Anda di halaman 1dari 3

A.

Latar Belakang
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan seluler
kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses
penuaan Pembesaran prostat disebabkan oleh dua faktor penting yaitu ketidakseimbangan
hormon estrogen dan androgen, serta faktor umur atau proses penuaan sehingga obstruksi
saluran kemih dapat terjadi Adanya obstruksi ini akan menyebabkan, respon nyeri pada saat
buang air kecil dan dapat menyebabkan komplikasi yang lebih parah seperti gagal ginjal
akibat terjadi aliran balik ke ginjal selain itu dapat juga menyebabkan peritonitis atau
radang perut akibat terjadinya infeksi pada kandung kemih .
pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria, Seiring dengan
bertambahnya umur, maka akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen
karena produksi testoteron menurun dan akan terjadi konversi testosteron menjadi
esterogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi perubahan
mikroskopik pada prostat sudah dapat dittemukan pada umur 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik ini terus berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomik. Pada laki-
laki umur 50 tahun, angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun sekitar 80%.
Sekitar 50% dari angka tersebut di atas akan menyebabkan gejala dan tanda klinis. Karena
proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahandan efek dari perubahannya juga
terjadi perlahan-lahan .
Penyebab terjadinya kasus BPH sampai saat ini belum diketahui pasti, namun beberapa
hipotesis mengatakan bahwa BPH erat berkaitan dengan peningkatan kadar dihidrotesteron
(DHT) dan proses aging (penuaan) Pembesaran prostat mengakibatkan rangsangan pada
kandung kemih atau vesika, maka dari itu vesika sering berkontraksi walaupun belum
penuh. Meskipun vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada
akhir dari miksi akan dietmukan sisa urin di dalam kandung kemih. Karena sering terdapat
sisa urin, akibatnya terbentuk bantu endapan di dalam kandung kemih atau Vesicolithhiasis.
Jika sumbatan urin parah, maka akan dilakukan pembedahan Transurethral Reseksi
Prostatectomy (TURP). Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) merupakan prosedur
yang paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskopi. Transurethral Reseksi
Prostatectomy (TURP) merupakan suatu pembedahan yang dilakukan pada BPH dan
mempunyai tingkat keberhasilan 80- 90%.
Angka kejadian nyeri setelah operasi dalam sampel 1490 klien rawat inap bedah,
didapatkan hasil nyeri sedang atau berat, dilaporkan 41% klien pada hari 0, 30% pada hari
1 dan 19%, 16% dan 14% pada hari 2,3 dan 4. Nyeri adalah salah satu keluhan yang terjadi
pada pasien setelah mengalami tindakan pembedahan. Pembedahan adalah peristiwa yang
bersifat bifasik terhadap tubuh manusia yang berimplikasi pada pengelolaan nyeri . Nyeri
adalah kondisi tidak menyenangkan yang bersifat sangat subjektif karena perasaaan nyeri
berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang yang
mengalaminya yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Nyeri akut biasanya mempunyai penyebab yang jelas, misalkan trauma operasi, intensitas
nyeri dapat diukur melalui skala numerik dari angka 0-10, dengan kriteria 0 tidak nyeri,
kriteria 1-3 nyeri ringan, kriteria 4-6 nyeri sedang, kriteria 7-9 nyeri berat dan kriteria 10
nyeri sudah tidak dapat ditoleransi. Nyeri akut biasanya berkurang berhubungan dengan
terjadinya penyembuhan. Dampak dan nyeri terhadap hal-hal yang lebih spesifik seperti
pola tidur terganggu, selera makan berkurang ,aktivitas keseharian terganggu, hubungan
dengan sesame manusia lebih mudah tersinggung, atau bahkan terhadap mood (sering
menangis dan marah), kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan atau pembicaraan dan
sebagainya
B. Rumusan Masalah
Melihat banyaknya orang yang menderita penyakit BPH, yang menjadi
permasalahan pada asuhan keperawatan serta uraian latar belakang masalah
diatas, maka penulis tertarik mengambil kasus dengan BPH. Maka dapat
dikemukakan rumusan masalah : “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan? : Post Operasi BPH

C. Tujuan
a. Melakukan pengkajian pada pasien BPH.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien post op BPH.
c. Merumuskan intervensi perawatan pada pasien post op BPH.
d. Melaksanakan implementasi pada pasien post op BPH.
e. Melakukan evaluasi pada pasien post op BPH.

D. Manfaat
1. Bagi klien dan keluarga, dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan dan mampu
memahami tentang penyakit Benigna Prostat Hipertropi (BPH) serta
penatalaksanaannya.
2. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan, sebagai referensi dan tambahan informasi dalam
peningkatan dan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.
3. Bagi Rumah Sakit, hasil karya tulis diharapkan menjadi informasi dalam saran dan
evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan yang lebih kepada pasien rumah sakit yang
akan datang.
4. Bagi pembaca, sebagai ilmu pengetahuan tentang penyakit Benigna Prostat Hipertropi
(BPH) dan bagaimana melakukan asuhan keperawatannya.
Definisi BPH

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat non-kanker. Ini adalah
gangguan urologi yang umum pada pria yang berusia di atas 50 tahun. Pembesaran prostat ini
menyebabkan uretra, saluran yang mengalirkan air kemih keluar dari penis, terjepit dan
menyempit. Ini menyumbat pembuangan air kemih keluar dari kandung kemih dan diperlukan
tekanan lebih besar untuk membuang air kemih.. keadaan dimana kelenjar prostat mengalami
pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan
menutup orifisium uretra . Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh
penambahan jumlah sel

Kandung kemih mulai berkontraksi, bahkan bila kantung ini tidak penuh seluruhnya, dan
kemudian lambat-laun kehilangan kemampuan untuk mengosongkan sendiri.
Gejala Pembesaran Prostat Jinak dikaitkan dengan penyempitan uretra dan pengosongan
kantung kemih yang tidak tuntas.

Etiologi

Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:

1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai dengan
mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh
ketidak mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat terjadi pada
malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing

Anda mungkin juga menyukai