Anda di halaman 1dari 10

TINGKAH LAKU HARIAN PADA KELINCI

         Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons terhadap
kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila respons tersebut
telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap stimulus tertentu.
Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu
stimulus. Dalam mengamati perilaku, pengamat cenderung untuk menempatkan diri pada
organisme yang diamati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tersebut melihat dan
merasakan seperti pengamat. Ini adalah antropomorfisme (Y: anthropos = manusia), yaitu
interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin pengamat merasa
mengenal suatu organisme, semakin ditafsirkan perilaku tersebut secara antropomorfik.
        Suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir
atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat
disebabkan oleh lingkungan. Terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu
genetis/ bawan dan lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat.
Semua hewan memiliki perilaku yang berbeda-beda, baik perilaku bawaannya, yang sudah
diajari maupun adaktifnya.

A. Perilaku Kelinci
Perilaku adalah tindakan atau aksi yang mengubah hubungan antara organisme dan
lingkungannya. Hal itu merupakan kegiatan yang diarahklan dari luar dan tidak
mencakup banyak perubahan di dalam tubuh yang secara tetap terjadi pada makhluk
hidup.
Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar. Reseptor diperlukan
untuk mendeteksi stimulus itu, saraf diperlukan untuk mengkoordinasikan respons,
efektor itulah yang sebenarnya melaksanakan aksi. Perilaku dapat juga disebabkan
stimulus dari dalam. Hewan yang merasa lapar akan mencari makanan sehingga
hilanglah laparnya setelah memperoleh makanan. Lebih sering terjadi, perilaku suatu
organisme merupakan akibat gabungan stimulus dari luar dan dari dalam.
Kelinci pada dasarnya adalah hewan malam (nocturnal). Tetapi sejak ketertarikan
manusia terhadap kelinci mulailah dipelihara dan mampu beradaptasi pada siang hari.
Tingkah laku kelinci dapat dikenali semua dari gerakan hidung, telinga, mata, pola
makan, cara menggali, meloncat, cara bersuara, suaranya membuat tanda, dan
komunikasi visualnya. Gambaran singkat sifat dan karakter kelinci yang hidup di alam
bebas sebagai berikut:
1. Gerakan hidung yang dilakukan untuk mendeteksi adanya makhluk lain di
sekitarnya. Caranya adalah dengan menggerak-gerakkan hidungnya dan menghirup
udara ke arah atas. Dalam keadaan tidur pun kelinci melakukan gerakan ini agar
terhindar dari bahaya
2. Gerakan telinga, ada dua alas an kelinci menggerakkan telinganya. Pertama, untuk
mengikuti adanya gelombang suara yang dikumpulkan dan mendeteksi bahaya
disekitarnya. Kedua, sebagai pengatur suhu tubuh karena cuaca yang panas atau
dingin. Hanya jenis lop yang tidak dapat melakukan gerakan telinga ini secara
sempurna.
3. Mata yang menonjol. Posisi dan ukuran kedua matanya terlihat. Sebenarnya kelinci
tidak bisa melihat lagsung kea rah objek di depanya, tetapi indera penglihatannya
ini bekerja sama dengan indera penciuman dan pendengarannya. Melalui kerjasama
ini, kelinci bisa mendeteksi bahaya yang datang dengan akurat.
4. Kandang di dalam tanah sebagai tempat berlindung, tidur dan berkembang biak.
Bisanya kelinci jantan sering membuang kotorannya di sekitar kandang ini untuk
memberikan tanda bahwa daerah sekitar kandang merupakan wilayah teritorialnya.
5. Meloncat biasanya dilakukan kelinci saat berlari menghindari predator.
6. Vokal. Kelinci jarang sekali menggeretakkan giginya untuk menimbulkan seuara.
Namun kadang kali kelinci bersuara mendengung, “klik” pelan atau menggeratkan
giginya. Suara yang agresif menucul saat mendengkur dan menggeram. Jika merasa
sakit atau ketakutan kelinci akan menggeratkan giginya dengan suara yang nyaring
seperti berteriak. Suara ini juga berguna untuk mengejutkan predator yang
memburunya dan memberikan tanda kepada teman-temanya bahwa ada bahaya di
sekitarnya. 
7. Membuat tanda. Kelinci biasa menandai wilayah teritorialnya menggunakan
kotoran dan urinenya.
8. Komunikasi visual. Ada tiga pola komunikasi visual kelinci yaitu; kelinci yang
tenang, kelinci submisif, dan kelinci yang ketakutan. Kelinci yang tenang biasanya
akan bertindak tenang dan berbaring. Kelinci submisif biasanya akan menangkup
dan berbaring di suatu tempat, tetapi matanya terlihat tegang. Sementara itu kelinci
yang ketakukan matanya kelihatan melotot, kepala bergerak kesegala arah, dan
telinganya diturunkan agar tidak terlihat oleh predator. Kelinci berlari, melompat
dan menjatuhkan badannya sekuat tenaga hingga menimbulkan suara untuk
memberikan tanda teman-temanya bahwa ada bahaya yang mengancam dan
meminta mereka cepat berlindung
B. Pola Tingkah Laku Harian pada Kelinci
1. Tingkah Laku Makan dan Minum

Perilaku makan dalam kelinci sangatlah mudah dilihat saat dilepas di area
rumput. Mereka mula-mula akan berkeliling dengan perilaku khasnya untuk
menyeleksi lingkungan. Pada lingkungan yang baru, kelinci akan berputar-putar
melihat keadaan. Sebagai hewan yang memiliki rasa cemas terhadap lingkungan
baru ia akan meyakinkan dirinya bahwa keadaan disekitarnya aman. Mula-mula,
kepalanya mendongak kemudian ia akan berjalan. Setelah ia mendapatkan tempat
yang aman segeralah ia akan mengencingi salah satu lokasi. Barulah mereka
kemudian menikmati makan bersama kelinci lainnya. Dalam hal makan pun mereka
menyesuaikan dengan perilaku sosial; dengan cara meniru kelinci lain yang lebih
dewasa dan lebih berani memulainya. Kelinci akan mencoba-coba terlebih dahulu
terhadap rumput yang baru. Jika dirasa cocok sesuai kebutuhan dirinya, ia akan
memakannya. Kelinci memiliki kebiasaan berganti-ganti rumput saat makan, hal ini
dikarenakan kebutuhan dasar tubuhnya yang sangat bergantung pada tanaman. Saat
di dalam kandang, sewaktu kita memberi pakan yang baru hendaknya kita
mencampurinya jenis pakan yang lama agar kelinci sedikit demi sedikit mulai
terbiasa dengan pakan yang baru tersebut.
Tingkah laku minum kelinci biasanya dilakukan dengan cara mendekatkan
mulutnya pada air, kemudian air tersebut dijilat dengan menggunakan lidahnya.
Saat kelinci minum kedua kaki depannya memegang sisi tempat minum
(Priwahyuningsih, 2012). Anak kelinci belajar minum untuk pertama kali saat
menyusu pada induknya. Kelinci harus belajar untuk minum di tempat minum
otomatis. Kelinci yang tidak belajar minum menggunakan nipple, sehingga biasanya
air akan tumpah mengenai bulu dan kandang kelinci (Cheeke dkk., 2000).
2. Tingkah Laku Bertahan

Hewan ini, sekalipun tampak tak berdaya, tetapi sangat sulit diterkam oleh
hewan pemangsa lain, termasuk manusia. Singa, harimau, ular, dan buaya di hutan
pun hanya sedikit yang mampu memangsa kelinci. Satu-satunya andalan pertahanan
kelinci adalah kemampuannya berlari cepat dan menghindar dengan pola membelok
dan menyusup ke semak-semak secara akurat. Kelinci yang tertangkap predator
biasanya saat ia dalam kondisi sakit akut, terjebak dalam dinding atau terjepit. Di
alam lapang, kelinci sangat sulit diterkam karena penciuman dan pendengarannya
sangat tajam, melebihi jangkauan 500 meter.

3. Tingkah Laku Menyusui

Kelinci, sekalipun tergolong mamalia tetapi kelinci berbeda dengan anjing dan
kucing dalam hal menyusui. Jika anjing dan kucing menyusui dan mendekap
anaknya secara bersama-sama dalam waktu 24 jam penuh pada awal kelahiran,
tidak demikian dengan kelinci. Kelinci lebih suka menyembunyikan anaknya di
dalam lorong yang dibuatnya karena dengan cara itulah ia dapat mengamankan
situasi dari ancaman para predator. Pola menyusui kelinci berlangsung singkat,
hanya sekitar beberapa menit, sehari sekali dan itu biasanya dilakukan pada malam
dan pagi hari sebelum matahari terbit. Jika kelinci dikembangkan di dalam kandang,
anak-anak kelinci yang baru lahir bisa ditempatkan di dalam kotak sarang yang
aman dan nyaman dari ancaman predator (biasanya tikus). Kepercayaan induk
terhadap keamanan dan kenyamanan kotak sarang tersebut harus benar-benar
terpenuhi sebab hanya sedikit kelinci yang sadar bahwa kehadiran tikus akan
memangsa anak-anaknya yang berumur dibawah 7 hari.

4. Tingkah Laku Menandai Teritorialnya / Chinning

Chinning adalah salah satu bentuk perilaku kelinci untuk menandai wilayah
teritorial mereka. Kelinci sangat menjaga daerah teritorialnya dan perilaku ini juga
menandakan bahwa siapa yang berkuasa atas wilayah tersebut. Jika dalam alam liar,
kelinci yang dominan dalam lingkungan teritorial tersebut berhak atas makanan dan
tempat berlindung (liang) terbaik, sedangkan minoritas harus menerima apa yang
dilakukan oleh kaum dominan (mereka bahkan bias kelaparan).
Jika di dalam rumah, mereka biasanya menandai atau Chinning pada perabot –
perabot rumah anda, tempat makanan, minum, kandang bahkan anda. Perilaku ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin. Dengan menandai wilayah mereka dengan
chinning, kelinci akan lebih merasa nyaman dan aman tinggal di rumah anda.
Berbeda dengan spraying (perilaku kelinci yang menyemprotkan urine pada
lingkungan sekitar), chinning tidak meninggalkan noda dan bau yang mengganggu
kita, hanya kelinci saja yang dapat merasakan bau tersebut.

5. Tingkah Laku Reproduksi

Perilaku ini adalah merupakan prilaku yang sangat umum di dunia Kelinci yang
masih belum dewasa, baik jantan maupun betina. kelinci jantan yang frustasi akan
melakukan hal ini pada hewan lainnya, benda-benda mainannya atau pada bantal,
dan bisa juga terjadi pada ujung kaki anda. Begitu juga dengan kelinci betina yang
berkawan akrab, mereka akan melakukan hal yang sama untuk saling menunggangi
satu dengan lainnya dan hal ini adalah untuk menunjukan siapa yang menjadi
dominan.
Kelinci yang sedang birahi biasanya bertingkah tidak seperti biasanya, suka
bergerak/berlarian di dalam kandang bila disenggol atau di pegang di daerah
pantat,dia akan nungging, sering menjilat-jilat bulunya. Kalau kita jeli,coba cek di
daerah alat kelaminya,biasanya kelinci yang sedang birahi alat kelaminya berwarna
kemerah-merahan dan galak terhadap sesama betina.

6. Tingkah Laku Eliminasi


Perilaku eliminasi atau perilaku membuang kotoran (defekasi) dan urinasi
termasuk ke dalam perilaku perawatan tubuh yang berguna untuk membersihkan
diri (Fraser dan Broom, 2015). Tingkah laku eliminasi biasanya dilakukan secara
terpisah baik defekasi atau urinasi. Ekor kelinci akan sedikit naik ketika melakukan
urinasi (Priwahyuningsih, 2012). Urinasi berfungsi untuk membersihkan diri dan
juga sebagai bagian dari tingkah laku territorial. Urinasi juga merupakan fungsi dari
tingkah laku agresif, seekor kelinci jantan biasanya melakukan urinasi untuk
menandakan kekuasaannya terhadap kelinci lain. Urinasi juga merupakan salah satu
bagian dari tingkah laku seksual (Cheeke dkk., 2000).

7. Tingkah Laku Merawat Diri / Grooming


Perawatan tubuh meliputi kebersihan kulit, menjaga suhu tubuh dan variabel
fisik dan kimia lain yang penting dari bagian perilaku perawatan diri yang komplek
pada hewan ternak. Aktivitas dari perawatan tubuh, meliputi menggaruk, mengusap,
menggesekkan badannya ke dinding kandang, dan menjilati.
Aktivitas grooming dibedakan menjadi dua macam, yaitu autogrooming dan
allogrooming. Autogrooming yaitu merawat diri yang dilakukan untuk diri sendiri,
sedangkan allogrooming adalah merawat diri yang dilakukan bersama dan untuk
individu lain. Aktivitas tingkah laku memijat dan menggosok hidung individu lain
biasanya juga dilakukan oleh babi (Fraser dan Broom, 2005). Saat kesehatan hewan
sedang buruk umumnya kegiatan perawatan tubuh menjadi berkurang.

8. Tingkah Laku Istirahat


Tingkah laku istirahat merupakan suatu fase dimana ternak mulai
memperhatikan tempat atau mempersiapkan tempat yang nyaman untuk istirahat
seperti duduk, diam tidak bergerak, berbaring, mengantuk dan tidur seperti duduk,
diam tidak bergerak, berbaring, mengantuk dan tidur dan istirahat sementara.
Istirahat total artinya kelinci merebahkan tubuh pada posisi miring, diam tak
bergerak dan tidur (kondisi mata tertutup), sedangkan istirahat sementara adalah
keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang dilakukan di antara aktivitas
hariannya. Aktivitas istirahat sementara dilakukan kelinci dalam waktu yang singkat
dibandingkan dengan aktivitas istirahat total (Priwahyuningsih, 2012). Fungsi
istirahat dan tidur, awalnya dilakukan untuk meminimalkan bahaya dari predator
(Fraser dan Broom, 2005). Individu yang dalam posisi tidak bergerak mungkin
kurang mencolok untuk terdeteksi. Dinyatakan juga bahwa fungsi kedua adalah
untuk memulihkan energi, pada beberapa jenis hewan dan dalam beberapa keadaan
yang memungkinkan untuk proses metabolisme.

9. Coprophagy
Kelinci mempunyai kebiasaan yang tidak dilakukan pada ternak lainnya yaitu
memakan feses yang sudah dikeluarkan, yang disebut dengan coprophagy (Blakely
dan Bade, 1991). Coprophagy biasanya terjadi pada malam atau pagi hari
berikutnya yang memungkinkan kelinci memanfaatkan secara penuh hasil
pencernaan bakteri di saluran pencernaan lanjut, yaitu mengkonversi protein asal
hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan
memecahkan selulosa atau serat menjadi energi yang berguna (Blakely dan Bade,
1991). Kelinci dapat memfermentasikan pakan yang berupa serat kasar di usus
belakangnya. Fermentasi umumnya terjadi di caecum yang kurang lebih merupakan
50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaan. Pada umur tiga minggu biasanya
kelinci mulai makan kembali feses lunaknya langsung dari anus (caecotrophy) tanpa
pengunyahan.

10. Tingkah Laku Stereotypes.


Tingkah laku stereotypes merupakan tindakan yang berulang dan tidak
mempunyai tujuan yang jelas. Tingkah laku ini biasanya muncul pada hewan yang
berada dalam kandang dan melakukan rutinitas yang sama terus menerus. Tingkah
laku ini seperti menggigiti kawat, mengunyah semu, menggigiti tempat pakan,
menggigiti pagar kandang, menekan tempat minum, kepala gemetar, mengais-ngais
dan menggosokkan badan pada dinding kandang.

C. Tingkah Laku Kelinci sebagai Respon terhadap Cahaya dan Suhu


Masalah pokok bagi ternak yang dipelihara di daerah tropis, termasuk kelinci adalah
bertambahnya panas tubuh (body heat load) akibat tingginya suhu lingkungan yang
melebihi daerah termonetral ternak. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan
penurunan konsumsi pakan. Beban panas tubuh yang disebabkan oleh tingginya suhu
lingkungan, semakin bertambah dengan meningkatnya panas yang dihasilkan dari
proses pencernaan, terutama proses pencernaan bahan pakan berkadar serat tinggi.
Menurut (Qiston, 2012) beban panas tubuh yang tinggi ditanggung oleh ternak yang
mengkonsumsi pakan pada siang hari. Hal ini disebabkan oleh tingginya suhu
lingkungan yang berkombinasi dengan panas hasil dari proses pencernaan. Oleh karena
itu pada siang hari ternak mengurangi konsumsi pakan, sedangkan pada malam hari
ternak meningkatkan konsumsi.
Suhu lingkungan tempat berlangsungnya kehidupan kelinci yang hidup pada iklim
subtropis idealnya adalah 18ºC dengan kelembapan udara 60–80% (Lukefahr, 1990).
Di suhu 18ºC dengan kelembapan antara 60–80% konsumsi pakan pada kelinci akan
meningkat karena kelinci tidak memerlukan banyak energi untuk beradaptasi terhadap
lingkungan. Bobot badan pada ternak kelinci berpengaruh terhadap konsumsi pakan
yang diberikan pada kelinci. Pada kelinci yang pertumbuhannya baik akan memiliki
petambahan bobot badan yang tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap konsumsi pakan
pada kelinci (Marhaeniyanto, 2015).

D. Pengaruh Hormon Terhadap Tingkah Laku Kelinci


Ternak kelinci merupakan ternak prolifik yang berovulasi tidak spontan tetapi harus
diinduksi (Induce Ovulator). Hafez (1970) mengemukakan, bahwa ovulasi pada ternak
kelinci akan terjadi jika mendapat rangsangan dari luar. Rangsangan dapat berupa
perkawinan melalui kopulasi, melalui penyuntikan hormon, rangsangan listrik,
rangsangan oleh tangan dan cumbu rayu (Hafez, 1980), rangsangan thermis dan
mekanis (Sastrodihardjo.et a1,1991). Ovulasi biasanya akan terjadi 6-10 jam setelah
perangsangan (Colby, 1986). Rangsangan kopulasi dapat menstimulir hipotalamus
untuk membebaskan LH-RH (Luteinizing Hormone-Releazing Hormon) dan FSH-RH
(Folicle Stimulating Hormone-Releazing Hormon) yang memacu adenohipofisa untuk
meningkatkan serum LH sehingga menyebabkan terjadinya ovulasi (Hafez, 1980).
DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J dan H. D. Bade. 1991. Ilmu Peternakan Edisi keempat. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Cheeke, P.R., McNitt, J. I., Patton Rabbit Production. 8th Edition. Interstate Publisher Inc.
Denville, Illinois.
Colby. E.D. The Rabbit dalam: Morrow. D.A., 1986. Current Therapy in Theriogenology
2.W.B. Saunders Company. Philadelphia.
Fraser, A. F. dan Broom, D. M. 2005. Farm Animal Behaviour and Welfare. Third Edition.
ELBS.
Hafez E.S.E. 1970. Rabbit, In: E.S.E. Hafezed. Reproduction and Breeding technique for
Laboratory Animals. Lea & Febiger, Philadelphia.
Hafez E.S.E.,1980. Reproduction in Farm Animal. 41'Ed. Lea & Febiger. Philadelphia.
Lukefahr S. D. and Cheeke P. R. 1990: Rabbit project planning strategies for developing
countries. (2) Research applications. Livestock Research for Rural Development. Volume
2, Article #23. Diakses 29 April 2020 from http://www. lrrd. org/lrrd2/3/cheeke2. Htm
Marhaeniyanto, E. 2015. Pemanfaatan Daun Kelor Untuk Meningkatkan Produksi Ternak
Kelinci New Zealand White. Buana Sains 15 (2):119-126
Priwahyuningsih, Merlyn. 2012. Tingkah Laku Harian dan Pola Makan Kelinci Lokal
Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Qisthon, Arif. 2012. Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian
Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan.
12 (2): 69-74
Sastrodihardjo. S,Raharjo,Sartika, dan E Efendi. 1991. Pengaruh Macam Rangsangan
Ovulasi pada Induk Kelinci Rex Terhadap Keberhasilan Kelahiran Anak. Proceedings
Seminar Nasional Usaha Peningkatan Produktivitas Peternakan Dan Perikanan.
BadanPenerbit Universitas Diponogoro. Semarang.
Supeksa, Ketut. 2012. Perilaku Kelinci. Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Saraswati
Tabanan. Bali.

Anda mungkin juga menyukai