Anda di halaman 1dari 11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan


ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan
atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana
trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13
hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo,
2016).

Kehamilan adalah suatu mata rantai yang saling berkesinambungan yang terdiri dari
ovulasi (pematangan sel) lalu pertemuan ovum (sel telur) dan spermatozoa (sperma)
terjadilah pembuahan dan pertumbuhan zigot kemudian bernidasi (penanaman) pada uterus
dan pembentukan plasenta dan tahap akhir adalah tumbuh kembang hasil konsepsi sampai
aterm (Manuaba, 2012).

Kehamilan merupakan suatu proses fisiologik yang hampir selalu terjadi pada setiap
wanita. Kehamilan terjadi setelah bertemunya sperma dan ovum, tumbuh dan berkembang di
dalam uterus selama 259 hari atau 37 minggu atau sampai 42 minggu. Dalam proses
kehamilan dibagi menjadi tiga trimester, yaitu trimester pertama mulai dari usia kehamilan 0-
12 minggu, trimester kedua mulai dari usia kehamilan 13-24 minggu, dan trimester tiga yaitu
>24 minggu (Nugroho, 2014).

2.2 Adaptasi Fisiologi Kehamilan pada Sistem Perkemihan

Kejadian fertilisasi dan konsepsi menyebabkan perubahan terhadap tubuh ibu selama
kehamilan. Perubahan ini terjadi guna mendukung perkembangan janin, persiapan seorang
ibu pada saat bayi telah lahir dan mempertahankan kesehatan ibu sepanjang periode
childbearing (hamil, melahirkan dan nifas). Perubahan tersebut membuat ibu merasa tidak
nyaman serta dapat mempengaruhi aktifitas ibu sehari-hari. Kondisi tersebut terkadang
membutuhkan beberapa bantuan dan informasi guna membantu ibu untuk menerima
keadaannya. Dengan demikian ibu dapat menjadi lebih sehat, lebih tenang dengan kondisinya
saat ini dan diharapkan kehamilannya dapat bertahan hingga aterm.

Dengan terjadinya kehamilan, maka seluruh sistem genetalia wanita mengalami


perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan pertumbuhan janin
dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan hormon somatomamotropin,
estrogen, dan progesteron yang menyebabkan perubahan pada bagian-bagian tubuh dibawah
ini salah satunya pada sistem perkemihan dan immunolog.

2.2.1 Adaptasi Fisiologi pada Sistem Perkemihan

Hormon estrogen dan progesteron saat kehamilan dapat menyebabkan


perubahan fisiologis pada sistem perkemihan. ureter membesar, tonus otot-otot
saluran kemih menurun. Dinding saluran kemih dapat tertekan oleh pembesaran
uterus yang terjadi pada trimester I dan III, menyebabkan hidroureter dan mungkin
hidronefrosis sementara. Sehingga Wanita hamil memiliki frekuensi kencing yang
lebih sering (poliuria).

Berikut organ-organ pada sistem perkemihan yang mengalami perubahan saat


terjadinya kehamilan:

a). Ginjal

Ginjal pada saat kehamilan sedikit bertambah besar, panjangnya bertambah 1-


1,5 cm. Volume renal meningkat 60 ml dari 10 ml pada wanita yang tidak hamil.
Filtrasi glomerulus meningkat sekitar 69% selama kehamilan, peningkatannya dari
awal kehamilan relatif tinggi sampai aterm dan akan kembali normal pada 20 minggu
post partum. Ketika ginjal akan membesar, glomerular filtration rate, dan renal plasma
flow juga akan meningkat. Pada ekskresi akan dijumpai kadar asam amino dan
vitamin yang larut air dalam jumlah yang lebih banyak.

b). Ureter

Pada ureter, akan terjadi dilatasi di mana sisi kanan akan lebih besar
dibandingkan ureter kiri. Hal ini diperkirakan karena ureter kiri dilindungi oleh kolon
sigmoid dan adanya tekanan yang kuat pada sisi kanan uterus sebagai konsekuensi
dari dekstrorotasi uterus. Ovarium kanan dengan posisi melintang di atas ureter kanan
juga diperkirakan sebagai faktor penyebabnya. Penyebab lainnya diduga karena
pengaruh hormon progesteron.

Pada saat kehamilan, ureter membesar untuk menampung banyaknya


pembentukan urin, terutama pada ureter kanan karena peristaltik ureter terhambat oleh
pengaruh progesteron. Tekanan rahim yang membesar dan terjadi perputaran ke
kanan disebabkan karena terdapat kolom dan sigmoid di sebelah kiri.

Otot polos ureter mengalami hiperplasi, hipertropi, dan relaksasi, sehingga


menjadi panjang dan berkelok-kelok (menjadi lekukan) dan menampung banyak urin.
Keadaan ini membuat proses perkemihan lambat, bisa terjadi urin stagnasi yang
merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu
urin wanita hamil mengandung nutrien dalam jumlah yang lebih besar, termasuk
glukosa. Oleh karena itu, selama hamil wanita lebih rentan terhadap infeksi saluran
kemih.

c). Kandung Kemih (Blass)

Kandung kemih atau blass pada masa kehamilan tertekan oleh uterus karena
posisi blass berada di depan uterus. Dimana pada saat kehamilan, uterus mulai
membesar sehingga menekan blass sehingga meningkatkan frekuensi buang air
kecil/kencing lebih sering (poliuria). Frekuensi buang air kecil pada wanita hamil bisa
mencapai 15 kali/hari, terutama pada trimester I dan III kehamilan. Pada trimester II,
tekanan uterus terhadap blass berkurang, karena uterus sudah mulai keluar dari rongga
panggul dan pada trimester III sering terjadi rangsangan kembali karena bagian
terendah janin turun ke rongga panggul. Selain itu vaskularisasi pada blass
menyebabkan tonus otot turun. Terjadinya hemodilusi juga menyebabkan
metabolisme air meningkat sehingga pembentukan urine bertambah dan kapasitas
blass sampai 1.500 ml (Indrayani, 2011).

Mendekati akhir kehamilan, khususnya pada nulipara di mana bagian


presentasinya sering sudah masuk sebelum terjadi persalinan, seluruh basis kandung
kemih terdorong ke depan dan ke atas sehingga mengubah permukaan normal yang
cembung menjadi cekung. Sebagai akibatnya, kesulitan prosedur diagnostik dan
terapeutik semakin besar. Disamping itu, tekanan dari bagian presentasi tersebut
mengganggu drainase darah dan limfe dari basis kandung kemih yang sering
membentuk edema, yang mudah mengalami cedera, dan agaknya lebih peka terhadap
infeksi.

Jika dilihat dari trimester kehamilannya, perubahan fisiologi ibu hamil pada
sistem perkemihan adalah sebagai berikut:

1). Trimester I

Pada bulan-bulan pertama kehamilan, kandung kemih tertekan sehingga sering


timbul kencing karena tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Dan keadaan ini
hilang dengan tuanya kehamilan bila uterus gravidus keluar dari rongga panggul. Pada
kehamilan normal, fungsi ginjal cukup berubah. Laju filtrasi glomerulus dan aliran
plasma ginjal meningkat pada kehamilan. Bila satu organ membesar, maka organ lain
akan mengalami tekanan dan pada kehamilan tidak jarang terjadi gangguan berkemih.

2). Trimester II

Pada trimester II, tekanan uterus terhadap blass berkurang, uterus sudah mulai
keluar dari rongga panggul. Kandung kemih tertarik ke atas. Uretra memanjang
sampai 7,5 cm karena kandung kemih bergeser ke arah atas. Kongesti panggul pada
masa hamil ditunjukkan oleh hyperemia kandung kemih dan uretra.

3). Trimester III

Pada akhir kehamilan, bila kepala janin mulai turun ke pintu atas panggul,
keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung kemih akan mulai tertekan
kembali. Selain itu juga terjadi yang hemodilusi menyebabkan metabolisme air
menjadi lancar.

Mendekati akhir kehamilan khususnya pada nulipara, di mana bagian


presentasinya sering sudah masuk belum terjadi persalinan, seluruh basis kandung
kemih terdorong ke depan dan ke atas, sehingga mengubah permukaan normal yang
cembung menjadi cekung. Sebagai akibatnya, kesulitan prosedur diagnostik dan
terapeutik semakin besar.

Normalnya hanya terdapat sedikit urine residual pada nulipara, tetapi


kadangkala ini timbul pada multipara dengan dinding vagina yang rileks dan sistokel.
Inkompetensi katup ureterovesical dapat terjadi tumpang tindih, dengan konsekuensi
kemungkinan refluks urin vesikoureteral.

2.2.2 Adaptasi Fisiologi pada Sistem Imunnologi

1. Pengertian
Imunitas ini didalamnya membahas mengenai pengenalan dan pembuangan
benda asing yang masuk kedalam tubuh, biasanya dalam bentuk mikroorganisme
infeksius yang mengancam nyawa, tetapi terkadang, ada pula dalam bentuk
transplantasi ginjal yang dapat menyelamatkan nyawa. Resistensi terhadap infeksi
dapat berupa “bawaan” (yaitu bawaan sejak lahir dan tidak berubah) atau
“didapat” sebagai akibat dari respons imun adaptif (tengah).
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari organ, sel, dan molekul yang
berperan dalam proses pengenalan dan pembuangan sistem imun, bagaimana cara
organ, sel, dan molekul tersebut merespon dan berinteraksi, yang menghasilkan
konsekuensi dan aktifitas, serta untuk mengetahui bagaimana cara kerja organ, sel,
dan molekul tersebut serta manfaatnya yang dapat meningkat atau berkurang pada
situasi tertentu.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar
biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika
sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing
lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi
tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan
juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini
juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Merupakan salah satu usaha manusia untuk menjadikan individu kebal terhadap
suatu penyakit, Sistem kekebalan atau imun seseorang berbeda beda , sesuai
dengan kondisi seseorang , proses mekanisme tubuh terhadap keadaan di sekitar
lingkungannya berbeda beda ,karena pertahan tubuh seseorang dalam respon
cuaca atau kondisi dimana si tubuh rentan terhadap virus atau penyakit di
sekitarnya , antibodi dalam tubuh seseorang sesuai dengan kondisi badan.
2. Komposisi sistem kekebalan tubuh
Sel-sel sistem kekebalan tubuh adalah sel darah putih atau leukosit. Sel ini
bertugas untuk membunuh organisme yang menyebabkan infeksi dan penyakit
dalam tubuh. Leukosit dibentuk di berbagai bagian tubuh seperti timus, limfa, dan
sumsum tulang. Ada dua jenis leukosit:
a) Fagosit – Sel-sel ini tampaknya menyerang organisme. Neutrofil adalah
bentuk paling umum dari fagosit. Fungsi utama sel ini adalah untuk melawan
bakteri.
b) Limfosit – Sel-sel ini merupakan yang pertama dan bertugas mencari
organisme dan membantu untuk memerangi organisme. Limfosit dimulai di
sumsum tulang secara aktif mencari organisme penyebab penyakit dalam
tubuh.
3. Macam –macam Sistem Kekebalan Tubuh
a) Kekebalan alami (natural immunity) sudah ada sejak lahir.
Molekul pengenal yang mudah larut
a. Komplemen
Beberapa dari serangkaian kompleks protein serum, dapat dipicu oleh
kontak dengan permukaan bakteri. Begitu teraktivasi, komplemen dapat
merusak beberapa sel dan mengawali inflamasi. Beberapa sel memiliki
reseptor komplemen, yang dapat membantu proses fagositosis.
b. Protein fase akut
Tidak seperti komplemen, protein ini sebagian besar kadarnya sangat
rendah dalam serum, tetapi diproduksi secara cepat dalam jumlah besar
oleh hati setelah infeksi, yang menyebabkan timbulnya inflamasi dan
pengenalan imun. Beberapa protein fase akut juga berfungsi sebagai PRR.
c. Pengenalan berhubungan dengan sel
d. PRR
Reseptor pengenal pola saat ini telah menggambarkan setiap jenis patogen
dan masih banyak lagi yang akan ditemukan. Secara luas, reseptor tersebut
dapat terbagi dalam lokalisasi selular, contohnya membran sel,
endosom/fagosom, dan sitoplasma. Walaupun reseptor tersebut disajikan
oleh varietas dari jenis-jenis molekul, ciri fungsionalnya yang umum
adalah mengatur respons imun bawaan terhadap infeksi. Perlu diingat
bahwa tidak semua PRR ditemukan pada semua jenis sel, sebagian besar
terbatas pada mkrofag dan sel dendrit (MAC dan DC).

Beberapa sistem reseptor lain

Reseptor memiliki sejumlah proses biologis lain. Berikut ini adalah beberapa
reseptor yang berhubungan dengan imunitas.

a. Reseptor virus
Untuk masuk kedalam sel, virus harus berlabuh pada beberapa molekul
permukaan sel, misalnya CD4 untuk HIV dan reseptor asetilkolin untuk
rabies.
b. Reseptor Sitokin
Komunikasi di antara sel imun sebagian besar diperantarai oleh molekul
pembawa pesan (messenger) yang disebut sitokin. Untuk merespons
sitokin, sel perlu memiliki reseptor yang sesuai.
c. Reseptor hormon
Dengan cara yang sama seperti sitokin, hormon (misalnya insulin, steroid)
hanya akan bekerja pada sel yang memiliki reseptor yang sesuai.
b) Kekebalan buatan (acquired immunity) yang didapat selama hidup.
Imunitas bawaan diaktivasi saat sel menggunakan serangkaian reseptor
terspesialisasi untuk mengenali berbagai jenis mikroorganisme (bakteri, virus,
dll.) yang dapat masuk ke tubuh. Ikatan dengan reseptor tersebut
mengaktivasi sejumlah kecil mekanisme dasar pembuangan mikroba, seperti
fagositosis bakteri oleh makrofag dan neutrofil, atau pelepasan interferon
antivirus.
Antibodi
Antibodi dapat berperan sebagai reseptor yang dapat larut dan reseptor yang
terikat sel.
 Pada limfosit B, molekul antibodi yang disintesis dalam sel dikeluarkan ke
membran permukaan tempat molekul tersebut mengenali komponen kecil
dari molekul protein atau gula (“antigen”) dan dimasukkan ke dalam sel
untuk memulai proses pemicuan. Setiap limfosit B diprogram untuk
membuat antibodi dari satu jenis pengenalan tunggal dari ratusan juta
kemungkinan.
 Saat limfosit B terpicu, sejumlah besar antibodi limfosit tersebut
disekresikan untuk berperan sebagai elemen pengenal yang mudah larut
dalam darah dan cairan jaringan; ini disebut “respons antibodi”.
 Beberapa sel memiliki “reseptor Fc” yang memungkinkan sel tersebut
dapat mengambil antibodi kemudian memasukkan antibodi tersebut ke
dalam membran, sehingga mampu mengenali berbagai antigen. Hal ini
dapat sangat meningkatkan fagositosis, tetapi juga dapat berperan dalam
menimbulkan alergi.

Reseptor sel T

Limfosit T membawa reseptor yang menyerupai antibodi pada limfosit B


tetapi dengan perbedaan yang penting :

 Reseptor ini terspesialisasi untuk hanya mengenali peptida kecil


(potongan protein) yang terikat pada molekul MHC.
 Sel ini tidak dikeluarkan tetapi hanya bekerja pada permukaan sel T.

Molekul MHC

Sistem molekul yang sangat heterogen, ditemukan pada seluruh sel (MHC
kelas I) atau hanya pada limfosit B, makrofag, dan sel dendrit (MHC kelas II).
Molekul ini berperan dalam menyajikan peptida antigenik kecil kepada
reseptor sel T, dan kelas MHC dan jenis sel T menentukan karakteristik
respons imun yang dihasilkan.

Reseptor Sel NK

Sel natural killer (NK) memiliki kesamaan sifat yaitu sebagai limfosit-limfosit
dan sel imun bawaan. Sel ini terspesialisasi untuk membunuh sel yang
terinfeksi virus dan beberapa tumor, dan memiliki 2 jenis reseptor yang
berlawanan :

 Reseptor pengaktivasi yang analog dengan PRR, mengenali perubahan


yang berhubungan dengan stress dan infeksi virus.
 Reseptor penghambat (inhibitori) yang mengenali molekul MHC kelas
I, mencegah sel NK membunuh sel normal, senhingga hasil akhir
bergantung pada keseimbangan antara aktivasi dan hambatan
(inhibisi).
4. Adaptasi Fisiologis Sistem Imun Pada Masa Kehamilan
Adaptasi yang terjadi pada imunologi dalam kehamilan terjadi sebagian antara
ibu dan janinnya sendiri, hal ini meliputi adanya mekanisme yang kompleks
terjadi untuk pertumbuhan fetus sementara juga mencegah ibu untuk menolak
keberadaan janinnya. Mekanisme ini disebabkan oleh faktor pada fetus sendiri
seperti perubahan pada major histocompatibility complex class I dan faktor pada
ibu yaitu seperti uterine natural killer cell, selanjutnya adanya perubahan pada T–
helper tipe 1 yang dihubungkan dengan imunitas selular menjadi tipe 2, hal inilah
yang mungkin akan menjelaskan mengapa wanita hamil akan rentan terkena
infeksi virus.
Sistem imun tubuh pada masa kehamilan melakukan aktivitas seperti berikut:
1. Melawan sel asing yang masuk ke tubuh
Sel-sel di dalam tubuh diasumsikan sedang berjuang melawan sel-sel
embrionik yang asing, dan mencoba menekan daya tahan tubuh ibu selama
hamil. Pertempuran sel berlanjut sepanjang kehamilan. Jika proses perlawanan
ini tidak berhasil, maka dapat menyebabkan keguguran atau persalinan
prematur. Interaksi antara sel-sel janin dan respon imun tubuh selama
kehamilan ini adalah komponen penting sepanjang proses kehamilan.
2. Membantu pertumbuhan janin
Selama 12 minggu pertama kehamilan, beberapa sel secara aktif menyerang
lapisan rahim. Hal ini menyebabkan kaskade inflamasi, hampir sama dengan
peristiwa yang terjadi selama penyembuhan luka.
Selama 15 minggu berikutnya, janin yang sedang berkembang berada dalam
kondisi pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Sel dan molekul anti-
inflamasi berhasil pada saat ini.
Beberapa sel janin mengekspresikan antigen, yang berasal dari ayah. Dalam
keadaan normal, sistem kekebalan ibu akan mengenali ini sebagai benda asing
dan menyerang sel. Sel T regulator (Treg), yang merupakan bentuk khusus dari
sel darah putih yang mempromosikan lingkungan anti-inflamasi, secara aktif
melindungi sel-sel janin tersebut.
3. Membentuk kekebalan tubuh janin
Selama tahap akhir kehamilan, sistem kekebalan tubuh beralih kembali ke
keadaan pro-inflamasi. Tanpa tahap ini, dapat saja dikatakan bahwa ibu tidak
bisa melahirkan.
Selama bertahun-tahun, diperkirakan bahwa bayi menerima dosis mikroba
pertama selama kelahiran. Namun, penelitian terbaru telah menemukan
mikroorganisme dalam tinja pertama bayi, yang berarti bahwa beberapa
perpindahan spesies mikroba dari ibu ke janin terjadi sebelum bayi lahir. Proses
ini penting bagi kekebalan tubuh bayi baru lahir.
4. Membantu mengaktifkan fungsi otak janin
Banyak pemicu yang dapat menghasilkan respons imun tubuh selama
kehamilan, seperti infeksi, stres, penyakit, atau alergi. Ketika sistem kekebalan
tubuh mendeteksi salah satu pemicu ini, protein dilepaskan sebagai bagian dari
respons peradangan. Korelasi dari penanda inflamasi ibu meningkat tidak
terbatas pada periode bayi baru lahir, dan terus berlanjut hingga usia balita.
Penanda peradangan dalam darah ibu dapat dikaitkan dengan perubahan jangka
pendek dan jangka panjang di otak bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Tyastuti, S. (2016). Asuhan Kebidanan Kehamilan. Modul Bahan Ajar Kebidanan. Tersedia:
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Asuhan-
Kebidanan-Kehamilan-Komprehensif.pdf . [19 Agustus 2021].

Paksi, K. (2019). Asuhan Kebidanan pada Ny. S G3P2A0 Umur 32 tahun secara continuity of
care di Bidan Praktik Mandiri R. M Jln. Medan Kota Pematangsiantar. Tersedia:
http://repo.poltekkesmedan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1304/4/BAB
%202%20PAKSI.pdf . [19 Agustus 2021].

Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Manuaba, IBG. (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta:
EGC.

Nugroho, T, dkk. (2014). Buku Ajar Askeb 1 Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Lisa EM, Nigel P. (2013). Physiological Changes of Pregnancy. New York. Cambridge
University Press.
Nonik AW, Lenna M, Listia DF, Fika LI, Rizka AS. (2020). Modul Imunologi & Biologi
Reproduksi. Yogyakarta. Respati Press. http://repositori.respati.ac.id/dokumen/R-
00000402.pdf diakses online pada tanggal 18 Agustus 2021.
Harma, HG. Sistem Kekebalan Tubuh. https://pdfcoffee.com/makalah-sistem-kekebalan-
tubuh-12-pdf-free.html#Harma+Hara+Gunawan diakses online pada tanggal 19
Agustus 2021.

Anda mungkin juga menyukai