Nim :4203321016
PETUNJUK :
02. Apamakna scaffolding menurut teori Vygotsky dalam pembelajaranf isikaberikan contoha
plikatif dalamb pembelajaran fisika
03. Sesuai dengan tujuan pembelajaran berbasis project adalah memfasilitasi siswa melalui
pemahaman terhadap masalah dan memecahkannya, maka proses pembelajaran dimulai dengan
mengajukan satu permasalahan untuk dibahas oleh siswa. Sebutkan suatu masalah dalam
pembelajaran fisika yang sesuai dengan karakter masalah dalam pembelajaran berbasis project
tersebut.
04. .Peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah sebagai fasilitator, mediator,
director-motivator, dan evaluator.Jelaskan implementasi peranguru sebagai evaluator dalam
pembelajaran!
01.Seorang guru perlu menguasai dan memahamu strategi pembelajaran karena strategi
mengajara merupakan tindakan nyata dari guru ata praktek guru dalam melaksanakan pengajaran
dikelas .Selain itu juga merupakan usaha guru dalam menggunakan beberapa variabel
pengajaran(tujuan,,bahan ,metode,dan alat seta evaluasi ).Agar dapat mempengaruhi tujuan yang
telah ditetapkan
5 alasan
02.)scaffolding berarti memberikan kepada anak dalam dukungan sejumlah besar dukungan
selama tahap –tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan
kesempatan anak untuk bertanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu
melakukan tugas mandiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan,
dorongan, menguraikan masalah dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan
permasalahan, yaitu (a) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (b) siswa mencapai
keberhasilan dengan bantuan, (c) siswa gagal dalam meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti
upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan
guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang lebih tinggi menjadi optimum. Prinsip
ini melahirkan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran.
Contohnya
1. Walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif
mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja
dalam Zone of proximal developmnet dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama
melalui ZPD.
2. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga
berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak, kerja kelompok secara kooperatif
tampaknya mempercepat perkembangan anak.
3. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh teman
sebaya (peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam
pelajaran. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka
sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan
yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.
03. a. Kebanyakan permasalahan “dunia nyata” yang tidak terpisahkan dengan masalah
kedisiplinan, untuk itu disarankan mengajarkan dengan cara melatih dan memfasilitasi peserta
didik dalam menghadapi masalah.
b. Memerlukan banyak waktu yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan masalah.
c. Membutuhkan biaya yang cukup banyak
d..Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana
instrukturmemegang peran utama di kelas.
e. Banyaknya peralatan yang harus disediakan (Abidin, 2013: 171).
Model Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model pembelajaran yang secara mendalam
menggali nilai-nilai dari suatu topik tertentu yang sedang dipelajari. Kata kunci utama model ini
adalah adanya kegiatan penelitian yang sengaja dilakukan oleh siswa dengan berfokus pada
upaya mencari jawaban atas pertanyaan yang diajukan guru.
.
04. Sebagai evaluator guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang
keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan
perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi
kurikulum. Kedua, untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan
yang telah diprogramkan.
Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan tes, artinya guru telah
melakukan evaluasi manakala ia telah melaksanakan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab
evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang
dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan
makna tersebut. Misalnya Si 'A' dikatakan menguasai seluruh program pembelajaran berdasarkan
hasil rangkaian evaluasi misalnya, berdasarkan hasil tes, ia memperoleh skor yang bagus,
berdasarkan hasil observasi ia telah dapat menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari,
berdasarkan hasil wawancara ia benar-benar tidak mengalami kesulitan tentang bahan pelajaran
yang telah dipelajarinya.
Berdasarkan rangkaian proses evaluasi akhirnya guru dapat menentukan bahwa Si 'A' pantas
diberi program pembelajaran baru. Sebaliknya, walaupun berdasarkan hasil tes Si 'B' telah dapat
menguasai kompetensi seperti yang diharapkan, akan tetapi berdasarkan hasil wawancara dan
observasi, ia tidak menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan misalnya dalam
kemampuan berpikir, maka dapat saja guru menentukan bahwa proses pembelajaran dianggap
belum berhasil.
Kelemahan yang sering terjadi sehubungan dengan pelaksanaan evaluasi selama ini adalah guru
dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas pada hasil tes yang biasa dilakukan secara
tertulis, akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi
soal-soal yang biasa keluar dalam tes.
Di samping itu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, evaluasi itu juga sebaiknya dilakukan
bukan hanya terhadap hasil belajar akan tetapi juga proses belajar. Hal ini sangat penting sebab
evaluasi terhadap proses belajar pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara
nyata.
05. Struktur kognitif merupakan segala sesuatu pengetahuan yang awalnya dijadikan landasan
dalam melakukan pemahaman dengan menafsirkan apapun yang ada di sekitar kita. Sehingga
dalam hal tersebut kita dapat memahami mengenai apa saja yang terjadi di alam sekitar kita.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun
pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian
atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi
tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata.
Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri
dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang telah dipunyai. Pengalaman yang
baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan
demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga
cocok dengan rangsangan itu.
a.Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya.
e.Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
Piaget mengatakan tahap ini antara usia 2 - 7/8 tahun. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini
adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep
intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.
Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam
mengembangkan konsep nya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan
dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah:
b.Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
d.Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara
deretan.
Tahap intuitif (umur 4 - 7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan
pada kesan yang agak abstraks. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan
kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini, anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara
simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas. Karakteristik tahap ini
adalah :
a.Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi kurang disadarinya.
b.Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.
d.Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah objek
yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan masa pada usia 5 tahun, kekekalan
berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia 7 tahun. Anak memahami bahwa
jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang berbeda.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan
yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki
kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret.
Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di
dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam
dirinya sehingga tindakannya lebih efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat
kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam
melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak
mampu menangani sistem klasifikasi.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis
dengan menggunakan pola berpikir "kemungkinan". Model berpikir ilmiah dengan
tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik
kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak
sudah dapat :