan Peternakan yang Diterapkan di Dalam

Negeri

 Contoh kasus

Judul :

STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI PADI-TERNAK

(SIPT)

Ada tiga komponen teknologi utama dalam SIPT yakni,

a. Teknologi budidaya tenak.

b. Teknologi budidaya padi.

c. Teknologi pengolahan jerami dan kompos.

Agar ketiga komponen tersebut dapat diintegrasikan secara sinergis, maka

pengembangan Sistem Integrasi Padi-Ternak, dilakukan dengan pendekatan

kelembagaan. Pendekatan kelembagaan dalam pemgembangan SIPT adalah

kerjasama kelompok peternak dimana kepemilikan lahan sawah dan ternak secara

individu tetap ada, seperti pengumpulan jerami, pengadaan sarana produksi dan

pemasaran hasil.Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah upaya meningkatkan

keterampilan sumberdaya manusia, agar mereka mampu menangani usahanya


13

secara profesional. 5 Pembinaan juga sangat diperlukan terhadap kelembagaan

keuangan setempat agar mampu mandiri.

Dalam hal pengadaan dan pemasaran hasil dapat dilakukan kerjasama

dengan swasta. Didalam kerjasama ini akan terlihat hubungan secara vertikal yang

memberdayakan kelompok ternak secara optimal yang tujuannya adalah dalam

satu kelompok akan mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. Sehingga pada

era perdagangan bebas ini, sistem produksi pertanian khususnya peternakan harus

senantiasa dikelola dengan beroientasi pada permintaan pasar (Badan Agribisnis,

1995). Dengan demikian untuk menghasilkan produk ternak sapi potong yang

kompetitif, ketersediaan pakan dan keberadaan lokasi usaha sangat menentukan.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Nyak Ilham, (1995).

KINERJA PELAKSANAAN PROGRAM SIPT (Sistem Integrasi Padi-

Ternak) DI INDONESIA.

Program SIPT ini pada intinya merupakan upaya peningkatan produksi

daging ternak potong yang sekaligus upaya peningkatan produksi pangan melalui

kegiatan pemeliharaan sapi pada daerah Zona Agroekosistem lahan tanaman

pangan beririgasi (Yusdja, et al., 2004). Program SIPT ini pada dasarnya

diarahkan untuk mendukung kebutuhan daging nasional. Kegiatan pengembangan

ternak sapi potong yang diaplikasikan dalam bentuk berbagai proyek, pada

dasarnya diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat peternak,

baik yang terlibat langsung dengan kegiatan yang diadakan oleh pemerintah

maupun yang tidak terlibat langsung, namun terkena dampaknya.


14

DAMPAK KEBIJAKAN DAN KEBERHASILAN PROGRAM SIPT

Adanya kegiatan program SIPT ini pengembangan ternak dibeberapa

wilayah potensial secara umum telah berdampak positif terhadap pengembangan

populasi ternak sapi potong. Tetapi disisi lain dengan rendahnya harga daging

dipasaran (akibat makin derasnya keran masuknya daging ilegal), sehingga

berakibat kurang gairahnya usaha pengembangan ternak sapi potong lokal. Hasil

penelitian Yusdja et al (2004) di wilayah sentra produksi sapi potong (Propinsi

Jawa Timur, Jawa Barat, dan NTB) nampaknya bagi peserta program SIPT

kurang berminat terutama dalam sistem pembibitan (Breeding).Sebagai akibat dari

turunnya harga daging ternak sapi yang cukup tajam saat itu, dan menyebabkan

pengembangan ternak sapi dengan sistem kereman kurang menarik bagi peternak.

Disisi lain makin derasnya masuk daging impor ilegal yang mengakibatkan usaha

penggemukan sapi potong baik di NTB maupun di Jawa Timur mengalami

penurunan.

Keberhasilan-keberhasilan Kegiatan SIPT

Kegiatan SIPT nampaknya memberikan dampak positif bagi peternak

disekitar kegiatan, yang secara langsung tidak terlibat bagi peternak bukan

peserta. Namun terimbas oleh adanya informasi-informasi yang disampaikan oleh

peternak SIPT.Sementara dalam hal pengadaan pakan ternak dengan kegiatan

SIPT terlihat tidak berpengaruh nyata. Hal ini terlihat dari besarnya takaran pakan

rumput /hijauan yang diberikan ke ternak sekitar 31,44 kg/hari/ekor sampai

62,56Kg/hari/ekor. Dapat disimpulkan bahwa seluruh wilayah dengan adanya


15

kegiatan SIPT masalah hijaun tidak menjadi kendala. Dan hal ini sangat logis

mengingat lokasi kegiatan SIPT umumnya di areal persawahan irigasi teknis.

Kendala yang dihadapi dalam kegiatan SIPT

Masih rendahnya peternak sapi di sentra produksi dalam pemanfaatan

teknologi pengolahan limbah jerami dan kotoran ternak dalam rangka efisiensi.

Serta masih banyak keterbatasan-keterbatasan seperti pelayanan IB(Inseminasi

Buatan), kapasitas kandang sapi, dan tempat fermentasi jerami yang masih sangat

sederhana.(Sinar Tani, 2004). Rendahnya kegiatan kelompok ternak, sehingga

peternak dalam mengusahakan sapi khususnya ternak sapi penggemukan masih

bersifat individu. Program dilaksanakan tidak fokus pada propinsi Pusat produsen,

tetapi menyebar bahkan didaerah yang tidak dapat membantu suplai ternak sapi

potong khusus ke DKI dan Jawa Barat. Penerapan Program SIPT tidak

metodologis, tidak jelas mengapa program diseluruh propinsi, mengapa lokasi

disana, dan tidak ada 10 perkembangan yang jelas. Dibandingkan dengan

kebutuhan tambahan ternak sapi sebanyak 400.000 ekor sampai 1 juta ekor sapi

pertahun, maka apa yang dapat disumbangkan pada program ini masih sangat jauh

harapan yang diinginkan.Seperti sudah diketahui bahwa kegiatan SIPT dalam

usaha pengembangkan ternak sapi saling keterpaduan dengan tanaman padi,

dalam konsep tersebut nampaknya sudah mengedepankan kesimbangan

pemanfaatan limbah dari masing-masing komoditi, agar lebih termanfaat secara

optimal. Tetapi kenyataan di lapang belum sepenuhnya lancar, terutama dalam

proses pengolahan jerami sebagai pakan ternak utama.


16

Peningkatan permintaan produk asal ternak dapat terjadi karena beberapa

sebab, yaitu peningkatan ekonomi masyarakat yang disertai dengan per capita

income yang naik, pertambahan penduduk yang berarti naik pula permintaan

terhadap jumlah daging ; telur ; susu, dan peningkatan kesadaran tentang nilai-

nilai gizi yang disebabkan oleh semakin tinggi pula kesadaran masyarakat akan

manfaatnya.

Kebijakan pembangunan peternakan dengan beberapa poin aspeknya,

memiliki tujuan tersendiri. Diantaranya, faktor produksi yang berperan untuk

menciptakan produk peternakan yang berkualitas, pengembangan usaha untuk

menyebarluaskan produk peternakan melalui para stakeholder yang terlibat di

dalamnya, sumberdaya sebagai pendukung terciptanya produk peternakan yang

baik dan berlangsung secara suistainable, dan terakhir pengembangan sentra

komoditas sebagai bagian penting lainnya dari rangkaian usaha bidang peternakan

di Indonesia. Pembangunan peternakan yang telah diprogramkan sesuai dengan

misinya.

Mengulas tentang tujuan pembanguan peternakan itu sendiri, telah

dilakukan upaya-upaya yang sesuai untuk mewujudkannya. Namun semua itu

bergantung pada faktor-faktor utama yang telah disebutkan di atas. Berdasarkan

sekilas kasus yang disebutkan ketika berbagai kebijakan dan program yang terkait

dengan pengembangan usahaternak telah diluncurkan dan diimplementasikan,

baik secara nasionalmaupun di tingkat daerah namun dalam implementasinya,

program dan kebijakantersebut masih belum mampu mengatasi kesenjangan

antara permintaan danpenawaran, penyebab hal tersebut yang disampaikan oleh

Ilham et al (2001) telah sesuai dengan kondisi sebenarnya dilapangan.


17

Salah satu contoh kasus yang diambil adalah upaya pengambangan sapi

potong oleh pemerintah dengan menempuh dua kebijakan (ekstensifikasi dan

intensifikasi) . sudah dipaparkan pula penyebab kebijakan tersebut tidak berjalan

secara maksimal dan saran-saran yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya.

Jika melihat situasi di lapangan, peternakan rakyat masih mendominasi. Hal ini

tentu menjadi indikasi akan sensitifnya para peternak tersebut terhadap perubahan,

dalam arti semua target yang dibentuk untuk mencapai arah yang lebih baik perlu

dibarengi dengan peningkatan faktor-faktor penting yang menjadi ciri usaha

peternakan skala rakyat seperti skala usaha yang harus diperbesar, tidak menjadi

usaha sampingan lagi, mulai melibatkan teknologi terkini secara perlahan-lahan,

dan lain-lain.
18

IV

KESIMPULAN

Kebijakan pembangunan peternakan adalah suatu ketetapan yang berlaku

dalam suatu proses yang dirancang dan direncanakan untuk memfasilitasi,

melayani, dan mendorong berkembangnya sistem agribisnis yang berdaya saing,

berkerakyatan, dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tujuan khusus penyusunan kebijakan pembangunan peternakan di Indonesia

adalah :

 Meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak.

 Mengembangkan usaha budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas

dan produksi ternak.

menjadi indikasi keberhasilan dari proses produksi usaha peternakan.

 Meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan.

 Meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH (aman, sehat,

utuh dan halal)

 Meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan. (Sjamsul

Bahri, 2008).

Contoh kasus :

STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI PADI-TERNAK (SIPT)

Adanya kegiatan program SIPT ini pengembangan ternak dibeberapa wilayah

potensial secara umum telah berdampak positif terhadap pengembangan populasi

ternak sapi potong. Tetapi disisi lain dengan rendahnya harga daging dipasaran

(akibat makin derasnya keran masuknya daging ilegal), sehingga berakibat kurang

gairahnya usaha pengembangan ternak sapi potong lokal.


19

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, A.M. 1993. Strategi Operasional Pengembangan Agroindustri Sapi Potong.

Prosiding Agroindustri Sapi Potong. CIDES, Jakarta.

Bamualim, A. B. Tiesnamurti dan Chalid Talib. 2007. Indonesian Livestock

Production. Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Peternakan dan

Veteriner. Agustus 3007. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang

Departemen Pertanian.

Departemen Pertanian. 2001. Pedoman Umum Penyusunan Kegiatan Proyek

Pembangunan Pertanian Tahun 2002. Departemen Pertanian. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Umum Penyusunan Kegiatan Proyek

Pembangunan Pertanian Tahun 2002. Departemen Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Peluang pencapaian dan kebijakan

Swasembada Daging 2014. Dalam Seminar Tematik Peternakan ”HUT

Badan Litbang Pertanian”. Bogor.

Gordeyase, I.K.M., R. Hartanto, dan W.D. Pratiwi. 2006. Proyeksi daya dukung

pakan limbah tanaman pangan untuk ternak ruminansia di Jawa Tengah. J.

Indon. Trop. Anim. Agric.

Ilham, N. 1995. Strategi Pengembangan Ternak Ruminansia Di Indonesia. Forum

Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Ilham, N. 1995.Strategi Pengembangan Ternak Ruminansia Di Indonesia.Forum

Penelitian Agro Ekonomi.Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian

.Badan Litbang Pertanian. Bogor.


20

Isbandi. 2004. Pembinaan kelompok petani ternak dalam usaha ternak sapi

potong. J. lndon. Trop. Anim. Agric.

Pambudy, R dan Sofyan Sudardjat D. 2000. Menjelang Dua Abad Sejarah

Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia; Peduli Peternak Rakyat.

Yayasan Agroindo Mandiri. Jakarta.

Pambudy, R dan Sofyan Sudardjat D. 2000.Menjelang Dua Abad Sejarah

Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia; Peduli Peternak Rakyat.

Yayasan Agroindo Mandiri. Jakarta.

Sjamsul Bahri. 2008. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Ternak Seminar

Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Direktorat Jenderal

Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.

Sjamsul Bahri. 2008. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Ternak Seminar

Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Direktorat Jenderal

Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.

Utomo, B.N. dan E. Widjaja. 2006. Pengkajian integrasi sapi potong dengan

perkebunan kelapa sawit dengan pola breeding di Kalimantan Tengah.

Laporan Akhir Hasil Peng kajian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Kalimantan Tengah, Palangkaraya.

Winarso, B., R. Sajuti, dan C. Muslim. 2005. Tinjauan Ekonomi Ternak Sapi

Potong di Jawa Timur. Forum Penelitian Agro-Ekonomi.

Yusdja, Y., H. Malian, B. Winarso, R. Sayuti, dan A. S. Bagyo. 2001. Analisis

Kebijakansanaan Pengembangan Agribbisnis Komoditas Unggulan

Peternakan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sosial Ekonomi Pertanian.


21

Badan Agribisnis. 1995. Sistem, Strategi dan Program Pengembangan Agribisnis

Departemen Pertanian. Jakarta.

Haryanto Budi, I Inounu., Artsana. B dan K. Diwyanto,2002. Panduan teknis

Sistem Integrasi Padi-Ternak. Badan Litbang Pertanian. Departemen

Pertanian.

Ilham, N. 1995a. Strategi Pengembangan Ternak Ruminansia Di Indonesia.

Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi

Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Nataatmadja, H.2004. Studi pelaksanaan Pengembangan Sistem-“Crop-

Livestock” Melalui BLM.

Sinar Tani, 2004. Pengembangan Agribisnis Peternakan Menghadapi Berbagai

Kendala.

Yusdja, Yusmichad, Rosmijati Sayuti, Bambang Winarso, Ikin Sadikin, Chairul

Muslim 2004. Pemantapan Program Dan Strategi Kebijakan Peningkatan

Produksi Daging Sapi. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian Departemen Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai