Kisi Kisi LCC Permuseuman 2020
Kisi Kisi LCC Permuseuman 2020
MATERI PERMUSEMAN
Oleh :
2020
SELAYANG PANDANG PERKEMBANGAN
MUSEUM DI INDONESIA
A. Pengantar Permuseuman
Dalam awal sejarahnya museum terbentuk karena adanya pengaruh yang luar biasa dari
perkembangan ilmu pengetahuan. Kata Museum berasal dari bahasa Yunani yaitu Mouseion yang
berarti kuil tempat pemujaan terhadap Dewi-dewi Muze, putera Dewa Zeus dengan Mnemosyne.
Dewi-dewi Muze tersebut merupakan dewi-dewi penguasa ilmu pengetahuan dan kesenian, yang terdiri
antara lain :
1. Calliope, dewa syair kepahlawanan
2. Euterpe, dewa seni musik dan syair lyrik
3. Erato, dewa syair percintaan
4. Polithemnia, dewa syair puji-pujian yang bersifat suci
5. Clio, dewa sejarah
6. Thalia, dewa seni komedi
7. Terpsichore, dewa seni tari
8. Melpomene, dewa seni tragedi
9. Urania, dewa ilmu pengetahuan perbintangan (ilmu falak).
Dalam mitosnya bahwa kesembilan dari Dewi Muze putri Dewa Zeus tersebut menguasai
cabang ilmu pengetahuan dan kesenian. Mereka dipuja dalam suatu ritual penting untuk melengkapi
pengabdian masyarakat kepada dewa Zeus. Secara etimologis, kata Zeus berkaitan dengan arti kata
deos, dewa dan Theo yang berarti Tuhan. Kuil tempat pemujaan dewi-dewi Muze itu kemudian disebut
Muzeum.
Dalam perkembangannya kata Museum telah mengalami beberapa kali perubahan makna
sejalan dengan sejarah perkembangan museum. Embrio (cikal bakal) Museum yang kita kenal saat ini
sebenarnya telah ada pada masa prasejarah, dan kemudian berkembang sejalan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan sehingga museum dapat dipahami tentang maknanya dan arti pentingnya sampai
saat ini.
Terjadinya proses itu tidak lepas dari adanya naluri alamiah manusia sebagai makhluk
pengumpul (Collecting Insting). Perkembangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Masa Prasejarah
Berdasarkan hasil penelitian arkeologi telah ditemukan sekumpulan barang-barang berupa
kepingan-kepingan batu (oker), fosil kerang dari aneka bentuk, serta batu-batuan yang sangat
aneh bentuknya. Barang-barang tersebut diindikasikan sebagai barang-barang yang didapatkan
oleh hasil pengumpulan yang dilakukan oleh Manusia Neanderthal (manusia yang berdiam di
lembah Neander). Kumpulan koleksi-koleksi tersebut kemudian dikenal dengan nama Curio
Cabinet. Nama ini kemudian untuk menyebut museum pada awal mulanya.
2. Masa Abad Pertengahan
Museum dipakai untuk menyebut koleksi-koleksi pribadi para bangsawan, para pelindung dan
pecinta seni budaya yang kaya raya dan makmur, maupun para pecinta pengetahuan. Museum ini
tidak dibuka untuk umum, atau dapat dikatakan bahwa barang-barang yang berhasil dikumpulkan
tersebut hanya untuk “klangengan”. Hanya orang-orang tertentu saja yang diberi kesempatan
untuk melihat museum ini, karena koleksi-koleksi yang tersaji merupakan ajang prestise bagi
pemiliknya.
3. Masa Renaisance
Memasuki masa Renaisance di Perancis, minat kaum bangsawan, hartawan akan ilmu
pengetahuan tumbuh berkembang luar biasa. Orang-orang pemberani mulai bermunculan.
Mereka rela mempertaruhkan nyawa untuk mengarungi lautan guna mencari hal-hal yang baru
termasuk mencari benua baru. Dari hasil penemuannya mereka berhasil membawa oleh-oleh hal-
hal yang baru dan menarik bagi mereka dan bangsanya. Oleh-oleh orang kulit berwarna sebagai
budak, barang-barang aneh dan menarik yang di daerah mereka tidak ditemukan, cerita-cerita
maupun hal-hal lain yang bagi mereka sungguh aneh dan menarik. Semua itu mereka kumpulkan
dan telah menambah perbendaharaan pengetahuan yang tak ternilai harganya bagi Benua Eropa
Barat. Benda-benda hasil seni dan kebudayaan, maupun benda-benda hasil teknologi purba dari
luar Eropa merupakan modal koleksi awal yang kelak menjadi dasar pertumbuhan museum-
museum besar di Eropa. Golong pengumpul barang-barang kuna dan antik pada zaman ini sering
dikenal dengan kaum antiquarian.
4. Masa Ensiklopedi
Pada masa ini Museum pernah dipakai untuk menyebut kumpulan ilmu pengetahuan dalam
bentuk karya tulis seorang sarjana. Pada masa ini (masa sesudah Renaisance) ditandai dengan
makin banyaknya orang melakukan kegiatan untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 1
baik tentang manusia, pelbagai makhluk, flora dan fauna, tentang bumi dan jagad raya beserta
isinya.
5. Masa Revolusi Perancis
Revolusi Perancis tahun 1789 sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Demokratisasi dalam bidang ilmu pengetahuan segera berkembang. Istana-istana
raja, gereja-gereja yang indah dengan berbagai pernik-perniknya “dijadikan milik umum” yang
dapat dinikmati oleh umum. Bahkan banyak koleksi-koleksi perseorangan yang dihibahkan pada
perkumpulan-perkumpulan yang bergerak dalam bidang ilmu dan kesenian untuk dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Dari sinilah akhirnya pemahaman mengenai museum
berkembang sampai saat ini. Museum yang dulunya tertutup untuk umum menjadi museum yang
terbuka bagi siapa saja tanpa kecuali, seperti sekarang ini.
Di dorong oleh wawasan baru mengenai pendidikan dan kebudayaan, maka kalangan
profesional permuseuman dari seluruh dunia telah mendirikan suatu badan kerja sama profesional
yang disebut ICOM (International Council of Museums). Pembentukan badan ini bertujuan antara lain
untuk :
1. Membantu museum-museum yang ada di seluruh dunia;
2. Menyelenggarakan kerja sama antar museum dan antar anggota profesi permuseuman:
3. Mendorong pentingnya peranan museum dan profesi permuseuman dalam tiap paguyuban hidup;
4. Memajukan pengetahuan dan saling pengertian antara bangsa yang semakin luas.
Menyadari akan pentingnya peranan museum bagi setiap paguyuban hidup nasional dan
internasional, maka ahli permuseuman tingkat internasional yang tergabung dalam ICOM (International
Council of Museums) kemudian merumuskan definisi museum dalam musyawarah umum ke XI yang
diselenggarakan di Copenhagen pada tanggal 14 Juni 1974, bahwa yang dimaksud dengan museum
adalah suatu lembaga yang permanen, yang melayani kepentingan masyarakat dan kemajuannya,
terbuka untuk umum, tidak bertujuan mencari keuntungan, yang mengumpulkan, memelihara, meneliti,
memamerkan dan mengkomunikasikan benda-benda pembuktian material manusia dan
lingkungannya, untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan rekreasi.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 2
tersebut selanjutnya diketuai oleh Dr. J.L.A. Brandes. Sepeninggalnya, komisi ini sempat terbengkalai
dalam tugas-tugasnya. Selanjutnya tahun 1910 M, sebagai ketua komisi diangkatlah Dr. N.J. Krom. Dia
memiliki pandangan yang tajam dalam bidang tinggalan kepurbakalaan di Hindia Belanda. Untuk
pengembangan kelembagaan, dia belajar tata organisasi kepurbakalaan di India dan Birma. Atas hasil
studinya, maka diusulkan adanya lembaga kepurbakalaan yang lebih representatif. Usulnya
mendapatkanpersetujuan pemerintah Hindia Belanda dan akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan No.
62, 14 Juni 1913 M.
Dengan keluarnya surat keputusan tersebut, maka hapuslah ”Commissie in Nederlandsch-
Indie voor oudheidkundige onderzoek op Java en Madoera” yang bersifat sementara itu. Sebagai
gantinya, berdasarkan keputusan tersebut berdirilah ”Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie”
(Jawatan Purbakala di Hindia Belanda). Untuk memimpin Jawatan Purbakala tersebut, diangkatlah Dr.
N.J. Krom sebagai ketua yang pertama kali. Tugasnya tidak hanya menyangkut Jawa dan Madura,
tetapi seluruh Nusantara.
Setelah menjalankan tugas kurang lebih 3 tahun, pada pertengahan tahun 1916 M, Dr. N.J.
Krom yang pergi ke Negeri Belanda, poisisnya sebagai kepala OD (Oudheidkundige Dienst) atau Dinas
Purbakala digantikan oleh Dr. F.D.K. Bosch. Pada masa pelaksanaan tugasnya, Bosch banyak
melakukan upaya rekonstruksi terhadap candi-candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dalam rangka
menjaga kelestarian benda purbakala, pada masa ini dikeluarkan peraturan yang mengikat upaya
pelestarian benda purbakala, yang kemudian disebut dengan MO (Monumentent Ordonantie) No. 19
tahun 1931 M Staatblad 238 yang kemudian diperbaiki tahun 1934. Keberadaan MO menandai adanya
kepastian hukum tentang upaya menjaga kelestarian tinggalan purbakala.
Pada pertengahan tahun 1936 M, Dr. F.D.K. Bosch digantikan oleh Dr. W.F. Stutterhim.
Sttuterhim mendirikan sebuah seklah A.M.S gaya baru di Solo dengan jurusan Sastra Timur. Dalam
kurikulum sekolah tersebut, ia memasukkan Sejarah Kesenian dan Kebudayaan Indonesia. Pada era
ini (1938 – 1939) Dr. W.H. Stuttehim melanjutkan misi Dr. F.D.K. Bosch yaitu melakukan pengawasan
pemugaran dan dokumentasi bangunan-bangunan yang memiliki koherensi dengan keraton, antara
lain Gedung Panggung Krapyak, Masjid Sela Panembahan, Situs Pesanggrahan Rejawinangun atau
Warung Bata, Benteng Baluwarti, dan Plengkung Tarunusura.
Tahun 1942 M, pemerintah Hindia Belanda digantikan oleh pasukan pendudukan Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang, usaha-usaha pengelolaan purbakala tidak mendapatkan perhatian
yang berarti. Kantor pusat di Jakarta tidak lagi aktif melakukuan upaya-upaya perlindungan dalam
bidang kepurbakalaan. Karena vakum akan kegiatan, maka kantor pusat dipindahkan ke Yogyakarta.
Pada masa pendudukan Jepang, semua kegiatan difokuskan pada propaganda pemerintahan Jepang.
Tahun 1943, seksi kepurbakalaan turut membnatu dalam hal itu dengan dibentuknya lembaga
kebudayaan jaman Jepang yang disebut Keimin Bhunka Shidoso. Pada masa penjajahan Jepang
inilah, seorang pembesar Jepang di Magelang melakukan pembongkaran dengan ceroboh timbunan
batu di tenggara Candi Borobudur.
Memasuki masa kemerdekaan, pemerintah Belanda berusaha menghidupkan kembali OD
(Oudheidkundige Dienst). Dalam hal ini ditunjuk Ir. H.R. van Romondt sebagai pimpinan sementara
OD. Kegiatan dokumentasi peninggalan purbakala terus dilakukan, baik verbal, visual, audio visual,
dan piktorial. Kegiatn-kegiatan dapat dilihat dalam pelaksanaan pemugara Candi Siwa Prambanan.
Pada tahun 1947, OD dipimpin oleh Prof. Dr. A.J. Bernet Kempers. Setelah terbentuknya NKRI, pada
tahun 1951 beberapa jawatan purbakala melebur menjadi Dinas Purbakala. Setelah 40 tahun dipimpin
oleh bangsa asing, tahun 1953 Dinas Purbakala dan Peninggalan Nasional dipimpin oleh orang
pribumi yaitu R. Soekmono. Dalam perkembangannya institusi tersebut berubah menjadi Lembaga
Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN).
Pada tahun 1975, perubahan struktur organisasi terjadi dalam tubuh LPPN. Selanjutnya
institusi tersebut dibagi menjadi dua unit, yakni yang bersifat teknis administrasi operasional atasu
pelestarian dikelola oleh Direktorat Sejarah dan Purbakala (DSP), sementara yang bersifat penelitian
dipegang oleh Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (PPPPN). Dalam
perkembangannya kedua institusi ini pernah berganti nama, yakni Direktorat Perlindungan dan
Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (DP3SP) dan kemudian berubah menjadi Direktorat
Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditlinbinjarah).
Secara yuridis landasan hukum perlindungan peninggalan purbakala sejak Hindia Belanda
yaitu MO (Monumenten Ordonnantie), pada tahun 1992 telah diperbaharui yaitu dengan
diundangkannya UURI nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dua dekade kemudian
peraturan tersebut diganti kembali setelah diundangkannya UURI No 11 tahun 2010 tentang Cagar
Budaya. Lembaganya juga mengalami perubahan nama yaitu dari Direktorat Kepurbakalaan menjadi
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (DPCBM) dan dilengkapi dengan UPT di
sejumlah daerah bernama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 3
C. Sejarah Awal Museum Di Indonesia Abad XVII s.d. XIX
Kondisi alam Indonesia yang merupakan daerah tropis, menyebabkan alamnya kaya akan
tumbuh-tumbuhan aneh bagi bangsa Eropa. Bagi bangsa Eropa, tumbuh-tumbuhan di Indonesia
sangat menarik terutama rempah-rempah yang bernilai jual tinggi. Disamping itu, kedatangan mereka
ke Indonesia yang juga diikuti oleh para ilmuwan juga, mulai tertarik pada flora dan fauna yang ada di
Indonesia. Karena itulah ekspedisi dan penelitian ilmiah juga dilakukan oleh para ilmuwan Belanda di
Indonesia. Salah seorang peneliti tersebut adalah Geroge Eberhhard Rumpt (1628-1702). Dia adalah
seorang berkebangsaan Jerman yang bekerja untuk VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie).
Ketika menjadi seorang suadagar, tahun 1660 dia mulai tertarik dengan flora, fauna dan alam di pulau
Ambon. Pada tahun 1662 dia mulai mengumpulkan berbagai spesies tumbuhan dan kerang di
rumahnya. Karena selaranya akan ilmu pengetahuan di jaman Renaisance dan kegemarannya akan
nama-nama Latin atau Yunani, namanya mulai terkenal dengan Rumphius.
Gejala awal akan berdirinya museum di Indonesia sudah mulai tampak pada sekitar akhir abad
XVIII ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa di Eropa. Saat itu di Eropa
terjadi semacam revolusi intelektual (the Age of Enlightenment), yaitu suatu keadaan dimana orang
mulai mengembangkan pemikiran-pemikiran ilmu dan ilmu pengetahuan. Hal inilah kemudian
menyebabkan munculnya beberapa perkumpulan ilmu pengetahuan di Eropa. Oleh karena itulah, pada
tahun 1752 di Kota Haarlem (Belanda), berdiri perkumpulan “De Holandsche Maatschapij der
Wetenschappen” (Perkumpulan Ilmiah Belanda). Perkumpulan ini mempunyai beberapa cabang yang
tersebar di berbagai kota di Belanda. Hal ini mendorong orang-orang Belanda di Batavia (Indonesia)
untk mendirikan organisasi sejenis.
Suatu saat perkumpulan itu bermaksud mendirikan cabang di Batavia (Jakarta) yang pada
masa itu masih menjadi daerah jajahan Belanda sama seperti daerah-daerah lain di Indonesia. Tetapi
para ilmuwan yang mendapat dukungan dari orang-orang penting pemerintah kolonial lebih memilih
mendirikan perkumpulan sendiri terpisah dengan perkumpulan-perkumpulan yang ada di Belanda.
Maka pada tanggal 24 April 1778 di Batavia (Jakarta) berdirilah perkumpulan ilmu pengetahuan yang
bernama “Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”. Perkumpulan ini mempunyai
semboyan "Ten Nutte van het Algemeen" (untuk kepentingan umum). Sedangkan tujuan dari berdirinya
lembaga ini adalah ingin memajukan penelitian di bidang biologi, ilmu alam, ilmu purbakala, ilmu
sastra, ilmu bangsa-bangsa, ilmu sejarah, kesenian dan juga menerbitkan hasil-hasil penelitian. Salah
seorang tokoh pendiri lembaga tersebut yang bernama J.C.M. Radermacher (1741‐1783), berkenan
menyumbangkan sebuah rumah di Kalibesar daerah perdagangan besar di Kota Jakarta lama untuk
pengembangan lembaga ini. Dia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang
selanjunnya menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan nasional di Indonesia.
Disamping J.C.M. Radermacher yang seorang kolektor numismatik, terkait dengan aksinya
yang memberikan sumbangan terhadap perbendaharaan koleksi di “Bataviaasche Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen”, adalah Egbert Willem van Orsoy de Flines (1886-1964). Dia adalah
seorang kolektor keramik. Koleksi keramik hasil pengumpulannya juga diserahkan ke “Bataviaasche
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”. Raden Saleh Sjarif Bustaman (1814-1880), selain
seorang pelukis juga merupakan seorang bangsawan dan ilmuwan. Dalam perjalanan budayanya ke
Jawa sering dipakai untuk mengumpulkan benda-benda arkeologi dan manuskrip yang masih dimiliki
oleh keluarga-keluarga pribumi. Ekskavasi mencari fosil juga sering ia lakukan. Disamping lukisan,
koleksi-koleksi pribadi hasil perjalanan dan ekskavasinya memberikan sumbangan besar terhadap
perkembangan “Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”. Nama-nama lain yang
memberikan sumbangan cukup besar dalam pengembangan “Bataviaasche Genootschap van Kunsten
en Wetenschappen”, antara lain F.W. Junghuhn (1809 – 1864), Bupati Galuh, Kinsbergen, dan Canter
Visscher.
Memasuki awal abad XIX, sejalan dengan peristiwa sejarah yang terjadi di Eropa maka di
Indonesia, pemerintah kolonial Belanda digantikan oleh Inggris yang berlangsung dari tahun 1811-1816
di bawah pemerintahan Letnan Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamfort Raffles. Lembaga tersebut
kemudian diambil alih. Sebagai direksi kemudian Raffles membangun gedung yang baru di Jalan
Majapahit 3 Jakarta dan mengubah nama lembaga dari “Bataviaasche Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen” menjadi “Literary Society”. Dulu gedung tersebut dikenal dengan nama gedung
“Societeit de Harmonie”. Lokasi tempat bangunan tersebut berdiri, sekarang dibangun gedung
sekretaris negara yang berlokasi di dekat Istana Kepresidenan Jakarta.
Dengan interval waktu masa kolonial Inggris di Indonesia yang relatif singkat tersebut Raffles
telah melakukan banyak kegiatan yang besar sumbangannya terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Antara lain menerbitkan buku yang berjudul “History of Java”. Kemudian berhasil pula
membangun Kebun Raya Bogor sebagai pusat penelitian botani tropis. Disamping itu juga berhasil
membangun Benteng Malborough di Bengkulu.
Setelah masa kolonial Inggris berlalu dan Indonesia kembali dikuasai oleh pemerintah kolonial
Belanda, pada pertengahan abad XIX timbul perkembangan spesialisasi ilmu pengetahuan yaitu ilmu-
ilmu di bidang kebudayaan dan ilmu-ilmu pengetahuan alam. Lembaga yang dulu pernah dikelola oleh
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 4
pemerintah kolonial Inggris kembali ke tangan pemerintah kolonial Belanda dengan nama seperti
semula yaitu “Bataaviasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”. Namun perhatian lembaga
ini lebih dipusatkan pada bidang ilmu kebudayaan. Terutama ilmu bahasa, ilmu sosial, ilmu bangsa-
bangsa, ilmu purbakala dan sejarah.
Di Batavia (Jakarta) anggota lembaga ini selalu bertambah. Perhatian di bidang kebudayaan
terus berkembang dan jumlah koleksi sebagai sarana penelitian meningkat luar biasa sehingga
gedung di jalan Majapait 3 Jakarta menjadi sempit. Tahun 1862 Pemerintah Kolonial Belanda
memutuskan membangun gedung baru di sebuah tempat yang berlokasi di Jalan Medan Merdeka
Barat No. 12 (lokasi Museum Nasional sekarang). Dulu tempat tersebut dikenal dengan nama
Koningsplein West. Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst
Hogeschool atau “Sekolah Tinggi Hukum” (pada masa Jepang pernah dipakai sebagai markas
Kempetai). Sekarang dimanfaatkan sebagai kantor Departemen Pertahanan dan Keamanan. Pada
tahun 1868 gedung tersebut mulai dibuka untuk umum sebagai museum. Pada tahun 1923,
perkumpulan “Bataaviasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen” memperoleh gelar
“Koninklijk” karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah, sehingga perkumpulan
tersebut bernama lengkap “Koninklijk Bataaviasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”.
Bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta, museum tersebut sangat dikenal.
Mereka menyebutnya sebagai “Gedung Gajah” atau “Museum Gajah”. Hal itu karena di halaman
depan museum terdapat sebuah patung gajah berbahan perunggu. Patung gajah tersebut merupakan
hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke Indonesia,
khususnya ke museum tersebut pada tahun 1871. Masyarakat Jakarta kadangkala menyebut museum
tersebut sebagai “Gedung Arca” karena di dalamnya banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca
yang berasal dari berbagai periode.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 5
lembaga penelitiannya berkatian erat dengan usaha eksploitasi sumber kekayaan alam wilayah
jajahan. Hal itu dilakukan oleh pemerintah kolonial sebagai usaha untuk mempertahankan wilayah
tersebut. Karena dengan memahami kebudayaan suatu bangsa akan mengetahui pola pikir bangsa
tersebut.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 6
kabinet Ampera, Lembaga Museum-museum Nasional dirubah menjadi Direktorat Museum. Tahun
1975 Direktorat Museum disempurnakan menjadi Direktorat Permuseuman, yang waktu itu sebagi
direktur adalah Drs. Mohammad Sutaarga. Sekalipun demikian, masih ada multi administrasi di bidang
permuseuman. Dalam arti kata bahwa di luar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ada
departemen atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan dan mengelola museumnya masing-
masing.
Pembangunan permuseuman di Indonesia diawali dengan adanya Proyek Rehabilitasi dan
Perluasan Museum Pusat (Museum Nasional) dan museum Bali pada Pelita I (1969/1970-1973/1974).
Proyek Permuseuman itu berkembang menjadi Proyek Pengembangan Permuseuman di Indonesia
dan terakhir menjadi Proyek Pembinaan Permuseuman. Memasuki Pelita II ditetapkan suatu kebijakan
untuk memugar dan memperluas museum-museum daerah warisan Kolonial diarahkan menjadi jenis
museum, umum, dan bagi Propinsi yang belum memiliki museum didirikan museum baru dengan jenis
museum umum pula.
Pada Pelita II (1974/1975-1978/1979) pembangunan Permuseuman telah meliputi 11 Propinsi
di Indonesia. Melalui Direktorat Permuseuman pemerintah tidak saja memperhatikan dan
mengembangkan museum dilingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan saja, tetapi juga
membina dan mengembangkan museum yang berada di luar Lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, museum yang dikelola oleh swasta dan pemerintah daerah.
Pada Pelita III (1979/1980-1983/1984) dan Pelita IV (1984-1989) pembangunan Permuseuman
telah menjangkau 26 propinsi. Penyempurnaan pembangunan museum Negeri Propinsi di Indonesia
dapat diselesaikan pad akhir Pelita V (1989/1990-1993/1994). Kegiatan Proyek masih berlanjut sampai
dengan Pelita VI (1994/1995-1998/1999). Di samping membangun museum Propinsi yang berjumlah
26 itu (DKI Jakarta diwakili oleh Museum Nasional) Direktorat Permuseuman juga mendirikan 4
museum yang ada di DKI Jakarta dan 1 museum khusus yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tujuan didirikan museum setelah Kemerdekaan adalah untuk kepentingan pelestarian warisan
budaya dalam rangka pembinaan dan pengembangan kebudayaan bangsa, dan sebagai sarana
pendidikan nonformal. Di samping itu Museum Negeri Propinsi yang merupakan jenis museum umum
itu diharapkan dapat menyajikan suatu gambaran yang konprehensif mengenai, baik warisan budaya,
aspek-aspek kesejarahan yang utama pada suatu Propinsi, maupun sejarah alamnya, juga penyajian
wawasan Nusantara dalam suatu tata pameran khusus sebagai pencerminan kesatuan bangsa.
G. Klasifikasi Museum
Sejak jaman kemerdekaan pertumbuhan museum di Indonesia tampak sengat luar biasa.
Museum-museum baru banyak bermunculan baik itu yang didirikan oleh departeman-departeman
maupun yayasan-yayasan swasta dengan macam-macam jenis koleksi yang disajikan. Untuk
memudahkan pendataan dibuat semacam klasifikasi untuk mengidentifikasikan sebuah museum.
Pengklasifikasian ini didasarkan atas tiga hal yaitu koleksi yang disajikan, ruang lingkup wilayah tugas
dan status hukumnya.
Berdasarkan koleksi yang disajikan museum dapat dibedakan menjadi dua yaitu museum
umum dan museum khusus. Museum umum adalah museum yang mempunyai koleksi yang tidak
hanya ditunjang oleh satu cabang ilmu saja, misalnya ilmu hayat, ilmu dan teknolgi, antropoligi,
ethnografi, dan lain-lain. Maka museum tersebut dilihat dari jenis koleksi nya termasuk museum
umum. Museum khusus adalah sebuah museum yang koleksi-koleksinya hanya ditunjang oleh satu
cabang ilmu saja, misalnya ilmu hayat, ilmu dan teknolgi, antropoligi, ethnografi, maupun seni. Sebagai
contoh museum khusus adalah Museum Sejarah Perjuangan (Museum Benteng Vredeburg
Yogyakarta, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Museum Seni Lukis Affandi, Musem Tektstil
Jakarta, dan sebagainya).
Menurut status hukumnya museum dibedakan menjadi dua yaitu museum pemerintah (negeri)
dan museum swasta. Museum pemerintah (negeri) adalah museum yang segala hal yang
berhubungan dengan pengelolaan museum ditanggung oleh pemerintah. Demikian pula museum
swasta, adalah museum yang segala hal yang berhubungan dengan pengelolaan museum ditanggung
oleh yayasan. Sebagai contoh Museum Nasional Jakarta, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta,
Museum Sonobudoyo, karena didukung dengan dana dari pemerintah maka disebut museum
pamerintah. Lain dengan museum Monumen Yogya Kembali, Museum Wayang Kakayon, Museum
Batik Yogyakarta, dan sebagainya. Biaya pengelolaannya ditanggung oleh yayasan.
Menurut ruang lingkup wilayah tugasnya klasifikasi museum dibedakan sebagai berikut yaitu :
Museum Nasional, Museum Lokal (Provinsi, Kabupaten, Kotamadia, Kecamatan dll). Museum Nasional
adalah museum yang menggambarkan harta warisan sejarah dan kebudayaan nasional. Museum ini
menjadi urusan dan tanggungan pemerintah. Demikian pula museum lokal, adalah museum yang
menggambarkan harta warisan dan kebudayaan lokal. Museum lokal ini ruang lingkupnya dibagi
menjadi tingkat provinsi, kabupaten dan kotamadia. Museum Nasional hanya ada satu yaitu yang
berada di Jakarta yang terkenal dengan Museum Gajah. Pada awal mulanya Museum Provinsi ada 27
karena setiap provinsi sudah mempunyai museum, setelah diresmikannya Museum Negeri Provinsi
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 7
Timor Timur oleh Wakil Presiden Tri Sutrisno pada tanggal 17 Juni 1996. Pada masa itu Direktur
Direktorat Permuseuman yang ketika yaitu Dra. Sri Soejatmi Satari.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 8
Bidang Perawatan dan Pengawetan mempunyai tugas melaksanakan perawatan dan
pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang
Perawatan dan Pengawetan menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;
2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;
3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;
4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan
5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan terdiri atas:
1. Seksi Observasi;
Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan
serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional.
2. Seksi Perawatan;
Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan
restorasi benda bernilai budaya berskala nasional.
3. Seksi Pengawetan.
Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan
lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Penyajian dan Publikasi mempunyai tugas melaksanakan perancangan, penyajian dan
publikasi benda bernilai budaya berskala nasional.Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Penyajian
dan Publikasi menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan pembuatan rancangan pameran benda bernilai budaya berskala nasional;
2. pelaksanaan pembuatan sarana pameran benda bernilai budaya berskala nasional;
3. pelaksanaan pembuatan replika benda bernilai budaya berskala nasional;
4. pelaksanaan penyajian benda bernilai budaya berskala nasional;
5. pelaksanaan pengamanan benda bernilai budaya berskala nasional; dan
6. pelaksanaan publikasi benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Penyajian dan Publikasi terdiri atas:
1. Seksi Perancangan;
Seksi Perancangan mempunyai tugas melakukan pembuatan rancangan dan sarana pameran
serta replika benda bernilai budaya berskala nasional.
2. Seksi Penyajian;
Seksi Penyajian mempunyai tugas melakukan penataan, pemajangan, dan pengamanan benda
bernilai budaya berskala nasional.
3. Seksi Publikasi.
Seksi Publikasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, dan penyebarluasan data
dan informasi benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Kemitraan dan Promosi mempunyai tugas melaksanakan layanan edukasi, kemitraan,
dan promosi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional. Dalam melaksanakan tugasnya,
Bidang Kemitraan dan Promosi menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan layanan edukasi benda bernilai budaya berskala nasional;
2. pelaksanaan kemitraan di bidang benda bernilai budaya berskala nasional; dan
3. pelaksanaan promosi benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Kemitraan dan Promosi terdiri atas:
1. Seksi Layanan Edukasi;
Seksi Layanan Edukasi mempunyai tugas melakukan pemberian layanan edukasi di bidang benda
bernilai budaya berskala nasional.
2. Seksi Kemitraan;
Seksi Kemitraan mempunyai tugas melakukan kemitraan di bidang benda bernilai budaya berskala
nasional.
3. Seksi Promosi.
Seksi Promosi mempunyai tugas melakukan promosi benda bernilai budaya berskala nasional.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 9
1. Seksi Registrasi;
Seksi Registrasi mempunyai tugas melakukan pencatatan, inventarisasi, dan penghapusan benda
koleksi museum bernilai budaya berskala nasional.
2. Seksi Dokumentasi;
Seksi Dokumentasi mempunyai tugas melakukan pendokumentasian benda koleksi museum
bernilai budaya berskala nasional.
3. Seksi Perpustakaan.
Seksi Perpustakaan mempunyai tugas melakukan pengelolaan perpustakaan Museum Nasional.
Seluruh tugas yang diatur dalam struktur organisasi tersebut adalah untuk mencapai visi
Museum Nasional yaitu : Museum Kebudayaan Indonesai bertaraf Internasional. Sedangkan misinya
adalah :
1. Memberikan pelayanan prima di bidang pendidikan kebudayaan;
2. Menyelenggarakan pengkajian permuseuman yang berkualitas;
3. Menyajikan informasi koleksi untuk menumbuhkan apresiasi, imajinasi, dan inovasi.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 10
MUSEUM : TUGAS, MANFAAT DAN FUNGSINYA
Menurut musyawarah umum ke XI para ahli permuseuman tingkat internasional yang tergabung
dalam ICOM (International Council of Museums), definisi museum adalah suatu lembaga yang permanen,
yang melayani kepentingan masyarakat dan kemajuannya, terbuka untuk umum, tidak bertujuan mencari
keuntungan, yang mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan dan mengkomunikasikan benda-
benda pembuktian material manusia dan lingkungannya, untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan rekreasi.
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa pengertian antara lain bahwa :
a. Museum merupakan lembaga yang tetap dan tidak mencari keuntungan
b. Museum merupakan lembaga yang melayani masyarakat untuk kepentingan masyarakat itu sendiri,
dalam hal ini museum merupakan sarana sosial budaya
c. Museum memperoleh atau menghimpun barang-barang pembuktian tentang manusia dan
lingkungannya.
A. Tugas Museum
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan museum mempunyai
tugas mengumpulkan, memelihara, meneliti, serta memamerkan dan mengkomunikasikan benda-
benda pembuktian material manusia dan lingkungannya untuk tujuan studi, pendidikan dan rekreasi.
Benda-benda yang dikumpulkan oleh museum setelah mengalami penanganan khusus dalam
proses pengumpulannya kemudian menjadi koleksi museum. Yang dimaksud dengan koleksi museum
adalah semua jenis benda bukti material hasil budaya manusia, alam dan lingkungannya yang
disimpan dalam museum dan mempunyai nilai bagi pembinaan dan atau pengembangan sejarah, ilmu
pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. Ada beberapa cara dalam pengumpulan benda-benda bukti
material hasil budaya alam dan lingkungannya yang dilakukan oleh museum dapat melalui proses
antara lain penemuan, pembelian, hibah, titipan dan sitaan.
Setelah benda-benda tersebut sudah masuk masuk ke museum dalam arti menjadi koleksi
museum tentunya harus dijaga keberadaannya dalam arti dirawat. Perawatan koleksi ini dimaksudkan
untuk menjaga koleksi agar tidak mengalami kerusakan seperti oleh suhu, kelembaban, jamur, insek
(serangga) serta akibat mikro-organisme lainnya. Oleh karena itu dalam merawat koleksi harus selalu
memperhatikan kelembaban, suhu dan pencahayaan (kualitas ultra violet) koleksi yang bersangkutan.
Koleksi museum supaya dapat “berbicara” terhadap pengunjung museum tentunya harus
melalui proses penelitian untuk menguak “misteri” yang ada dari koleksi museum tersebut. Ada
“pesan” apa dibalik koleksi yang ada di museum. Hasil penelitian itu diharapkan dapat membuat
koleksi tersebut dapat “berbicara” tentang jati dirinya. Dalam proses inilah berlangsung adanya
penelitian koleksi museum.
Koleksi museum meski sudah diteliti dengan memakan biaya, waktu dan pikiran yang tidak
sedikit tidak akan bermanfaat apa-apa bila tidak dikomunikasikan kepada masyarakat. Specifikasi
museum yang terbuka untuk umum untuk studi, pendidikan dan rekreasi tidak akan teraktualisasi
sebelum koleksi museum dikomunikasikan. Oleh karenanya pengkomunikasian koleksi museum ini
memegang peranan yang sangat penting. Media paling efektif untuk mengkomunikasikan koleksi
museum adalah dengan penyelenggaraan pameran.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut museum didukung oleh berbagai komponen
penggerak kegiatan museum yang beroperasi secara koodinatif dalam satu sistem yang menyatu
dimana komponen penggerak kegiatan museum yang beroperasi secara koodinatif dalam satu sistem
yang menyatu dimana komponen yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan saling
mendukung. Komponen-komponen tersebut antara lain :
a. Bagian Ketatausahaan Museum (Administrasi)
Bagian ini menangani kegiatan-kegiatan antara lain surat menyurat, kearsipan, keuangan,
kepegawaian, perlengkapan protokol, kebersihan dan keamanan. Disamping itu ada tugas dari
bagian ini yang memerlukan penanganan khusus adalah perpustakaan museum, pengamanan
museum dan registrasi koleksi museum.
Seorang petugas registrasi koleksi (registrar) mempunyai tugas pokok antara lain :
1. Mencatat keluar masuknya benda-benda, baik yang dianggap calon koleksi museum
maupun yang sudah dijadikan milik museum untuk dijadikan koleksi.
2. Mencatat dalam buku induk registrasi semua benda yang telah menjadi koleksi museum,
sebagai bagian dari seluruh inventaris milik museum tersebut.
3. Turut melakukan pengawasan terhadap gudang studi koleksi dan tempat penyajian koleksi.
b. Bagian/kelompok kerja teknis koleksi (Kurator)
Kurator adalah sebutan bagi petugas yang mengelola koleksi termasuk penyimpanannya di ruang
storage. Tugas pokok dari kelompok ini adalah melaksanakan pengkajian koleksi. Pengkajian
koleksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan bentuk. Diantaranya ialah melakukan
pencatatan/pendataan koleksi museum, identifikasi koleksi, klasifikasi koleksi dan katalogisasi
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 11
koleksi museum. Data-data yang terkumpul sebagai hasil identifikasi dan klasifikasi koleksi
menjadi bahan acuan untuk membuat diskripsi koleksi. Dalam proses pembuatan diskripsi koleksi
ini memerlukan orang yang memiliki keahlian khusus dalam bidangnya. Misalnya untuk
mendiskripsi arca diperlukan seorang ahli ikonografi. Untuk koleksi etnografi diperlukan ahli
antropologi atau etnografi, untuk naskah-naskah lama diperluukan ahli filologi, untuk benda-benda
logam diperlukan seorang hali metalurgi, untuk benda keramik diperlukan ahli keramologi, dan
sebagainya.
c. Bagian Perawatan Koleksi
Bagian ini dalam museum dikenal dengan sebutan kelompok kerja konservasi. Kesehatan koleksi
dan pengamanan koleksi dari kerusakan akibat gangguan iklim dan lingkungan, cahaya,
serangga, micro organisme, pencemaran atmosferik, penanganan koleksi dari bahaya api menjadi
tanggungjawab dari kelompok ini. Orang yang brertugas melakukan pemeliharaan terhadap
koleksi museum dari berbagai macam kerusakan dikenal sebagai konservator.
d. Bagian Penyajian Koleksi
Bagian ini di museum disebut kelompok kerja teknis preparasi. Kelompok kerja teknis preparasi
menangani segala hal teknis penataan pameran yang memerlukan suatu pengetahuan yang
memerlukan fantasi, imajinasi dan ketrampilan teknis serta artistik tertentu. Penyajian koleksi
yang paling efektif di museum adalah dalam bentuk pameran. Ada tiga bentuk pameran, antara
lain pameran tetap (permanent exhibition), pemaran temporer (temporary exhibition), dan
pameran keliling (travelling exhibition). Orang yang bertugas dalam menyiapkan tata pameran di
museum dikenal dengan nama preparator.
e. Bagian Bimbingan Museum
Informasi yang terkandung dalam koleksi-koleksi museum dalam satu penyajian tata pameran
akan lebih komunikatif dengan didukung oleh seorang tenaga bimbingan yang bertugas
menyampaikan informasi tentang koleksi museum pada khususnya dan museum secara makro.
Orang yang bertugas dalam melakukan bimbingan di museum, disebut dengan edukator.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya komponen-komponen penggerak museum seperti telah
disebutkan di atas diatur dalam satu sistem koordinasi di bawah seorang kepala museum sebagai
seorang yang bertanggung jawab penuh atas terselenggaranya pengelolaan sebuah museum. Dalam
melaksanakan tugas-tugasnya kelompok teknis tersebut (koleksi, preparasi, konservasi dan
bimbingan) secara administratif bertanggungjawab kepada Kepala Tata Usaha. Tetapi secara teknis
operasional bertanggungjawab langsung kepada Kepala Museum.
B. Fungsi Museum
Dari definisi menurut ICOM tentang arti Museum, dapat ditarik pengertian bahwa dari tugas-
tugas yang terbebankan pada museum itu, maka dari itu museum akan berfungsi antara lain sebagai
berikut :
1. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya
2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah
3. Konservasi dan Preservasi
4. Penyebaran dan Pemerataan ilmu untuk umum
5. Pengenalan dan Penghayatan kesenian
6. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa
7. Visualisasi warisan alam dan budaya
8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia
9. Pembangkit rasa bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Apabila semua jenis museum kita himpun secara multidisipliner, yakni yang ditunjang oleh
cabang-cabang ilmu pengetahuan alam, teknologi, dan ilmu-ilmu pengetahuan alam, terutama bila
metode dan visualisasi bahan-bahan pembuktian alam, manusia dan hasil karyanya, maka
pengunjung diharapkan akan mendapat kesan dan pengertian yang mendalam tentang asal-usulnya
dan ia dapat membanding-bandingkan dirinya yang serba terbatas dalam mengukur kalam Tuhan yang
tak terbatas. Sejarah adalah cermin yang hidup bergerak seperti cerita dan menolong manusia
bermawas diri.
C. Manfaat Museum
Suatu lembaga akan tetap tumbuh dan berkembang di masyarakat apabila ada manfaatnya.
Demikian pula museum sebagai lembaga yang bersifat permanen yang melayani kepentingan
masyarakat dan kemajuannya, terbuka untuk umum, tidak bertujuan mencari keuntungan, yang
mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan danmengkomunikasikan benda-benda
pembuktian material manusia dan lingkungannya, untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan rekreasi.
Berdasar pada sebuah teorema bahwa museum merupakan sumber informasi bagi para
pengunjungnya maka manfaat museum dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Edukatif
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 12
Manfaat ini dirasa paling dominan oleh pengunjung museum. Dengan mengunjungi museum
seseorang bertambah pengetahuannya terutama berkenaan dengan benda-benda yang
dipamerkan di museum. Seseorang dapat mengetahui perkembangan peradaban di suatu
daerah, atau perkembangan peradaban yang mutakhir lewat koleksi-koleksi museum yang
berkaitan dengan berbagai cabang disiplin ilmu antara lain sejarah, arkeologi, antropologi,
sosiologi, politik, biologi, dll. Atau satu cabang ilmu khusus bagi museum khusus.
2. Inovatif
Dengan berkunjung ke museum seseorang akan mampu menemukan ide baru sehingga
menghasilkan karya baru. Seorang peneliti tidak segan-segan pulang balik ke museum karena
koleksi museum menyita perhatiannya. Dengan mengkaji koleksi yang ada di museum dapat
menghasilkan interpretasi baru, teori baru, dan hal-hal yang baru yang sebelumnya tidak
terpikirkan.
3. Imajinatif
Manfaat ini sangat dirasakan oleh pengunjung yang berjiwa seni. Misalnya seorang pelukis dapat
menjadikan koleksi museum sebagai obyek karya seninya. Atau seorang sutradara film akan
selalu mengunjungi museum sejarah perjuangan guna menumbuhkan imajinasi karyanya dalam
membuat film sejarah agar lebih bermutu.
4. Rekreatif
Dengan mengunjungi museum orang dapat merasa rileks, santai dari kesibukan sehari-harinya.
Rekreasi ini dapat berarti reil (nyata) atau imajinatif. Secara imajinatif pengunjung museum dapat
berekreasi ke masa lampau dengan menyimak koleksi-koleksi yang berasal dari jaman Jepang
misalnya. Dengan keterangan secukupnya tentang koleksi itu, maka dengan imajinasinya
pengunjung akan terbawa ke masa lampau, yaitu jaman Jepang.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 13
MUSEUM SEBAGAI WADAH
PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA
Perhatian tehadap keberadaan benda-benda cagar budaya sudah dimulai pada masa kolonial. Para
tokoh pelestari cagar budaya masa kolonial sudah mulai menyusun lembaga yang bertugas mengelola
pelestarian benda-benda purbakala. Pada tahun 1901 dibentuklah seubah panitia, yang merupakan badan
sementara yang bertugas di bidang kepurbakalaan. Badan ini dikenal dengan nama “Commissie in
Nederlandsch – Indie voor oudheidkundig onderzoek op Java en Madoera”. Badan tersebut semula
diketuai oleh Dr. J. L. A. Brandes. Badan ini sempat berkarya 5 tahun tanpa ketua, karena wafatnya Dr.
J.L.A. Brandes. Baru tahun 1910, Badan ini memiliki ketua lagi dengan dianggaktnya Dr. N.J. Krom.
Mengingat tugas yang diemban oleh Badan ini cukup berat, maka tidaklah mungkin jika badan ini
hanya bersifat sementara. Maka dibawah kepemimpinan Dr. N.J. Krom, lahirlah jawatan purbakala dengan
nama “Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch – Indie. Jawatan purbakala itu secara resmi berdiri pada
tanggal 14 Juni 1913 berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah tanggal 14 Juni 1913 no. 62. Adapun tugas
dari Jawatan itu adalah menyusun, mendaftar, dan mengawasi peninggalan-peninggalan purbakala di
seluruh kepulaua, membuat rencana serta mengambil tindakan-tindakan dari bahaya runtuh lebih lanjut,
melakukan pengukuran dan penggambaran dan selanjutnya melakukan penelitian kepurbakalaan dalam arti
luas, juga dalam bidang epigrafi.
Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman
dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan
demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional. Untuk menjaga kelestarian benda
cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian,
perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan benda cagar budaya. Pada
masa kolonial Belanda pengaturan tentang benda cagar budaya telah tertuang dalam Monumenten
Ordonnantie Nomor 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238) yang kemudian diubah dengan
Monumenten Ordonnantie Nomor 21 Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 515). Namun karena
perkembangan kebijakan yang terjadi maka peraturan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan
dewasa ini. Untuk mengatur agar pelestarian dan pemanfaatan benda cagar budaya dapat berlangsung
secara maksimal maka pemerintah mengeluarkan UU RI nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang
mulai disahkan dan diundangkan pada tanggal 24 November 2010.
Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari UU tentang cagar budaya sebelumnya, yaitu
UU RI nomor 5 tahun 1992. UU RI nomor 11 tahun 2010 terdiri dari XIII bab dan 120 pasal. Terkait dengan
cagar budaya, ada beberapa pengertian yang diatur dalam UU tersebut, antara lain
1. Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
2. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak
bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki
hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
3. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
4. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan
prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
5. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia
atau bukti kejadian pada masa lalu.
6. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau
lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
7. Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki
sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan
Cagar Budaya.
8. Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau
satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim
Ahli Cagar Budaya.
9. Cagar Budaya Nasional adalah Cagar Budaya peringkat nasional yang ditetapkan Menteri sebagai
prioritas nasional.
10. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya
sesuai dengan kebutuhan.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 14
11. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau
teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
12. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta
pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak
bertentangan dengan tujuan Pelestarian.
13. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai
penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip
pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
14. Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan
kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan
kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.
Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
atau
Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini. Kepemilikan tersebut dapat diperoleh
melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan,
kecuali yang dikuasai oleh Negara. Warga negara asing dan/atau badan hukum asing tidak dapat memiliki
dan/atau menguasai Cagar Budaya, kecuali warga negara asing dan/atau badan hukum asing yang tinggal
dan menetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap orang yang memiliki dan/atau
menguasai Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki
dan/atau dikuasainya rusak, hilang, atau musnah wajib melaporkannya kepada instansi yang berwenang di
bidang Kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait.
Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak yang
dimiliki oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang dapat disimpan dan/atau dirawat di
museum. Mengenai museum ini diatur dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 66 tahun 2015 yang
ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 19 Agustus 2015. Ada beberapa hal yang menarik terkait dengan
museum menurut peraturan pemerintah ini, antara lain :
1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan
mengomunikasikannya kepada masyarakat.
2. Koleksi Museum yang selanjutnya disebut Koleksi adalah Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya dan/atau Bukan Cagar Budaya yang merupakan bukti material
hasil budaya dan/atau material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata.
3. Pemilik Museum adalah pemerintah, pemerintah daerah, setiap orang atau masyarakat hukum adat
yang mendirikan museum.
4. Registrasi adalah proses pencatatan dan pendokumentasian Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya atau Bukan Cagar Budaya yang telah ditetapkan menjadi
Koleksi.
5. Inventarisasi adalah kegiatan pencatatan Koleksi ke dalam buku inventaris.
6. Pengelolaan Museum adalah upaya terpadu melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Koleksi
melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat.
7. Pemanfaatan Museum adalah pendayagunaan Koleksi untuk kepentingan sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
8. Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang bermukim di wilayah geografis tertentu
yang memiliki perasaan kelompok, pranata pemerintahan adat, harta kekayaan/benda adat, dan
perangkat norma hukum adat.
Pendirian museum dapat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan Masyarakat
Hukum Adat. Museum yang didirikan harus memenuhi persyarakatan antara lain :
1. memiliki visi dan misi;
2. memiliki Koleksi;
3. memiliki lokasi dan/atau bangunan;
4. memiliki sumber daya manusia;
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 15
5. memiliki sumber pendanaan tetap; dan
6. memiliki nama Museum.
Koleksi yang hilang, baru dapat dihapus keberadaannya di museum setelah tidak dapat diketemukan lagi
lebih dari 6 tahun.
Museum dapat meminjam dan / atau meminjamkan koleksi yang dimilikinya, dengan alasan yang dapat
diptangungjawabkan, antara lain untuk :
a. kepentingan kebudayaan;
b. pengembangan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan;
c. penelitian; dan/atau
d. promosi dan informasi.
Benda cagar budaya yang telah disimpan di museum otomatis menjadi koleksi museum yang akan
mendapat penanganan khusus sebagai benda koleksi yang harus dikaji, dirawat, disajikan untuk dapat
dinikmati oleh pengunjung museum.Untuk menghindari kerusakan, kehilangan, dan atau kemusnahan
benda cagar budaya yang mempunyai risiko kerusakan dan keamanan, nilai bukti ilmiah dan sejarah atau
seni yang nilai ekonominya tingggi dan sangat langka, maka museum dapat membuat tiruannya. Proses
pembuatan tiruan harus dilaporkan kepada menteri dalam hal ini adalah menteri yang berkaitan dengan
bidang kebudayaan.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 16
SELAYANG PANDANG
KOLEKSI MUSEUM NASIONAL
Di Indonesia koleksi museum umum dikelompokkan menjadi 10 jenis koleksi. Pengelompokan itu
didasarkan atas konteks ilmu yang melatarbelakanginya. Adapun 10 jenis koleksi tersebut antara lain :
1. Jenis koleksi Geologika, adalah koleksi museum berupa benda yang menjadi obyek ilmu geologi, antara
lain fosil dan benda-benda bentukan alam lainya (permata, granit, andesit). Contoh koleksi geologika
adalah batu barit.
2. Jenis koleksi Biologika, adalah koleksi museum berupa benda yang menjadi objek penelitian ilmu
biologi, atara lain tengkorak atau rangka manusia, tmbuh-tumbahan dan hewan, misalnya burung di
obset / dikeringkan.
3. Jenis koleksi Etnografika, adalah koleksi museum berupa benda yang menjadi objek penelitiian ilmu
entongrafi. Benda-benda tersebut merupakan hasil budaya atau menggambarkan identitas suatu etnis.
Misalnya anyaman, noken dll.
4. Jenis koleksi Arkeologika, adalah koleksi museum berupa benda yang menjadi objek penelitian
arkeologi. Benda tersebut merupakan hasil peninggalan manusia dari zmaan prasejarah sampai dengan
masuknya pengaruh kebudayaan barat. Bangunan benteng, gua-gua jepang, candi dll.
5. Jenis koleksi Numismatika / Heraldika, benda-benda koleksi museum berupa mata uang / alat tukar yang
sah, terdiri dari mata uang logam dan mata uang kertas. Heraldika adalah setiap tanda jasa, lambang
dan pangkat resmi (termasuk cap / stempel).
6. Jenis koleksi Historika, adalah Koleksi museum yang berupa benda yang bernilai sejarah dan menjadi
obek penelitian sejarah benda bersebut dari sejarah masuknya budaya barat sampai dengan sakarang.
Misalnya senapan larass panjang, meriam, maupun pedang para pejuang.
7. Jenis koleksi Filologika, adalah Koleksi museum yang berupa benda yang menjadi obek penelitian
filologi, misalnya naskah kuno, tulisan tangan yang menguraikan sesuatu hal atau peristiwa.
8. Jenis koleksi Keramologika, adalah koleksi museum yang berupa benda yang dibuat dari bahan tanah
liat bakar (baked clay) berupa pecah belah, misalnya : guci.
9. Jenis koleksi Senirupa, merupakan koleksi museum berupa benda seni yang mengekspresikan
pengalaman artistik melalui objek dua dimensi atau tiga dimensi. Misalnya lukisan, relief, patung, dan
sebagainya.
10. Jenis koleksi Teknologika, koleksi museum berupa benda / kumpulan benda yang menggambarkan
perkembangan teknologi yang menonjol berupa peralatan atau hasil produsi yang dibuat secara massal
oleh suatu industri / pabrik, contoh gramaphone, peralatan tenun, peralatan pemutara film dll.
Pada tahun 1980, semua koleksi bku di Perpustakaan Nasional dipindahkan ke Perpustakaan
Nasional di Jl. Salemba Raya. Pada tahun 1989, koleksi naskah menyusul dipindahkan ke Perpustakaan
Nasional, dan kemudian pada tahun 1998, semua koleksi seni rupa dipindahkan ke Galeri Nasional di
Jalan Merdeka Timur.
Museum Nasional sebagai museum umum, tentunya memiliki otoritas untuk mengelola koleksi-
koleksi yang terkait dengan berbagai macam ilmu pengetahuan tersebut. Beberapa koleksi yang dikelola
oleh Museum Nasional, ada yang dimasukkan dalam kategori koleksi unggulan. Adapun koleksi-koleksi
unggulan tersebut antara lain :
1. Koleksi Prasejarah
Prasejarah merupakan masa dimana manusia belum mengenal tulisan, sehingga sering dikenal
dengan nama jaman Nirleka (Nir = tanpa, Leka = tulisan). Di Indonesia, masa prasejarah dimulai sejak
keberadaan manusia sekitar 1,5 juta tahun yang lalu hingga dikenalnya tradisi tulisan pada abad ke 5
masehi, yaitu ketika ditemukanya prasasti Yupa di Kutai Kalimantan Timur. Peninggalan-peninggalan
pada masa prasejarah ini berupa fosil, tulang belulang manusia dan binatang serta artefak. Aratefak
adalah benda-benda yang pernah dibuat manusia atau dipakai sebagai alat oleh manusia. Secara
umum, masa prasejarah dapat dibagi menjadi 2 jaman, yaitu jaman batu dan jaman logam. Jaman batu
menghasilkan artefak paleolitik dan mesolitik (untuk berburu dan mengumpulkan makan), neolitik
(untuk bercocok tanam). Jaman logam menghasilkan artefak perunggu dan besi. Beberapa koleksi
benda-benda masa prasejarah Museum Nasional antara lain :
a. Replika Tengkorak Homo Wajakensis
Tengkorak aslinya ditemukan di daerah Wajak, Jawa Timur, tepatnya di ceruk lereng pegunungan
karst dekat Tulung Agung. Tengkorak tersebut ditemukan oleh B.D. van Rietschoten pada tahun
1889. Volume otak tengkorak ini sekitar 1630 cc, jadi lebih besar dari Pithecantropus Erectus. Wajak
kedua ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 di tempat yang sama berupa fragmen
tekorak, rahang atas dan bawah, tulang kering, serta tulang paha. Karena ditemukan di Wajak, dan
tergolong jenis Homo Sapiens, maka kemudian dikenal dengan Homo Wajakensis atau “manusia
dari Wajak”. Manusia purba jenis ini diperkirakan hidup antara 40.000 – 25.000 tahun yang lalu,
pada lapisan Pleistosen Atas. Makanannya sudah dimasak walaupun masih sangat sederhana.
Tengkorak Homo Wajakensis memiliki banyak persamaan dengan tengkorak penduduk asli
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 17
Australia, Aborigin. Oleh karena itu, Eugene Dubois menduga bahwa Homo WajakensIs termasuk
dalam ras Australoide, bernenek moyang Homo Soloensis dan menurunkan bangsa Aborigin. Fosil
Homo Wajakensis juga memiliki kesamaan dengan fosil manusia Niah di Serawak Malaysia,
manusia Tabon di Palawan, Filipina, dan fosil-fosil Australoid dari Cina Selatan, dan Australia
Selatan.
b. Kapak Genggam
Kapak genggam adalah sebuah batu yang merip dengan kapak namun tidak bertangkai, dan cara
menggunakannya adalah dengan digenggam. Kapak model seperti ini juga dikenal dengan nama
Kapak Perimbas, dan dalam ilmu prasejarah disebut chopper yang berarti alat penetak. Kapak
genggam ini pernah ditemukan oleh Gustav Heinrich Ralph von Konigswald (GHR. Von
Koenigswald) pada tahun 1935 di Pacitan Jawa Timur. Biasanya, sebuah kapak genggam terbuat
dari batu gamping. Batu dipahat memanjang atau diserpih sehingga bentuknya lonjong. Kapak
genggam biasanya digunakan untuk menumbuk biji-bijian, membuat serat-serta dari pepohonan,
membunuh binatang, dan sebagai senjata menyerang lawannya.
Dari hasil penelitian, kapak jenis ini berasal dari lapisan Trinil, yaitu masa Pleistosin Tengah.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pendukung dari kebudayaan kapak genggam adalah
manusia Pithecanthropus Erectus. Sebaran kapak genggam selain di Pacitan Jawa Timur ada di
Jampang Kulon, Parigi Jawat Timur, Tambah Sawat, Lahat, Kali Anda Sumatra, Awangbangkal
Kalimantan, Cabenge Sulawesi, Sembiran dan Terunyan Bali. Selain di Indonesia, kapak genggam
juga ditemukan di Peking Tiongkok pada goa-goa Choukoutien. Di Peking juga ditemukan fosil yang
mirip Pithecanthropus Erectus, yang kemudian disebut Sinanthropus Pekinensis (Manusia Peking).
c. Belincung
Belincung merupakan variasi dari kapak persegi. Belincung merupakan kapak punggung tinggi,
karena bentuk punggung tersebut penamping lintang berbentuk segitiga, segi lima, atau setengah
lingkaran. Penamanaan kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern, atas dasar penampang
lintangya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak ini terdiri dari berbagai
ukuran. Yang berukuran besar lazim dikenal dengan nama beliung / belincung dan berfungsi
sebagai cangkul alat bercocok tanam. Sedangkan yang kecuil disebut tarah / tatah dan berfungsi
sebagai alat pahat untuk mengerjakan kayu.
Belincung dan kapak pada umunya dibuat dari jenis batuan setengah permata dan tergolong
benda yang terindah dalam perbendaharaan kapak-kapak batu di dunia. Variasi ini (belincung)
banyak ditemukan di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Bali. Di semenanjung Malaya, belincung juga
ditemukan dan dikenal dengan nama Kapak Paruh. Jenis kapak yang berpenampang lintang
setengah lingkaran dengan garis dasar leibh kurang cekung itu oleh Heekeren digolongkan sebagai
jenis “kapak perisai”, karena bentuknya menyerupai perisai lonjong.
Belincung biasanya terbuat dari batu kalsedon (batu api), agathe, maupun yasper yang
atasnya (bidang distal) melengkung, sedang bidang bawanya (bidang proximal) sedikit melengkung.
Biasanya bagian pangkal lebil kecil dari pada bagian ujungnya. Selain dari kalsedon, belincung juga
dibuat dari batu biasa. Bagian ujungya disebut juga bagian tajaman, digosok atau diasah pada
bagian sisi bawah (bidang proximal saja). Nampaknya pada masa itu sudah ada spesialisasi dalam
masyarakat. Ada masyarakat yang hanya membuat belincung / beliung tanpa digosok dan masih
dalam bentuk kasaran. Kemudian dibawa di tempat lain untuk dihaluskan. Tempat-tempat
pembuatan kapak beliung / belincung yang masih kasar tersebut dinamakan atelier. Beberapa
atelier ditemukan di Punung, Jawa Timur, dan Pasir Kuda (Jawa Barat). Melihat belincung ada yang
dibuat dari batu api atau batu kalsedon merupakan batu setengah permata, maka diduga belincung
tersebut merupakan alat yang dipakai pada upacara keagaman, azimat atau tanda kebesaran. Hal
ini terlihat dari beberapa temuan, belincung tidak ada tanda-tanda bekas penggunaan. Belincung
berkembang pada masa neolitikum, dimana peralatan batu sudah mulai dihaluskan.
d. Fosil Kerang
Kjokkenmodinger (bahasa Denmark) adalah sebutan bukit kerang yang disebabkan dari
penumpukkan kulit-kulit kerang sebagai limbah makanan komunitas prasejarah di masa Mesolitik.
Keberadaan Kjokkenmoddinger ini diteliti oleh Dr. P.V. van Stein Callenfels pada tahun 1925 dan
meurut penelitian bahwa kehidupan manusia pada waktu itu bergantung pada hasil menangkap
siput dan kerang. Pada masa mesolitik, berdasarkan rangka manusia yang ditemukan di beberapa
wilayah Sumatera diketahui bahwa mereka menetap di gua-gua dekat sungai atau di pesisir pantai.
Tempat tinggal mereka ini menjadikan komunitas masa itu mengkonsumsi makanan laut (sea food)
dan kerang menjadi makanan utamanya.
e. Kendi
Kendi berbahan tanah liat yang dibakar, ditemukan di Melolo, Sumba Timur, Nusat Tenggara Timur,
diperkirakan berasal dari masa perundagian. Kendi ini merupakan salah satu bekal kubur yang
ditemukan di komplek pekuburan tempayan di desa Melolo, sumba Timur Nusa Tenggara Timur ,
yang dibawa oleh Rodenwaldt tahun 1923 ke museum. Benda-benda lain yang ditemukan bersama
dengan kendi antara lain jimat berbentuk kepala babi, gelang kerang, manik-manik dan lain-lain
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 18
yang ditemukan dalam sebuah tempayan besar bersma-sama dengan rangka manusia.
Penguburan dalam tempayan biasanya dilakukan hanya untuk orang-orang penting saja dan
umumnya merupakan penguburan kedua (secondary burial).
Pada umumnya kendi-kendi yang diketemukan dalam tempayan-tempayan di keomplek pekuburan
tersebut mempunyai lukisan muka (wajah) menuasia pada pegangan atau leher kendi, ang diduga
menggambarkan arwah nenek moyang. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa pada
masa itu sudah terdapat kepercdayaanyang berupa pemujaan arawah nenek moyang. Mereka
melakukannya agar mendapatkan keselamatan di dunia.
f. Arca Kerbau
Arca Kerbau berbahan perunggu koleksi Museum Nasional, di temukan di Limbangan, Bandung,
Jawa Barat. Dalam masa prasejarah kerbau merupakan binatang yang dihormati dan pipuja dan
bahkan sampai sekarang binatang ini dianggap memiliki kekuatan gaib. Contohnya dapat dilihat
ketika dalam sebuah pembangunan gedung ada penanaman kepala kerbau. Rupanya pemujaan
terhadap binatang ini sudah berkembang pada masa bercocok tanam dan mencapai puncaknya
pada masa perundagian. Hal ini terbukti adanya peninggalan-peninggalan, terutama megalitik, yang
berupa lukisan, pahatan dari acra dari binatang ini. Karena jasanya yang besar pada manusia masa
itu, maka binatang ini menjai binatang pujaan. Dalam perkembangan selanjutnya lukisan atau arca
yang bertendensi pemujaan pada binatang ini hidup terus, bahkan pada daerah-daerah yang masih
melanjutkan tradisi megalitik, bahyak dijumpai lukisan ataupun arca kerbau. Menurut van Heekeren
kemungkinan arca-arca ini dipergunakan sebagai ajimant, untuk melindungi binatang ternak dan
membuat benatang ternak menjadi subur.
g. Kapak Upacara
Salah satu kapak upacara koleksi Museum Nasional adalah kapak upacara yang ditemukan dari
Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Bahan perunggu dengan ukuran tinggi 70,5 cm, Lebar 45 cm,
lebar lehar 28,8 cm. Kapak ini diperkirakan berasal dari masa perundagian. Kapak ini digunakan
sebagai kapak upacara tertentu guna menolak bahaya. Topeng yang digambarkan pada benda-
benda upacara diinterpretasikan sebagai pelindung dalam mengahadapi bahaya dari luar.
Kapak upacara yang lain ditmukan di Pulau Rote, Nusa Teggaran Timur. Kapak ini ditemukan di
desa Landu, Pulau Rote Utara pada tahun 1875 dan kemudian disumbangkan ke Museum
Nasional. Dari bentuknya dapat diketahui bahwa kapak ini tidak digunakan untuk kegiatan sehari-
hari. Bentuk tangkainya panjang melengkung pada pangkalnya terdapat bulatan yang menyerupai
cakram yang bergerigi. Di cakram tadi melekat kapak bundar besar yang dihiasi dengan lukisan
topeng yang memaki hiasan kepala. Hiasan kepala topeng tadi mirip dengan hiasan kepala boneka
Cili dari Bali. Pada ujung tangkai kapak yang panjang terdapat hiasan yag menyerupak sumping
penari. Tipe Kapak Rote ini, hanya ditemukan 3 buah, satu diantaranya terbakar pada pameran
Paris, tahun 1931.
2. Koleksi Arkeologi
Koleksi arkeologi meliputi benda-benda budaya hasil kegiatan manusia dari masa Hindu-
Buddha dan lebih dikenal dengan sebutan masa Klasik Indonesia. Masa ini berlangsung dari awal abad
ke 5 – 15 Masehi, dimana berkembang kebudayaan lokal yang dipengaruhi oleh kebudayaan India.
Beberapa koleksi benda-benda arkeolgi Museum Nasional antara lain :
a. Genta Pendeta
Koleksi genta pendeta berbahan perunggu dan berukuran tinggi 28,8 cm, diameter 16 cm.
Diperkirakan berasal dari abad 9 -10 M dan ditemukan di Desa Bibul, Jampang Wetan, Cianjur,
Jawa Barat. Pada genta tersebut bagian atasnya dihias dengan wajra berujung lima. Dasar wajra
dihias dengan daun bunga teratai dan hiasan bungga dan daun-daunan. Wajra adalah lambang
petir yang merupakan senjata dari Dewa Indra, yang merupakan atribut dewa-dewa Hindu maupun
Budha. Wajra dianggap dapat mengusir pengaruh roh jahat. Genta ini mempunya anak genta, dan
dipergunakan oleh pendeta pada waktu upacara.
b. Buddha
Arcah Buddha koleksi Museum Nasional berbahan pernggu dengan ukuran lebar 42 cm, tebal 18
cm. ditemukan di Sikendong, Sulawesi. Arca ini digambarkan berdiri, bagian kaki sebatas paha dan
kedua tangannya patah dan hilang. Diperkirakan tangah kanan bersikap abhayamudra, yaitu
menolak bahaya. Tangan kiri memegang ujung jubah. Jubah menutupi bahu kiri, tipis berlipit-lipit.
Lipatan jubah yang demikian ini menunjukkan ciri kesenian Amarawati yang berkembang di India
Selatan pada abad ke 2 – 5 M. Menurut A.J. Bernet Kempers mengatakan bahwa arca ini mungkin
diimport dari India Selatan, yaitu Amarawati, dan berasal dari abad 2-5 M. Sedangkan Ahli lain
memperkirakan arca ini berasal dari seni arca di Ceylon kira-kira abad 8 M. Buddha yang serupa ini
juga diketemukan di Dongdoung (Vietnam Selatan). Di duga arca ini adalah Buddha Dipankara
yaitu dewa pelindung para pelaut.
c. Bejana Zodiak
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 19
Bejana Zodiak merupaka koleksi Museum Nasional yang diteukan di Wonojoyo, Sukrejo, Kediri,
Jawa Timur. Bahan perunggu dengan ukuran tinggi 14, 3 cm, diameter 12,8 cm dan berasal dari
abad ke 14 M. Dipakai sebagai tempat air suci, dan dihiasi dengan gambar-gambar tanda
perbintangan (astronomi). Banyak ditemukan di daerah pegunungn Tengger, Jawa Timur. Bejana
tersebut dipergunakan dalam suatu upacara keagamaan tertentu. Kecuali tanda-tanda
perbintangan digambarkan juga beberapa figur dari para leluhur. Pada waktu itu rupa-rupanya tata
surya sudah diperhatikan oleh kaum tani guna keperluan memperhitungkan musim untuk
mengerjakan sawahnya. Di jaman Indonesia kuno gamar-gambar binatang lambang perbintangan
tersebut diberi nama dalam bahasa Sansekerta. Dibali nama-nama Sansekerta ini masih dipakai.
Pada periode yang lebih muda digunakan nama-nama dalam bahasa Arab. Nama-nama binatang
lambang perbintangan itu ialah :
d. Siwa Mahadewa
Arca Siwa Mahadewa koleksi Museum Nasional berbahan perunggu dengan ukuran tinggi 96 cm.
Ditemukan di Sungai Wadas, Adiwarna, Tegal, Jawa Tengah dan diperkirakan berasal dari abad 9-
10 M. Dewa Siwa di Indonesia dipuja dala berbagai fungsi. Denan demikian Siwa mempunyai
bermacam-macam bentuk sesuai dengan fungsi waktu dipujanya. Sebagai Mahadewa, Siwa
merupakan dewa tertinggi, digambarkan berdiri, bertangan empat, tangan belakang kiri memegang
kebut lalat, tangan depatan kiri memegang sebuah kendi. Bermahkota tinggi yang dihias dengan
candra kapala. Memakai tali kasta (upavita) berbentuk ular yang kepalanya telah rusak. Kainnya
bergambar kulit dan kepala harimau. Kedua mata dan mata ketiga pada dahi bertatahkan perak,
sedangkan bibir bahwahnya berlapiskan emas. Arca ini merupakan salah satu contah terindah dari
hasil kary seni Indonesia kuno. Diketemukan di dalam sebuah sunyga dalan boleh dikatakan cukup
utuh.
e. Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur merupakan prasasti yang berupa tiang batu bersurat dengan tinggi sekitar 176
cm. Prasasti ini ditulis dengan huruf palawa dan berbasa Melayu Kuna serta berangka tahun 608
saka (28 April 686 M). Prasasti tersebut dikenal juga dengan nama Prasasti Sriwijaya IV. Berisi
tentang sumpah dan kutukan bagi mereka yang tidak patuh dan setia kepada raja. Prasasti
diketemukan di Sungai Menduk, Pulau Bangka, di sebuah dusun kecil yang bernama Kota Kapur,
dan merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti itu ditemukan oleh
J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892, dan merupakan prasasti pertama yang
diketemukan mengenai Kerajaan Sriwijaya.
Setelah ditemukan, selanjutnya prasasti tersebut mulai diteliti dan dianalisis. Orang yang pertama
kali melakukan analisis terhadap prasasti ini adalah H. Kern seorang seorang ahli epigrafi
berbangsa Belanda yang bekerja di “Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen” di
Batavia. Analisa semula oleh H. Kern, bahwa Sriwijaya dikira nama seorang raja. Namun atas jasa
seorang arkeolog dan juga sejarawan Perancis yang mengkhususkan diri diwilauah Asia Tenggara,
bernama George Coedes, rahasia nama Sriwijaya terungkap bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah
kerajaan di Sumatra pada abad ke 7 Masehi.
f. Prajnaparamita
Prajnaparamita adalah sebuah arca batu yang berukuran tinggi 126 cm. Arca ini ditemukan di
reruntuhan Cungkup Putri dekat Candi Singhasari, Malang Jawa Timur. Diperkirakan arca ini ada
pada pada abad ke 13 Masehi. Prajnaparamaita adalah Dewi Kebijaksanaan, kebajikan dan juga
merupakan lambang ilmu pengetahuan yang sempurna. Masyarakat lebih mengenal arca ini
sebagai perwujudan dari Ken Dedes. Akan tetapi ahli arkeologi sekarang menafsirkan sebagai
perwujudan dari Rajapatni Gayatri, yaitu salah satu Raden Wijaya yang merupakan raja pertama
(pendiri) kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Arca ini pertama kali diketahui pertama kali oleh D.
Monnereau seorang aparat Hindia Belanda kurang lebih tahun 1819. Pada tahun 1820 dia
memberikan arca ini kepada C.G.C. Reinwardt, yang kemudian memboyongnya ke Belanda dan
akhirnya arca ini menjadi koleksi Rijksmuseum voor Volkenkunde di Kota Leiden. Pada bulan
Januari 1978 Rijksmuseum voor Volkenkunde (Museum Nasional untuk Etnologi) memgembalikan
arca ini kepada Indonesia, dan ditemputkan di Museum Nasional Jakarta.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 20
g. Temuan Wonoboyo
Temuan Wonoboyo merupakan temuan arkeologi penting, yang beruapa artefak emas dan perak
yang diperkirakan berasal dari abad ke 9 masa Kerajaan Medang (Kerajaan Mataram Kuno) di
Jawa Tengah. Benda-benda tersebut diketemukan pada tanggal 7 Oktober 1990 di Dusun
Plosokuning, Desa Wonoboyo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, tidak jauh dari komplek Candi
Prambanan. Benda tersebut diketemukan oleh Witomoharjo dan 5 orang temannya di tanah sawah
milik Ny. Cipto Suwarno. Ketika ditemukan benda-benda tersebut berada dalam sebuah guci besar
keramik China.
Berdasarkan Prasasti Mantyasih tahun 907 yang dibuat oleh Dyah Balitung, disebutkan bahwa raja
pertama Kerajaan Medang (yang waktu itu itu beribukota di Poh Pitu / daerah Kedu), adalah Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya. Namun pada umumnya para sejarawah menyebut ada 3 dinasti yang
pernah berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Dinasti / Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra untuk
periode Jawa Tengah, dan Wangsa Isyana untuk periode Jawa Timur. Dinasti Sanjaya menganut
agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen, pada masa pemerintahan Rakai
Panangkaran (Pengganti Sanjaya sekitar tahun 770), kekuasaan Medang direbut oleh Wangsa
Syailendra yang beragama Budha Mahayana. Menurut terori Bosch, nama raja-rja Medang dalam
Prasasti Mantyasih dinggap sebagai anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan. Sedangkan
menurut Slamet Myuljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih mulai dari Rakai Panangkaran
sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra. Sedangkan kebangkitan Wangsa
Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta menggantikan Rakai Garung.
Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada zaman Majapahit, yang bermakna
“penguasa di”. Jadi gelar Rakai Panangkaran sama artinya dengan penguasa di Panangkaran,
nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu Dyah Pancapana. Slamet Muljana
mengidentifikasi Rakai Panunggalan sampai dengan Rakai Garung dengan nama-nama raja
Wangsa Sailendra yang telah diketahui, misalnya Dharanindra ataupun Samaratunga.
Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru muncul
pada periode Jawa Timur. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun istana baru di
Tamwlang. Perpindahan kerajaan Medang dari Jawa Tengah ke Jawa Timur ini, menurut teori van
Bammelen dikarenakan terjadinya bencana alam meletusny Gunung Merapi. Konon sebagian
puncak Merapi hancur. Kemudian lapisan tanah begeser ke arah barat daya sehingga terjadi lipatan,
yang antara lain, membentuk Gunung Gendol dan lempengan Pegunungan Menoreh. Letusan
tersebut disertai gempa bumi dan hujan material vulkanik berupa abu dan batu.
h. Manjusri Sikhadara
Manjusri Sikhadara merupakan arca koleksi Museum Nasional yang berbahan perak yang
ditemukan di Ngemplak, Semongan, Semarang, Jawa Tengah berukurang 29 x 16 x 16 cm.
Diperkirakan arca tersebut berasal dari awal abad ke 10 Masehi. Koleksi ini ditemukan tahun 1927.
Di dalam seni arca, bentuk Manjusri ada dua macam yaitu Majusri Sikhadhara dan Khagarba.
Manjusri Khagarbha digambarkan membawa pedang yang diacungkan ke atas siap untuk
memotong segala kegelapan dan kesalahan. Sedangkan Manjusri Sikhadara dilukiskan duduk
dalam sikap lalita-asana. Bertangan dua, tanagan kanan bersikap warada-mudra : yaitu telapak
tangannya menghadap ke atas. Sikap tangan seperti ini mempunyai arti memberikan sesuatu.
Telapak tersebut dihias dengan goresan silang. Tangan kiri memegang bunga teratai ungu setengah
terbuka (utpala), di atasnya terletak sebuah buku yang berarti pencerahan yang benar. Leher
berlekuk tiga merupakan lekuk kebahagiaan. Pada kaki terdapat pecahan lempengan perak yang
bersii inskripsi huruf Pre-Nagari. Dari bentuk hurufnya dapat diperkirakan bahwa tulisan ini berasal
dari abad 10 M. Hiasan mahkota dan gaya dari arca ini sama dengan gaya arca dari kesenian India
Timur Laut yaitu kesenian pada jaman Kerajaan Pala.
i. Mukhalingga
Mukhalingga merupakan salah satu koleksi arkeologi Museum Nasional yang diketemukan di
Singasari, Jawa Timur. Lingga tersebut berbahan batu dan diperkirakan berasal dari tahun 1361 M.
Lingga tersebut berhiaskan wajah Kala atau Bhoma. Kala sering dipahatkan pada bagian atas pintu
candi Hindu yang fungsinya sebagai penjaga atau penolak bahaya. Di atas kepala kala terdapat
angka tahun 1283 Saka atau 1361 Masehi.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 21
Keramik adalah benda yang terbuat dari tanah liat, bahan batuan dan porselin yang dibakar
dengan suhu tinggi maupun rendah. Koleksi keramik kuno di Museum Nasional yang terbanyak berasal
dari Cina, dari masa dinasti Han (206 SM – 220 M) sampai dengan masa dinasti terakhir, yaitu dinasti
Qing (1644-1912). Lainnya berasal dari Vietnam (abad 14 – 16 M), Thailad (abad 14 – 16), Jepang
(abad 17 – 19 M) Timur Tengah (18 – 19 M),dan Eropa (abad 17 – 19 M).
Ditemukannya keramik tersebut, menunjukkan bahwa pada masa iu bangsa Indonesia telah
mengadakan hubungan dengan bangsa lain. Ada kemungkinan keramik menjadi alat tukar menukar
barang (barter). Selain dalam dunia perdagangan, keramik diduga pula datang ke Indonesia sebagai
hadiah, upeti atau barang bawaan.
a. Uang Gobog
Koleksi uang gobog milik Museum Nasional berukuran diameter 94,20 m teal 3,60 mm dan berat
152 gr. Uang ini berasl dari jaman Kerajaan Majapahit. Uang gobog adalah mata uang tembaga.
Dalam uang gobog ini terdapat relief yang menggambarkan cerita mengenai Damarwulan. Uang
gobog lebih dikenal sebagai jimat atau benda sajian upacara.
b. Uang Kepeng
Uang kepeng milik Museum Nasional ditemukan di Banten, Jawa Barat dengan diameter 52,45 mm
tebal 0,85 mm dan berat 3,5 gr dan berbahan tembaga. Mata uang tembaga ini disebut kepeng. Di
bagian tengah berlobang segi lima. Sekitar lobang itu terdapat tulisan berhuruf Arab : Pangeran
Ratu Ing Banten (Putera Mahkota Ratu di Banten). Kemudian di sisi belakang tidak bertuliskan.
Jenis mata uang ini diedarkan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Muhammad sebagai
Sultan Banten (1580-1596), yang bergelar Pangeran Ratu ing Banten. Beliau meninggal dunia
pada saat ekpedisi di Sumatra ntuk merebut pelabuhan di Selat Malaka.
c. Uang Mass
Uang Mass koleksi Museum Nasional berasal dari Kasultanan Aceh, Daerah Istimewa Aceh. Mata
uang emas ini pertama menunjukkan sisi depan yang bertuliskan huruf Arab, yang berbunyi Paduka
Sri Sultanah Taj Alam Sah, sedangkan pada sisi belakang bertulisan Qafiat Ad-Din Berdaulat Sah.
Mata uang ini diedarkan pada masa pamerintahan Sultanah Taj Alam yang memakai gelar Sri
Sultan Tajul Alam Safiattudin Sah Berdaulat Sillulahi Fialam binti Sultan Raja Iskandar Muda
Johan Berdaulat. Beliau memerintah Aceh dari tahun 1641 – 1675. Beliau menggantikan suaminya
di singgasana setelah suaminya meninggal. Suaminya berama Sultan Iskandar Thani Allaudin
Mughayat Sah. Sultanah Taj Alam Sah adalah putri Sultan Iskandar Muda Perkasa Alam yang
terkenal, yang bertahta pada awal kegiatan VOC di Indonesia. Belau sanggup mempersatukan
rakyat dan memajukan perekonoma dan kemakmuran Aceh. Beliau juga
mengembangkanhubungan antara Aceh dan negara-negara Islam di luar Indonesia. Ia berusha
keras menentang orang Portugis yang memonopoli perdagangan di sepanjang Selat Malaka.
Sultanah Taj Alam adalah wanita pertama yang menduduki tahta kerajaan Aceh. Mata uang emas
beredar di Aceh dan sejak abad ke 13 telah digunakan dalam perdagangan dengan orang-orang
Arab dan Turki.
d. Uang Dinara (Jingara)
Mata uang Dinara koleksi Museum Nasional berasal dari Kerajaan Goa Sulawesi Selatan. Mata
uang ini terbuat dari perak. Di sisi depat bertulisaan huruf Arab yang berbunyi “Khalidullah Malik Wa
Sultan Amir”, sedangkan pada sisi belakang bertuliskan Assultan Hasanuddin. Mata uang Dinara ini
dicetak pada masa pemerintahan Sultan Amir Hamzah pada tahun 1669. Sultan Amir Hamzah
adalah keturunan Sultan Hasanuddin yang terkenal karena keuletannya melawan VOC. Untuk
penghormatannya, namana dicantumkan di setiap mata uang yang dicetak oleh Sultan Goa. Goa
menempati suatu peranan penting sebagau suatu pusat perdagangan bagi pedagang-pedagang
dari Maluku dan saudagar-saudaragar asing.
e. Uang Tekstil (Kampua)
Koleksi Museum Nasional berupa Uang Tekstil (Kampua) berasal dari Kerajaan Buton Sulawesi
Tenggara. Jenis uang ini terbuat dari sehelai kecil tenunan kasar empat persegi panjang. Tagam
hias dan warna diubah setiap tahun. Tenunan dibuat oleh para putri istana, coraknya setiap tahun
diganti untuk mencegah pemalsuan. Pemesan tenunan diatur oleh Mantri Besar. Kampua tidak
hanya beredar di Buton dan pulau-pulau sekitarnya, tetapi juga sampi ke Maluku. Kemungkinan
uang ini masih digunakan hingga awal abad 20.
f. Uang Real Batu
Koleksi Museum Nasional berupa uang real batu diketemukan di Kerajaan Sumenep Jawa Timur.
Bentuk mata uang adalah persegi empat dan terbuat dari perak. Pada sisi depan terlukis sebuah
puri dan seekor singa diantara garis silang. Di sudut kanan atas ada cap dengan huruf arab :
Sumenep. Sisi belakang memperlihatkan lambang kerajaan Spanyol diantara nomor 8 dan huruf
OMP. Real batu beredar di daerah-daerah dibawah kasultanan Sumenep pada sekitar abad 19.
Mata uang tersebut adalah mata uang Spanyol yang dicap dengan tanda pengenal baru.
g. Uang Dukaton
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 22
Koleksi Museum Nasional berupa uang dukaton berasal dari Belanda. Mata dukaton merupakan
mata uang bulat yang terbuat dari perak. Sisi muka dari mata uang tampak ksatria menunggang
kuda, menghadap ke kanan. Tangan kanannya memegang sebilan pedang dan tangan kirinya
memegang tali kekang kuda. Diabwah gambar itu tampak lambang pemerintaan propinsi Frisia
Barat melukiskan dua ekor singa berdiri menghadap ke sebelah kiri. Disisi kanan dari atas ke
bawawah terdapat huruf MO (neta), NO (va), ARG (entea), GONFOE (deratarum), sedangkan pada
sisi kiri terdapat huruf – huruf BELG (icarum), PRO (vinciarum), WEST (risia). Terjemahan
bebasnya : Mata uang perak bar dari kesatuan Propinsi Belgia Frisia Barat.
Di atas pedang digambarkan sebuah kapal – herring, yaitu sejenis kapal untk menangkap ikan
heering, yang merupakan suatu tanda khusus dari pencetak Pieter Buyseken dari kota Medemlik.
Sisi belakang di bagian tengah memperlihatkan lambang pemerintah Staten General. Di bagian
bawah terdapat angka tahun 1774. Di seblelah kanan terdapat kata CONCORDIA, dibawah terdapat
kata RES PARVAE, dan di sebelah kiri daerai kata CRESCUNT. Terjemahannya berbunyi : Dengan
kesepakatan hal-hal kecil tumbuh. Dukaton digunakan oleh VOC di Indonesia sebagai alat
pembayaran sah. Mereka memperkenalkan mata uang yang dicetak indah yang terbuat dari emas
dan perak untuk menarik perhatian pimpinan-pimpinan suku bangsa.
h. Uang Gulden
Koleksi uang Gulden milik Museum Nasional berbahan kertas asal Belanda panjang 13,8 cm leber
7,5 cm berasal dari tahun 1939. Uang ini mempunyai nilai nominal 5 gulden. Sisi muka terdapat
gambar penari wayang dan tulisan De Javasche Bank. Bank tersebut merupakan bank milik Belanda
yang diubah menjadi milik Indonesia pada tahun 1952 oleh Syafrudin Prawiranegara, yang
kemudian menjadi Gubernur BI yang pertama.
i. Medali “Bataviasche Genootschap”
Koleksi medali ini berbahan peran berlapis emas, asal dari Belanda. Berasal dari tahun 1878
denganukuran diameter 40,7 mm, tebal 2,5 mm denga berat 20 gr. Medal ini merupakan
peringatan 100 tahun berdirinya lembaga masyarakat Belanda Batavia Genootschap 24 April 1778
– 1878.
j. Uang Doit
Koleksi Museum Nasional berupa uang Doit berbahan emas dan dicetak di Hoorn, West Frisia,
Belanda. Diperkirakan berasal dari tahun 1731 N. Uang tersebut berukuran diameter 15,86 mm dan
tebal 0,9 mm serta berat 3,7 gr. Uang ini berlaku pada masa pemeritahan VOC (Vereenigde Oos
Indische Compagnie) di Indonesia.
k. Uang Sen
Koleksi Uang Sen milik Museum Nasional berbahan aluminium. Uang ini berukuran diameter 26
mm, tebal 1,63 mm dan berat 2,32 gr. Uang ini ditemukan di Irian Jaya (Papua), Indonesia pada
tahun 1962. Uan ini khusus beredar di wilayah Papua yang dahulunya bernama Irian Barat untuk
menggantikan peredaran uang Gulden pada waktu Belana masih menduduki wilauah itu (dulu
bernama Nederlands Niew Guinea).
l. Piring
Koleksi Museum Nasional berupa piring dibuat di Cina (Dinasti Yuan, abad 14 M). Koleksi berbahan
porselin ini ditemukan di Halmahera, Maluku Utara. Hiasan warta biru putih dibawah glasir, motif 8
benda berharga Tao, bunga peoni, burung Hong, dan ombak air. Di duga di masa lalu termasuk
salah satu barang dagangan yang dijual atau ditukar dengan rempah-rempah. Burung Hong adalah
burung Phoenix. Satwa itu digambarkan memiliki kepala seperti burung pelikan, berleher seperti
ular, berekor sisik ikan, bermahkota burung merak, bertulang punggung mirip naga, berkulit sekeras
kura-kura. Sementara bulunya memiliki lima warna lambang lima kebajikan, ekornya dapat
menghasilkan suara musik jika bergerak dan bersinggunggan dengan angin, dan ia lebih banyak
bersembunyi, hanya muncul pada saat sebuah negara mengalami malapetaka. Satwa itu diyakini
akan memperbaiki keadaan dan mendamaikan suasana.
m. Guci
Koleksi Guci milik Museum Nasional berbahan porselin. Ditemukan di Sulawesi dan diperkirakan
dibuat di Vietnam dan berasal dari abad 15. Hiasan bunga peoni dan binatang mitos kilin warna biru
keunguan di bawah glasir, yang dilukis dengan ketelitian dan indah.
4. Koleksi Sejarah
Koleksi sejarah Museum Nasional adalah benda-benda yang mengandung nilai sejarah dan
merupakan benda peninggalan dari masa pendudukan bangsa Eropa di Indonesia (abad 16 – 19 M).
Koleksi sejarahantara lain adalah furniture, keramik, lampu, gelas, bendera, prasasti, genta, patung,
meriam, dan lain-lain. Benda-benda tersebut ada yang berasal dari luar negeri ada pula yang dibuat di
Indonesia.
a. Meriam
Salah satu meriam koleksi Museum Nasional adalah meriam yang ditemukan di Solo, Jawa Tengah.
Meriam tersebut berbahan perunggu dengan panjang 54 cm dan diamter 8 cm. Meriam tersebut
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 23
berasal dari abad 18 M. Indonesia mulai mengenal meriam sejak abad 16 M, ketika bangsa portugis
datang ke Indonesia. Mereka melengkapi kapal mereka dengan meriam untuk melindungi diri dari
serangan musuh, bajak laut atau untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Kata meriam
berasal dari bahasa Portugis untuk menyebut “Santa Mariam”. Prajurit-prajurit Portugis dalam
peperangan selalu meminta perlindungan dari roh-roh suci seperti Santa Mariam. Kata Mariam
kemudian dilafalkan oleh orang-orang Indonesia menjadi Meriam yang dimaksud untuk menembak
jarak jauh. Meriam jenis ini disebut dengan meriam bumbung. Meriam ini tidak digunakan sebagai
alat perang, namun biasanya diguakan sebagai alat upacara atau biasa disebut sebagai meriam
lela. Meriam ini merupakan peninggalan istana Mangkunegara dan pernah dipakai saat penobatan
raja Mataram (Pakubuwono II) tahun 1727.
b. Padrao
Padrao merupakan koleksi Museum Nasional yang ditemukan di Jalan Cengkeh Jakarta. Koleksi
tesebut berbahan bagu andesit dengan ukuran tinggi 198 cm, dan lebar 67,58 cm. Padrao
merupakan prasasti perjanjian atara Portugis dan Kerajaan sunda. Pada tahun 1522, Gubernur
Portugis di Malaka George d’Albuquerque mengutus Henrique Leme untuk mengadakan hubungan
dagang dengan raja Sunda yang bergelar “Samiam”. Perjanjian atara Kerajaan Portugis dan
Kerajaan Sunda dibuat tanggal 21 Agustus 1522. Isi perjanjia tersebut antara lain Portugis diizinkan
untuk mendirikan kantor dagang berupa sebuah benteng di wilaya Sunda Kelapa dan ditempat
tersebut didirikan batu peringatan (padrao) dalam bahasa Portugis. Kerajaan Sunda menyetujui
perjanjian tersebut, selain karena hubungan perdagangan, juga untuk mendapat bantuan Portugis
dalam menghadapi kerajaan Islam Demak. Namun perjanjian tersebut tidak terlaksana karena tahun
1527 Fatahuillah berhasil menguasai Sunda Kelapa.
c. Patung Rafles
Koleksi Museum Nasional berupa Patung Rafles berasil dari abad 19. Patung ini adalah patung
tokoh Inggris Sir Thomas Stamford Raffles seorang letnan gubernur di Indonesia selama masa
pemerintah Inggris tahun 1811 – 1816. Beberapa kebijakan yang dicanangkan oleh Raffles selama
memimpin Indonesia, antara lain :
• Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan, hal ini sebagai usaha agara dapat mengontrol wilayah-
wilayah tersebut.
• Sistem baru di bidang peradilan.
• Meringankan kerja rodi.
• Melarang perbudakan.
• Mendirikan Kebun Raya Bogor.
d. Pelana Kuda Pangeran Diponegoro
Pelanda Kuda Pangeran Diponegoro merupakan koleksi sejarah Museum Nasional. Pelana kuda
tersebut menemani Pangeran Diponegoro dalam perjuangan melawan Belanda sejak 21 Juli 1825
sampai dengan ditangkap dalam meja perundingan. Sebagai pampasan perang, pusaka-pusaka
pangeran Diponegoro ikut dirampas termasuk Keris Nogosiluman, Pelana Kuda, Tombak Kyai
Rondhan, serta Tongkat Kyai Cokro. Kemudian pada tahun 1977, atase pendidikan dan kebudayaan
di Belanda, pada waktu itu Prof. Dr. Koesnadi Hardjosoemantri melakukan pendekatan dengan
pemerintah Belanda untuk memulangkan beberapa artefak Indonesia yang berada di Belanda. Dan
pada tahun 1978, bertepatan dengan 200 tahun hari jadi Museum Pusat, pihak Belanda yang
diwakili oleh Prof. Dr. F.H. Pott (direktur Rijkmuseum voor Volkenkunde di Leiden) yang bertindak
atas nama menteri kebudayaan, rekreasi, dan pekerjaan masyarakat Belanda menyerahkan
beberapa artefak dan benda-benda bersejarah peninggalan budaya kepada pemerintah Indonesia
yang diwakili oleh Drs. Amir Sutaarga direktur museum pusat dan atas nama Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan RI. Bersamaan dengan pelana kuda Pangeran Diponegoro, diserahkan pula
benda-benda budaya lainnya seperti perhiasan Cakranegara serta payung dari Lombok, dan artefak
kitab Negara Kertagama.
5. Koleksi Geografi
Benda budaya yang berkenaan denganvan sejarah alam dan lingkungan, baik berupa fosil, batuan,
flora dan fauna, peralatan geografi dan sebagainya dapat dimasukkan ke dalam kelompok koleksi
Geografi. Koleksi geografi Museum Nasional saat ini terdiri dari fosil, yaitu fosil toxaster dan amonit
yagn berumur 75-135 juta tahun, koleksi batuan antara lain batuan sediman, dan metamorf. Berbagai
jenis peta antar lain peta tengan aneka budaya bangsa Indonesia, peta dunia pada sekitar abad ke 15 –
17, peta Indonesia abad ke 16, peta perkembangan kota Batavia abad 16 - 18, dan lain-lain. Selain itu
ada pula koleksi berbagai kelengkapan navigasi seperti kompas, chronometer, sextan, juga beberpa
miniatur kapal, yaitu Phinisi, Lete, Nade, dan Bali.
a. Peta Selat Sunda
Peta Selat Sunda milik Museum Nasional diperoleh dari Leiden, Netherland. Peta tersebut berbahan
kerjas dengan panjang 45 cm dan lebar 35 cm dengan bahan kertas dan diperkirakan berasal dari
abad 17. Peta tersebut berupa peta warna kedalaman laut di Selat Sunda pad atahun 1729. Peta
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 24
tersebut dibuaty oleh Pierre van der Aa. Peta digambar dengan belum mengikuti aturan kartografis
secara tepat. Dalam peta tercantum kedalaman laut di sekitar pantai pulau Jawa, Sumatra dan
pulau-pulau kecil di sekitar Selat Sunda seperti Princen Eylanden (Pulau Panaitan), Crakatau
(Kratau) dan lain-lain. Pada saat pemetaan daerah Selat Sunda, kepulauan Krakatau masih
menunjukkan keadaan sebelum mengalami letusan dahsyat tahun 1883.
b. Perahu Pinisi (model)
Koleksi Museum Nasional ini merupaan model perahu pinisi yang ditemukan Ujung Pandang
Sulawesi Selatan. Koleksi ini berbahan kayu dan kain dengan panjang 140 cm tinggi 95 cm. Perahu
Pinisi merupakan perahu Suku Bugis. Bentuk aslinya memiliki layar 7 dan bertiang 2. Pinisi
mengalami perubahan sebagai alat angkut niaga terbesar di Nusantara.
6. Koleksi Etnografi
Koleksi etnografi Museum Nasional menyajikan benda-benda atau hasil budaya dari suku-suku
bangsa di seluruh Indonesia. Benda-benda etnografis tersebut berupa peralatan hidup yang digunakan
oleh suatu suku bangsa baik yang dipakai untuk keperluan upacara maupun sehari-hari. Koleksi
etnografi menunjukkan pengaruh berbagai kebudayaan pada masa Hindu, Islam, dan msa kolonial yang
disesuikan dengan kebudayaan setempat.
Untuk menggambarkan keanekaragaman budaya dari Sabang sampai Merauke, ruang
etnografi dibagi menjadi tiga ruang. Yaitu kelompok wilayah Indonesia bagian barat yaitu Pulau Sumatra
dan Jawa. Kelompok Indonesia bagian tengah yaitu Pulau Bali, Kalimantan dan Sulawesi. Dan
kelompok Indonesia bagian timur yaitu Kepulauan Nusata Tenggara, Maluku dan Papua. Sebagian
besar koleksi etnografi dikumpulkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda terutama pada
pertengahan abad ke 19 dan awal abad ke 20 Masehi. Pengumpulan koleksi antara lain dilakukan
melalui kegiatan ekspedisi ilmiah, ekspedisi militer, atau oleh perorangan seperti dari pejabat pemerintah
dan para penyebar agama.
Selain ruang-ruang tersebut, koleksi etnografi juga mempunyai ruang pamer khusus. Ruang
miniatur rumah adat memamerkan berbagai model rumah adat dari berbagai suku bangsa di Indonesia.
Ruang tekstil menampilkan berbagai koleksi tekstil yang berasal dari seluruh wilayah nusantara. Di
Indonesia tekstil tadak hanya berfungsi sebagai pakaian tetapi juga mempunuyai fungsi simbolis yang
memiliki arti secara sosial dan religius yang dipakai pada upacara-upacara tertentu. Ruang khasanah
emas etnografi menyajikan koleksi yang dibuat dari logam mulia khususnya emas. Sebagian dari
koleksi emas etnografi merupakan benda-benda kebesaran di Nusantara yang berkembang pada abad
ke 17 sampai awal abad ke 20 Masehi.
a. Wadah Sirih
Koleksi Museum Nasional Wadah Sirih berasal dari Alas Aceh dan berbahan daun pandang dan
kain katun. Wadah sirih ini dibuat dari anyaman daun pandan bermotif krawangan, di dalam dilapisi
dengan kain katun berwarna merah dan hijau. Makan sirih merupakan adat kebiasaan suku-suku
bangsa di Indonesia yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Upacara makan sirih
biasanya dilakukan pada upacara menyambut tamu atau upacara perkawinan. Makan sirih
merupakan simbul keramahan dan kebersamaan.
b. Hiasan Telinga
Koleksi Hiasan Telinga milik Museum Nasional berasal dari Dayak, Kalimantan dan berbahan besi.
Hiasan telinga tersebut berbentuk motif aso, yaitu perpaduan antara naga dan anjing yang distillir.
Motif Aso merupakan motif khas Dayak di Kalimantan. Motif naga adalah simbul dunia bawah yang
diasosiasikan dengan air. Air merupakan simbul perempuan yang dikaitkan dengan kesuburan.
c. Mas Piring
Mas Piring koleksi Museum Nasional berbahan emas, perak, suasa dan berasal dari Leti Maluku.
Mas piring berfungsi sebagai pembayaran denda bila terjadi pelanggaran adat. Pada masa
pemerintahan Kolonial Belanda di Maluku sekitar tahun 1887, bila terjadi pelanggaran adat,
masyarakat sering dihukup dengan membayar denda berupa piring emas sesuai dengan adat
setempat. Motif binatang pada piring ini antara lain bebek, ikan dan bunga dibagian tengah.
d. Tombak Ligan
Tombak Ligan koleksi Museum Nasional berbahan emas, permata, besi, nikel dan kayu. Koleksi
tersebut diperoleh dari Yogyakarta. Tombak ligan merupakan tombak kebesaran yang berhias
burung garuda bermahkota dengan ujung tombak keluar dari paruh garuda. Pola pamor pada mata
tombak disebut Pamor Miring. Motif garuda dalam mitologi Hindu merpakan kendaraan dewa Wisna
disamping juga merupakan burung matahari atau rajawali matahari. Tombak ini dihadiahkan kepada
Gubernur Jenderal Pahut oleh Sri Sultan HB VI sekitar tahun 1856 – 1860.
e. Topeng Hudo
Koleksi Museum Nasional Topeng Hudo berasal dari Dayak Kenyah, Apo Kayan, Kalimantan Timur.
Topeng ini dibuat dari bahan kayu, kulit binatang dan kaca. Topeng Hudo disebut juga Budot dipakai
dalam tarian ritual pada waktu upacara panen. Dipakai oleh penari laki-laki dan pawangnya. Topeng
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 25
ini digambarkan sebagai makhluk yang menyeramkan dan dimaksudkan untuk menakut-nakuti
hama penyakit agar tidak merusak tanaman.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 26
BENDA-BENDA BERSEJARAH DALAM GAMBAR
Prasasti Mulawarman
Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah prasasti
yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh buah yupa
yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan.
Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa Pra-Nagari dan dalam bahasa
Sanskerta, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya berasal dari sekitar 400
Masehi. Isinya menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan
kepada para kaum Brahmana berupa sapi yang banyak. Mulawarman
disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan anak dari Aswawarman. Prasasti
ini merupakan bukti peninggalan tertua dari kerajaan yang beragama Hindu di
Indonesia. Nama Kutai umumnya digunakan sebagai nama kerajaan ini
meskipun tidak disebutkan dalam prasasti, sebab prasasti ditemukan di
Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 27
gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa prasasti ini
berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Khusus prasasti Tugu dan prasasti Cidanghiyang memiliki
kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah
orang yang sama.
Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya, Prasasti Tugu merupakan prasasti
yang terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada masa
pemerintahan Purnnawarmman pada tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian (selesai
dibangunnya) saluran sungai Gomati dan Candrabhaga.
Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan tongkat yag pada ujungnya dilengkapi
semacam trisula. Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi
sebagai batas pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 28
Prasasti Amoghapasa
Prasasti Padang Roco adalah sebuah prasasti yang ditemukan pada tahun
1911 di hulu sungai Batanghari, kompleks percandian Padangroco, nagari
Siguntur, kecamatan Sitiung, kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
Prasasti ini merupakan sebuah lapik (alas) arca Amoghapāśa yang pada empat
sisinya terdapat manuskrip (NBG 1911: 129, 20e). Prasasti ini dipahatkan 4
bari s tulisan dengan aksara Jawa Kuno, dan memakai dua bahasa (Melayu
Kuno dan Sanskerta) (Krom 1912, 1916; Moens 1924; dan Pitono 1966).
Prasasti ini kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta dengan
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 29
nomor inventaris D.198-6468 (bagian alas atau prasasti) dan D.198-6469 (bagian arca). Prasasti ini
berangka tahun 1208 Saka atau 1286 Masehi, dituliskan pada arca Amoghapāśa hadiah dari śrī
mahārājādhirāja keṛtanagara wikrama dharmmottunggadewa raja dari kerajaan Singhasari di Jawa untuk
rakyat dan Raja Kerajaan Melayu Dharmasraya di Sumatera. Prasasti ini menceritakan bahwa pada tahun
1208 Saka, atas perintah raja Kertanegara dari Singhasari, sebuah arca Amoghapasalokeswara
dipindahkan dari Bhumijawa ke Swarnabhumi untuk ditegakkan di Dharmasraya. Dengan hadiah ini
diharapkan agar rakyat Swarnabhumi bergirang hati dan bersuka cita, terutama rajanya śrī mahārāja śrīmat
tribhuwanarāja mauliwarmmadewa.
Prasasti Singhasari ini dikenal juga dengan sebutan Prasasti Gajah Mada,
ditemukan pada tahun 1904 di kolam Haji Napi’i di sebelah utara Candi
Singosari, Malang dan sekarang berada dan menjadi koleksi Museum
Nasional Jakarta, dengan nomor inventaris D 111. Prasasti tersebut berangka
tahun 1273 Saka (1351 M), beraksara Jawa Kuno dan bahasa Jawa Kuno
dengan pahatan yang dalam sehingga sangat jelas dibaca. Hampir tidak ada
kerusakan yang berarti dari fisik prasasti itu, kecuali ada pahatan yang dalam
dan berbentuk persegi yang menimpa beberapa huruf. Hingga sekarang belum
diketahui apa maksud dari pahatan persegi yang dalam tersebut. Prasasti ini
terbuat dari bahan batu andesit de ngan bertuliskan 17 baris. Prasasti ini ditulis
untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau candi pemakaman yang
dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada untuk menghormati
“Mahabrahmana Sewasogata”, yaitu para pendeta dari aliran “rsi”, Saiwa dan
Bauda, yang ikut meninggal bersama Raja Kertanagara dari kerajaan
Singhasari ketika diserang musuh. Ketika prasasti ini dikeluarkan, raja
Majapahit yang memerintah ketika itu adalah Ratu Tribhuwanotunggadewi. Diperkirakan Caitya yang
dibangun tersebut adalah salah satu candi kecil yang ada di sekitar Candi Singosari. Paruh pertama prasasti
ini merupakan pentarikhan tanggal yang sangat terperinci, termasuk pemaparan letak benda-benda
angkasa. Paruh kedua mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan sebuah
caitya. Menurut pembacaan Trigangga prasasti ini dikeluarkan pada hari Selasa tanggal 26 April 1351.
Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir,
Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935. Prasasti ini sekarang disimpan di
Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga
Batu 2, yang berisi tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti. Pada tahun-tahun sebelumnya
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 30
ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-
prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada seb uah batu andesit yang sudah dibentuk sebagaimana
layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di bagian atasnya terdapat
hiasan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di bagian bawah tengah terdapat semacam cerat (pancuran)
tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan
berbahasa Melayu Kuno.
Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis besar isinya tentang kutukan
terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tidak taat kepada perintah dātu.
Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang
berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah.
Disebutkan orang-orang tersebut mulai dari putra raja
(rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati), panglima
(senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nāyaka),
bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), hakim
(dandanayaka), ketua pekerja/buruh (tuhā an vatak = vuruh),
pengawas pekerja rendah (addhyāksi nījavarna), ahli senjata
(vāsīkarana), tentara (cātabhata), pejabat pengelola
(adhikarana), karyawan toko (kāyastha), pengrajin (sthāpaka),
kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga), pelayan raja (marsī
hāji), dan budak raja (hulun hāji).
Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang paling lengkap
memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa
sejarahwan menganggap dengan keberadaan prasasti ini, diduga
pusat Sriwijaya itu berada di Palembang dan pejabat-pejabat
yang disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibukota
kerajaan. Soekmono berpendapat berdasarkan prasasti ini tidak
mungkin Sriwijaya berada di Palembang karena adanya
keterangan ancaman kutukan kepada siapa yang durhaka
kepada kedatuan, dan mengajukan usulan Minanga seperti yang
disebut pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan berada di
sekitar Candi Muara Takus sebagai ibukota Sriwijaya.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 31
ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di
Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146. Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan data sebagai
berikut: Dapunta Hyang berangkat dari Minanga dan menaklukan kawasan tempat ditemukannya prasasti ini
(Sungai Musi, Sum atera Selatan). Karena kesamaan bunyinya, ada yang berpendapat Minanga Tamwan
adalah sama dengan Minangkabau, yakni wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari. Ada juga
berpendapat Minanga tidak sama dengan Malayu, kedua kawasan itu ditaklukkan oleh Dapunta Hyang,
tempat penaklukan Malayu terjadi sebelum menaklukan Minanga dengan menganggap isi prasasti ini
menceritakan penaklukan Minanga. Sementara itu Soekmono berpendapat bahwa Minanga Tamwan
bermakna pertemuan dua sungai (karena tamwan berarti 'temuan'), yakni Sungai Kampar Kanan dan Sungai
Kampar Kiri di Riau, yakni wilayah sekitar Candi Muara Takus. Kemudian ada yang berpendapat Minanga
berubah tutur menjadi Binanga, sebuah kawasan yang terdapat pada sehiliran Sungai Barumun (Provinsi
Sumatera Utara sekarang). Pendapat lain menduga bahwa armada yang dipimpin Jayanasa ini berasal dari
luar Sumatera, yakni dari Semenanjung Malaya.
Prasasti Wanua Tengah III adalah prasasti dari tahun 908 M pada
zaman Kerajaan Mataram Kuno, yang ditemukan November 1983.
Prasasti ini di sebuah ladang di Dukuh Kedunglo, Desa Gandulan,
Kaloran, sekitar 4 km arah timur laut Kota Temanggung. Prasasti ini
disimpan di Balai Arkeologi Yogyakarta. Di dalam prasasti ini
dicantumkan daftar lengkap dari raja-raja yang memerintah bumi
Mataram pada masa sebelum pemerintahan raja Rake Watukara Dyah
Balitung. Prasasti ini dianggap penting karena menyebutkan 12 nama
raja Mataram, sehingga melengkapi penyebutan dalam Prasasti
Mantyasih (atau nama lainnya Prasasti Tembaga Kedu) yang hanya
menyebut 9 nama raja saja. Prasasti Wanua Tengah III ini terdiri dari
dua lempengan, pertama dengan ukuran 53,5 x 23,5 cm dan
ketebalan kira-kira 2,5 mm, kedua dengan ukuran 56 x 26 cm dan
ketebalan sama. Keduanya adalah lempengan tembaga. Lempeng
pertama ditulisi satu sisi saja dengan tulisan 17 baris, sedangkan
lempeng kedua tulisi bolak-balik, masing-masing 26 dan 18 baris.
Harihara merupakan perwujudan gabungan antara Dewa Wisnu (Hari) dan Dewa Siwa
(Hara). Juga dikenal dengan sebutan Shankaranarayana ("Shankara" adalah Dewa
Siwa, dan "Narayana" adalah Dewa Wisnu), Harihara sangat dihormati oleh kedua
Vaishnavites dan Shaivites sebagai dewa yang maha kuasa. Indonesia memiliki sebuah
area Harihara yang terkenal karena mewujudkan Raja Wijaya, Raja Majapahit pertama,
dengan gelar Kertarajasa Jayawarddhana dan sekarang tersimpan di Museum P usat,
Jakarta. Tangan kanan belakang memegang sangka, tangan kanan depan memegang
askamala, tangan kiri belakang dan tangan kiri depan memegang gada. Arca ini berasal
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 32
dari Simping, Jawa Timur, yang menurut Nagarakertagama pernah dikunjungi Hayam Wuruk karena candi
Wijaya, kakeknya, perlu dipugar kembali.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 33
Arca Bhairawa Koleksi Museum Nasional
Arca Bhairawa adalah patung batu raksasa dan kini menjadi salah
satu koleksi pameran utama di Museum Nasional Indonesia. Arca ini
menggambarkan "Bhairawa", suatu dewa-raksasa dalam aliran
sinkretisme Tantrayana, yaitu pengejawantahan Siwa sekaligus Buddha
sebagai raksasa yang menakutkan. Arca ini dikaitkan sebagai
perwujudan Raja Adityawarman karena ia adalah penganut Buddha
aliran Tantrayana Kalachakra. Patung batu raksasa ini berukuran tinggi
4,41 meter dan berat 4 ton dan terbuat dari batu andesit. Bhairawa
digambarkan sebagai raksasa mengerikan sebagai perwujudan hasrat
negatif, serta merupakan perwujudan Siwa sekaligus Buddha dalam
aliran Tantrayana. Arca Bhairawa ini memiliki dua tangan, tangan kiri
memegang mangkuk dari tengkorak manusia berisi darah manusia dan
tangan kanan membawa pisau belati. Penggambaran Bhairawa
membawa pisau konon untuk menunjukkan upacara ritual Matsya atau
Mamsa. Membawa mangkuk itu untuk menampung darah dalam
upacara meminum darah.
Bhairawa merupakan dewa Siwa dalam salah satu aspek
perwujudannya. Bhairawa berkategori ugra (ganas) dan digambarkan
bersifat kejam, berwujud mengerikan, memiliki taring, dan bertubuh
sangat besar seperti raksasa. Rambutnya disanggul besar ke atas
menyerupai bola, tetapi ditengahnya terdapat arca Buddha Amitabha,
laksana atau atribut seperti ini merupakan atribut bod hisattwa
Awalokiteswara, hal ini menggambarkan aspek sinkretisme Tantrayana
yang memadukan unsur Hindu dan Buddha. Bhairawa mengenakan
perhiasan yang raya berupa mahkota dan kalung, sementara kelat
bahu, gelang tangan dan gelang kakinya berupa belitan ular,
sedangkan ikat pinggangnya berukir kepala kala. Bhairawa ini digambarkan tengah menginjak orang cebol
yang tengah terlentang dan berdiri di atas lapik delapan tengkorak berjajar yang menggambarkan lapangan
mayat.
Arca raksasa ini aslinya terletak di bukit di tengah persawahan di kompleks percandian Padang Roco,
Dharmasraya, Sumatera Barat, menghadap ke arah timur dan dibawahnya mengalir sungai Batanghari.
Dulu, di tempat strategis itu Bhairawa dengan gagah berdiri memandang ke arah Sungai Batanghari,
sehingga siapa pun yang melewati sungai tersebut akan mudah melihatnya. Dikatakan strategis karena
Padang Roco merupakan gerbang masuk melalui Batanghari menuju pusat pemerintahan Kerajaan Malayu
di Sumatera Barat, dan arca raksasa ini berfungsi sebagai markah tanah.
Arca raksasa ini sempat roboh dan terkubur tanah, hanya satu sisi bagian lapik (alas) yang menyembul
ke permukaan tanah. Penduduk setempat yang tidak menyadari keberadaan arca itu menjadikan batu itu
sebagai batu pengasah parang dan membuat lubang lumpang batu sebagai lesung untuk menumbuk padi.
Hingga kini pun bekas lubang itu dapat ditemukan pada sisi landasan arca ini. Patung yang dikaitkan
dengan perwujudan Raja Adityawarman itu diangkut oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1935 ke
Kebun Margasatwa Bukittinggi. Lalu pada tahun 1937 arca ini diboyong ke Museum Nasional di Batavia dan
menghuni Museum Nasional hingga kini.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 34
Arca dewa Wisnu di Museum Trowulan
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 35
mengempit sebatang utpala (bunga teratai biru) yang diatasnya terdapat keropak naskah Prajnaparamita-
sutra dari daun lontar. Arca ini bersandar pada stella (sandaran arca) berukir, dan di belakang kepalanya
terdapat halo atau aura lingkar cahaya yang melambangkan dewa-dewi atau orang suci yang telah
mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 36
Mangkok Ramayana
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 37
Arca Durga Mahesasuramardhini, Koleksi Museum Nasional
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 38
dewi Ilmu Pengetahuan. Hal ini merupakan sebuah makna tersirat bahwa suatu penciptaan atau suatu karya
tanpa landasan ilmu pengetahuan adalah sia-sia.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 39
India Selatan dibandingkan dengan India Utara. Kitab kitab yang memuat ajaran Tantrayana banyak sekali
antara lain : Maha Nirwana Tantra, Kularnawa Tantra, Tantra Bidhana, Yoginirdaya Tantra, Tantra sara.
Tantrayana berkembang luas sampai ke Cina, Tibet, dan Indonesia dari Tantrisme munculah suatu faham
“Bhirawa” atau “Bhairawa” yang artinya hebat.
Patung yang diketemukan di Hutan Baluran Situbondo, Jawa Timur, pada 10 Maret
2013 ini pada akhirnya di pastikan keasliannya juga sebagai benda purbakala.
Patung itu dinyatakan juga sebagai Patung Dewi Laksmi serta peninggalan dari
masa Kerajaan Majapahit. Arca ini Termasuk unik lantaran diketemukan di Lokasi
Kekuasaan Majapahit Timur yang belum tersentuh sama-sekali peninggalan
bersejarahnya.
Candrasa
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 40
Kjokenmodinger, Koleksi Museum Nasional
Alam pikiran masyarakat dari suku-suku bangsa di Indonesia mengenal adanya dunia atas dan dunia
bawah. Maka binatang berkaki empat dianggap sebagai binatang keramat. Sementara bentuk spiral
sudah ada sejak zaman perunggu atau kebudayaan Dongson melintas jauh sampai di bagian timur
Indonesia.
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 41
Mamolo atau Mastaka
Mamolo atau Mastaka ini disebut Rama, nama salah seorang tokoh wayang
purwa, anak Raja Kosala yang dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu yang
beristrikan Dewi Sita. Dalam bahasa Sunda, mamolo atau mastaka berarti
kepala. Dalam adat-istiadat mereka, kepala merupakan bagian yang paling
tinggi dan dianggap suci. Itu sebabnya benda ini diletakkan di atas. Hiasan atap
ini berbentuk segi empat atau bulat yang meruncing ke atas. Mamolo biasanya
terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian bawah, bagian tengah, dan bagian
atas. Tiap-tiap bagian dibuat dengan cara bertahap. Pertama, dibuat bagian
bawah dengan bentuk lebar yang disebut indung (ibu). Kedua, dibuat bagian
tengah yang bentuknya menekuk ke dalam dan mempunyai pinggang yang
disebut anak. Ketiga, dibuat bagian atas yang berukuran hampir sama dengan
bagian bawah, namun bentuknya meruncing ke atas. Bagian puncaknya dapat
dilepaskan, disebut incu (cucu), tempat meletakkan mahkota. Mamolo tidak
hanya sebagai penghias atap yang memberikan kesan bangunan menjadi lebih
tinggi dan anggun. Juga berguna untuk menguatkan puncak atap. Hiasan ini
diletakkan di atas masjid atau kuburan para wali penyebar agama Islam di
daerah Jawa Barat, khususnya di daerah Cirebon dan Banten.
Uang Kasha
Uang ini berbentuk bundar dengan lubang berbentuk segi enam di bagian
tengah. Terbuat dari kuningan dan mempunyai berat 3,57 gram. Berasal
dari masa Kesultanan Banten, abad ke-16 M. Pada salah satu sisinya
tertera tulisan Arab berbahasa Jawa, “Pangeran Ratu Ing Banten”, gelar
Sultan Maulana Muhammad. Beliau memerintah Banten pada tahun
1580-1596. Koleksi ini memiliki No. Inv. 13621
Medali JP Coen
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 42
Bahan perunggu, ditemukan di Belanda. Medali tanda penghargaan 350
tahun kelahiran Jan Pieter Zoon Coen (1587-1937), pendiri kota Batavia
pada masa Hindia Belanda (Indonesia). Coen pernah menjabat Gubernur
Jenderal dan meninggal dunia pada 1629. Nama Batavia berasal dari
Batavieren, suku bangsa nenek moyang bangsa Belanda yang berasal
dari Jerman. Nama Batavia kemudian diusulkan oleh Van Raai pada 12
Maret 1619.
Batu Duga
Sextan
Meriam
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 43
atas, namun modelnya menarik. Meriam lela digunakan dan dibunyikan pada saat upacara, misalnya dalam
pengangkatan seorang raja, menerima tamu penting, melamar calon pengantin, dan menghormati kematian
orang terpandang. Menurut fungsinya, meriam dibedakan menjadi tiga macam, yakni meriam kapal, meriam
benteng, dan meriam artileri. Meriam kapal biasanya berlaras pendek dan berukuran besar, namun dapat
menembak lebih jauh. Meriam benteng berukuran paling besar dan berat, biasanya ditempatkan di setiap
sudut benteng atau di sepanjang pantai. Sedangkan meriam artileri umumnya berukuran sedang dan kecil
serta mudah dibawa atau didorong saat perang. Beberapa meriam dilengkapi dengan ragam hias. Selain
untuk memperindah meriam, juga mempunyai makna dan arti tertentu, misalnya berupa lambang dan
tulisan. Lambang atau tulisan dimaksudkan sebagai jatidiri meriam tersebut, sehingga bermanfaat untuk
para peneliti. Biasanya yang tertera adalah tahun pembuatan, asal meriam, dan nama penguasa waktu itu.
Zaman terus berubah. Muncul tingkah laku masyarakat yang bersifat religio-magis. Akibatnya banyak
peninggalan meriam kuno diberi nama dan dipuja-puja orang. Meriam Si Jagur adalah salah satu contohnya.
Dulu meriam ini banyak dikunjungi peziarah yang mencari berkah. Meriam tersebut selalu diberi sesajian.
Semula meriam ini terletak di Pasar Ikan, kemudian dipindahkan ke Museum Nasional. Sekarang Si Jagur
ditempatkan di halaman belakang Museum Sejarah Jakarta.
Cupeng
Badong
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 44
Jempang
Uang Kampua
Kisi‐kisi Materi LCC Permuseuman 2020 45