Anda di halaman 1dari 11

GENETIKA

NAMA : 1. THERESIA NONILIA DIJA / 1706050001

2. YUSMI DELFIA PAH / 1706050002

3. STEPHANI EDITHA GUSTAMAWATI / 1706050004

4. DORTIA SOLLO / 1706050023

KELOMPOK :9

KELAS :A

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2019
STRUKTUR DNA DAN REPLIKASI

A. Pengertian DNA (Deoxyribonucleic acid)


Molekul DNA (Deoxyribonucleic acid) pertama-tama diisolir oleh F. Miescher (1869)
dari sel spermatozoa dan dari nukleus sel-sel darah merah burung. Dalam tahun 1880 Fischer
dapat mengenal adanya zat-zat pirimidin dan purin di dalam asam nukleat. Kossel
menemukan 2 pirimidin (sitosin dan timin) dan 2 purin (adenine dan guanine) di dalam asam
nukleat. Pada tahun 1910, Levine, seorang ahli biokimia asal Rusia mengenal gula ribose,
gula deoksiribose dan asam fosfat di dalam asam nukleat. Tahun 1950, ditemukan abhwa
basa-basa purin dan pirimidin terletak dengan jarak 3,4 Å dan berpilin sebagai spiral. Watson
dan Crick (1953) menyatakan bahwa molekul DNA berbentuk rantai ganda (double helix).
DNA adalah polimer asam nukleat yang tersusun secara sistematis dan merupakan
pembawa informasi genetik yang diturunkan kepada jasad keturunannya. Informasi genetik
disusun dalam bentuk kodon yang berupa tiga pasang basa nukleotida dan menentukan
bentuk,struktur, maupun fisiologi suatu jasad.
Secara struktural, DNA merupakan polimer nukleotida, di mana untuk setiap nukleotida
tersusun atas gula deoksiribosa, pospat, dan basa. Polimer tersebut membentuk struktur
double heliks, di mana kedua heliks disatukan oleh ikatan hidrogen yang terjadi antara basa-
basa yang ada. Ada empat macam basa yang terdapat di dalam DNA, yaitu Adenin, Sitosin,
Guanin, dan Timin. Adenin akan membentuk dua ikatan hidrogen dengan Timin, sedangkan
Guanin akan membentuk tiga ikatan hidrogen dengan Sitosin. Kombinasi jumlah dan
susunan yang terjadi antara ikatan-ikatan basa ini memungkinkan setiap organisme memilik
cetak biru genetik yang spesifik (khas) yang membedakannya dari cetak biru milik organisme
lainnya.
DNA pada makhluk hidup dapat ditemukan di inti sel (nukleus), mitokondria, dan
klorofil. Namun pada manusia, DNA hanya ditemukan di nukleus dan mitokondria. Jumlah
pasang basa pada DNA nukleus adalah sekitar tiga milyar. Pengorganisasian DNA di nukleus
diawali oleh perikatan DNA dengan oktamer histon membentuk nukleosom. Sepotong
sekuens DNA dengan panjang sekitar 146-147 pasang basa akan mengelilingi delapan histon
sebanyak 1.67 kali. Nukleosom-nukleosom akan berpolimerisasi membentuk polinukleosom
yang kemudian disimpan di dalam kromosom. Kromosom-kromosom inilah yang berada di
dalam DNA, yang akan menggandakan dirinya pada saat pembelahan sel. Sedangkan DNA
yang berada di mitokondria (atau lebih dikenal dengan nama mtDNA) berbentuk sirkuler
(melingkar). Jumlah pasang basa pada mtDNA lebih sedikit daripada jumlah pasang basa
pada DNA nukleus, yaitu sekitar 160.000. Namun apabila terjadi mutasi pada mtDNA akan
mengakibatkan kerusakan pada sistem yang peka terhadap kebutuhan energi seperti sistem
saraf dan otot.
B. Struktur DNA
Ada tiga struktur DNA yang dikenal selama ini. Struktur-struktur DNA tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Struktur Primer
DNA tersusun dari monomer-monomer nukleotida. Setiap nukleotida terdiri dari satu
basa nitrogen berupa senyawa purin atau pirimidin, satu gula pentosa berupa 2’-deoksi-
D-ribosa dalam bentuk furanosa, dan satu molekul fosfat. Penulisan urutan basa dimulai
dari kiri yaitu ujung 5’ bebas (tidak terikat nukleotida lain) menuju ujung dengan gugus
3’ hidroksil bebas atau dengan arah 5’→ 3’ (Darnell, et al., dalam T. Milanda, 1994).

2. Struktur Sekunder
Salah satu sifat biokimia DNA yang menentukan fungsinya sebagai pembawa
informasi genetik adalah komposisi basa penyusun. Pada tahun 1949-1953, Edwin
Chargaff menggunakan metode kromatografi untuk pemisahan dan analisis kuantitatif
keempat basa DNA, yang diisolasi dari berbagai organisme. Kesimpulan yang diambil
dari data yang terkumpul adalah sebagai berikut :
a) Komposisi basa DNA bervariasi antara spesies yang satu dengan spesies yang lain.
b) Sampel DNA yang diisolasi dari berbagai jaringan pada spesies yang sama
mempunyai komposisi basa yang sama.
c) Komposisi DNA pada suatu spesies tidak berubah oleh perubahan usia, keadaan
nutrisi maupun perubahan lingkungan.
d) Hampir semua DNA yang diteliti mempunyai jumlah residu adenin yang sama
dengan jumlah residu timin (A=T), dan jumlah residu guanin yang sama dengan
jumlah residu sitosin (G=C) maka A+G = C+T, yang disebut aturan Charrgaff.
e) DNA yang diekstraksi dari spesies-spesies dengan hubungan kekerabatan yang dekat
mempunyai komposisi basa yang hampir sama.

Pada tahun 1953, James D. Watson dan Francis H.C. Crick berhasil menguraikan
struktur sekunder DNA yang berbentuk heliks ganda melalui analisis pola difraksi sinar
X dan membangun model strukturnya (Darnell, et al. dalam T. Milanda, 1994). Heliks
ganda tersebut tersusun dari dua untai polinukleotida secara antiparalel (arah 5’→3’
saling berlawanan), berputar ke kanan dan melingkari suatu sumbu. Unit gula fosfat
berada di luar molekul DNA dengan basa-basa komplementer yang berpasangan di dalam
molekul. Ikatan hidrogen di antara pasangan basa memegangi kedua untai heliks ganda
tersebut (Willbraham and Matta dalam T. Milanda, 1994). Kedua untai melingkar
sedemikian rupa sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan kembali bila putaran masing-
masing untai dibuka.
Jarak di antara kedua untai hanya memungkinkan pemasangan basa purin (lebih
besar) dengan basa pirimidin (lebih kecil). Adenin berpasangan dengan timin membentuk
dua ikatan hidrogen sedangkan guanin berpasangan dengan sitosin membentuk tiga
ikatan hidrogen. Dua ikatan glikosidik yang mengikat pasangan basa pada cincin gula,
tidak persis berhadapan. Akibatnya, jarak antara unit-unit gula fosfat yang berhadapan
sepanjang heliks ganda tidak sama dan membentuk celah antara yang berbeda, yaitu
celah mayor dan celah minor (Marks, et al., 1996 ; Robert K. Murray, et al., 2000).

3. Struktur Tersier
Kebanyakan DNA virus dan DNA mitokondria merupakan molekul lingkar.
Konformasi ini terjadi karena kedua untai polinukleotida membentuk struktur tertutup
yang tidak berujung. Molekul DNA lingkar tertutup yang diisolasi dari bakteri, virus dan
mitokondria seringkali berbentuk superkoil, selain itu DNA dapat berbentuk molekul
linier dengan ujung-ujung rantai yang bebas.
C. Replikasi DNA
Replikasi DNA merupakan tahapan penting yang mengawali proses mitosis dan meiosis.
Secara umum, replikasi DNA merupakan proses pengkopian rangkaian molekul DNA
indukan sehingga dihasilkan molekul anakan yang identik. Terdapat 3 model hipotesis
replikasi DNA yaitu :
1. Model Konservatif
2. Model Dispersif
3. Model Semi Konservatif

Gambar 1. Model Replikasi DNA

Pada tahun 1958 Mattew Maselson berhasil membuktikan bahwa replikasi DNA
berlangsung dengan mekanisme semi konservatif. Model semi konservatif menggambarkan
bahwa untaian molekul DNA anakan (baru) terdiri dari pasangan untai DNA induk dan DNA
anakan. Untai DNA anakan akan dibentuk dari arah 5’3’ secara komplemanter
berdasarkan untai DNA induk sebagai template. Secara ringkas, proses replikasi DNA dapat
dibagi ke dalam 5 tahapan yaitu :

1. Denaturasi
Sebelum replikasi dimulai, DNA akan mengalami perubahan struktur yang
memungkinkan terjadinya proses replikasi. Denaturasi akan berawal dari titik yang
disebut ori (origins of replication) yang ditandai adanya buble of replication, pembukaan
ikatan hidrogen yang menyebabkan pembukaan untaian DNA induk akan membentuk
suatu struktur yang disebut garpu replikasi (replication fork). Dari awalan garpu replikasi
inilah DNA iduk sebagai template akan terbuka secara bertahap dan kemudian
direplikasi.

Gambar 2. Titik ori dan Buble of replication

Untaian DNA induk akan mengalami denaturasi yaitu proses pemutusan ikatan
hidrogen antara basa-basa nitrogen penyusun DNA, ikatan hidrogen A-T dan G-C akan
diputuskan melalui proses enzimatik oleh enzim girase pada prokariot, sedangkan pada
eukariot oleh enzim helikase, selama pembukaan ikatan hidrogen ini supaya molekul
DNA tidak menjadi tegang maka diperlukan bantuan enzim topoisomerase untuk
melonggarkan lilitan DNA induk. Setelah untaian DNA induk terbuka maka agar untai
yang telah terbuka tidak berikatan kembali maka untai DNA induk akan diikat oleh
protein SSB (Singel Strand Binding).

Gambar 3. Garpu Replikasi

Gambar 4. Pembukaan Untai DNA


Kedua untai DNA anakan disintesis dengan arah geometris yang berlawanan, satu
untai DNA anakan dibentuk searah pembukaan garpu replikasi yang menjadi untai
kontinu (leading strand), sedangkan satu untai lagi disintesis berlawanan dengan
pembukaan garpu replikasi yang menjadi untai diskontinu (lagging Strand) menghasilkan
berupa fragmen-fragmen yang disebut fragmen Okazaki
2. Inisiasi
Proses inisiasi atau pengawalan dimulai pada titik ori . Pada prokariotik hanya
diperlukan satu titik ori, sedangkan pada eukariot diperlukan banyak titik ori. Titik ori
ditandai dengan susunan 245 pb yang mengandung urutan nukleotida TTATCCACA
sebanyak 4 kali.
Untuk memulai polimerisasi untai DNA anakan diperlukan primer, yaitu suatu
molekul yang digunakan untuk mengawali proses polimerisasi untai DNA baru. Molekul
primer dapat berupa DNA, protein spesifik, atau RNA.
RNA Primer terdiri dari untaian 10-12 nukleotida yang disintesis oleh RNA
polymerase sedangkan pada E. coli, sintesis RNA primer dilakukan oleh kompleks
protein yang disebut primosom yang terdiri atas enzim khusus yang disebut primase.
Primer yang telah disintesis kemudian menempel (anneal) pada DNA induk yang
menjadi template. Molekul primer ini digunakan untuk awalan polimerisasi untai DNA
anakan yang komplementer dari untai DNA induk. Pada leading strand hanya diperlukan
1 primer, sedangkan pada lagging strand diperlukan banyak primer.
3. Elongasi
Aktivitas elongasi ditandai dengan adanya polimerisasi untai DNA anakan yang
dimulai dari primer, rangkaian nukleotida pada untai anakan bersifat komplementer
dengan untai DNA induk. Aktivitas polimerisasi ini akan berlangsung dari arah 5’ 3’.

Gambar 5. Polimerisasi DNA


Pada tahap ini diperlukan dNTP yaitu molekul deoksiribonukleotida trifosfat yang
terdiri dari dATP, dTTP, dGTP, dCTP sebagai bahan monomer untuk pembentukan
polimer untai DNA anakan. Proses polimerisasi monomer dNTP akan dibantu dengan
enzim DNA polimerase.
DNA polimerase berperan merangkai untai DNA baru pada leading strand
membentuk untai kontinu dan pada lagging strand membentuk untai diskontinu yang
disebut fragmen Okazaki. Untaian DNA baru terbentuk dari dNTP yang merupakan
prekursor. Nukleotida dari dNTP membentuk pasangan basa dengan nukleotida
komplementer pada untai cetakan, membentuk ikatan ester pada ujung 3’-hidroksil bebas
di ujung rantai yang sedang tumbuh, dan pirofosfat dilepaskan.

Gambar 5. Polimerisasi DNA


Pelepasan pirofosfat dan pemutusan selanjutnya oleh pirofosfatase menghasilkan
energi yang mendorong proses polimerase lebih lanjut. Ada beberapa perbedaan sistem
replikasi DNA eukariot dengan prokariot. Pada prokariot, DNA polimerase terdiri atas
tiga jenis yaitu DNA polimerase I, DNA polimerase II, dan DNA polimerase III.
Sedangkan pada eukariot, enzim DNA polimerase terdiri atas 5 jenis yaitu DNA
polimerase α (alpha), β (beta), ε (epsilon), γ (gamma), dan δ (delta). Pada prokariot DNA
polimerase III lah yang berperan dalam proses polimerisasi. Sedangkan pada eukariot
yang berperan dalam polimerisasi adalah DNA polimerase α dan γ (pada mtDNA). Proses
replikasi akan berlangung secara bidireksional. Sedangkan DNA polimerase lainnya
berperan dalam proses reparasi DNA.
4. Ligasi
Pada fragmen okazaki DNA polimerase akan terdisosiasi ketika bertemu dengan
ujung 5’P-RNA primer. Sedangkan pada leading strand baru akan terdisosiasi pada titik
terminasi. Bagian RNA primer pada fragmen okazaki selanjutnya akan didegradasi oleh
enzim DNA polimerase I.
Gambar 6. Fragmen Okazaki
Maka untuk menyambungkan antar fragmen tersebut menjadi untai yang kontinu
diperlukan sebuah sambungan dengan bantuan enzim ligase.
5. Terminasi
Pada prokariot, replikasi genom berbentuk lingkar berakhir pada waktu kedua garpu
replikasi bertemu pada suatu titik. Titik tempat pengakhiran replikasi disebut sisi
terminasi yang ditandai dengan urutan AATTAGTATGTTGTAACTAANT, urutan ini
diperlukan untuk menghentikan garpu replikasi yang mendekati daerah tersbut dari ujung
5’.
Pada eukariot, replikasi genom berbentuk linier. Urutan konsensus sisi terminasi pada
vertebrata termasuk manusia adalah TTAGGG/AATCCC. Pada saat menjelang akhir
replikasi, kedua untai DNA hasil replikasi masih saling berlilitan, maka harus segera
dipisahkan sehingga dapat diturunkan ke sel anakan.

PEMBENTUKAN LEADING STRAND


Pembentukan leading strand dimulai pada saat penempelan RNA primer pada DNA
induk sebagai template, untai ini merupakan untai anakan yang dibentuk secara kontinu
mengikuti arah pembukaan garpu replikasi, untai ini akan terbentuk dari arah 5’ 3’.

PEMBENTUKAN LAGGING STRAND


Pembentukan laggiing strand dimulai pada saat penempelan RNA primer pada DNA
induk sebagai template, untai ini merupakan untai anakan yang dibentuk secara
diskontinu yang berlawanan arah dengan pembukaan garpu replikasi, untai ini akan
terbentuk dari arah 5’  3’ menghasilkan fragmen-fragmen yang disebut fragmen
okazaki. Fragmen okazaki akan disambungkan menjadi sebuah untai DNA anakan yang
kontinu setelah RNA primer didegradasi oleh enzim DNA polimerase I, adanya celah
antar fragmen akan disambungkan dengan bantun enzim ligase, enzim ini akan membuat
jembatan ikatan antara ujung 3’-OH dan 5’P membentuk ikatan fosfodiester, sehingga
terbentuk untai anakan yang bersambung.
Daftar Pustaka

Darnell J., Lodish H., and Baltimore D., 1990, Molecular Cell Biology, 2nd edition, Scientific
American Book Inc., New York, p. 99-76

Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan, 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jilid 2, Terjemahan Ratna Sri
Hadioetomo, dkk., Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, h. 449

Watson, J. D., et al., 1987, Molecular Biology of the Gene, 4th edition, The
Benjamin/Cummings Publishing Company Inc., Menco Park, California

Poedjiadi, Anna. 2005.Dasar-dasar Biokimia.UI Press.Jakarta

Stryer, L. 1988, Biochemistry, thrid edition. Stanford University, W.H. Freeman and Company,
New York

Wolf, L.S., 1993, Molecular and cellular Biology. California: Wardsworth Publishing Company

D. L. Nelson and M. M. Cox. Lehninger Principles of Biochemistry. Worth Publishers, 3rd


edition, 2000.

Anda mungkin juga menyukai