Oleh :
Kelas E
Kelompok 1
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada kami sehingga kemi dapat menyelesaikan makalah Pengantar
Ilmu Peternakan tentang Budidaya Domba Garut. Makalah ini berisi tentang (……).
Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat dan informasi kepada siapapun
yang membacanya, terlebih untuk pengetahuan mengenai Budidaya Domba garut.
Selain itu, kami sadar bahwa pada makalah ini dapat ditemukan banyak sekali
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Kami berharap makalah sederhana kami
dapat dimengerti oleh setiap pihak yang membacanya. Kami memohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila dalam makalah ini terdapat perkataan yang kurang berkenan.
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Ilustrasi
BAB I PENDAHULUAN
Domba Garut termasuk dalam Kingdom Animalia, Filum Chordata, Kelas Mamalia,
Famili Bovidae, Genus Ovis, dan Spesies Ovis aries. Domba Garut memiliki
karakteristik tubuh yang besar dan leher yang kuat. Domba jantan memiliki bobot
badan sekitar 40-80 kg, dan betina memiliki bobot badan sekitar 30-40 kg. Bulu Domba
Garut sangat halus dan panjang yang berwarna putih, coklat, ataupun kombinasi.
Domba Garut jantan memiliki tanduk besar dan kuat yang berwarna kehitaman atau
kecokelatan, melengkung ke belakang membentuk spiral sehingga pangkal tanduk
kanan dan kiri hamper menyatu. Sedangkan, Domba Garut betina tidak memiliki
tanduk. Bentuk telinga Domba Garut adalah kecil (rumpung) dengan panjang < 4 cm
sampai sedang (ngadaun hiris) dengan panjang antara 4 – 8 cm. Garis muka Domba
Garut adalah cembung. Garis punggung Domba Garut lurus sampai agak cekung,
bentuk ekor segitiga dengan bagian pangkal lebar dan mengecil ke arah ujung.
Temperamen Domba Garut agresif, terutama domba jantan. Wilayah sebaran Domba
Garut adalah di provinsi Jawa Barat dengan daerah penyebaran antara lain : Garut,
Majalengka, Kuningan, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung, Sumedang,
Indramayu, dan Purwakarta.
Seperti halnya manusia, hewan ternak juga menmiliki perilaku khas, dan beberapa
kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Tingkah laku hewan biasanya dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain hormon dan
sistem saraf, sedangkan faktor luar antara lain cahaya, suhu, dan kelembapan (Grier,
1984). Tingkah laku hewan dapat diketahui berdasarkan komunikasi; keagresifan dan
struktur social; irama biologis dan tidur; tingkah laku seksual; tingkah laku maternal
(keibuan); dan tingkah laku makan dan minum (Houpt, 2005). Menurut Hafez et al.,
(1969), tingkah laku domba secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 1.
Selain tingkah laku yang disebutkan di atas, domba juga memiliki beberapa
kebiasaan khusus dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, bersuara,
beristirahat, dan lain-lain. Aktivitas makan pada domba secara umum dilakukan dengan
cara mengambil pakan langsung menggunakan bibir atas dan bibir bawah kemudian
dikunyah sebelum ditelan. Jika pakan dalam wadah tinggal sedikit, domba mengambil
pakan menggunakan lidahnya, hal ini diperkirakan untuk mempermudah pengambilan
pakan. Sedangkan aktivitas minum pada domba dilakukan dengan cara mendekatkan
mulutnya ke tempat air minum yang telah disediakan, kemudian lidahnya dijulurkan ke
dalam air secara berulang-berulang, ujung lidah digerakkan sehingga air dapat masuk ke
dalam mulutnya.
Selain tingkah laku makan dan minum, domba juga memiliki tingkah laku agonistik
yang dapat dilakukan untuk melindungi dirinya dan kelangsungan hidupnya. Tingkah
laku agonistik merupakan interaksi sosial antar satwa yang dikategorikan dalam
beberapa tingkat konflik, yaitu dalam memperoleh makanan, pasangan seksual dan
perebutan wilayah istirahat dengan melakukan tindakan yang bersifat mengancam,
menyerang, dan perilaku patuh (Hart,1985). Pada umumnya, sebelum berkelahi domba
akan mengendus-endus dan akan terus berkelahi sampai salah satu dari mereka
menyerah dan berhenti. Tingkah laku agonistik pada domba jantan diperlihatkan pada
saat berkelahi dengan mundur terlebih dahulu kemudian menyerang dengan cara
menumbukkan kepala atau tanduknya pada kepala lawan (Ensminger, 2002).
Kotoran domba memiliki bentuk yang khas yaitu bulat berwarna hitam,
sedangkan urin berbentuk cair berwarna kuning. Domba jantan pada saat membuang
kotoran cukup berdiri tegak serta menggoyangkan ekornya. Domba dapat melakukan
defekasi (buang air besar) atau urinasi (buang urin) di sembarang tempat dan bukan pada
tempat yang sama, seperti khusus di sudut kandang. Aktivitas defekasi pada domba
dilakukan dengan cara mengangkat ekor baik dengan melengkung atau berdiri lurus
kemudian menggoyang-goyangkannya atau menggerak-gerakkannya sampai keluar
kotoran. Setelah itu, ekor digerak-gerakkan kembali. Aktivitas membuang kotoran ini
dapat dilakukan bersamaan dengan aktivitas makan, berdiri, bergerak, bermain, merawat
diri, dan istirahat. Proses urinasi yang umum pada jantan yaitu air mengucur ke bawah
dari bawah perut. Jumlah dan komposisi urin berubah-ubah, dipengaruhi oleh bahan
makanan, berat badan, usia, jenis kelamin, dan kondisi lingkungan seperti suhu,
kelembapan, aktivitas tubuh, dan kondisi kesehatan. Posisi domba pada saat urinasi yaitu
cukup dengan berdiri dan sedikit merenggangkan kedua kaki belakang.
Domba juga memerlukan aktivitas istirahat, karena aktivitas istirahat penting untuk
memamah biak, mencerna makanan, memproduksi energi, dan memberi kesempatan
pada otot untuk mengendurkan otot yang tegang akibat aktivitas yang telah dilakukan.
Menurut Fraser (1990), tingkah laku istirahat dan tidur berfungsi untuk menghindari
bahaya predator agar posisinya tidak mudah terlihat dan tidak mudah ditemukan oleh
pemangsa, serta untuk menghemat energi yang digunakan oleh tubuh. Aktivitas istirahat
pada domba dilakukan dengan cara menekuk kedua pergelangan kaki depan ke arah
belakang, menundukkan kepala kemudian dilanjutkan dengan menekuk pergelangan
kedua kaki belakang dan merebahkan tubuh.
Tingkah laku bersuara sering terjadi pada domba sebagai salah satu bentuk dari
keinginan makan, minum atau berkomunikasi dengan domba lainnya. Tingkah laku
bersuara dapat dilakukan saat hewan berdiri atau sedang istirahat.
Perilaku merawat diri dilakukan dengan cara seperti mencari kutu atau parasit,
yaitu menggosok-gosokkan tubuh dan kepala ke benda keras dan menjilati bulu-bulu
dengan menggunakan lidah. Aktivitas merawat diri pada domba banyak dilakukan pada
bagian badan dan kaki. Perilaku merawat diri sering dilakukan pada saat hewan istirahat
atau pada posisi berdiri.
Pertambahan Bobot
Bobot Lahir Bobot Sapih
Badan Prasapih
Jantan 1,84 kg - 11,50 kg 101,40 gr/hari
Betina 3,42 kg 10,75 kg 93,50 gr/hari
Kelahiran Tunggal 2,37 kg 11,47 kg 101,10 gr/hari
Kelahiran Kembar
1,71 kg 9,31 kg 84,80gr/hari
2
Kelahiran Kembar
1,43 kg 10,17 kg -
3 (atau lebih)
Dari Induk yang
2,44 kg
Tua
Tidak dipengaruhi umur induk
Dari Induk yang
2,19 kg
Muda
Tabel Bobot Domba Garut
Bobot lahir adalah bobot berat badan yang ditimbang dalam kurun waktu 24
jam setelah dilahirkan. Domba yang memiliki bobot lahir tinggi (di atas rata-
rata) umumnya akan memiliki kemampuan hidup lebih tinggi dalam melalui
masa kritis, pertumbuhan lebih cepat, dan akan memiliki bobot sapih yang lebih
tinggi.
Seiring dengan pertambahan usia, domba kelak akan mencapai fase dewasa.
Fase dewasa pada domba dibagi menjadi 2, yaitu dewasa kelamin dan dewasa
tubuh. Kondisi dewasa kelamin adalah kondisi saat domba memasuki masa
birahi yang pertama kali dan siap melaksanakan proses reproduksi. Fase ini
dicapai saat domba berumur 6-8 bulan (baik jantan maupun betina). Kondisi
dewasa tubuh adalah kondisi saat domba siap dikawinkan. Fase ini dicapai pada
umur 10-12 bulan pada betina dan 12 bulan pada jantan. Perkawinan akan
berhasil apabila domba betina dalam keadaan birahi. Tanda-tanda birahi antara
lain : gelisah; mengembik; nafsu makan berkurang; mendekati dan menaiki
pejantan; dan alat kelamin mengeluarkan lendir, sedikit bengkak, dan
kemerahan. Waktu mengawinkan domba : bila terlihat tanda birahi pada pagi
hari maka waktu mengawinkan yang tepat adalah siang hari sampai sore hari,
atau sekitar 6-10 jam setelah tanda birahi mulai muncul. Siklus birahi adalah
sekitar 17-21 hari. Bila domba betina sudah dikawinkan, 17 hari kemudian
perlu diperiksa. Bila tanda birahi muncul lagi, maka domba betina tersebut
harus dikawinkan lagi. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengawinkan domba
adalah jangan mengawinkan domba dengan saudara sedarahnya atau
keturunannya.
Lama kebuntingan domba adalah 150 hari (sekitar 5 bulan). Induk yang
bunting harus diberi makanan yang baik dan teratur, diberi ruang gerak yang
lapang, dan dipisahkan dari domba lainnya. Menjelang kelahiran, kandang
harus bersih dan diberi alas yang kering. Bahan untuk alas dapat berupa karung
goni/jerami kering. Obat yang perlu disiapkan untuk proses kelahiran adalah
jodium untuk dioleskan pada bekas potongan tali pusar. Induk domba yang
akan melahirkan dapat diketahui melalui perubahan fisik dan perilaku sebagai
berikut : keadaan perut menurun dan pinggul mengendur; buah susu membesar
dan putting susu terisi penuh; alat kelamin membengkak, berwarna kemerahan,
dan lembap; ternak tampak gelisah dan nafsu makan berkurang; dan sering
kencing. Proses kelahiran biasanya berlangsung sekitar 15-30 menit, jika 45
menit setelah ketuban pecah anak domba belum lahir, kelahiran perlu dibantu.
Biasanya induk domba akan menjilati anaknya hingga kering dan bersih. Bila
tidak dibersihkan oleh induknya, anak domba yang baru lahir harus dibersihkan
menggunakan lap kering agar dapat bernapas.. Induk domba yang subur
biasanya mampu menghasilkan 2-3 ekor anak domba sekelahiran.
https://www.garutkab.go.id/page/domba-garut
file:///C:/Users/User/Downloads/domba.PDF
http://bibit.ditjenpkh.pertanian.go.id/sites/default/files/Domba%20Garut.pdf
http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/10207/4636
file:///C:/Users/User/Downloads/D12sla.pdf
https://intannursiam.wordpress.com/2009/12/01/domba-garut/
http://jabar.litbang.pertanian.go.id/images/stories/Brosur/16_-Juknis-budidaya-domba-2015.pdf
https://www.neliti.com/publications/164284/pengaruh-jumlah-anak-sekelahiran-dan-jenis-
kelamin-terhadap-kinerja-anak-domba-s
https://alamtani.com/ternak-domba/
https://www.peternakankita.com/cara-memberi-pakan-domba/
https://wikifarmer.com/id/cara-memberi-pakan-domba/
http://www.kambingakikah.com/kadar-dan-tata-cara-pemberian-pakan-pada-domba/
http://panoramajatinangor.blogspot.com/2014/05/pemeliharaan-budi-daya-ternak-domba.html
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/83526
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/83458