Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

Evolusi dan Revolusi Kewirausahaan


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan Koperasi & UMKM
Dosen Pengampu : Lili Bariadi, S Ag,. M.Si.

Disusun oleh kelompok 1


Nama-nama anggota sebagai berikut :

1. Cahiyono 11190530000003
2. Indah Juliantia 11190530000015
3. Shifa Yuniar Qurrota A’yun 11190530000021

MANAJEMEN DAKWAH 4 A
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
2021
KATA PENGANTAR
Terutama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat, taufik, hidayah, dan inayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik-baikya walaupun ada sedikit masalah tentang pembuatan makalah ini. Kami sangat
bersyukur dengan selesainya makalah ini.
Kami juga sangat berterima kasih kepada dosen mata kuliah Kewirausahaan Koperasi
& UMKM Bapak Lili Bariadi, S.Ag,. M.Si., dan tidak lupa juga kami berterimakasih juga
kepada orang tua yang selalu mendukung dalam pembuatan makalah ini. Kami sangat
bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah
Kewirausahaan Koperasi & UMKM yang membahas tentang Evolusi dan Revolusi
Kewirausahaan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa/i UIN Syarif
Hidayatullah. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Kami meminta kritikan dan masukan dalam tugas makalah yang menjadi tugas
mata kuliah Kewirausahaan Koperasi & UMKM yang membahas tentang Evolusi dan
Revolusi Kewirausahaan lebih baik lagi kedepannya. Kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada para pembaca.

Ciputat, 10 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
1.3. Tujuan Masalah ........................................................................................................ 5
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................................... 6
2.1. Tantangan Para Wirausahawan ............................................................................... 6
2.2. Perbedaan Business Entrepreneurial dan Social Entrepreneurship........................ 8
2.3. Mindset (cara pikir) Khusus Wirausahawan ........................................................... 9
2.4. Kewirausahaan di Indonesia .................................................................................. 11
2.5. Evolusi Pemahaman atau Pengertian Kewirausahaan ........................................... 12
2.6. Pemikiran Kewirausahaan di Berbagai Zaman ..................................................... 14
2.7. Definisi Kewirausahaan Terbaru ........................................................................... 18
2.8. Pendekatan Kewirausahaan ................................................................................... 19
2.9. Diskursus kewirausahan secara mikro dan makro ................................................ 20
BAB III. PENUTUP ................................................................................................................. 25
3.1. Kesimpulan........................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia butuh wirausaha-wirausaha baru, penopang perekonomian bangsa! Itu
karena jumlah wirausaha kita masih sedikit sekali, yaitu kurang dari 1 persen dari total
penduduk Indonesia. Padahal, untuk menopang perekonomian nasional, dibutuhkan
standar minimum wirausaha sebesar 2,5 % dari total jumlah penduduk. Di sisi lain, sejak
digulirkan program kewirausahaan nasional tahun 2009, upaya menumbuhkembangkan
wirausaha bisa dibilang berjalan lambat. Pertanyaan yang muncul kemudian, mengapa
salah satu faktor produksi meminjam istilah ahli ekonomi sedemikian susahnya untuk
ditingkatkan, sementara berbagai program dan tentu dengan pendanaan yang tidak sedikit
telah diluncurkan berbagai kementerian dan dinas, tetapi hasilnya tetap saja tidak
menggembirakan. Terhadap kondisi ini, tentu kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya
kegagalan pemerintah.
Harus diakui, selama ini cara pandang (mindset) yang tertanam di masyarakat menjadi
wirausaha berisiko tinggi. Orang tua lebih senang anaknya untuk bekerja di perusahaan
papan atas atau bahkan berani mengeluarkan “investasi” asal anaknya diterima sebagai
pegawai negeri sipil (PNS), berapapun nilainya. Bahkan, semenjak kita masih di Taman
Kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT), nasehat orang tua telah mengarahkan
kita untuk menjadi pegawai, bukan sebagai wirausaha. Orang tua mengirimkan anak ke
sekolah agar kelak mereka bekerja sebagai pegawai dengan gaji besar. Kondisi demikian
masih diperparah dengan model pendidikan di sekolah dan PT yang tidak memberikan
ruang tumbuhnya kreativitas dan inovasi—kompetensi inti yang harus dimiliki oleh
seorang wirausaha. Kalaupun saat ini kita berwirausaha, tidak lebih karena kondisi
terpaksa akibat PHK atau sebagai usaha sampingan untuk mendapatkan tambahan
penghasilan.
Sudah saatnya revolusi mental meminjam slogan Presiden Jokowi di bumikan dalam
pendidikan kewirausahaan. Menurut penulis, beberapa tantangan dalam mengembangkan
model pendidikan kewirausahaan sebagai berikut: Pertama, tenaga pendidik tidak
memiliki kompetensi dan pengalaman sebagai entrepreneur sehingga konsep yang
diajarkan terlalu fokus pada bagaimana merintis dan mengelola usaha aspek kognitif.
Seharusnya mereka memberikan porsi yang lebih besar pada pembimbingan peserta didik

4
5

untuk mampu menggali potensi diri sebagai wirausaha. Revolusi mental diperlukan untuk
merubah mindset peserta didik dari mental pegawai menjadi wirausaha.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Tantangan Para Wirausahawan?
2. Apa saja Perbedaan Business Entrepreneurial dan Social Entrepreneurship?
3. Bagaimana Mindset (cara pikir) Khusus Wirausahawan?
4. Bagaimana Kewirausahaan di Indonesia?
5. Apa yang dimaksud dengan Evolusi Pemahaman atau Pengertian Kewirausahaan?
6. Bagaimana Pemikiran Kewirausahaan di Berbagai Zaman?
7. Bagaimana Definisi Kewirausahaan Terbaru?
8. Bagaimana Pendekatan Kewirausahaan?
9. Apa saja Diskursus kewirausahan secara mikro dan makro?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Tantangan Para Wirausahawan.
2. Untuk mengetahui Perbedaan Business Entrepreneurial dan Social Entrepreneurship.
3. Untuk mengetahui Mindset (cara pikir) Khusus Wirausahawan.
4. Untuk mengetahui Kewirausahaan di Indonesia.
5. Untuk mengetahui Evolusi Pemahaman atau Pengertian Kewirausahaan.
6. Untuk mengetahui Pemikiran Kewirausahaan di Berbagai Zaman.
7. Untuk mengetahui Definisi Kewirausahaan Terbaru.
8. Untuk mengetahui Pendekatan Kewirausahaan.
9. Untuk mengetahui Diskursus Kewirausahan Secara Mikro dan Makro.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tantangan Para Wirausahawan


Bisnis sering menghadapi situasi yang menantang. Tantangan tersebut bisa menjadi
pemicu untuk memulai suatu tindakan. Secara positif, tantangan dapat dilihat sebagai
peluang yang dapat dimanfaatkan dalam menciptakan dan mengembangkan bisnis.
Peluang digali dan dimanfaatkan melalui tindakan kreatif dan inovasi seorang
wirausahawan. 1 Beberapa tantangan dalam membangun kewirausahaan, yaitu:
a. Ketidakmampuan Manajemen
Dalam kebanyakan UMKM ( Usaha Kecil Menengah ke Atas )kurangnya
pengalaman manajemen atau lemahnya kemampuan pengambilan keputusan
merupakan masalah utama dari kegagalan usaha. Pemiliknya kurang mempunyai
jiwa kepemimpinan dan pengetahuan yang diperlukan untuk membuat bisnisnya
maju.
b. Kurang Pengalaman
Pendidikan formal seseorang secara tidak langsung akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan tentang wirausaha. Namun, untuk mengatasi keterbatasan
informasi dan memacu kreativitas, Anda bias mengikuti berbagai pelatihan
wirausaha yang saat ini makin sering diadakan. Kurangnya kesempatan untuk
mendapatkan pelatihan akan berpengaruh terhadap minimnya jaringan informasi
untuk pemasaran dan distribusi produknya.
c. Lemahnya Kendali Keuangan
Dalam hal ini ada dua kelemahan mendasar yang perlu digaris bawahi, yaitu:
kekurangan modal dan kelemahan dalam kebijakkan kredit terhadap pelanggan.
Banyak wirausahawan membuat kesalahan pada awal bisnis dengan hanya “modal
dengkul,” yang merupakan kesalahan fatal. Wirausahawan cenderung sangat
optimis dan sering salah menilai uang yang dibutuhkan untuk masuk ke dalam
bisnis. Sebagai akibatnya, mereka memulai usaha dengan modal yang terlalu
sedikit dan tampaknya permodalan yang memadai tidak akan pernah tercapai.

1 Dea A. Viinikainen, “EntrepreneurialL Action In Dealing With Business Challenges” (Jamk Universty Of Applied Sciences, 2013), 3

6
7

d. Siap Terima Resiko


Risiko menjadi entrepreneur pasti ada, risiko terbesarnya adalah gagal dan
bangkrut. Bisa dibilang risiko ini menjadi makanan sehari-hari bagi entrepreneur,
karena dalam dunia entrepreneur tidak bisa ditebak seperti dibohongi klien, uang
diambil partner bisnis, barang hilang, dan lain sebagainya. Semakin bertambahnya
waktu, Anda sebagai entrepreneur akan lebih mahir dalam menghadapi setiap
risiko. Resiko dalam bisnis memang sulit untuk dihilangkan, tetapi masih bias
diminimalisir agar tidak berdampak besar pada bisnis Anda.
e. Kehilangan Banyak Waktu
Banyak yang bilang bahwa menjadi entrepreneur waktunya bebas, bisa sesuka
hati kerjanya, memang itu tidak salah. Tetapi jika seorang entrepreneur yang baru
merintis bisnisnya pasti akan membutuhkan banyak waktu untuk memikirkan
bagaimana bisnisnya bisa berkembangdan sukses. Berbeda cerita kalau bisnisnya
sudah sukses. Anda tidak perlu kehilangan waktu banyak untuk mengurusinya,
cukup menyerahkan kepada salah satu orang kepercayaan saja. Untuk bisnis yang
baru dirintis memerlukan perhatian lebih dari pemiliknya, sehingga Anda harus
rela kehilangan waktu lebih banyak daripada karyawan Anda.
Kewirausahaan adalah bagian dari dunia bisnis, dengan situasi yang menantang.
Secara umum, kewirausahaan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, dengan
menciptakan lapangan kerja, menyediakan layanan dan produk, dan pada akhirnya
meningkatkan kesejahteraan bahkan kekayaan.2 Menurut penulis, dengan kontribusi
tersebut, wirausahawan sebagai pelaku wirausaha adalah orang-orang berbakat yang
memiliki ide cemerlang, dan motivator dalam mengambil risiko untuk mengembangkan
usaha. Sembari siap mengambil resiko, salah satu bahan untuk sukses, para
wirausahawan dituntut untuk terus belajar, bertindak tepat dan mampu mengantisipasi
perubahan pesat dalam membangun bisnis yang dinamis. Wirausahawan diharapkan
menjadi orang yang terus-menerus mengejar tujuannya, bahkan ketika harus
menghadapi berbagai tantangan dan cobaan, seperti yang dikatakan Drucker (2005, 25)
bahwa seorang wirausahawan harus selalu mencari perubahan, meresponsnya, dan
memanfaatkannya.3 sebagai kesempatan. Dalam berwirausaha diperlukan suatu tindakan
dalam segala kondisi yang dihadapi seorang wirausaha, dimana kondisi tersebut tidak

2
Dea A. Viinikainen, “EntrepreneurialL Action In Dealing With Business Challenges” (Jamk Universty Of Applied Sciences, 2013), 6
3
Drucker, Peter F. 2005. Innovation and entrepreneurship: practice and principles. Butterworth-Heinemann. Repr.
8

selalu sesuai dengan harapan, tantangan juga selalu ada. 4Tantangan dapat diartikan
sebagai kondisi sulit yang harus menggunakan banyak tenaga, ketekunan dan
keterampilan untuk mencapai hal-hal yang diinginkan. Akan selalu ada tantangan dalam
membuat dan mengembangkan sebuah bisnis startup yang umumnya startup memiliki
sumber daya yang terbatas. Tantangan harus ditangani dengan tindakan yang tepat
untuk mendapatkan kinerja yang maksimal.
2.2 Perbedaan Business Entrepreneurial dan social Entrepreneurship
Perbedaan Business Entrepreneurial dan Social Entrepreneurship berdasarkan buku
yang berjudul “Entrepreneurship, Theory, Process, Practice” bahwa perbedaannya
sebagai berikut :
A. Business Entrepreneurial are driven by the profit motive. They seek growth and
profits within the business world. They are constant innovators and always are
trying to capture larger market shares in the competitive marketplace. They are
pioneering individualists who create one venture after another and one
innovation after another.5
B. Social Entrepreneurship have many of the same personality characteristics as
business entrepreneurs, but they are driven by a mission and seek to find
innovative ways to solve problems that are not being or cannot be addressed by
either the market or the public sector.6
Business Entrepreneurial atau Kewirausahaan Bisnis merupakan suatu usaha/bisnis
yang mencari pertumbuhan dan keuntungan dalam bisnis. Cakupan Business
Entrepreneurial lebih besar dibandingkan dengan Social entrepreneurship. Business
Entrepreneurial perusahaannya sudah berkembang secara Nasional dan bahkan
Internasional. Contoh dari Business Entrepreneurial yaitu perusahaan Sidomuncul,
Bank Central Asia, Bank BRI. Bank Mandiri, Astra International, Indofood,dll.
Tentunya perusahaan tersebut berfokus kepada perkembangan produknya demi
menguasai pangsa pasar dan mendapatkan keuntungan.7
Social entrepreneurship atau kewirausahaan social merupakan suatu
usaha/bisnis yang dibuat oleh orang kemungkinan besar dibidang pendidikan,

4
Dea A. Viinikainen, “EntrepreneurialL Action In Dealing With Business Challenges” (Jamk Universty Of Applied Sciences, 2013), 10
5
Frederick Howard H, Donald F Kuratko. Entrepreneurship Theory, Process, Practice. (South Melbourne,
Victoria Australia) hlmn 6
6
Frederick Howard H, Donald F Kuratko. Entrepreneurship Theory, Process, Practice. (South Melbourne,
Victoria Australia) hlmn 6
7
www.idx.co.id. Diakses pada tanggal 08 Maret 2021, pukul 16.30 WIB
9

kesehatan, lingkungan dan dibidang lain yang membutuhkan manusia. Menurut J.


Gregory Dees kewirausahaan sosial menggabungkan semangat misi sosial dengan citra
disiplin bisnis seperti, inovasi, dan penetapan umumnya yang terkait. negara kita
Indonesia sebenarnya contoh sukses Social Entrepreneurship sudah ada beberapa.
Misalnya lembaga amil dan zakat seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat. Kedua
lembaga tersebut adalah contoh lembaga yang awalnya merupakan inisiatif beberapa
orang untuk mengadakan donasi dan voluntary untuk mengurusi masalah zakat, infak
dan shodaqoh. Tapi dalam perkembangannya sangat pesat. Bisa menyerap beribu tenaga
kerja. Rumah sakit bersalin gratis, mobil jenazah keliling dan berobat gratis di berbagai
pos kesehatan yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia adalah contoh hasil
nyatanya. Sehingga kemanfaatannya tentu saja bukan hanya dampak untuk
kemaslahatan umat, tetapi juga keuntungan atau profit secara finansial. Contoh nyata
jika di kampus adalah diterapkan di kegiatan-kegiatan semacam KKN (kuliah Kerja
Nyata). Paradigma Social Entrepreneurship bisa dimasukkan dan diaplikasikan di situ.
Dengan pemberdayaan masayarakat secara komprehensif sehingga misalnya dapat
menciptakan lapangan kerja. Mata kuliah kewirausahaan didesain agar mahasiswa dapat
langsung mengaplikasikan Entrepreneurship, khususnya Social Entrepreneurship.
2.3 Cara Pikir Khusus Wirausahawan
Kewirausahaan juga memainkan peran penting dalam penciptaan dan pertumbuhan
bisnis seperti dalam pertumbuhan dan kemakmuran daerah dan bangsa. Hasil skala
besar ini bisa memiliki awal yang cukup sederhana; tindakan kewirausahaan dimulai
pada hubungan yang menguntungkan kesempatan dan individu yang giat. 8Peluang
kewirausahaan adalah situasi di mana barang, jasa, bahan mentah, metode
pengorganisasian baru dapat dilakukan dan diperkenalkan serta dijual dengan harga
9
lebih besar dari biaya produksinya. Misalnya, wirausaha mendapatkan peluang bisa
berasal dari memperkenalkan produk teknologi yang digunakan di satu pasar untuk
menciptakan pasar baru.
Pengusaha bertindak berdasarkan apa yang mereka yakini sebagai peluang. Karena
peluang ada dalam (menciptakan / menghasilkan) ketidakpastian yang tinggi, pengusaha
harus bisa merealisasikan peluang yang ada di depan mata. Namun, keraguan dapat
merusak kewirausahaan. Oleh karena itu, kunci untuk memahami tindakan

8
Grant Halvorson, Heidi, 208
9
Health and Human Services, Department of, 303, 304
10

kewirausahaan adalah mampu menilai jumlah ketidakpastian yang dirasakan di sekitar


peluang potensial dan individu bersedia untuk menanggung ketidakpastian itu.
Seorang wirausaha harus melakukan beberapa hal, yaitu berpikir secara struktural,
terlibat dalam bricolage, efektif, dan beradaptasi secara kognitif.
a. Berpikir secara Struktural
Wirausaha dalam mewujudkan peluang harus ada mental yang kreatif. Mental
kreatif itu adalah membuat suatu produk yang baru, layanan baru, teknologi
baru, dan target pasar yang baru. Bagaimana seorang wirausaha harus berhasil
menciptakan produk yang bisa diterima di pasar.
b. Bricolage
Maksud bricolage adalah mengkombinasikan sumber daya yang ada pada
masalah dan peluang baru. Wirausaha sebelum menciptakan produk pastinya
melakukan ekperimen terlebih dahulu apakah produk tersebut layak dipasarkan
atau tidak. 10
c. Efektif
Proses efektif adalah proses yang dimulai dengan apa yang dimiliki (siapa
mereka, apa yang mereka ketahui, dan siapa yang mereka kenal) dan memilih di
antara kemungkinan yang ada
d. Beradaptasi Secara Kognitif
Adaptasi kognitif menggambarkan sejauh mana wirausahawan itu dinamis,
fleksibel, mengatur diri sendiri, dan terlibat dalam proses menghasilkan berbagai
kerangka keputusan, dan memproses perubahan di lingkungan mereka dan
kemudian bertindak. Kerangka keputusan disusun berdasarkan pengetahuan
tentang orang dan situasi itu digunakan untuk membantu seseorang memahami
apa yang sedang terjadi.11
Penulis percaya bahwa seorang wirausaha harus mengecek keyakinan yang ada dalam
dirinya untuk memahami prospek usaha kedepannya karena:
a. Di balik tindakan kewirausahaan adalah niat kewirausahaan;
b. Di balik niat berwirausaha diketahui sikap wirausaha;
c. Di balik sikap kewirausahaan ada struktur kognitif yang dalam;

10
Aarons, Martha, 98
11
Balance, projecting in business plan, 203–204
11

d. Di balik struktur kognitif yang dalam ada keyakinan yang dalam.12


2.4 Kewirausahaan Di Indonesia
Prospek perekonomian Indonesia menjanjikan, baik dari sisi pertumbuhan ekonomi
maupun pertumbuhan bisnis. Dari sisi pertumbuhan ekonominya, Indonesia relatif stabil,
ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan PDB tahunan Indonesia yang konsisten dalam
lima belas tahun terakhir. Dari 2002 hingga 2014, tingkat pertumbuhan PDB Indonesia
selalu di atas 4% (berdasarkan data dari Bank Dunia, tingkat pertumbuhan PDB
Indonesia antara 4,5% hingga 6,3%).13 Ekonomi Indonesia pertumbuhan tersebut tidak
dipengaruhi oleh krisis global pada tahun 2009, karena Indonesia masih menunjukkan
pertumbuhan PDB sebesar 4,6% dalam krisis ekonomi pada tahun 2009. Meskipun ada
sedikit penurunan dalam dua tahun (2014 dan 2015), berdasarkan data Bank Dunia, PDB
Indonesia telah tumbuh dari $ 285,9 miliar pada tahun 2006 menjadi $ 861,9 miliar pada
tahun 2015.
Meskipun Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan
menjanjikan, banyak masyarakat Indonesia masih dirundung kemiskinan dan Indonesia
masih harus meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Berdasarkan human capital
di ASEAN (WEF, 2016)14, Indeks Human Capital Indonesia rata-rata. Indonesia berada
di peringkat 69 dari 124 negara dengan nilai 67 dari 100. Indeks adalah diukur
berdasarkan indikator pembelajaran dan ketenagakerjaan untuk kategori usia yang
berbeda. Di ASEAN, Indonesia berada di peringkat 6 dari 9 (Brunei dikecualikan karena
data tidak tersedia), yang bahkan lebih rendah dari Vietnam dan Filipina yang memiliki
PDB per kapita lebih rendah dari Indonesia.
Berdasarkan Laporan Statistik Indonesia (2013), Indonesia memiliki populasi muda,
sekitar setengah dari total penduduk di bawah usia 30 tahun, dan Indonesia saat ini
mengandung yang akan tumbuh lebih besar di masa mendatang. Mengingat bahwa
Indonesia berpotensi tenaga kerja besar tetapi hanya ada jumlah rendah dari orang-orang
yang memiliki keterampilan tinggi, tantangan bagi Indonesia adalah meningkatkan
keterampilan mereka. Berdasarkan pengukuran kemudahan berbisnis yang dilakukan oleh
Bank Dunia (IFC, Dunia Bank), terbukti masih ada tantangan yang dihadapi Indonesia.
Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia dinilai menjadi negara yang relatif kesulitan

12
Norris F. Krueger, Jr, “What Lies Beneath? The Experiential Essence of Entrepreneurial Thinking” ( Baylor University, 2007) 124.
13
Data from The World Bank: http://data.worldbank.org/country/indonesia
14
World Economic Forum (2016), Human Capital Outlook: Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
12

dalam berbisnis. Pada peringkat 2016 (berdasarkan survei pada tahun 2015), meskipun
tingkat keseluruhan untuk kemudahan berbisnis bagi Indonesia meningkat (peringkat di
106 dibandingkan dengan 120 pada tahun 2015), Indonesia memiliki peringkat yang lebih
rendah dalam memulai bisnis di 2016. Dalam kriteria memulai bisnis, Indonesia
menempati peringkat 173 dari 189, dan sepuluh peringkat lebih rendah dari tahun 2015.15
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan kementerian yang
dipimpinnya mendapat arahan Presiden Joko Widodo untuk menghasilkan wirausaha
muda berpendidikan yang inovatif berbasis teknologi. Menurut Teten, Deputi
Kewirausahaan di tahun 2021 memiliki target rasio kewirausahaan Indonesia mencapai
3,55 persen dan memfasilitasi 10.000 wirausaha baru. Upaya tersebut menyasar lulusan
SMA, perguruan tinggi, dan usia tertentu. Program tersebut juga memiliki basis kawasan,
mulai dari basis wilayah, perguruan tinggi, pondok pesantren, hingga komunitas
usaha/sentra. Karena persaingan usaha ke depan akan dimenangkan oleh mereka yang
menguasai bidang sains dan teknologi. Teten menyampaikan untuk menghasilkan
wirausahawan baru, nantinya tidak lagi dilakukan pelatihan-pelatihan yang sporadis,
tetapi akan dikembangkan pendekatan inkubasi dengan melakukan kerja sama dengan
inkubator swasta dan perguruan tinggi. Rasio kewirausahaan Indonesia saat ini baru
sekitar 3,47 persen. Angka ini cukup rendah bila dibandingkan dengan sesama negara
ASEAN seperti Singapura yang mencapai 8,76 persen, Thailand sebesar 4,26 persen serta
Malaysia yakni 4,74 persen.16
2.5 Evolusi Pemahaman atau Pengertian Kewirausahaan
Kata entrepreneur diturunkan dari entreprendre bahasa Prancis, yang berarti 'untuk
melakukan'. Kami menggunakan kata Perancis dalam bahasa Inggris karena sayangnya
'pengurus' sudah digunakan oleh profesi lain (yaitu seorang mortician atau pemakaman
direktur) benar meskipun, dalam bahasa Inggris dan dalam kebanyakan bahasa Romawi
pengusaha adalah seseorang yang melakukan untuk mengatur, mengelola, dan
menanggung risiko bisnis. Definisi diperluas sehingga saat ini seorang pengusaha
dianggap sebagai inovator atau pengembang yang mengenali dan memanfaatkan peluang;
mengubah peluang tersebut menjadi dapat dikerjakan/dipasarkan gagasan; menambah

15
CB Nawangpalupi et al., ENTREPRENEURSHIP IN INDONESIA: Conditions and Opportunities for Growth and
Sustainability (Bandung: UNPAR Press, 2016), 11.
16
Reynas Abdila, “Rasio Kewirausahaan di Indonesia Ditargetkan 3,55 Persen Tahun Ini” diakses Maret 10,
2021, https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/03/09/rasio-kewirausahaan-di-indonesia-ditargetkan-355-
persen-tahun-ini
13

nilai melalui waktu, usaha, uang, atau keterampilan; mengasumsikan risiko pasar untuk
mengimplementasikan ide-ide ini; dan menyadari imbalan dari upaya ini.17
Tidak semua bahasa mengikuti 'model pengurus' ini. Dalam bahasa Melayu, usahawan
berarti seseorang yang melakukan aktivitas komersial dengan resiko finansial tertentu.
Dalam bahasa Thailand, kata untuk pengusaha adalah pupagongan, yang berarti secara
harfiah 'seseorang yang merakit orang lain bersama-sama' Dalam bahasa Indonesia,
wiraswasta memiliki penandatangan 'sektor swasta yang berani'. Di bahasa Garinagala
Aborigin Australia, mereka menggunakan egargal atau 'story-teller' berarti Pengusaha.
Bahasa Māori dari Polinesia Selandia Baru memiliki dua kata untuk Kewirausahaan.
Ngira tuitui berarti 'jarum yang mengikat hal-hal bersama'. Kata lain yang digunakan
suku Maori untuk berwirausaha adalah tinihanga a Māui, atau 'trik Māui'. Māui dalam
bahasa Polinesia mitologi adalah pahlawan setengah dewa dan budaya yang terkenal
dengan eksploitasi dan tipuannya. Māori mengagumi semangat kewirausahaan,
kepahlawanan, altruisme dan kekanak-hatian.
Namun mereka mengatakannya, pengusaha adalah katalis agresif untuk perubahan di
dunia Bisnis. Mereka adalah pemikir independen yang berani berbeda dalam latar
belakang umum Peristiwa. Penelitian mengungkapkan bahwa banyak pengusaha
memiliki karakteristik tertentu yang sama, termasuk kemampuan untuk
mengkonsolidasikan sumber daya, keterampilan manajemen, keinginan untuk otonomi
dan mengambil risiko. Karakteristik lain termasuk kekanak-brashness, daya saing,
perilaku berorientasi tujuan, kepercayaan diri, perilaku oportunistik, intuitif,
pragmatisme, kemampuan untuk belajar dari kesalahan dan kemampuan untuk
menggunakan keterampilan hubungan manusia.18Meskipun tidak ada definisi tunggal dari
pengusaha yang ada dan tidak ada profil yang dapat mewakili pengusaha saat ini,

17
For a compilation of definitions, see Robert C Ronstadt, Entrepreneurship, Dover, MA: Lord Publishing, 1984:
28; Howard H. Stevenson and David E. Gumpert, ‘The Heart of Entrepreneurship’, Harvard Business Review,
March/April 1985: 85–94; J. Barton Cunningham and Joe Lischeron, ‘Defining Entrepreneurship’, Journal of
Small Business Management, January 1991: 45–6
18
See Calvin A. Kent, Donald L. Sexton and Karl H. Vesper, Encyclopedia of Entrepreneurship, Englewood Cliffs,
NJ: Prentice-Hall, 1982; Ray V. Montagno and Donald F. Kuratko, ‘Perception of Entrepreneurial Success
Characteristics’, American Journal of Small Business, Winter 1986: 25–32; Thomas M. Begley and David P. Boyd,
‘Psychological Characteristics Associated with Performance in Entrepreneurial Firms and Smaller Businesses’,
Journal of Business Venturing, Winter 1987: 79–91; Donald F. Kuratko, ‘Entrepreneurship’, International
Encyclopedia of Business and Management, 2nd edn, London: Routledge Publishers, 2002: 168–76
14

penelitian memberikan fokus yang semakin tajam pada subjek. Singkat tinjauan sejarah
kewirausahaan menggambarkan hal ini.19
2.6 Pemikiran Kewirausahaan Di Berbagai Zaman
Sepanjang sejarah telah ada giat individu yang melihat dan mengeksploitasi peluang
cerdas. Tapi sebagai manusia mengembangkan rasa individualisme, 'pemimpi yang
melakukannya', sebagai pakar inovasi Gifford Pinchot terkenal disebut mereka, telah
sering menghadapi menakutkan, bahkan mengancam jiwa, tantangan untuk mewujudkan
impian mereka. Seiring berkembangnya teknologi perburuan beberapa orang mulai
mengakumulasi surplus dan kemudian berbalik dari perjuangan mereka untuk bertahan
hidup untuk menggunakan kekayaan dan pengetahuan mereka yang terakumulasi untuk
memulai komunitas yang menetap. Beberapa orang-orang pintar juga harus memutuskan
untuk meminjamkan modal dan pengetahuan mereka kepada orang lain untuk keuntungan
atau manfaat klan, tetapi dalam masyarakat kolektif lebih baik menyembunyikan
keuntungan individu tersebut.
Data dari antropologi memberi tahu kita bahwa penciptaan kekayaan kewirausahaan
telah ada untuk ribuan tahun. Tablet bisnis yang digali menunjukkan bahwa inovasi dan
kewirausahaan adalah kuncinya dalam peradaban yang telah lama menghilang. 20 Asyur
Kuno melakukan inovasi transfer, memiliki korps pekerja pengetahuan dan
mengembangkan komunikasi bisnis.21 Asyur mewarisi sistem perusahaan swasta dari
Sumer dan Babel. Wingham percaya kewirausahaan seperti yang kita ketahui saat ini
berkembang pada abad ke-11 SM pada Phoenicia.22 Sebuah negara berlayar pedagang
dan pedagang, orang Fenisia terhubung dengan damai sebuah kerajaan komersial yang
berkisar dari Suriah di timur ke Spanyol dan bahkan Irlandia di barat. Pedagang fenisia
adalah pengusaha sejati yang mengambil risiko, mengeksplorasi yang tidak diketahui dan
dihadapi kekacauan setiap hari. Tentu saja mereka mengembalikan keuntungan kepada
investor, pedagang dan diri mereka sendiri. Negara perdagangan damai ini disapu selama
2000 tahun oleh bellicose dan avaricious Kekaisaran Persia dan dengan itu konsep

19
Howard H. Frederick dan Donald F. Kuratko, Entrepreneurship Theory, Process, Practice (London: Routledge
Publishers, 2010), 8.
20
Karl Moore and David Lewis, Birth of the Multinational: 2000 Years of Ancient Business History, Copenhagen:
Copenhagen Business School Press, 1999.
21
D. Luckenbill, Ancient Records of Assyria and Babylonia: Historical Records of Assyria, University of Chicago
Press, 1926.
22
Dianne Wyndham Wingham, ‘Entrepreneurship Through the Ages’ in Harold P. Welsch (ed.),
Entrepreneurship: The Way Ahead, New York: Routledge, 2004: 27–42
15

'pengurus' yang mengambil resiko. Pada dasarnya ajaran agama Islam sendiri, sistem riba
pada transaksi yang berhubungan dengan keuangan jelas dilarang. Macam-macam riba
sendiri sudah diatur dan dijelaskan berdasarkan hukum Islam melalui beberapa surat di
dalam Al-Qur’an. Dalam surah Ali AImran:130 Allah berfirman, “hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.
Bangsa Romawi memang mengizinkan riba, tapi, anehnya, bukan oleh orang Romawi
itu sendiri. Setiap bisnis perusahaan oleh seorang bangsawan benar-benar menyebabkan
hilangnya gengsi. Akumulasi kekayaan sangat dihargai selama itu tidak melibatkan
partisipasi seorang bangsawan dalam industri atau perdagangan.23 Di Roma sana tidak
adanya penciptaan kekayaan, hanya perdagangan. Landholding dan riba adalah yang
biasa rute menuju penciptaan kekayaan. 'Uang dituangkan dari barang rampasan, ganti
rugi, pajak provinsi, pinjaman dan ekstraksi lain-lain.24 Untungnya untuk beberapa
keengganan ini untuk perdagangan di antara membiarkan jalan terbuka bagi freedmen
kewirausahaan, mantan budak yang dibentuk oleh untuk menjalankan bisnis. Perbudakan
mungkin telah menjadi salah satu dari beberapa jalan untuk komersial kemajuan bagi
orang-orang dari kelas bawah.
Di Roma kuno, inovasi dan keuntungan benar-benar terputus. Tentu saja orang
Romawi membuat kemajuan teknologi yang cukup besar, tetapi ini bercerai dari
perdagangan. Pliny menulis bahwa suatu hari seorang penemu datang sebelum Kaisar
Tiberius untuk menunjukkan kepadanya penemuan sebuah jendela kaca yang tak
terpecahkan dan memohon padanya untuk biaya penemu. Tiberius bertanya apakah orang
lain belum tahu formulanya. Orang itu meyakinkannya bahwa penemuan itu benar-benar
rahasia, dimana kaisar segera memotong kepalanya 'agar emas dikurangi menjadi nilai
dari lumpur'. Pelajaran menyedihkan dari cerita ini adalah bahwa penemu harus beralih
ke kaisar untuk hadiah daripada pemodal ventura untuk investasi - juga tidak dapat
melindungi kekayaan intelektualnya.25
Beralih ke Tiongkok abad pertengahan, bagaimana mungkin seorang pengusaha
memulai usaha ketika Raja memiliki semua properti? Ketika kaisar membutuhkan uang

23
William J. Baumol, ‘Entrepreneurship: Productive, Unproductive, and Destructive’, Journal of Political
Economy, 98(5), 1990: 893–921 [emphasis in the original].
24
Moses I. Finley, ‘Technical Innovation and Economic Progress in the Ancient World’, Economic History
Review, 18, August 1965: 29–45, cited in Baumol (1990).
25
Finley, ‘Technical Innovation’, cited in Baumol (1990): 32.
16

tunai, ia hanya menyitanya dari bangsawan kaya. Ini berarti bahwa tidak ada yang akan
berinvestasi di perusahaan produktif karena takut kehilangan begitu mudah. Hanya
beasiswa dan resmi adalah rute menuju kesuksesan dan nilai terikat di tanah, bukan
perusahaan. Kekayaan datang kepada mereka yang lulus pemeriksaan dan mendapatkan
posisi pemerintah.
Sebaliknya, Islam mempromosikan kewirausahaan bisnis. Ini mungkin telah dilarang
daging babi, alkohol, perjudian, prostitusi dan riba, namun selain kegiatan ini muslim
bebas untuk menginvestasikan uang mereka dalam setiap kegiatan ekonomi dan
menghasilkan, untuk berdagang dan mengkonsumsi dalam apa pun. Perdagangan dan
perdagangan selalu menjadi bagian dari Islam. Dari hari-hari pra-Islam Kota Suci
Mekkah telah menjadi pusat kegiatan komersial. Tidak ada konflik dasar antara praktik
bisnis yang baik dan menghasilkan keuntungan dalam Islam. Satu sarjana kewirausahaan
dari Turki menulis bahwa pada musim semi 595 wanita pengusaha CEO Khadijah
memiliki mimpi menyuruhnya untuk mempekerjakan Muhammad sebagai agen
dagangnya karena kejujuran dan staminanya sepanjang rute unta. Memang, menulis
Adas, memiliki Nabi Muhammad hidup hari ini 'pada kartu namanya itu akan ditulis
"eksportir dan importir"'.26
Sementara itu di Eropa Abad Pertengahan itu hanya sebaliknya. Kekayaan dan
kekuasaan yang besar bukan berasal dari ketajaman bisnis, tetapi dari penaklukan militer.
Inovasi seperti baju besi, busur silang dan bubuk mesiu diperlukan untuk kampanye
militer, bukan toko ritel. Dalam King Arthur's Anak laki-laki pengadilan belajar
peperangan sebagai sarana yang diterima untuk mengumpulkan kekayaan. Memang,
Mark Twain's A Connecticut Yankee di King Arthur's Court menusuk Roundtable ketika
Yankee pengusaha secara ajaib diangkut kembali ke masa lalu dan mendirikan akademi
perusahaan.
Tetapi ketika Eropa pindah dari ekonomi feodal ke kapitalisme baru-baru ini, kondisi
akhirnya mulai berubah. Pengusaha pedagang mengeksploitasi kemajuan teknologi dalam
pembuatan kapal dan membangun jaringan perdagangan global dan mereka
menggunakan persenjataan canggih untuk melindungi mereka. Bentuk riba muncul,
seperti pinjaman kepada penguasa, monopoli sewaan, pembelian kredit, pertukaran tetap
tarif dan sebagainya. Pengusaha pedagang menjadi pemain utama dalam politik Eropa

26
Emin Baki Adas, ‘The Making of Entrepreneurial Islam and the Islamic Spirit of Capitalism 1’, Journal for
Cultural Research, 10(2), April 2006: 113–37.
17

dan pemilik armada pengiriman dan bank menghasilkan keturunan yang, seperti Medici,
bisa menjadi penguasa sekuler atau bahkan paus.27 Pada akhir Abad Pertengahan,
kebangkitan kota-kota melihat zona bebas pajak dan serfs yang dibebaskan yang
mengarah pada pertumbuhan semangat kewirausahaan.
Sampai Revolusi Industri akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, di Eropa setidaknya
kehidupan seorang pengusaha dapat menyebabkan pembegalan, kematian di medan
perang atau persetujuan oleh Kaisar. Hampir tidak ada lingkungan yang kondusif. Sama
berbahayanya dengan profesi yang mungkin, jiwa kewirausahaan telah mendorong
banyak orang prestasi kemanusiaan. Memang, beberapa mengatakan tidak banyak yang
benar-benar berubah. Multinasional perusahaan ada di Asyur. Orang Yunani Kuno
memiliki kompetisi nama merek. Perjalanan bisnis tidak diketahui oleh Marco Polo. Ada
kelompok industri di Fenilia. Kreatif dan bentuk inovatif perusahaan bebas bertahan
kadang-kadang selama berabad-abad.28
Kemajuan umat manusia dari gua ke kampus telah dijelaskan dalam berbagai hal,
tetapi pusat hampir semua penjelasan ini telah peran agen perubahan, kekuatan yang
memulai dan mengimplementasikan kemajuan material. Hari ini kita menyadari bahwa
agen perubahan dalam sejarah telah dan kemungkinan besar akan terus menjadi
pengusaha.29 Individualis kasar, mereka yang menghargai kebebasan individu dan
kemandirian, sering menemukan diri mereka menentang kewenangan dan kontrol atas
individu tersebut. Inti dari itu adalah mantra bahwa pengusaha 'mengurus bisnis mereka
sendiri' (sebagai penanggung jawab atau menjaga diri mereka sendiri).
Pengusaha saat ini mungkin menjadi individu berdaulat yang proto-khas. Dalam
Berdaulat Individu, Davidson, dan Rees-Mogg melihat sejarah sebagai siklus sekitar 500
tahun – dari kemuliaan dan penurunan (500 SM), hingga fajar Kekristenan dan kejatuhan
Roma (500 M), menjadi kemunculan feodalisme (1000 M) dan keruntuhannya sekitar
tahun 1500. Setiap siklus melihat cengkeraman yang kaku sistem pemerintahan pada
akhirnya memecah dan pembebasan (sementara) individu dari kontrol yang tidak
diinginkan. Para penulis mengatakan bahwa di zaman modern warga tidak lagi perlu

27
Jean Favier, translated by Caroline Higgitt, Gold & Spices: The Rise of Commerce in the Middle Ages, Holmes
& Meirer, 1998; see also Robert Andrews, ‘Gold and Spices: The Rise of Commerce in the Middle Ages (Brief
Article)’, Library Journal, August 1998.
28
Karl Moore and David Lewis, Birth of the Multinational: 2000 Years of Ancient Business History from Ashur to
Augustus, Copenhagen: Copenhagen Business School Press, 1999
29
Kent et al., Encyclopedia of Entrepreneurship, xxix
18

dilihat oleh negara-bangsa. Pengusaha besok akan tinggal di Internet dan pilih tempat
tinggal dan berbisnis berdasarkan biaya versus keuntungan. Mereka akan perbandingan-
toko untuk layanan (utilitas, perlindungan polisi, bahkan mata uang) di pasar tidak lagi
didominasi oleh monopoli negara.30Pengakuan pengusaha sebagai kelas berasal dari
Prancis abad ke-18 ketika ekonom Richard Cantillon pengusaha terkait dengan aktivitas
'risk-bearing' dalam perekonomian.31 Di Inggris selama periode yang sama, Revolusi
Industri tumbuh dan pengusaha memainkan peran yang terlihat mengambil risiko dan
transformasi sumber daya.32Para ekonom telah lama mengklaim kata itu sebagai kata
mereka sendiri. Bahkan, sampai tahun 1950-an mayoritas definisi dan referensi
kewirausahaan berasal dari para ekonom. Misalnya, Cantillon (1725), ekonom Prancis
terkenal Jean Baptiste Say (1803), dan abad ke-20 kejeniusan ekonomi Joseph
Schumpeter (1934) semuanya menulis tentang kewirausahaan dan dampaknya terhadap
pembangunan ekonomi.33
2.7 Definisi Kewirausahaan Terbaru
Kewirausahaan adalah kemampuan menciptakan dan membangun sebuah impian,
praktis dari ketiadaan dan sebenarny merupakan kegiatan kreatif yang sangat manusiawi.
Kewirausahaan merupakan pemanfaatan energi secara nyata untuk memulai dan
membangun sebuah perusahaan ataupun organisasi, dan bukan hanya sekedar melakukan
pengamatan Analisa. Mewujudkan impian membutuhkan kesediaan untuk menanggung
resiko yang menyangkut pribadi pengusahanya maupun menyangkut resiko finansial, dan
mengusahakan apapun untuk mengurangi kegagalan. Kewirausahaan juga mencakup
kemampuan untuk mengembangkan tim yang diperlukan untuk mendukung dan
melengkapi bakat serta keterampilan yang sudah dimiliki wirausahawan. Kewirausahaan
merupakan kemampuan untuk merasakan adanya peluang dari suatu situasi, sementara
pihak lain hanya melihat kekacauan, kegalauan, maupun kontradiksi dari situasi itu.
Kewirausahaan juga mencakup kemahiran untuk menemukan, mengarahkan, dan

30
James Dale Davidson and Lord William Rees-Mogg, The Sovereign Individual: How to Survive and Thrive
During the Collapse of the Welfare State, Simon & Schuster, 1997.
31
Though Cantillon is usually credited with first using the word ‘entrepreneur’ in the business sense, Oxford
English Dictionary lists two earlier occurrences. In the 1475 Boke of Noblesse, William Worcester writes ‘that
most noble centoure Publius Decius so hardie an entreprennoure in the bataile’. In 1485, William Caxton in The
Lyf of Charles the Grete, wrote ‘Rychard went to fore as chyef entreprenour’.
32
Israel M. Kirzner, Perception, Opportunity, and Profit: Studies in the Theory of Entrepreneurship, Chicago:
University of Chicago Press, 1979: 38–9.
33
See Ronstadt, Entrepreneurship, 9–12.
19

mengendalikan pemanfaatan berbagai jenis sumber, yang sering kali merupakan milik
orang lain.”34
Wirausahawan adalah sumber dari semua perubahan ekonomi, maka kapitalisme dapat
dipahami dengan baik hanya dari segi kondisi yang memunculkan kewirausahaan, peran
kewirausahaan tidak serta merta terwujud dalam satu orang, seorang wirausahawan dapat
menjadi seorang kapitalis atau bahkan seorang manajer perusahaan. , tetapi apakah semua
fungsi yang berbeda ini digabungkan dalam satu orang atau lebih tergantung pada sifat
pasar modal dan pada bentuk organisasi industri.35
Kewirausahaan sangat terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Di antara negara-negara
yang memiliki kesamaan struktur ekonomi, korelasi antara kewirausahaan dan
pertumbuhan ekonomi melebihi 0,7 dan sangat signifikan secara statistik. Semua negara
dengan tingkat aktivitas kewirausahaan yang tinggi memiliki pertumbuhan ekonomi di
atas rata-rata. Hanya sedikit negara dengan pertumbuhan tinggi memiliki tingkat yang
rendah aktivitas kewirausahaan.36Contoh dari kewirausahaan di zaman modern ini adalah
dengan adanya usaha Laundry dimana sekarang kita tidak perlu repot untuk mencuci
baju, hanya untuk datang ke laundry pakaian kita sudah dicucikan. Contoh lainnya jika
kita ingin berlibur ke penjuru Indonesia sekarang kita hanya perlu mendowload aplikasi
Traveloka. Diaplikasi ini sudah terdapat tiket pesawat, kereta, hotel, restoran dengan
adanya Traveloka ini kita jadi mudah untuk memesan tiket. Selain itu, ada juga aplikasi
Grab, Gojek untuk memudahkan kita ke berbagai tempat.
2.8 Pendekatan Kewirausahaan
Untuk memahami sifat kewirausahaan dan lebih mengenali kepentingannya yang baru
muncul, penting untuk mempertimbangkan beberapa teori pengembangannya. Penelitian
tentang kewirausahaan telah berkembang secara dramatis selama bertahun-tahun. Seiring
dengan berkembangnya bidang ini, metodologi penelitian telah berkembang dari survei
empiris pengusaha untuk penelitian yang lebih kontekstual dan berorientasi proses. Teori
kewirausahaan telah berkembang selama 35 tahun terakhir dan itu jelas bahwa bidang ini
berkembang. Kita perlu memahami beberapa perkembangan kewirausahaan menjadi
lebih baik, agar lebih menghargai disiplin kewirausahaan. Teori kewirausahaan

34
Howard, H., Frederick, Donald, F., Kuratko. (2010) Entrepreneurship: Theory, Process, Practice (Australia,
New Zealand) hal: 11
35
Schumpeter Joseph, A. (2000). https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1512266#.
Entrepreneurship as innovation.
36
Reynold, P.B., Et al., Global Entrepreneurship Monitor. http://www.esbri.se/pdf/gem-rapport.pdf (1999)
20

didefinisikan sebagai rumusan yang dapat diverifikasi dan logis hubungan atau prinsip
dasar yang menjelaskan kewirausahaan. Prinsip-prinsip ini memprediksi aktivitas
kewirausahaan (misalnya, dengan mencirikan kondisi yang cenderung mengarah ke
keuntungan baru atau peluang sosial dan pembentukan perusahaan baru), atau
memberikan normative panduan (yaitu, menentukan tindakan yang tepat dalam keadaan
tertentu).37
Dalam studi kewirausahaan kontemporer, satu konsep berulang: Kewirausahaan
adalah interdisipliner. Dengan demikian, di dalamnya terdapat berbagai pendekatan yang
dapat meningkatkan pemahaman seseorang tentang lapangan.38 Dengan demikian
keragaman teori perlu kita kenali sebagai kemunculan wirausaha pemahaman. Salah satu
cara untuk menguji teori-teori tersebut adalah dengan pendekatan mazhab pemikiran itu
membagi kewirausahaan menjadi kegiatan tertentu. Aktivitas ini mungkin dalam
tampilan makro atau pandangan mikro, namun semuanya membahas sifat konseptual
kewirausahaan.
2.9 Diskursus Kewirausahaan secara Mikro dan Makro
Terdapat dua jenis pandangan kewirausahaan yaitu pandangan makro dan pandangan
mikro.
A. Pandangan Makro
Pandangan makro dalam kewirausahaan menyajikan beragam factor yang
berhubungan dengan sukses atau kegagalan dalam sebuah usaha kewirausahaan.
Faktor-faktor ini mencakup proses dari luar (Eksternal) yang seringkali berada di
luar kendali seseorang wirausahawan. Dalam pandangan bersifat makro ini
terdapat tiga pendekatan diantaranya:
1. The Social and CulturalSchool of Thought (Pendekatan Lingkungan)
Pendekatan atau cara pandang ini terutama berkaitan dengan berbagai
factor dari luar yang berpangaruh terhadap pola hidup seseorang sehingga
menyebabkan seseorang memiliki potensi ataupun tidak memiliki potensi
untuk menjadi seseorang wirausahawan. Factor-faktor ini bisa berpengaruh

37
Howard, H., Frederick, Donald, F., Kuratko. (2010) Entrepreneurship: Theory, Process, Practice (Australia, New
Zealand) hal 12
38
William B. Gartner, ‘What Are We Talking about When We Talk about Entrepreneurship?’ Journal of Business
Venturing, January 1990. Vol: 5 No. 1, 15–28.
https://www.researchgate.net/publication/222889205_What_are_we_talking_about_when_we_talk_about_e
ntrepreneurship_The_Journal_of_Business_Venturing_5_15-25
21

positif maupun negative terhadap munculnya keinginan untuk memulai


kegiatan sebagai wirausahawan. Fokusnya adalah berkaitan dengan
keberadaan institusi, nilai-nilai masyarakat dan adat istiadat yang
dikelompokkan bersama-sama, membentuk suasana lingkungan sosial-
politik yang mampu memberikan pengaruh terhadap pemunculan
wirausaha.39 Sebagai contoh, karyawan tingkat menengah yang dalam
lingkungan pekerjaannya terbiasa mendapat kebebasan serta dukungan
untuk mengembangkan gagasan dan merealisasikannya, diizinkan
mengembangkan perjanjian (kontrak) dengan pihak luar, menciptakan dan
mencoba gagasan baru, maka lingkungan kerja semacam itu bisa
mendorong munculnya keinginan untuk memulai usaha sendiri sebagai
wirausahawan. Lingkungan social seseorang, lingkungan pertemanan
maupun keluarga juga bisa berpengaruh terhadap munculnya keinginan
seseorang untuk memulai usaha sebagai seorang wirausahawan.
2. The Nancial/ Capital School of Thought (Pendekatan Keuangan)
Pendekatan ini memfokuskan perhatian kepada penanaman dan
menumbuhkan modal atau uang. Aliran pemikiran ini memandang
keseluruhan usaha kewirausahaan dari sudut pandang manajemen keuangan.
Keputusan yang melibatkan keuangan terjadi di setiap jurusan titik dalam
proses usaha, sementara pandangan yang lain berpendapat bahwa proses
keuangan ini hanyalah salah satu segmen saja dari kegiatan
kewirausahaan.40
3. The Displacement School of Thought (Pendekatan Perpindahan)
Pendekatan ini berfokus kepada fenomena kelompok. Ini menyatakan
bahwa kelompok mempengaruhi bisa mendorong atau menghambat
munculnya factor factor yang menyebabkan seseorang berwirausaha.
Menurut Ronstadt bahwa seseorang tidak akan berpengaruh atau terdorong
untuk menjadi wirausahwan, jika mereka tidak dihambat untuk mengejarkan

39
See Andrew H. Van de Ven, ‘The Development of an Infrastructure for Entrepreneurship’, Journal of Business
Venturing, May 1993. Vol: 8 No. 1, 211–30.
40
See David J. Brophy and Joel M. Shulman, ‘A Finance Perspective on Entrepreneurship Research’,
Entrepreneurship Theory and Practice, Spring 1992: 61–71; Truls Erikson, ‘Entrepreneurial Capital: The
Emerging Venture’s Most Important Asset and Competitive Advantage’, Journal of Business Venturing,
17(3), 2002: 275–90.
22

sesuatu atau didesak untuk melakukan aktivitas lainnya.41 Terdapat tiga


jenis factor penyebab utama yang menyebabkan sekelompok orang untuk
terdorong melakukan aktivitas lainnya, yaitu sebagai berikut:
1. Political Displacement (Faktor Politik)
Warna politik suatu negara yang tidak menghalalkan
berkembangnya usaha bebas milik pribadi akan menghambat
munculnya kegiatan kewirausahaan. Corak dari berbagai peraturan
yang diberlakukan oleh suatu negara juga bisa menghambat ataupun
mengarahkan kegiatan masyarakat sehingga cenderung lebih banyak
menggeluti kegiatan tertentu.
2. Cultural Displacement (Faktor Budaya)
Kelompok-kelompok sosial tertentu, misalnya yang muncul
karena latar belakang etnis, agama, suku, jenis kelamin dan
sebagainya yang menjadi golongan minoritas di suatu negara, sering
kali diasingkan dari bidang pekerjaan yang umum dikerjakan oleh
masyarakat luas. Desakan semacam ini sering kali mengakibatkan
golongan minoritas tidak tertarik memasuki bidang pekerjaan yang
umum dan cenderung mengembangkan kegiatan bersifat wirausaha.
Sebagai contoh, warga negara Indonesia keturunan Tionghoa di
Indonesia cenderung lebih banyak dijumpai mengerjakan profesi yang
bebas seperti menjadi pedagang daripada profesi pegawai negeri
ataupun menjadi anggota militer.
3. Economic Displacement (Faktor Ekonomi)
Perubahan kondisi perekonomian ke arah yang lebih buruk
seperti resesi sering kali menimbulkan banyak pemutusan hubungan
kerja dan melahirkan banyak penganggur. Perubahan kondisi
perekonomian juga bisa menghambat ataupun mendorong
bertumbuhnya keinginan untuk menjadi wirausahawan. Seperti
contohnya sekarang, diakibatkan adanya virus Covid-19 banyak orang
yang terdampak pemutusan pekerjaan oleh perusahaannya. Dan
sekarang banyak yang terdorong untuk membuka usaha.

41
Ronstadt, Entrepreneurship
23

B. Pandangan Mikro
Pandangan mikro ini terutama membahas tentang factor-faktor yang khas dari
kewirausahaan, yaitu terutama yang muncul dari dalam diri wirausahawan
sendiri. Pendekatan ini menyajikan teori sifat kewirausahaan (kadang-kadang
disebut sebagai “Aliran Pemikiran Masyarakat”).
1. The Entrepreneurial Trait School of Thought (Pendekatan ciri)
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan ciri-ciri umum
wirausahawan yang dianggap berhasil.42 Pendekatan semacam ini berusaha
mempelajari ciri-ciri umum orang-orang yang berhasil dalam
mengembangkan usaha, sehingga apabila ciri-ciri itu ditiru maka
diharapkan akan dapat meningkatkan peluang para peniru tersebut untuk
juga mencapai keberhasilan dalam menjalankan usaha. Sebagai contoh
terdapat empat factor yang biasanya terdapat dalam diri seorang
wirausahawan yang sukses yaitu: mempunyai keinginan berprestasi
(achievement), kreatif, memiliki keteguhan hati (determinasi) dan
memiliki pemahaman teknis yang memadai. Pendapat lain menyatakan
bahwa latar belakang keluarga dan pola pendidikan yang dialami juga bisa
berpengaruh terhadap keberhasilan wirausahawan. Sebagian peneliti malah
beranggapan bahwa pola pendidikan tertentu malah bisa menghambat
munculnya kewirausahaan.43
2. The Venture Opportunity Scholl of Thought (Pendekatan Peluang
Usaha)
Pendekatan ini memfokuskan perhatian terhadap masalah peluang
dalam tumbuhnya kewirausahaan. Menemukan gagasan usaha, selanjutnya
mengembangkan gagasan tersebut menjadi konsep usaha, dan kemudian
memanfaatkan peluang usaha merupakan bidang-bidang yang dianggap
penting dalam pendekatan ini. Oleh karena itu, pendekatan ini
menganggap kreativitas serta pemahaman pasar merupakan dua aspek
dasar yang penting. Gagasan usaha yang tepat, yang muncul pada waktu
yang juga tepat, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dari pasar

42
elly G. Shaver and Linda R. Scott, “Person, Process, Choice: The Psychology of New Venture Creation”,
Entrepreneurship Theory and Practice, Winter 1991: 23–45; Bill Bolton and John Thompson, Entrepreneurs:
Talent, Temperament and Technique, Oxford: Butterworth Heinemann, 2000
43
See Albert Shapero, ‘The displaced, uncomfortable entrepreneur’, Psychology Today, November 1975: 8–13.
24

sasaran (target market) yang tepat pula, merupakan kunci keberhasilan


kegiatan kewirausahaan oleh pendekatan ini. Perkembangan berikutnya
dari pendekatan ini kemudian memunculkan ”Prinsip Koridor”. Jalur yang
dilalui ataupun peluang baru yang muncul ternyata berbeda, sehingga
wirausahawan berkembang ke arah yang berlainan. Kemampuan untuk
mencium adanya peluang saat peluang tersebut muncul dan juga
kemampuan untuk melaksanakan Langkah-langkah yang dibutuhkan
dalam implementasinya, merupakan faktor kunci menurut pendekatan ini.
Dalam pendekatan ini dipercayai bahwa pihak yang memiliki persiapan
memadai, bertemu dengan peluang, akan mengalami kemujuran. Karena
itu, penganut pendekatan ini percaya bahwa semakin siap seseorang dalam
berbagai segmen usaha, akan meningkatkan kemampuannya untuk
menemukan peluang usaha.
3. The Strategic Formulation School of Thought (Pendekatan Strategis)
George Steiner telah menyatakan bahwa “strategis perencanaa terjalin
erat ke dalam seluruh struktur manajemen; bukan itu sesuatu yang terpisah
dan berbeda dari proses manajemen.”44 Strategis perumusan pendekatan
teori kewirausahaan menekankan pada proses perencanaan dalam
pengembangan usaha yang sukses.45 Salah satu cara untuk melihat
formulasi strategis adalah dengan memanfaatkan elemen-elemen unik.46
Seperti pasar yang unik, karyawan, produk, dan berbagai sumber, yang
seluruhnya unik.

44
George A. Steiner, Strategic Planning, New York: Free Press, 1979: 3.
45
See Marjorie A. Lyles, Inga S. Baird, J. Burdeane Orris and Donald F. Kuratko, ‘Formalised Planning in
Small Business: Increasing Strategic Choices’, Journal of Small Business Management, April 1993: 38–50; R.
Duane
Ireland, Michael A. Hitt, S. Michael Camp and Donald L. Sexton, ‘Integrating Entrepreneurship and Strategic
Management Actions to Create Firm Wealth’, Academy of Management Executive, 15(1), 2001: 49–63.
46
Ronstadt, Entrepreneurship, 112–15.;.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bisnis sering menghadapi situasi yang menantang. Tantangan tersebut bisa menjadi
pemicu untuk memulai suatu tindakan. Secara positif, tantangan dapat dilihat sebagai
peluang yang dapat dimanfaatkan dalam menciptakan dan mengembangkan bisnis.
Peluang digali dan dimanfaatkan melalui tindakan kreatif dan inovasi seorang
wirausahawan. 47 kewirausahaan. Beberapa tantangan dalam membangun kewirausahaan,
yaitu:
a. Ketidakmampuan Manajemen
b. Kurang Pengalaman
c. Lemahnya Kendali Keuangan
d. Siap Terima Resiko
e. Kehilangan Banyak Waktu
Business Entrepreneurial dan social Entrepreneurship berdasarkan buku yang
berjudul “Entrepreneurship, Theory, Process, Practice” bahwa perbedaannya sebagai
berikut :
a. Business Entrepreneurial atau Kewirausahaan Bisnis merupakan suatu
usaha/bisnis yang mencari pertumbuhan dan keuntungan dalam bisnis. Cakupan
Business Entrepreneurial lebih besar dibandingkan dengan Social
entrepreneurship.
b. Social entrepreneurship atau kewirausahaan social merupakan suatu usaha/bisnis
yang dibuat oleh orang kemungkinan besar dibidang pendidikan, kesehatan,
lingkungan dan dibidang lain yang membutuhkan manusia.
Seorang wirausah harus memiliki pemikiran yang baik diantaranya yaitu berpikir
secara struktural, terlibat dalam bricolage, efektif, dan beradaptasi secara kognitif.
a. Berpikir secara Struktural
b. Bricolage
c. Efektif
d. Beradaptasi Secara Kognitif

47 Dea A. Viinikainen, “EntrepreneurialL Action In Dealing With Business Challenges” (Jamk Universty Of Applied Sciences, 2013), 3

25
26

Prospek perekonomian Indonesia menjanjikan, baik dari sisi pertumbuhan ekonomi


maupun pertumbuhan bisnis. Dari sisi pertumbuhan ekonominya, Indonesia relatif stabil,
ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan PDB tahunan Indonesia yang konsisten dalam
lima belas tahun terakhir. Berdasarkan Laporan Statistik Indonesia (2013), Indonesia
memiliki populasi muda, sekitar setengah dari total penduduk di bawah usia 30 tahun,
dan Indonesia saat ini mengandung yang akan tumbuh lebih besar di masa mendatang.
Mengingat bahwa Indonesia berpotensi tenaga kerja besar tetapi hanya ada jumlah rendah
dari orang-orang yang memiliki keterampilan tinggi, tantangan bagi Indonesia adalah
meningkatkan keterampilan mereka.
Kata entrepreneur diturunkan dari entreprendre bahasa Prancis, yang berarti 'untuk
melakukan'. Kami menggunakan kata Perancis dalam bahasa Inggris karena sayangnya
'pengurus' sudah digunakan oleh profesi lain (yaitu seorang mortician atau pemakaman
direktur) benar meskipun, dalam bahasa Inggris dan dalam kebanyakan bahasa Romawi
pengusaha adalah seseorang yang melakukan untuk mengatur, mengelola, dan
menanggung risiko bisnis.
Sepanjang sejarah telah ada giat individu yang melihat dan mengeksploitasi peluang
cerdas. Data dari antropologi memberi tahu kita bahwa penciptaan kekayaan
kewirausahaan telah ada untuk ribuan tahun. Bangsa Romawi memang mengizinkan riba,
tapi, anehnya, bukan oleh orang Romawi itu sendiri. Setiap bisnis perusahaan oleh
seorang bangsawan benar-benar menyebabkan hilangnya gengsi. Di Roma kuno, inovasi
dan keuntungan benar-benar terputus. Tentu saja orang Romawi membuat kemajuan
teknologi yang cukup besar, tetapi ini bercerai dari perdagangan. Beralih ke Tiongkok
abad pertengahan, bagaimana mungkin seorang pengusaha memulai usaha ketika Raja
memiliki semua properti? Ketika kaisar membutuhkan uang tunai, ia hanya menyitanya
dari bangsawan kaya. Ini berarti bahwa tidak ada yang akan berinvestasi di perusahaan
produktif karena takut kehilangan begitu mudah. Sebaliknya, Islam mempromosikan
kewirausahaan bisnis. Ini mungkin telah dilarang daging babi, alkohol, perjudian,
prostitusi dan riba, namun selain kegiatan ini muslim bebas untuk menginvestasikan uang
mereka dalam setiap kegiatan ekonomi dan menghasilkan, untuk berdagang dan
mengkonsumsi dalam apa pun.
Kewirausahaan adalah kemampuan menciptakan dan membangun sebuah impian,
praktis dari ketiadaan dan sebenarny merupakan kegiatan kreatif yang sangat manusiawi.
Kewirausahaan merupakan pemanfaatan energi secara nyata untuk memulai dan
27

membangun sebuah perusahaan ataupun organisasi, dan bukan hanya sekedar melakukan
pengamatan Analisa. Mewujudkan impian membutuhkan kesediaan untuk menanggung
resiko yang menyangkut pribadi pengusahanya maupun menyangkut resiko finansial, dan
mengusahakan apapun untuk mengurangi kegagalan.
Untuk memahami sifat kewirausahaan dan lebih mengenali kepentingannya yang baru
muncul, penting untuk mempertimbangkan beberapa teori pengembangannya. Penelitian
tentang kewirausahaan telah berkembang secara dramatis selama bertahun-tahun. Seiring
dengan berkembangnya bidang ini, metodologi penelitian telah berkembang dari survei
empiris pengusaha untuk penelitian yang lebih kontekstual dan berorientasi proses.
Terdapat dua jenis pandangan kewirausahaan yaitu pandangan makro dan pandangan
mikro.
A. Pandangan Makro
Pandangan makro dalam kewirausahaan menyajikan beragam factor yang
berhubungan dengan sukses atau kegagalan dalam sebuah usaha kewirausahaan.
B. Pandangan Mikro
Pandangan mikro ini terutama membahas tentang factor-faktor yang khas dari
kewirausahaan, yaitu terutama yang muncul dari dalam diri wirausahawan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Dea A. Viinikainen, “EntrepreneurialL Action In Dealing With Business Challenges” (Jamk


Universty Of Applied Sciences, 2013), 3

Dea A. Viinikainen, “EntrepreneurialL Action In Dealing With Business Challenges” (Jamk


Universty Of Applied Sciences, 2013)

Drucker, Peter F. 2005. Innovation and entrepreneurship: practice and principles.


Butterworth-Heinemann. Repr.

Dea A. Viinikainen, “EntrepreneurialL Action In Dealing With Business Challenges” (Jamk


Universty Of Applied Sciences, 2013), 10

Frederick Howard H, Donald F Kuratko. Entrepreneurship Theory, Process, Practice. (South


Melbourne, Victoria Australia) hlmn 6

Frederick Howard H, Donald F Kuratko. Entrepreneurship Theory, Process, Practice. (South


Melbourne, Victoria Australia) hlmn 6

www.idx.co.id. Diakses pada tanggal 08 Maret 2021, pukul 16.30 WIB

Norris F. Krueger, Jr, “What Lies Beneath? The Experiential Essence of Entrepreneurial
Thinking” ( Baylor University, 2007) 124.

The World Bank. 2019. Indonesia Data di https://data.worldbank.org/country/indonesia (di


akses 10 Maret 2021
World Economic Forum. 2016. Human Capital Outlook: Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN) di https://www.weforum.org/reports/human-capital-outlook-association-of-
southeast-asian-nations-asean (di akses 10 Maret 2021)
Nawangpalupi, C.B., Pawitan, G., Widyarini, M., Gunawan, A., Putri, F.E., and Iskandarsjah,
T. 2016. Entrepreneurship In Indonesia: Conditions And Opportunities For Growth And
Sustainability. Bandung: UNPAR Press
Abdila, Reynas. 2021. “Rasio Kewirausahaan di Indonesia Ditargetkan 3,55 Persen Tahun
Ini” di https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/03/09/rasio-kewirausahaan-di-indonesia-
ditargetkan-355-persen-tahun-ini (di akses 10 Maret 202)
C Ronstadt, Robert. 1984. Entrepreneurship. MA: Lord Publishing
H. Stevenson, Howard and David E. 1985. The Heart of Entrepreneurship. United States:
Harvard Business Review
Cunningham, J. Barton and Joe Lischeron. 1991. Defining Entrepreneurship. Journal of Small
Business Management

28
Calvin A. Kent, Donald L. Sexton and Karl H. 1982. Encyclopedia of Entrepreneurship.
Englewood Cliffs NJ: Prentice-Hall
V. Montagno, Ray and Donald F. Kuratko. 1986. Perception of Entrepreneurial Success
Characteristics. American Journal of Small Business
M. Begley, Thomas and David P. Boyd. 1987. Psychological Characteristics Associated with
Performance in Entrepreneurial Firms and Smaller Businesses. Journal of Business
Venturing
F Kuratko, Donald. 2002. Entrepreneurship: International Encyclopedia of Business and
Management. London: Routledge Publishers
H. Frederick, Howard dan Donald F. Kuratko. 2010. Entrepreneurship Theory, Process,
Practice. London: Routledge Publishers
Moore, Karl and David Lewis. 1999. Birth of the Multinational: 2000 Years of Ancient
Business History. Copenhagen: Copenhagen Business School Press
Luckenbill, D. 1926. Ancient Records of Assyria and Babylonia: Historical Records of
Assyria. University of Chicago Press
Wyndham Wingham, Dianne. 2004. Entrepreneurship Through the Ages’ in Harold P.
Welsch (ed.), Entrepreneurship: The Way Ahead. New York: Routledge
J. Baumol, William. 1990. Entrepreneurship: Productive, Unproductive, and Destructive.
Journal of Political Economy
I. Finley, Moses. 1965. Technical Innovation and Economic Progress in the Ancient World.
Economic History Review
Baki Adas, Emin. 2006. The Making of Entrepreneurial Islam and the Islamic Spirit of
Capitalism 1. Journal for Cultural Research
Moore, Karl and David Lewis. 1999. Birth of the Multinational: 2000 Years of Ancient
Business History from Ashur. Copenhagen: Copenhagen Business School Press
M. Kirzner, Israel. 1979. Perception, Opportunity, and Profit: Studies in the Theory of
Entrepreneurship. Chicago: University of Chicago Press
Schumpeter, Joseph A. 2000. Entrepreneurship as Inovation.
https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1512266#. (Diakses 10 Maret 2021)
Reynold, Paul D, Michael Hay, William, D Bygrave, S. Michael Camp, Erkko Autio. 1999.
Global Entrepreneurship Monitor. http://www.esbri.se/pdf/gem-rapport.pdf. (Diakses 10
Maret 2021)
Ronstadt. 2009. Entrepreneurship, 28; see also Donald F. Kuratko and David B. Audretsch,
‘Strategic Entrepreneurship:Exploring Different Perspectives of an Emerging Concept
(Report)’, Entrepreneurship: Theory and Practice. January 2009.
Howard, H., Frederick, Donald, F., Kuratko. (2010) Entrepreneurship: Theory, Process,
Practice (Australia, New Zealand) South Melbourne, Victoria : Cengage Learning Australia.
29
William B. Gartner. 1990 “What Are We Talking about When We Talk about
Entrepreneurship?” Journal of Business Venturing, 5(1), 5-25.
See Andrew H. Van de Ven. 1993 “The Development of an Infrastructure for
Entrepreneurship”, Journal of Business Venturing, 8(3), 211–30.
See David J. Brophy and Joel M. Shulman. 1992”A Finance Perspective on Entrepreneurship
Research”, Journal of Business Venturing
C Ronstadt, Robert. 1984. Entrepeneurship. MA. Lord Publishing
Bolton, B. John Thompson. 2000. “Entrepreneurs: Talent, Temperament and Technique”
Oxford: Elsevier Butterworth Heinemann.
George A. Steiner. 1979. “Strategic Planning”. New York: Free Press.
R. Duane Ireland, Michael A. Hitt, S. Michael Camp and Donald L. Sexton, 2001
“Integrating Entrepreneurship and Strategic Management Actions to Create Firm Wealth”,
Academy of Management Executive, 15(1), 2001: 49–63.

30

Anda mungkin juga menyukai