Trauma Spinalis KLP 3
Trauma Spinalis KLP 3
OLEH :
KELOMPOK 3/A12-A
2021
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah Memberikan
Rahmatnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan
Gawat Darurat “Trauma Spinal”
Adapun Tujuan penyusunan makalah ini salah satunya untuk memenuhi Tugas Mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan tidak lupa Kami ucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyususnan makalah ini yang selalu sabar membimbing
kami.
Kami Sadar akan keterbatasan dan kemampuan yang kami miliki, maka kami mohon
maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan makalah ini. Saran dan kritik
kami harapkan untuk meningkatkan bobot makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa definisi medula spinalis ?
2. Bagaimana etiologinya ?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya medula spinalis ?
4. Apa saja jenis-jenis trauma spinalis ?
5. Apa saja tanda dan gejala ?
6. Apa saja komplikasi ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis trauma spinalis?
1.3 Tujuan
1. Memahami anatomi fisiologi medula spinalis.
2. Memahami koonsep dasar tentang trauma medula spinalis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra,
dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2005, hal. 98)
Trauma medula spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat trauma indirek
dari atas dan dari bawah.
2.2 Etiologi
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera medula spinalis
adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan olahraga
c. Kecelakaan industi
d. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
e. Luka tusuk, luka tembak
f. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
g. Kejatuhan benda keras
3
Trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertikal.
d. Hiperekstensi atau retrofleksi.
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi
e. Fleksi lateral.
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra,
dan sendi faset.
f. Fraktur dislokasi.
Trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan
dislokasi pada tulang belakang.
2.4 Jenis-jenis Trauma Pada Sumsum Dan Saraf Tulang Belakang
Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada sumsum
tulang belakang dan saraf tulang belakang adalah:
1) Transeksi tidak total.
Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi karena terjadi
pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra yang mengatami fraktur di sebelah
bawah. Selain itu, dapat terjadi perdarahan pada sumsum tulang yang disebut
hematomielia.
2) Transeksi total.
Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan fraktur dislokasi.
Fraktur tersebut disebabkan oleh fleksi atau rotasi yang dapat menyebabkan hilangnya
fungsi segmen di bawah trauma.
4
batas luka, vasomotor menurun, menurunnya blader atau bowel, berkurangnya
keluarnya keringat satu sisi tubuh
Sindroma cidera medula spinalis sebagian :
1. Anterior
Paralisis dibawah batas luka (trauma)
Hilangnya sensasi nyeri dan temperatur dibawah batas luka
sensasi sentuhan, pergerakan, posisi dan vibrasi tetap
2. Central
Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
3. Sindroma brown sequard
Terjadi akibat trauma pada bagian anteror dan posterior pada satu sisi
Ipsilateral paralisis dibawah trauma
Ipsilateral hilangnya sentuhan, vibrasi, proprioseption dibawah
4. trauma
Kontralateral hilangnya sensasi nyeri dan temperatur dibawah lesi
2.6 Komplikasi
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara ( dimana pasien sembuh
sempurna ) sampai kontusio, laserasi, dan komperensi substansi medula ( baik salah
satu atau dalam kombinasi ), sampai transaksi lengkap medula ( yang membuat
pasien paralisis dibawah tingkat cidera ).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis,darah dapat merembes keekstra
dural,subdural,atau daerah subarakhloid pada kanal spinal.Setelah terjadi kontisio atau
robekan akibat cidera,serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.Sirkulsi
darah kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi nukleus
pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan bertambahnya usia.
Selain itu,serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut
membantu terjadinya perubahan kearah hernia nukleus pulposus melalui anulus,dan
menekan radiks saraf spinal.
1. Pendarahan Mikroskopik
Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-
perdarahan kecil.Yang disertaireaksi peradangan,sehingga menyebabkan
pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
5
didalam dan disekitar korda.Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambat
aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara drastis meningkatkan luas cidera
korda.Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau
terjerat.
2. Hilangnya Sesasi, Kontrol Motorik, Dan Refleks.
Pada cidera spinal yang parah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg dan
dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal.
Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segen diatas
kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok
spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya
menghilang sendiri, tetap hilangnya kontor sensorik dan motorik akan tetap permanen
apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang parah.
3. Syok Spinal.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segme
diatas dan dibawah tempat cidera. Repleks-refleks yang hilang adalah refleks yang
mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan
pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua
muatan tonik yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja
untuk mempertahankan fungsi refleks.Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan
12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul
hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung
kemih dan rektum.
4. Hiperrefleksia Otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks,
yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul
setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan
kekorda spnalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem
saraf simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka terjadi konstriksi
pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya utuh,tekanan darahnya akan segera
diketahui oleh baroreseptor.Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat
kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung sehingga
kecepatan denyut jantunhg melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti
dan terjadi dilatasi pembuluh darah.Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk
6
secara cepat memulihkan tekanan darah kenormal.Pada individu yang mengalami lesi
korda,pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan
vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi
korda sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah tingkat tersebut terus
berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom,tekanan darah dapat meningkat melebihi 200
mmHg sistolik,sehingga terjadi stroke atau infark miokardium.Rangsangan biasanya
menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rektum,atau
stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.
5. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi
korda spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi
pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia.Paralisis
separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut
paraplegia.Apabila hanya separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi
hemiparalisis.
a. Autonomic Dysreflexia
terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical
Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose
flesh, nasal stuffness
b. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan
seksual berubah
7
1. Resusitasi klien.
2. Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
3. Perawatan kandung kemih dan usus.
4. Mencegah dekubitus.
5. Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabiIitasi lainnya.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan cidera spidula spinalis harus tepat karena bisa menyebabkan
kerusakan dan kehilangan fungsi neurologik. tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah
cidera spinalis dan mengobservasi gejala penurunan neurology lanjut. stabilitas oksigenasi
dan kardiovaskuler harus diprtahankan.
Tindakan ditambah dengan teknik yang sudah maju, telah dapat mempertahankan sisa
fungsi neurologik pada penderita. jenis-jenis trauma yang paling sering menyebabkan cidera
medulla spinalis adalah kecelakaan lalu lintas, luka tembak, kecelakaan sewaktu menyelam
dan terjatuh.
Penderita bisa sulit bernafas spontan sehingga prioritas utamanya adalah mengadakan
jalan udara yang efektif dengan cara memperkecil gerakan sewaktu diadakan resusitation.
3.2 Saran
Ditempat kecelakaan pasien harus dimobilisasi pada papan spinal ( punggung dengan
kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah cidera komplit.
Salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi, rotasi
atau ekstensi kepala.
Tangan ditempatkan pada kedua sisi deka telinga untuk mempertahankan traksi dan
kesejajaran sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal dipasang.
Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati keatas papan
untuk memindahkan kerumah sakit. adanya gerakan memutir dapat merusak medulla
spinalis ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau
memotong medulla komplet.
9
DAFTAR PUSTAKA
Batti caca, Fran sisca B .2008 . Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan system
persyarafan.Jakarta : Salemba Medika
Muttaqim, Arif .2008 .Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem saraf . Jakarta :
Salemba Medika.
10