Anda di halaman 1dari 2

KETERANGAN AHLI

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan, diperoleh pemahaman bahwa unsur filosofis yang menjadi
pertimbangan dan alasan pembentukan suatu undang-undang harus tercantum dalam
konsiderans undang-undang itu. Unsur filosofis ini kemudian diikuti dengan rumusan unsur
sosiologis dan yuridisnya. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Unsur sosiologis
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam berbagai aspek. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk
mengatasi permasalahan hokum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan
aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Apa yang menjadi unsur filosofis dalam konsiderans Undang-Undang

a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana


termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 perlu diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden,
dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagai sarana
perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemerintahan
negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa diperlukan pengaturan pemilihan umum sebagai perwujudan sistem
ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas demi menjamin konsistensi dan
kepastian hukum serta pemilihan umum yang efektif dan efisien;
c. bahwa pemilihan umum wajib menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah perlu disatukan dan disederhanakan menjadi satu undang-
undang sebagai landasan hukum bagi pemilihan umum secara serentak;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf
c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum.

Pertama-tama ahli ingin memberi catatan terhadap unsur filosofis dalam UU Pemilu
tersebut. Frasa kunci yang memberi pesan unsur filosofi dalalm UU Pemilu ini terletak
pada sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat
dan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ini, jika
diberlakukan pada Pemilu Serentak Presiden dan DPR Tahun 2019, akan berarti
memanipulasi atau menggelapkan Hasil Hak Pilih Warga Negara dalam Pemilu DPR
2014, untuk dibuat menjadi bagian dari persyaratan ambang-batas untuk pengusulan
pasangan calon presiden dan wakil presiden (Presidential Threshold) oleh Partai
Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu 2019, sehingga dengan adanya
manipulasi dari hasil hak pilih Warga negara dalam pemilu untuk dibuat menjadi
ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden, artinya ada
ketidakonsistennya buni pasal 222 Undang-undang Pemilu dengan konsideran yang
tercantum dalam undang-undang tersebut. Maka pasal 222 Undang-undang Pemilu
tidak turut mewujudkan keadulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan
pemerintahan negara.

Anda mungkin juga menyukai