Ca Bronkogenik
Oleh :
Erwin Wicaksono
NIM. 190070300011053
II. Klasifikasi
Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan (Sudoyono, 2007).
1) SCLC (small ceel lung cancer)
Karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar percabangan utama
bronki.Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis
yang terburuk dibandingkan dengan semua karsinoma bronkogenik.Sekitar 70% dari
semua pasien memiliki bukti-bukti yang ekstensif (metastasis ke distal) pada saat
diagnosis, dan angka kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 5%.
Gambaran histologi karsinoma sel kecil yang khas adalah nominasi sel-sel
kecil hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin dan sedikit
sekali/tanpa nukleoli.Bentuk sel bervariasi dan fusiform, poligonal, dan bentuk seperti
limfosit.
2) NSCLC (non small cell lung cancer)
a. Karsinoma Epidermoid/ Karsinoma Sel Skuamosa
Perubahan karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus,
dan menonjol ke dalam bronki besar.Diameter tumor jarang melampaui beberapa
sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa seringkali disertai
batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan
abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder.Karena tumor ini cenderung agak
lambat dalam bermetastasis, maka pengobatan dini dapat memperbaiki
prognosis.
b. Adenokarsinoma
Adenokarsinoma memperlihatkan susunan seluler seperti kelenjar
bronkus dan dapat mengandung mukus.Kebanyakan dari jenis tumor ini timbul di
bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan
jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik.Lesi sering kali
meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan sering bermetastatis
jauh sebelum lesi primer.
c. Karsinoma Sel Besar
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.Sel-sel
ini cenderung muncul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.
Klasifikasi lengkap tumor paru (jinak dan ganas) Menurut (Tjokronegoro&utama, 2004).
1) Tumor jinak
- Hamartoma
- Chondroma bronchus
- Cystadenoma bronchus
- Fibroma
- Leiomyoma
- Lipoma
- Papiloma
- Neurofibroma
- Pulmonary angioma dengan arteriovenous fistula
- Histiocytoma (plasma cell granuloma, sclerosing haemangioma)
- Endometriosis
- Lymphocysts
- Lympphangioleiomyomatosis
- Pulmonary chemadectoma
2) Tumor jinak yang dapat menjadi ganas
- Bronchial adenoma
- Haemangiopericytoma
- Pulmonary blastoma
- Myoblastoma
Tumor ganas
Karsinoma bronkogenik
- Alveolar cell carcinoma
- Pilmonary lymphoma
- Melanoma
- Leiomyosarcoma
III. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum diketahui,
namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogen merupakan factor
utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga
ataupun suku bangsa, ras serta status imunologis. Bahan inhalasi karsinogen yang
banyak disorot adalah rokok.
1) Pengaruh Rokok
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru
sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok.Lombard dan Doering (1928),
telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan
yang tidak merokok.Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap
per hari dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok
berat akan menderita kanker paru.
Belakangan, dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok
pasif pun akan be risiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok
selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat
dibandingkan dengan yang tidak terpapar dan perempuan yang hidup dengan
suami/pasangan perokok juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan
25% kanker paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif. Insiden
kanker paru pada perempuan di USA dalam 10 tahun terakhir ini juga naik menjadi
5% per tahun, antara lain karena meningkatnya jumlah perempuan perokok atau
sebagai perokok pasif. Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi
dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti mulutt laring dan esofagus.
Laporan dari NCI (National Cancer Institute) di USA tahun 1992 menyatakan
kanker pada organ lain seperti ginjal, vesika urinaria, ovarium, uterus, kolon, rektum,
hati, penis dan Iain-lain lebih tinggi pada pasien yang merokok daripada yang bukan
perokok.Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen
terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik
(CC), tumor promoter (TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan terdapat dalam
rokok. Kandungan zat yang bersifat karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat
mengakibatkan perubahan epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia.
Rokok yang dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel yang
berbahaya Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada
pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Nikotin,
merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun pada dosis tinggi. Zat yang
terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan system
saraf. Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak
untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar
nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan. Tar, mengandung
zat kimia sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu mekanisme alami
pembersih paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal menempel di paru-
paru dan saluran bronchial. Tar dapat membuat system pernapasan terganggu
salah satu gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus.
Dibawah ini dapat dilihat hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan
besar resiko terjadinya tumor paru pada perokok. Dalam jangka panjang (10-20
tahun merokok), merokok:1-10 batang/hari meningkatkan resiko 15 kali, 20-30
batang/hari meningkatkan resiko 40-50 kali, 40-50 batang/hari meningkatkan resiko
70-80 kali (Sudoyo, 2007).
2) Pengaruh paparan industri
Yang berhubungan dengan paparan zat karsinogen, seperti :
1) Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos dapat
meningkatkan risiko kanker 6-10 kali
2) Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium mempunyai
resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada populasi umum.
3) Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid
4) Pengaruh Genetik dan status imunologis
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru,
yakni Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding enzyme.Teori
Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan
cara menghilangkan (delesi/ del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan
pasangan basanya, tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti
apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah programmed cell death)
Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru
berubah menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan yang otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler
menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, tanggapan terhadap
pengobatan, serta prognosis. Penderita yang alergi umumnya tidak memberikan
tanggapan yang baik terhadap pengobatan lebih cepat meninggal (Alsagaff&mukty,
2002).
3) Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,
selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru. Hipotesis
ini didapatkan dari penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A dapat
menurunkan resiko peningkatan jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan
fungsi utama vitamin A yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
4) Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor paru
melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu dari karsinoma
bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis. Data
dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9% dari kasus karsinoma bronkogenik
berasal dari jaringan parut. Dari 1186 karsinoma parut tersebut 23,2% berasal dari
bekas tuberkulosis. Patut dicatat bahwa data ini berasal dari Amerika serikat dimana
insiden tuberkulosis paru hanya 0,015% atau ±1/20 insiden tuberkulosis di Indonesia
(Alsagaff&mukty, 2002).
IV. Patofisiologi
Terlampir
V. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo (2007), pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan
gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
1) Lokal (tumor tumbuh setempat)
- Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
- Hemoptisis
- Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
- Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
- Atelektasis
- Nyeri dada
- Dispnea karena efusi pleura
- Invasi ke perikardium —> terjadi tamponade atau aritmia
- Sindrom vena cava superior
- Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
- Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
- Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis.
2) Gejala Penyakit Metastasis :
- Pada otak, tulang, hati, adrenal
- Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak terlihat pada
radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang pleura
viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal
dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari
distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang disertai efusi
pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
C. Gambaran radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak
dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan
stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto
toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen
dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan
metastasis.
Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor
dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah
tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor
juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan
metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak
sulit ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter terhadap
kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit paru dengan
gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang
penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis
penyakit paru, harus disertai difollowup yang teliti. Pemberian OAT yang tidak
menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus
menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan
pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga
harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut.
Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti
dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD
dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan.
Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan
serohemoragik.
CT-Scan toraks
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik
daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil
dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga
tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus,
tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi
invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi
dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan
stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi.
Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.
Pemeriksaan radiologik lain
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi
telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain,
misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak,
bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan
tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati,
kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.
D. Pemeriksaan khusus
Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada
tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan
mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-
benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal
sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan
atau kerokan bronkus.
Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat
mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan
biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan
hasil negatif.
Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1 bila
tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk
sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka
biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.
Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan
flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral
dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.
Biopsi lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba masa
yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran
KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor
primer di paru belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat
pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang
jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.
Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagian perifer paru, pleura viseralis, pleura
parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.
Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk kering
dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat.
Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat
ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas
harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan
sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau
dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol
90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%
2. Jenis histologis
Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi histologis
menurut WHO tahun 1999 (Lampiran 1), tetapi untuk kebutuhan klinis cukup jika
hanya dapat diketahui :
1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)
Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis Patologi Anatomi
mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis yang tepat. Karena itu,
untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal harusditetapkan, apakah termasuk
kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau
kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer,
NSCLC).
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
VIII. Penatalaksanaan
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti terapi).
Kenyataannya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan pada jenis
histologi, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-medis seperti
fasilitas rumah sakit dan ekonomi penderita juga merupakan faktor yang amat
menentukan.
1) Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan
II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”, misalnya
kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada
kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma
vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor
direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru
tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk
memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil
dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis. (PDPI, 2003).
Penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi
penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak
memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD) :
3) Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama
harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih
dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan
dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi.
Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah:
Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian
terjadi tumor progresif.
Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka dosis
dihitung dengan menggunakan rumus atau nnenggunakan nomogram. Dosis (mg) =
(target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau gromenular filtration rate dihitung dari kadar
kreatinin dan ureum darah penderita.
4) Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil
penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
5) Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil
penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
6) Terapi Gen
Tehnik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian
XI. Pencegahan
Berhenti merokok adalah satu-satunya upaya pencegahan yang paling efektif,
meskipun risikonya tidak pernah kembali ke normal (setengah dari semua orang yang
didiagnosa kanker paru baru dulunya adalah perokok)
Diet tinggi buah dan sayuran terbukti mengurangi kanker
Antioksidan memiliki hasil campuran. Beberapa studi memperlihatkan bahwa kadar
retinoid dan vitamin E dapat mengurangi risiko kanker, tetapi beberapa studi
memperlihatkan peningkatan yang bermakna pada perokok yang mengkonsumsi
beta karoten (Brashers, 2007).
XII. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit kanker paru meliputi
Hiperkalsemia : Peningkatan kadar kalsium dalam darah
Efusi Pleura : Adanya cairan dalam rongga dada
Pneumonia : Adanya udara / gas dalam rongga dada
Metastese Otak : Penyebaran kanker pada cel-cel otak
KompresiMedula Spinalis : Penekanan pada medula spinalis
N Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
o
1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 1. Latihan batuk efektif
Label luaran : batuk Efektif
efektif Observasi
Ekspektasi : meningkat
dengan kriteria : 1) Identifikasi kemampuan batuk
1 Batuk efektif Mening 5
2) Monitor adanya retensi sputum
kat
2 Produksi sputum Menuru 3 3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
n
napas
3 Dispneu Menuru 3
n 4) Monitor input dan output cairan
4 Frekuensi nafas Memba 3
Terapeutik
membaik ik
5 Pola nafas Memba 5 1) Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
ik
2) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
pasien
3) Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2) Anjurkan Tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian dikeluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu selama 8 detik
3) Anjurkan mengulangi Tarik napas dalam
hingga 3 kali
4) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang ke-3
2 Gangguan Setelah dilakukan intervensi selama …. jam, maka Pemantauan Respirasi:
pertukaran gas pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil Observasi:
b.d: Perubahan sebagai berikut : 1. Monitor frekuensi irama, pola napas,
membran alveolus- - Dispnea menurun kedalaman, dan upaya napas
kapiler - Bunyi nafas tambahan menurun 2. Monitor pola nafas
- Pusing menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
- Nafas cuping hidung menurun 4. Monitor adanya produksi sputum
- Takikardia membaik 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Sianosis membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Pola nafas membaik 7. Auskultasi bunyi napas
- Warna kulit membaik 8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray
Terapeutik:
1. Atur interval pemantuan respirasi
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan (bila
diperlukan)
Terapi Oksigen:
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran O2
2. Monitor posisi alat terapi O2
3. Monitor aliran O2 secara periodik
4. Monitor efektivitas terapi O2
5. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
6. Monitor tanda gejala toksikasi O2 dan
atelektasis
7. Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi O2
8. Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada hidung, mulut,
dan trakea
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Siapkan dan atur peralatan pemberian
O2
4. Berikan O2 tambahan
5. Tetap berikan O2 saat pasien
ditransportasi
6. Gunakan perangkat O2 yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi:
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
1. Penentuan dosis O2
Penggunaan O2 saat aktivitas dan/atau tidur
3 Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 1. Manajemen jalan nafas
24 Observasi
Label luaran : Pola Nafas
Ekspektasi : membaik 1) Monitor pola napas
dengan kriteria : (frekuensi,kedalaman,usaha napas)
Dispnea Menurun 5
2) Monitor bunyi napas tambahan (misal :
Penggunaan otot Menurun 5
bantu gurgling, mengi, wheezing ,ronchi kering)
pernapasan 3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Pemanjangan Menurun 5
fase ekspirasi Terapeutik
Frekuensi napas Menurun 5 1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
Kedalaman Menurun 5
napas head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga
trauma cervical)
2) Posisikan semifowler atau fowler
3) Lakukan fisioterapi dada bila perlu
4) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
5) Berikan oksigen , jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2 L/hr jika tidak ada
kontra indikasi
2) Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspetorant,mukolitik jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
4) Anjurkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
5 Nyeri Akut Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari tingkat Manajemen Nyeri
nyeri menurun, dengan kriteria: Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
1. Keluhan nyeri menurun kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset
2. frekwensi nadi menurun mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
3. pola napas membaik hingga berat dan konstan.
Tindakan
a. Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin/ terapi
bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
c. Edukasi
Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
6 Resiko Infeksi Setelah dilakukan perawatan selama 3X 24 Jam tingkat Pencegahan infeksi
Faktor resiko : infeksi menurun dengan kriteria sebagai berikut :
a) Observasi
1. Penyakit kronis 1. demam menurun
2. Efek prosedur massif 2. kemerahan menurun 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
3. Malnutrisi 3. nyeri menurun
sistemik
4. Paparan organisme 4. bengkak menurun
pathogen lingkungan 5. kadar sel darah putih membaik b) Terapeutik
5. Ketidak adekuatan
1. Berikan perawatan kulit pada area edema
pertahanan tubuh primer
6. ketidak adekuatan 2. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
pertahanan tubuh
dengan pasien dan lingkungan pasien
sekunder
3. pertahankan teknik aseptic pada pasien
beresiko tinggi
4. Rawat luka tiap hari pada luka
c) Edukasi
1. ajarkan tanda dan gejala infeksi
2. ajarkan cara cuci tangan dengan benar
3. anjurkan meningkatkan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan cairan