Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PRO KONTRA PENGHAPUSAN UJIAN NASIONAL (UN)

DI

OLEH :

NAMA :

KELAS :

SMKN 1 TAKENGON
TAHUN 2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Puji serta syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang senantiasa memberi
rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salamnya semoga dilimpahkan kepada junjunan kita Nabi Besar Muhammad
SAW, keluarganya, sahabatnya, serta orang-orang yang taat kepada ajarannya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangannya, baik dalam
penyusunan maupun dalam tutur bahasanya. Namun penulis tetap mengharapkan dan semoga
makalah ini dapat memberi manfaat pada semua yang berkepentingan, khususnya bagi
penulis sendiri.

Untuk itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan sebagai
landasan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah yang sederhana ini mencapai
tujuan yang dimaksud dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. Amien
Yarabbaralamien.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pro kontra dalam Ujian Nasional terjadi disebabkan rasa kecewa masyarakat
yang menilai pemerintah tidak konsisten, karena dengan Ujian Nasional tetap
dijadikan sebagai factor penentu kelulusan siswa ketimbang sarana pemetaan standar
mutu pendididkan di Indonesia.
Dari tahun ke tahun standar kelulusan terus meningkat belum diimbangi
dengan pemerataan fasilitas pendidikan di beberapa daerah secara tidak langsung
membuat siswa mengalami kesulitan untuk memenuhi target yang ada. Sehingga tidak
sedikit siswa terpaksa harus mengulang, disebabkan nilainya kurang memenuhi
standar.
Angka kelulusan dalam Ujian Nasional ditetapkan sejak tahun 2004 lalu, tingkat
SMP/MTS, SMA/MA, dan SMK yaitu nilai rata-rata pada Ujian Nasional sebesar 4,0.
tahun 2005 menjadi 4,25, tahun 2006 4,50, tahun 2007 naik menjadi 5,0, tahun 2008
sebesar 5,25 dan tahun 2009 angka kelulusan Ujian Nasional yakni 5,5.
Angka kelulusan siswa terus dinaikkan dari tahun ke tahun berikutnya, tidak akan
menjadi persoalan jika hasil evaluasi Ujian Nasional diumumkan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) ditindaklanjuti dengan memberikan perlakuan khusus
bagi daerah-daerah yang diketahui dari hasi Ujian Nasional tersebut memiliki nilai
kelulusan rata-rata rendah.
Gerakan adanya penolakan terhadap pelaksanaan Ujian Nasional secara gencar
berlangsung sejak lim tahun terakhir seiring munculnya kebijakan pemerintah untuk
menjadikan evaluasi tahap akhir siswa yang sebelumnya sempat diserahkan kepada
pihak sekolah kembali diberlakukan secara nasional.
Berbagai upaya dilakukan untuk menolak pelaksanaan Ujian Nasional sebagai
standar kelulusan nasional, diantaranya gugatan warga negaranya sendiri.
Mendiknas (Menteri Pendidikan Nasional) Mohammad Nuh mengakui terjadinya pro
dan kontra dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Perdebatan ini diakuinya tidak akan
pernah rampung, karena bukan masalah boleh ataupun tidak boleh Ujian Nasional
dilaksanakan, tetapi bagaimana kualitas pelaksanaan Ujian Nasional ditingkatkan.
“Tujuan penyelenggaraan Ujian Nasional tidak perlu diperdebatkan dan
dipertentangkan lagi terutama terkait penentu kelulusan atau standar nasional,”
ujarnya.
Pemerintah akan tetap memberlakukan kebijakan tersebut dari kemajuan dunia
pendidikan. Mohammad Nuh juga mengatakan salah satu komitmen Depdiknas
adalah untuk membangun anak didik yang berkarakter, berkepribadian, dan
berbudaya unggul. Untuk itu, orientasi pendididkan yang dilaksanakan tidak hanya
mengukur hasil kegiatan belajar mengajar dari segi kuantitatif, tetapi juga kualitatif.
Oleh karena itu, ada beberapa pertimbangan penulis melihat kenyataan pada era ini,
perkembangan pendidikan di kalangan masyarakat umumnya mengenai Ujian
Nasional banyak pro kontra dari berbagai kalangan masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan di atas penulis merasa tertarik untuk membuat makalah ini
dengan memilih judul : “ PRO KONTRA PENGHAPUSAN UJIAN NASIONAL DI
INDONESIA”.

B. Rumusan Masalah
Di dalam pembuatan makalah ini penulis mengambil sebuah judul “PRO
KONTRA UJIAN NASIONAL DI INDONESIA”. Dengan orientasi untuk
memberikan gambaran umum dari seputar dunia pendidikan di Indonesia itu sangat
luas maka penulis batasi dengan pembatasan sebagai berikut:
1) Bagaimana pengertian Ujian Nasional ?
2) Bagaimana peran dan fungsi Ujian Nasional?
3) Bagaimana jika Ujian Nasional menjadi salah satu kebutuhan?
4) Bagaimana dampak negatif dari Ujian Nasional?
5) Bagaimana solusi dari Ujian Nasional?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama penulisan pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut :
1) Untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Akhir Semester mata kuliah Teknik
Penulisan Karya Ilmiah (TPKI).
2) Untuk mencoba kemampuan penulis sendiri membuat makalah dan untuk
memperoleh pengalaman.
3) Untuk memberikan gambaran tentang Ujian Nasional di Indonesia
4) Langkah-langkah Penulisan
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ujian Nasional


Pada era globalisasi ini, semua negara berkompetisi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk sering dijadikan indikator kemajuan suatu
bangsa. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan secara terus
menerus dan berkelanjutan.
Yang dimaksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas
(cut off score). Seseorang dikatakan lulus atau kompeten bila telah melewati nilai batas
tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi
tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi
pada Ujian Nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara
peserta didik yang lulus dan yang tidak lulus disebut batas kelulusan. Kegiatan
penentuan batas kelulusan disebut standard setting.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, pada bab XVI pasal 57
sampai dengan 59 tentang evaluasi menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala,
menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional
pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara
berkesinambungan.
Manfaat standard setting ujian akhir, diantaranya:
1) Adanya batasan kelulusan setiap mata pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi
minimum.
2) Adanya standar yang sama untuk setiap mata pelajaran sebagai standar minimum
pencapaian kompetensi.

B. Peran dan Fungsi Ujian Nasional


Di antara berita masalah hukum yang belum berkeadilan, masih ada berita masalah
pendidikan yang juga tak kalah seru. Ujian nasional akan dimajukan waktunya, dan
sungguh sangat mengejutkan Bila sampai mereka mogok, maka akan sengsaralah para
guru, apalagi buat mereka yang belum dinyatakan lulus sertifikasi guru. Sudah lulus saja
masih bermasalah, apalagi belum lulus sertifikasi pastilah ada banyak masalah,
khususnya masalah isi kantong yang belum menyebar merata ke semua guru. Itulah yang
saya baca dari koran kompas cetak bagian opini hari ini, Jum’at 20 November 2009.
Masalah pendidikan memang masalah pelik, dan tidak semua orang bisa memahaminya
dengan cara-cara yang bijaksana. Tentu dari kebijakan menteri pendidikan nasional yang
baru, kita berharap ada terobosan yang berbeda dari menteri pendahulunya.
Perbedaan itu misalnya berani menghapus Ujian Nasional karena Ujian Nasional
mematikan kreatifitas siswa dan guru. Ujian Nasional hanya melatih siswa menjawab
soal-soal pilihan ganda dan semua soal Ujian Nasional itu bisa di drill dengan latihan
soal-soal terus menerus. Bagi mereka yang mempunyai uang banyak mungkin tak ada
kesulitan dalam memberikan materi tambahan, tetapi bagi mereka yang tak punya uang,
maka harus belajar ekstra keras berlatih soal-soal. Untuk bisa mengerjakan soal-soal
Ujian Nasional, anda tak perlu sekolah, cukup masuk bimbingan belajar (bimbel) selama
beberapa bulan, dijamin anda pasti lulus. Bila tak lulus, janji mereka, uang kembali 100
%.
Ujian Nasional tidaklah cocok dijadikan penentu kelulusan siswa. Sebab, masih
banyak ukuran kelulusan yang bisa dilakukan, misalnya dengan sistem tes masuk
perguruan tinggi, sehingga bila ada peserta didik yang ingin melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi, maka peserta didik itu harus ikut tes sesuai dengan jenjang yang akan
dimasukinya. Seleksi tes perguruan tinggi tak melihat nilai siswa, tetapi kemampuan
siswa. Mereka yang tak lolos tes, otomatis akan terlibas oleh mereka yang lulus tes.
Selain masalah Ujian Nasional, ada masalah sertifikasi guru yang belum tuntas dan
masih terus dievaluasi. Pelaksanaan sertifikasi guru memang belum menyenangkan
semua pihak. Guru diibaratkan seperti kelinci percobaan dari para penentu kebijakan
yang sebenarnya kebijakan ini dipaksakan. Satu sisi jelas guru harus disertifikasi untuk
meningkatkan profesionalisme mereka, tetapi di sisi lain masalahnya adalah banyak guru
yang kurang bersabar dalam menunggu giliran sesuai dengan jenjang kepangkatannya,
dan kurang bersyukur dengan apa yang telah didapatkan, sehingga banyak kita lihat guru
yang sudah tersertifikasi justru mengalami penurunan kinerja.
Akhirnya Ujian Nasional dan sertifikasi adalah masalah yang memusingkan menteri, dan
kita doakan beliau mampu mengatasinya dengan kebijakan yang “smart” . Berlaku adil
dan menyenangkan semua pihak. Kita pun berharap guru semakin bermartabat. Guru di
sekolah mampu menjalankan tugasnya dengan baik, dan dosen di perguruan tinggi tidak
terlalu asyik mengerjakan tugasnya di luar, untuk mencari tambahan penghasilan
sehingga banyak mahasiswa yang tidak terbina dengan baik.
Semoga saja kita bisa memberikan dorongan positif agar pelaksanakan Ujian Nasional
dan sertifikasi ini berjalan sesuai dengan harapan semua pihak. Tidak 100 % mungkin
memang, tetapi setidaknya masalah pendidikan di negeri ini terselesaikan dengan tepat
dan cepat.
Fungsi Ujian Nasional SMA, SMK, dan MA sebagai bahan pertimbangan untuk
masuk ke perguruan tinggi negeri. Fungsi evaluasi nasional tidak lagi merupakan syarat
kelulusan tetapi terutama adalah untuk mengevaluasi sampai di mana pencapaian mutu
pendidikan, baik secara kewilayahan maupun nasional.

C. Ujian Nasional Sebagai Kebutuhan


Indonesia sudah mengalami beberapa kali perombakan berkenaan dengan sistem yang
digunakan dalam bidang pendidikan. Yang terakhir kurikulum yang digunakan dalam
sistem pendidikan nasional disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang secara substansi dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum tingkat satuan
pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh tiap satuan pendidikan
dengan memasukkan pendidikan berbasis budaya lokal. Hal ini menyebabkan adanya
perbedaan kurikulum antara sekolah yang berada di wilayah A dengan sekolah yang
berada di wilayah B. Karena karakteristik suatu wilayah pasti berbeda sesuai dengan
topografi dan kondisi budayanya.
Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, dilakukan penilaian secara sistematis.
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian dilakukan oleh pendidik secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk
ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Satuan pendidikan atau
sekolah juga harus melakukan penilaian kepada siswa untuk menilai pencapaian Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) semua mata pelajaran melalui ujian sekolah. Namun selain
penilaian dari kedua pihak tersebut adalagi penilaian yang dilakukan oleh pemerintah
untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu kelompok
mata pelajaran iptek melalui Ujian Nasional.
Ujian Nasional Bukan Representasi Pencapaian Kompetensi Siswa.
Pertanyaan yang boleh diajukan adalah perlukah Ujian Nasional dilakukan untuk
mengetahui penguasaan kompetensi lulusan? Padahal guru dan sekolah sebagai pihak
yang bertanggung jawab penuh dalam proses pembelajaran pun sudah melakukan
penilaian yang menurut hemat saya sudah sangat representatif untuk mengetahui
kompetensi siswa, bahkan hasilnya lebih valid dalam menggambarkan pencapaian
belajar siswa karena dilakukan secara berkesinambungan dan disesuaikan dengan
kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran siswa.
Permasalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan Ujian Nasional adalah banyaknya
praktek kecurangan, mulai dari joki jawaban ujian sampai dengan mark up nilai ujian
nasional. Tuntutan nilai ketuntasan minimum yang semakin tinggi adalah salah satu
indikasi penyebab praktek kecurangan dalam Ujian Nasional.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pasal 66 menyebutkan bahwa Ujian Nasional adalah salah satu bentuk
penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah, bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi. Hal ini sedikit berbeda dengan
penilaian hasil belajar di perguruan tinggi, yang proses penilaiannya hanya dilakukan
oleh pendidik dan satuan pendidikan (perguruan tinggi) yang bersangkutan. Jika pada
perguruan tinggi saja penilaian bisa dilakukan oleh dosen dan perguruan tinggi yang
bersangkutan saja, maka tidak akan ada masalah berarti jika saja Ujian Nasional
dihapuskan, karena pada tingkatan perguruan tinggi pun penilaian yang dilakukan oleh
pendidik dan perguruan tinggi yang bersangkutan sudah representatif untuk mengetahui
penguasaan kompetensi lulusan.
Kalau pemerintah mengatakan bahwa hasil Ujian Nasional dijadikan sebagai salah
satu pertimbangan dalam seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi, maka hal
itu bisa dinegasikan karena perguruan tinggi bisa melakukan penerimaan mahasiswa baru
melalui seleksi ujian masuk perguruan tinggi. Penerimaan mahasiswa dengan jalur
khusus pun masih bisa menggunakan nilai hasil ujian akhir sekolah dan raport, karena
hasil ujian akhir sekolah dan raport juga sudah memenuhi standar kompetensi lulusan
yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Artinya alasan
apapun yang menjadi pertimbangan agar Ujian Nasional tetap digunakan sebagai alat
penilaian hasil belajar atau sebagai alat untuk mengukur tingkat penguasaan kompetensi
lulusan secara nasional bisa terbantahkan.
Untuk melakukan pemetaan mutu pendidikan secara nasional, pemerintah pusat bisa
berkoordinasi dengan pemerintah daerah, karena satuan pendidikan (sekolah) biasanya
melakukan pelaporan hasil belajar siswa secara berkala kepada dinas pendidikan yang
menaungi sekolah tersebut. Selain itu pemerintah pusat punya badan khusus yang disebut
dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu badan mandiri dan independen
yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar
nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan yang ditetapkan BSNP yang terdiri
dari standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan,
dan standar penilaian pendidikan adalah acuan bersama satuan pendidikan dalam
mengelola proses pembelajarannya.
Untuk mensinergiskan pencapaian minimal profesionalitas pendidikan mungkin
keberadaan badan bagian dari pemerintah yang capable dalam memformulasikan standar
minimal secara nasional seperti BSNP diakui sangat dibutuhkan. Namun formulasi yang
dilakukan hendaknya secara konsep dan teori adalah sebagai acuan pelaksanaan
pembelajaran oleh satuan pendidikan. Pelaksanaannya dikembalikan lagi ke satuan
pendidikan, disesuaikan dengan sejauh mana pemerintah daerah tempat satuan
pendidikan tersebut bernaung dalam memberikan dan meningkatkan fasilitas yang layak
untuk proses pembelajaran.
Kondisi daerah yang berbeda pastinya memberikan pengaruh terhadap satuan
pendidikan yang dinaunginya. Alhasil ini pun berdampak pada hasil belajar siswa yang
berada di daerah tersebut. Ujian Nasional dengan standar nilai minimal yang sama tidak
memungkinkan digunakan karena kondisi tiap daerah tidak sama, ada yang pendapatan
daerahnya tinggi sehingga fasilitas belajarnya lengkap dan menunjang pembelajaran
siswa dan tidak dinafikan pula masih banyak daerah tertinggal di negeri ini yang
tentunya hanya memenuhi kebutuhan fasilitas belajar satuan pendidikan di daerahnya
seadanya atau bahkan jauh dari standar nasional yang sudah ditetapkan.

D. Dampak Negatif Ujian Nasional


Perhelatan rutin tahunan Ujian Nasional telah usai. Sebagai sebuah kebijakan
pemerintah Ujian Nasional jelas ada sisi positif (manfaat) dan juga ada sisi negatifnya
(madharat). Untuk kasus Ujian Nasional, manfaatnya jelas ada, dampak/ekses negatif
dari Ujian Nasional itu jauh lebih besar dibanding dengan manfaatnya. Tulisan ini
sengaja hanya akan mencoba menguak dampak negatif dari pelaksanaan Ujian Nasional
dengan sistem yang ada sekarang. Bukankah Ujian Nasional yang sungguh telah
menghabiskan dana negara atau uang rakyat yang sangat banyak itu, langsung maupun
tidak langsung, sebenarnya telah meninggalkan efek negatif terhadap masyarakat di
dalam mempersepsi keberadaan pendidikan nasional?.
Dampak negatif dari sistem Ujian Nasional yang ada sekarang ini adalah bergesernya
paradigma (wijhat al- Nadzar) bagi para praktisi pendidikan, peserta didik dan wali
pseserta didik.
Pertama, konstruk berfikir para kepala sekolah / madrasah dan guru tentang hakekat
atau substansi dari kegiatan pendidikan sekarang ini hanyalah sebatas mengantarkan para
peserta didik untuk lulus Ujian Nasional saja. Akibatnya, tentang bagaimana
mengantarkan peserta didik untuk menjadi anak yang cerdas sebagaimana dirumuskan
dalam tujuan utama pendidikan nasional, tidak pernah terpikirkan secara sistemik.
Karena yang penting bagaimana para peserta didik itu siap berlaga dalam Ujian Nasional
yang hanya terdiri dari tiga mata pelajaran tersebut.
Kedua, dampak Ujian Nasional bagi peserta didik adalah timbulnya pemahaman yang
keliru terhadap makna bejalar di sekolah/madrasah. Tujuan study (belajar) yang mestinya
dalam rangka mencari ilmu (thalab al- ‘ilmi), kecerdasan dan akhlak yang mulia (akhlak
al-Karimah) berubah menjadi sekedar meraih kelulusan Ujian Nasional untuk tiga mata
pelajaran Ujian Nasional. Akibatnya, mata pelajaran yang tidak di Ujian Nasional kan
akhirnya menjadi dinomorduakan, termasuk gurunya. Kondisi demikian ini masih
diperparah oleh sistem pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak jujur. Setiap kali ada
pelaksanaan Ujian Nasional hampir pasti muncul aroma yang cukup tajam bahwa ada
beberapa sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak fair-play
alias tidak jujur. Artinya, dalam pelaksanaan Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah
itu panitianya dan tentu dengan “restu” kepalanya secara langsung atau tidak langsung
membantu siswa supaya lulus Ujian Nasional, misalnya dengan cara memberi kunci
jawaban kepada peserta Ujian Nasional, dan juga bisa dengan cara menggunakan siswa
pandai untuk “dicontoh” oleh peserta didik yang memang lemah.
Sebenarnya untuk mendeteksi sebuah sekolah/madrasah bertindak curang atau tidak
itu tidak terlalu sulit, di antaranya menanyakan kepada para peserta didik yang baru saja
menyelesaikan belajarnya (tamat). Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa sebuah
sekolah/madrasah itu melakukan curang/ tidak. Di samping itu, di dunia pendidikan kita
sekarang ini muncul “keanehan-keanehan”. Pertanyaannya adalah “ada apa denganmu
panitia Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah?” Sekolah/madrasah yang dalam
pelaksanaan Ujian Nasionalnya itu tidak jujur dan tidak fair-play, sebenarnya lembaga
pendidikan tersebut telah melakukan “kejahatan intelektual” secara berjama’ah. Siapa
yang paling berdosa, tidak lain adalah panitia Ujian Nasional di tingkat
sekolah/madrasah yang tentu saja “dikomandani” oleh kepala sekolah/kepala
madrasahnya. Dengan melakukan kecurangan, berarti telah menafikan nilai-nilai
akademis dari sebuah kegiatan pendidikan yaitu kejujuran (fairness) dan obyektifitas
(objectivity) itu sendiri. Kalau dalam wilayah ilmu itu tidak jujur, jelas itu merupakan
bentuk “kejahatan intelektual”. Bagi sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian
Nasionalnya curang, maka akan berdampak pada peserta didik di kelas bawahnya yang
tahun berikutnya akan melaksanakan Ujian Nasional. Mereka para adik kelas yang
mwngetahui bahwa kakak kelas dalam Ujian Nasionalnya itu dibantu oleh guru, maka
jelas mereka akan “ogah-ogahan” dalam belajar karena mereka tahu bahwa nanti pada
saat UJian Nasional pasti akan dibabntu oleh guru sebagaimana kakak kelasnya dulu.
Ketiga, dampak negatif terhadap wali peserta didik adalah bahwa sekarang ini sudah
banyak wali peserta didik yang beranggapan bahwa yang namanya sukses pendidikan
anaknya yaitu apabila anaknya lulus Ujian Nasional. Degan demikian para wali peserta
didik sudah tidak lagi memperdulikan apakah anaknya itu akhlak/kelakuannya baik atau
tidak, menjadi tambah mandiri, berwawasan luas, kretaif dan inovatif atau tidak?. Yang
penting apabila sudah lulus Ujian Nasional berarti sudah berhasil. Konsekuensi asumsi
yang demikian adalah wali peserta didik kemudian menjadi kurang respek terhadap
pengawasan dan pendampingan belajar anaknya. Orang tua baru akan peduli terhadap
belajar anaknya ketika Ujian Nasional sudah dekat, sementara untuk saat-saat di luar
menjelang Ujian Nasional, anak tidak pernah dimotivasi untuk belajar secata continue.
Di samping apa yang telah diuraikan di atas, sebenarnya dampak negatif dari sistem
Ujian Nasional yang ada sekarang ini juga melanda ke lembaga-lembaga /para pengelola
pendidikan non pemerintah. Harus diingat bahwa para pengelola lembaga pendidikan
non-pemerintah dalam membangun gedung/ RKB dan pengadaan fasilitas pendidikan
yang lain itu, dananya berasal dari hutang bank. Kemudian guru dan karyawannya 100%
swasta .
Mereka berkewajiban “mencicil” tiap bulan ke Bank dan membayar guru/karyawan
tiap bulan. Coba apa yang bakal terjadi apabila sekolah tersebut banyak yang tidak
lulus?. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan non pemerintah yang kondisinya
demikian penulis yakin akan berusaha dengan “cara apapun” yang penting para siswanya
harus lulus Ujian Nasional. Sebab, kalau sampai terjadi banyak yang tidak lulus Ujian
Nasional akan dapat berakibat fatal dan bahkan bisa terjadi “kiamat” di lembaga
pendidikan tersebut. Sebab, secara empirik, lembaga pendidikan non pemerintah yang
demikian itu, sebenarnya bukan saja berfungsi sebagai wahana pencerdasan anak
bangsa/peserta didik tetapi juga berfungsi ekonomis, yakni sebagai “lahan penghidupan”
bagi guru dan pegawai yang berada di dalamnya beserta keluarganya. Dengan demikian
kelulusan Ujian Nasional itu ada hubungannya dengan “dapur”. Pelaksanaan Ujian
Nasional sering kali mengorbankan siswa dan guru, di tingkat akhir sekolah
pembelajaran siswa hanya difokuskan untuk lulus Ujian Nasional dengan pemberian
pelajaran tambahan yang bisa menyebabkan siswa stress.
Ada yang berpendapat Ujian Nasional malah menghambat perkembangan anak didik.
Ujian Nasional merupakan pemborosan untuk sesuatu yang tidak berarti apa-apa dalam
peningkatan perkembangan anak didik.

E. Solusi
Untuk menghindari pro dan kontra tentang perlu-tidaknya ada Ujian Nasional,
maka penulis menawarkan alternatuf solusi. Pertama, kembalikan fungsi Ujian
Nasional itu sebagai sekedar alat “pemetaan” (mapping) kualitas pendidikan, bukan
sebagai alat penentu kelulusan. Jadi, Ujian Nasional itu berfungsi seperti sistem
Ebtanas yang model dahulu. Artinya anak tetap mendapat STTB dan nilai Ebtanas
sebagai lampiran dari STTB tersebut. Ketika Ujian Nasional tidak dijadikan alat
penentu kelulusan, maka pelaksanaan Ujian Nasional di sekolah/madrasah jelas
cenderung akan lebih fair-play dan jujur karena tidak ada rasa khawatir peserta
didiknya tidak lulus. Kemudian yang menentukan lulus-tidaknya peserta didik,
diserahkan kepada sekolah/madrasah. Kedua, apabila Ujian Nasional itu tetap
dijadikan alat penentu kelulusan, maka agar Ujian Nasional itu lebih demokratis dan
adil, batas kelulusan (passing-grade) yang dijadikan patokan kelulusan itu jangan
hanya ada satu seperti sekarang, tapi paling tidak ada tiga tipologi /strata passing-
grade, misalnya : tipe A dinyatakan lulus dengan passing grade 5,1, tipe B lulus
dengan passing grade 4,1 dan tipe C lulus dengan passing grade 3,1. Dan sejak awal
pendaftaran Ujian Nasional peserta didik sudah mendaftar Ujian Nasional dengan
preferensi tipe /passing-grade yang sesuai dengan kemampuan dirinya. Sekarang ini
kan tidak adil.
Sekolah/madrasah yang pinggiran, sekolah/madrasah yang gurunya belum
memenuhi standar, sekolah/madrasah yang sarprasnya sangat tidak memenuhi,
passing-grade-nya disamakan dengan sekolah yang sudah berstandar SSN. Dimana
letak keadilannya?. Apabila tiga tipologi passing-grade itu sejak awal sudah
ditawarkan kepada peserta didik yang akan melaksanakan Ujian Nasional berarti telah
ada keadilan dalam dunia pendidikan kita. Peserta didik yang mendapat nilai tinggi
tentu akan masuk ke sekolah-sekolah favorit- sementara yang nilainya rendah akan
memilih sekolah/madrasah yang sekiranya mau menerima dirinya sesuai dengan nilai
hasil Ujian Nasional/Nilai Ebtanas Murni yang dimilki.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Indonesia sudah mengalami beberapa kali perombakan berkenaan dengan sistem yang
digunakan dalam bidang pendidikan. Yang terakhir kurikulum yang digunakan dalam
system pendidikan nasional disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang secara substansi dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum tingkat satuan
pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh tiap satuan pendidikan
dengan memasukkan pendidikan berbasis budaya lokal.
Ada yang bahagia karena berhasil lulus dan ada sekelompok kecil yang bersedih
karena tidak berhasil lulus. Yang lulus belum berarti mereka lebih pintar daripada yang
tidak lulus tidak mengindikasikan bahwa mereka lebih bodoh.
Satu hal lagi yang dilupakan oleh pemerintah adalah bahwa tidak semua siswa menjadi
lebih rajin dalam mempersiapkan menghadapi Ujian Nasional. Pemerintah mungkin lupa
akan adanya kecerdasan majemuk dan sifat para siswa yang memang sangat beragam.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Jawa Barat, Ginandjar Kartasasmita,
menyatakan menolak penyelenggaraan Ujian Nasional dengan alasan Ujian Nasional
mengurangi hak guru menilai prestasi siswanya selama belajar di sekolah tersebut.
Sedangkan Sofyan Yahya, anggota dewan DPD lainnya, menyayangkan sikap
pemerintah yang bersikeras melaksanakan Ujian Nasional meski sudah ada putusan
kasasi dari Mahkamah Agung (KOMPAS, 15 Desember 2009).

B. Saran-saran
Dari beberapa sumber yang saya baca, Ujian Nasional memang sangat dibutuhkan
karena dengan standar tersebut saya bisa termotivasi untuk lebih giat belajar untuk
mencapai hasil yang maksimal.
Sebaiknya Ujian Nasional, tidak perlu terus dinaikkan setiap tahunnya. Karena akan
membuat peserta didik menjadi sangat terbebani dengan nilai standarisasi itu. Upaya yang
harus lebih diperhatikan siswa dianjurkan sewaktu mengikuti kegiatan belajar tambahan
harus serius dan bersungguh-sungguh. Ujian Nasional sangat penting karena itu
merupakan barometer atau ukuran keberhasilan peserta didik sejauh mana siswa menyerap
atau menerima materi yang disampaikan pengajar, karena kalau peserta didik yang
berhasil menerima materi tersebut pasti lulus, tapi itu kembali pada pengajar dan yang
memberi materi tersebut. Selain mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah sebaiknya
peserta didik dibekali keterampilan, agar peserta didik bisa mengembangkan
keterampilannya setelah keluar dari sekolahnya. Tidak harus yang mengeluarkan biaya
besar-besaran untuk mengadakan pendidikan keterampilan tersebut di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

www.google.com
http://anakhawa.blogspot.com/2009/12/ujian-nasional-sebagai-standar.html
http://edukasi.kompasiana.com/2009/11/22/ujian-nasional-dansertifikasi/
http://ngaliyanmetro.blogspot.com/2009/12/edisi-8-kejar-paket-solusi-tidak-lulus.html
harian KOMPAS, Selasa 15 Desember 2009
harian KOMPAS, Jumat 20 November 2009

Anda mungkin juga menyukai

  • Passport
    Passport
    Dokumen6 halaman
    Passport
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Membuat Blazer
    Membuat Blazer
    Dokumen6 halaman
    Membuat Blazer
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Pro Dan Kontra
    Pro Dan Kontra
    Dokumen14 halaman
    Pro Dan Kontra
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Menjahit Kemeja
    Menjahit Kemeja
    Dokumen10 halaman
    Menjahit Kemeja
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Passport
    Passport
    Dokumen6 halaman
    Passport
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • KLIPING2
    KLIPING2
    Dokumen3 halaman
    KLIPING2
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Kliping Fisika
    Kliping Fisika
    Dokumen18 halaman
    Kliping Fisika
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Kliping Kerajinan
    Kliping Kerajinan
    Dokumen12 halaman
    Kliping Kerajinan
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • KLIPING1
    KLIPING1
    Dokumen5 halaman
    KLIPING1
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Tugas Makalah Geografi
    Tugas Makalah Geografi
    Dokumen11 halaman
    Tugas Makalah Geografi
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Tugas Makalah Geografi
    Tugas Makalah Geografi
    Dokumen11 halaman
    Tugas Makalah Geografi
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Kliping Bahasa Indonesia
    Kliping Bahasa Indonesia
    Dokumen5 halaman
    Kliping Bahasa Indonesia
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • KLIPING1
    KLIPING1
    Dokumen5 halaman
    KLIPING1
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • KLIPING2
    KLIPING2
    Dokumen3 halaman
    KLIPING2
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Kliping Fisika
    Kliping Fisika
    Dokumen18 halaman
    Kliping Fisika
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Passport
    Passport
    Dokumen6 halaman
    Passport
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Kliping Agama
    Kliping Agama
    Dokumen3 halaman
    Kliping Agama
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Kliping Fisika
    Kliping Fisika
    Dokumen18 halaman
    Kliping Fisika
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • KLIPING
    KLIPING
    Dokumen8 halaman
    KLIPING
    Lusigusvia
    100% (1)
  • Makalah Fungsi Dan Turunan
    Makalah Fungsi Dan Turunan
    Dokumen12 halaman
    Makalah Fungsi Dan Turunan
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Asbabun Nuzul
    Asbabun Nuzul
    Dokumen11 halaman
    Asbabun Nuzul
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat
  • Kliping Agama
    Kliping Agama
    Dokumen3 halaman
    Kliping Agama
    Lusigusvia
    Belum ada peringkat