Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh :

David nur cahya

NIM. P17221174066

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG

2021
A. Pengertian
1. Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Wiknjosastro, 2005).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan yang bertujuan untuk melahirkan
anak dengan cara melakukan insisi pada dinding abdomen dan uterus (Harry Oxom
& Wiliam .Forte,2010)
2. Jenis-Jenis Operasi Sectio Caesarea
a) Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
 SC klasik atau corporal, membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10 cm.
 SC ismika atau profundal, melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm.
 SC ekstra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan
tidak membuka cavum abdominal.
b) Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan sayatan
memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), atau sayatan huruf
T (T insision) (Rachman, M, 2000; Winkjosastro, Hanifa, 2007).
3. Indikasi
a) Power
Keadaan ibu harus dilakukan SC jika daya mengejan lemah, ibu berpenyakit
jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga.
b) Passage
 Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi
terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat
melewati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi
ibu dan janin
 Plasenta previa  yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga
menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks
membuka selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini
sangat berbahaya bagi ibu maupun janin
 Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan lahir akibatnya
bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina
 Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi
ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan sponta
 Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada pembukaan,
disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau jarak
persalian yang lama (lebih dari delapan tahun)
 Penyakit ibu (eklamsia/ preeklamsi yang berat, DM, penyakit jantung,
kanker cervikal), pembedahan rahim sebelumnya (riwayat sectio caesarea,
ruptur rahim yang sebelumnya, miomektomi), sumbatan jalan lahir
 Merupakan SC yang kedua : jarak persalinan SC sebelumnya < 2 tahun
c) Passanger
- Janin besar yaitu bila berat badan bayi lebih dari 4000 gram, sehingga sulit
melahirkannya
- Kelainan gerak, presentasi atau posisi ideal persalinan pervaginam adalah
dengan kepala ke bawah/ sefalik
- Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam persalinan
- Hidrocepalus dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam
ventrikel otak sehingga kepala menjadi lebih besar serta terjadi peleberan
sutura-sutura dan ubun-ubun, kepala terlalu besar sehingga tidak dapat
berakomodasi dengan jalan lahir.
4. Indikasi Sectio Caesaria menurut “Mochtar” (1998) :
 Plasenta Previa Sentralis atau Lateralis (posterior)
 Panggul Sempit
 Disporporsi Sefalopelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dan panggul
 Ruptura Uteri
 Partus Lama
 Pernah Sectio Caesaria sebelumnya

 Distosia servik

 Gawat janin

 Pre eklamsia, ekslamsia, hipertensi

 Kelainan letak (sungsang)


B. Definisi Eklampsia
Preeklamsi adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria
yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama
setelah persalinan (Sukarni dan Sudarti, 2014).
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang
tiba- tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan
atau masa nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya.
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum),
eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale
(postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak
terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati
kelahiran.5,8 Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu. Sekitar 75% kejang eklampsia terjadi sebelum
melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang juga
dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.18
C. Etiologi / Predisposisi
Penyebab pre eklamsia dan eklamsia sampai sekarang belum
diketahui, tetapi dewasa ini banyak ditemukan sebab pre eklamsia
adalah iskemia placenta dan kelainan yang menyertai penyakit ini
adalah spasmus, arteriola, retensi natrium dan air juga koagulasi
intravaskuler (Wiknjosastro, 2002).
Penyebab pre eklamsia sampai sekarang belum diketahui.
Telah terdapat teori yang mencoba menerangkan sebab musabab
penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban
yang memuaskan. Teori yang dapat diterima antara lain :
a. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan
ganda, hidromnion, dan molahidatidosa
b. Sebab bertambahnya, frekuensi dan makin tuanya kehamilan
c. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan
kematian janin dalam uterus
d. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma

D. Patofisiologi
Patofisiologi pre eklamsia setidaknya berkaitan dengan
fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan
meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan
resistensi vaskuler sistemik, peningkatan curah jantung dan penuruan
tekanan osmotik koloid pada pre eklamsia. Volume plasma yang
beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan
hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi ke unit janin
utero plasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi
organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas
oksigen maternal menurun.
Ada beberapa indikasi dilakukan tindakan operasi Sectio
Caesaria diantaranya karena pre eklamsia, sebelum dilakukan
tindakan Sectio Caesaria perlu adanya persiapan, persiapan
diantaranya yaitu premedikasi, pemasangan kateter dan anestasi yang
kemudian baru dilakukan operasi.
Dilakukannya operasi Caesar akan berpengaruh pada dua
kondisi yaitu yang pertama, kondisi yang dikarenakan pengaruh
anestesi, luka akibat operasi dan masa nifas, anestesi akan
berpengaruh pada peristaltik usus, otot pernafasan dan kons
pengaturan muntah. Sedangkan pada luka akibat operasi akan
menyebabkan pendarahan, nyeri serta proteksi tubuh kurang. Pada
masa nifas akan berpengaruh pada kontraksi uterus, lochea dan
laktasi. Kontraksi uterus yang berlebihan akan menyebabkan nyeri
hebat. Sedangkan pada lochea yang berlebihan akan menimbulkan
pendarahan. Pada masa laktasi
progesterone dan estrogen akan merangsang kelenjar susu untuk
mengeluarkan ASI.
Kondisi kedua adalah kondisi fisiologis yang terdiri dari 3 fase
yaitu taking in, taking hold dan letting go. Pada fase taking in terjadi
saat satu sampai dengan dua hari pos partum, sedangkan ibu sangat
tergantung pada orang lain. Fase yang kedua terjadi pada 3 hari post
partum, ibu mulai bisa makan dan minum sendiri, merawat diri dan
bayinya. Untuk fase yang ketiga, ibu dan keluarganya harus segera
menyesuaikan diri terhadap interaksi antar anggota keluarga (Bobak,
2004; Prawirohardjo, 2000).
E. Manifestasi Klinik
Menurut “Bobak” (2004) :
a. Pre Eklampsia Ringan
 Bila tekanan sistolik > 140 mmHg kenaikan 30 mmHg di atas tekanan
biasa, tekanan diastolik 90 mmHg, kenaikan 14 mmHg di atas tekanan
biasa, tekanan darah yang meninggi ini sekurangnya diukur 2x dengan
jarak 6 jam.
 Proteinuria sebesar 300 mg/dl dalam 25 jam atau > 1 gr/l secara
random dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan
pada dua waktu dengan jarak enam jam karena kehilangan protein
adalah bervariasi.
 Edema dependent, bengkak dimata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak
terdengar. Edema timbul dengan didahului penambahan berat badan ½
kg dalam seminggu atau lebih. Tambahan berat badan yang banyak ini
disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian baru edema
nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat.
b. Pre eklamsia berat
o Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 110 mmHg pada
dua kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu posisi
tirah baring.
o Proteinuria > 5 gr dalam urin 24 jam atau lebih dari + 3 pada
pemeriksaan diagnostik setidaknya pada dua kali pemeriksaan acak
menggunakan contoh urin yang diperoleh cara bersih dan berjarak
setidaknya 4 jam.
o Oliguria < 400 mL dalam 24 jam
o Gangguan otak atau gangguan pengelihatan
o Nyeri ulu hati
o Edema paru atau sianosis

c. Eklampsia
 Kejang-kejang / koma
 Nyeri kepala di daerah frontal
 Nyeri epigastrium
 Penglihatan semakin kabur
 Mual, muntah

F. Penatalaksanaan
Menurut “Bobak” (2004); “Wiknjosastro” (2002) :
a. Tujuan Pengobatan
1. Menurunkan tekanan darah dan menghasilkan vasopasme
2. Mencegah terjadi eklampsia
3. Anak hidup dengan kemungkinan hidup yang besar
4. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit jangan sampai
menyebabkan penyakit kehamilan dan persalinan berikutnya
5. Mencegah timbulnya kejang
6. Mencegah hipertensi yang menetap
b. Dasar Pengobatan
1. Istirahat
2. Diit rendah garam
3. Obat-obat anti hipertensi
4. Luminal 100 mg (IM)
5. Sedatif (untuk mencegah timbulnya kejang)
6. Induksi persalinan
c. Pengobatan jalan (di rumah)
Indikasi untuk perawatan di rumah sakit adalah :
1. TD < 140/90 mmHg
2. Proteinuria positif kuat
3. Penambahan berat badan 1 kg/lebih dalam 1 minggu harus dilakukan
observasi yang telitiSakit kepala, gejala, penglihatan dan edema
jaringan dan kelopak mata
4. Berat badan ditimbang 2x sehari
5. TD diukur 4 jam sekali
6. Cairan yang masuk dan keluar dicatat
7. Pemeriksaan urine tiap hari, proteinuria ditentukan kuantitatif
8. Pemeriksaan darah
9. Makanan yang sedikit mengandung garam
10.Sebagai pengobatan diberikan luminal 4 x 30 MgSO4 kalau ada
edema dapat diberikan NH4Cl + 4 gr sehari tapi jangan lebih dari 3
hari.

G. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan Sectio Caesaria
menurut “Mochtar” (1998) antara lain :
a. Infeksi puerperal (nifas)
Infeksi terjadi apabila sebelum pembedahan telah ditentukan gejala-
gejala infeksi intra partum. Infeksi dikatakan ringan apabila hanya
terjadi peningkatan suhu tubuh beberapa hari saja. Infeksi berat bila
terdapat tanda infeksi sedang disertai peritonitis, sepsis dan ileus
paralitik. Biasanya infeksi ditemukan pada kasus seperti partus yang
terlantar dan ketuban pecah dini.
b. Perdarahan
Pada Sectio Caesaria banyak pembuluh darah yang terputus dan
terbuka, atonia uteri serta pelepasan plasenta yang lebih banyak
mengeluarkan darah dibandingkan dengan persalinan normal.

c. Emboli pulmonal
Emboli terjadi karena pada pasien Sectio Caesaria dilakukan insisi
pada abdomen dan mobilisasi yang kurang jika dibandingkan dengan
kelahiran normal.
d. Luka pada dinding kemih Kemungkinan ruptur uteri spontan pada
kehamilan mendatang.
H. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang
a. Pengkajian fokus menurut “Doenges” (2001) :
a.Aktivitas / istirahat
o melaporkan kelebihan, kurang energi
o Letargi, mengantung akibat anestesi

b. Sirkulasi
o TD dapat meningkat
o Kehilangan darah pada tindakan Sectio Caesaria mencapai kurang
lebih 600-800 ml
o Perdarahan vagina mungkin ada

c.Eliminasi
o Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada
o Kateter urinarius mungkin terpasang
d. Integritas ego
o Mungkin sangat cemas dan ketakutan
o Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai
ketakutan, marah dan menarik diri
o Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi
situasi baru
e.Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya
trauma bedah / insisi, nyeri menyertai, distensi kandung kemih /
adomen, efek-efek anestesi.
f. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh.
g. Makanan atau cairan
Dapat mengeluh lapar, haus, nyeri pada epigastrik (pengaruh anestesi)

h. Seksualitas
o Kehamilan multiple atau gestasi, melahirkan secara seas aria
sebelumnya
o Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

I. Pemeriksaan penunjang
1. Hitung sel darah lengkap
2. Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT, dan
fibrinogen)
3. Pemeriksaan silang darah dan enzim hati
4. Urinalisa yaitu protein, total protein serum dan albumen biasanya normal
atau menurun.
5. Pemeriksaan silang darah dan enzim hati

J. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek


anestesi. (Doenges, 2001)
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan (Doenges, 2001).
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000).
d. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
dalam pembedahan (Tucker, 1999).
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
dan nyeri (Doenges, 2001).
f. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi (Doenges, 2001)

g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


(Doenges (2001)
h. Resiko ASI tidak efektif berhubungan dengan produksi ASI yang
tidak adekuat (Carpenito, 2000).
i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
perawatan pasca persalinan (Doenges, 2001).
j. Potensial terhadap perubahan peran orang tua berhubungan dengan
transisi pada masa menjadi orang tua (Doenges, 2001).
K. Rencana Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi.


Tujuan : Mempertahankan kepatenan jalan nafas.
Kriteria hasil : Bunyi nafas baik, tidak mengalami aspirasi,
menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara
dalam paru-paru
Intervensi :
a.Awasi frekuensi pernafasan
Rasional : Adanya peningkatan frekuensi pernafasan, menunjukkan bahwa
terjadi dispnea / sesak nafas
b. Catat kemudahan bernafas
Rasional: Menunjukkan data pola nafas pasien
c.Pantau kegelisahan, dispnea dan terjadinya sianosis
Rasional:Adanya data jalan nafas tidak efektif
d. Tinggikan kepala 300 – 450
Rasional : Memudahkan jalan nafas
e.Dorong batuk efektif dan nafas dalam
Rasional : Untuk memudahkan pengeluaran dahak

b. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya


kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
o Klien merasa nyeri berkurang / hilang
o Klien tampak rileks, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
a. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri
Rasional : Membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membedakan nyeri
pasca operasi dan terjadinya komplikasi (misal : ileus, retensi kandung
kemih)
b. Monitor tekanan darah dan nadi
Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat.
c. Anjurkan penggunaan tehknik nafas dalam, relaksasi dan distraksi
Rasional : Merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dan sensori
nyaman
d. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional: Meningkatkan kenyamanan

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh


terhadap bakteri sekunder pembedahan.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
o Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor dan
fungsion laesa)
o TTV normal terutama suhu (36-37 oC
Intervensi :

a. Monitor TTV
Rasional : Suhu yang meningkat dapat menunjukkan terjadi infeksi
(color)
b. Kaji luka pada abdomen dan balutan
Rasional : Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya
pus
c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan pasien, teknik
rawat luka dengan antisep dan antiseptik
Rasional : Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme
infeksius
d. Catat / pantau kadar Hb dan Ht
Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk
meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi

d. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam


pembedahan.
Tujuan: Tidak terjadi defisit volume cairan, meminimalkan defisit
volume cairan.
Kriteria hasil : Membran mukosa lembab, kulit tidak kering, Hb 12
gr%

Intervensi :

a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran


Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran cairan / kebutuhan pengganti dan
menunjang intervensi
b. Berikan bantuan berkemih sesuai kebutuhan, misal privasi, posisi
duduk, air mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat di atas
perineum
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan
upaya pengosongan
c. Catat munculnya mual dan muntah
Rasional : Masa post operasi, semakin lama durasi anestesi semakin besar
resiko untuk muncul. Mual yang lebih dari 3hari post operasi mungkin
dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit
d. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan
Rasional: Pendarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hemoragi
e. Kolaborasi pemberian cairan infus yang telah hilang
Rasional: Untuk menggantikan cairan yang hilang

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan


nyeri
Tujuan: Klien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai
kemampuan tanpa disertai nyeri.
Kriteria hasil : Klien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang
menurunkan toleransi aktivitas.
Intervensi :
a.Kaji respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam
keluhan kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan aktifitas
b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada
waktu klien sadar
Rasional : Pengaruh anestesi yang berlebihan
c.Anjurkan klien untuk istirahat
Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga untuk
beraktifitas, klien dapat rileks
d. Bantu dalam pemeriksaan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan
Rasional : Dapat memberikan rasa aman dan tenang pada klien karena
kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan bantuan
keluarga dan perawat
e.Tingkatkan aktivitas secara bertahap
Rasional : Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan klien sesuai yang
diinginkan, meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping
emosional
f. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi Tujuan : Konstipasi tidak terjadi
Kriteria hasil :
o Klien dapat mengerti penyebab konstipasi
o Klien dapat BAB, BAB tidak keras
Intervensi :
a. Auskultasi terhadap adanya bising usus pada kuadran ke-4 Rasional
: Menentukan kesiapan terhadap pemberian per oral
b. Palpasi abdomen perhatikan distensi / ketidaknyamanan
Rasional:Menentukan pembentukan gas dan akumulasi /
Kemungkinan ileus paralitik
c. Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan diet
makanan serat
Rasional : Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan sayuran)
dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi
d. Kolaborasi pemberian obat pelunak feses (suppositoria)
Rasional : Melunakkan feses, merangsang peristaltik dan membantu
mengembalikan fungsi usus

g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Defisit keperawatan tidak terjadi
Kriteria hasil :
 Klien mendemonstrasikan tekhnik-tekhnik untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
 Klien mengidentifikasi / menggunakan sumber-sumber yang ada.

Intervensi :
a. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan
Rasional : Nyeri dapat mempengaruhi respon emosi dan perilaku,
sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri
sampai kebutuhan fisik
b. Tentukan tipe-tipe anestesi
Rasional : Klien yang telah menjalani anestesi spinal dapat
diarahkan untuk berbaring datar dan tanpa bantal untuk 6- 7 jam
setelah pemberian anestesi
c. Ubah posisi klien setiap 1-2 jam
Rasional : Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis

d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi,


gosokan pada punggung dan perawatan perineal)
Rasional : Meningkatkan harga diri, meningkatkan perasaan
kesejahteraan
e. Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi)
Rasional : Mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung
pada bantuan profesional
f. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan yang dapat mempengaruhi
kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri

h. Resiko ASI tidak efektif berhubungan dengan produksi ASI yang tidak
adekuat
Tujuan : ASI dapat keluar secara lancar
Kriteria hasil : Ibu merasa senang bayi tidak rewel lagi, tidur nyenyak
dan ASI dapat keluar
Intervensi :
a. Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting
Rasional : Menentukan untuk memberikan perawatan yang tepat
b. Ajarkan tekhnik breast care menyusui yang efektif
Rasional : Memperlancar laktasi
c. Anjurkan pada klien untuk memberikan ASI ekslusif
Rasional : ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayi secara
optimal
d. Berikan informasi untuk rawat gabung
Rasional : Menjaga, meminimalkan tidak efektifnya laktasi
e. Ajarkan bagaimana cara memeras, menangani, menyimpan dan
memberikan ASI dengan aman
Rasional : Menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap
hygienis bagi bayi
i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
perawatan pasca persalinan
Tujuan : Klien dapat mengerti dan memahami cara perawatan
pasca persalinan.
Kriteria hasil: Klien dapat belajar dan menyerap informasi yang
diberikan, dapat melakukan perawatan post partum.
Intervensi :
a. Kaji kesiapan dan motivasi untuk belajar
Rasional : Penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan
pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi
b. Kaji keadaan fisik klien
Rasional : Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi
dalam menerima penyuluhan
c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis
yang normal
Rasional : Membantu untuk mengenali perubahan normal
d. Diskusikan program latihan yang tepat sesuai kemampuan
Rasional : Program latihan dapat membantu tonus otot-otot,
meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan
tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera
e. Demonstrasikan tehknik-tehknik perawatan diri
Rasional : Membantu orang tua penguasaan tugas-tugas baru
A. Pathw H
ays a
Keper m
awatan i
l

P
r
e

e
k
l
a
m
s
i
a

(
h
i
p
e
r
t
e
n
s
i
,

e
d
e
m
a
,

p
r
o
t
e
i
n
u
r
i
a
)

b
e

d P

a o

h s

a t

S e

e c

c t

t i

i o

C a

a e

e s

s a

a r

r i

i a

psikologis
P
e
r
u
b
a
h
a
n
Perubahan fisiologis

Taking in Taking Efe Luk Siste Sistem


hold Letting k a m reproduksi
go ane ope endo
stes rasi krin
i

Dependent Belajar Mampu Penuruna J Progeste Ut Ov


butuh baru menyes n kerja a ron dan er ari
pelaya dari medulla ri estrogen us um
uaikan n
nan, butuh mengala dengan oblongata g menuru
perlindung mi a n Ko Penin
keluarga n
an perubah Penuru ntr gkatan
te
an nan Prolaktin ak k FSH
r
Perubaha
kerja dan si ua dan
Adanya p t
K n peran Saraf oksitosin LH
kelema u
ur pernafas t meningka
han t Lemah Menst
an an u
fisik ruasi
g s
(lemas, Penuruna Produksi
inf n reflek
or
J
m
a
asi
r
i
n
g
a
n

t
e
r
b
u
k
a
Proteksi
tubuh nyeri
pusing Kurang batuk m A Perawat
) e Per Pelep
pengetahua S an
n I infeksi
Resti dara asan
n u han desid
Defisit r Imo
bili  ua
perawatan u
n sasi
diri Isapa Loc
Kur
Pi efektifnya
Tidak Pe hea
v
nt
bersihan jalan ris n
c
u
nafas tal Lo
m tik bayi c
as us Per
kontipasi h
uk us aw ea
 Ejek Resti
ny ata st
a n as infeksi
ku si
is
m
an ASI
Pe sia pa n K B
Sumber : pay
Bobak, u Inefektif
2004 yu d laktasi
C a
ar dar r
p a
e
ni t
to i
, ade
d
2 a
0 ku k
0
0
D a
o d
Efe e
e
n k
ktif u
g
es a
, lak t
2
0 tasiIntoleransi
0 aktivitas
1 N
S utr
ar isi
w ba
o yi
n ter
o pe
P nu
ra hi
w
ir
o
h
ar
dj
o,
2
0
0
0
DAFTAR PUSTAKA
Karima, dkk. (2015). Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Pre-Eklampsia Berat
di RSUP Dr. M. Djamil Padang

Arif Muttaqin, Kumalasari, 2009, Asuhan Keperawatan Perioperatif.Jakarta: Salemba


Medika

Doenges M.E, 2006. Rencana Asuhan keperawtan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Lynda Juall Carpenito, 2006. Buku Saku : Diagnosa Keperawatan Ed.8. Jakarta :EGC.

Manuaba, Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi, Jakarta: EGC,2004.

Marilynn, Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1999.

Brunner and Suddarth, Buku Ajar keperawatan Medical bedah, Edisi 8, Jakarta: EGC,2002
Pierce, Lynelle N.B. (1995). Guide to mechanical ventilation and intensive respiratory
care, 1st edition. Philadelphia: WB. Saunders Company)
Pilbeam, P. Susan. (1998). Mechanikal ventilation Physiological and clinical application.
3rd ed. Philadelphia : Mosby.
Sanders, K. Jordan. (2000). Emergency Nursing Core Curriculum. 5th ed. Philadelphia:
Saunders.
Smeltzer, S. C., Bare, B., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth's
Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th Ed.). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Doenges, Marilyn, E. (2001) Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC
Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 2002. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka-Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai