Anda di halaman 1dari 4

Nama : Risma Nurjanah

NIM. : 185211226

Kelas. : MBS 4 F

UTS. : Fiqh Muamalah

1. a. Fiqh Muamalah adalah ketentuan dan aturan-aturan Allah SWT untuk mengatur kehidupan
manusia mengenai hubungan manusia dengan manusia dalam kegiatan ekonomi dan sosial di
masyarakat seperti usaha mengembangkan, memperoleh, mengelola suatu harta benda(mal), jual
beli, dan transaksı - transaksı lainnya yang menguntungkan satu sama lain.

b. Dalam ajaran Islam mempelajarı fiqh muamalah yaitu suatu perkara yang sangat penting.
Hukum mempelajari fıqh muamalah adalah wajib 'ain (Fardhu) bagı setiap muslim. Dalam
ketentuan muamalah, seorang muslim berkewajiban memahamı bagaımana cara bermuamalah
yang benar sebagai bentuk kepatuhan kepada syarı'ah Allah SWT. Jika seorang muslim telah
memahamı konteks Fiqh muamalah, maka ia akan menjadikan muamalahnya sebagai bentuk
ibadah kepada Allah SWT dan terhindar dari sesuatu yang haram atau subhat.

c. Sistematika Fiqh Mu'amalah:

Terdapat perbedaan sitematika dari ke-empat madzab, namun secara keseluruhan


selalu mendahulukan pembahasan mengenai ibadah.

1. Imam Alauddin Al-Kasani (Golongan Hanafi)

Dalam kitabnya "Bada'ius Shanai", sistematika fiqh muamalah dimulai dari


"Kitabul Ijarah" (bab perburuhan atau sewa menyewa) dan diakhiri dengan "Kitabul
Qardli" (hutang-piutang atau pemberian modal).

2. Golongan Syafi'i

Dengan sistematika sebagai berikut : Jual beli, hutang-piutang, pesan memesan,


gadai perikatan-perikatan menggadai, yang berhubungan dengan kebendaan yang lain,
diakhiri dengan bab "barang temuan" serta sayembara.

3. Golongan Maliki

Memiliki sistematika sebagai berikut : ibadah, jihad, perkawinan, jual beli,


peradilan, persaksian, pidana, wasiat dan warisan. Ibnu Rusydi dalam kitabnya
"Bidayatul Mujtahid" ibadah, jihad, penyembelihan, sumpah, perburuan, aqiqoh,
makanan nadzar, kurban, dan minuman dan yang terakhir membahas mengenai
perkawinan.
4. Golongan Ahmad

Memiliki sistematika sebagai berikut : jual beli, pesan memesan, hutang piutang,
perikatan- perikatan yang berhubungan dengan kebendaan yang lain, wasiat, warisan, lalu
memerdekakan budak dan diakhiri dengan pembahasan "ummahatil aulad".

2. a. Perbedaan akad jual beli (bai' salam dan istishna)

-Salam :

-Tidak bisa dibatalkan oleh salah satu pihak

-Pembayaran dilakukan di awal

-Pembayaran tıdak boleh diangsur/dicicıl

-Barangnya pasti sudah ada contohnya

-Istisna :

-Boleh ada pilihan untuk membatalkan akad, kecuali jika barang sudah dibuat.

-Pembayaran boleh dilakukan di awal, atau dilunasi di akhır

-Pembayaran boleh diangsur /dicicil

-Barangnya masih berbentuk gambaran atau belum ada wujudnya

b. Penyelesaian permasalahan dalam kasus salam dan istishna jika barang yang disepakati
dalam akad ternyata tidak sesuai yaitu dengan cara khiyar. Jika dalam hal pesanan sudah
sesuai dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli untuk menerima barang
istishna' dan melaksanakan semua ketentuan dalam kesepakatan istishna'. Akan tetapi,
jika sekiranya ada barang yang dilunasi terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
membatalkan akad. Jika pembeli memilih untuk membatalkan pesanannya, maka pembeli
berhak untuk mengambil kembali uang pembayaran yang telah ia serahkan kepada
penjual.

3. a. Dalam akad jual beli ternyata penjual belum memiliki barang yang ditransaksikan.

Hukum : Haram (dilarang)

Argumentasi : Dalam islam, praktek jual beli seperti ini tidak diperbolehkan oleh
Rasulullah SAW. Karena hal tersebut diterangkan dalam hadist yang berbunyi:
Dari Hakim bin Hizam, beliau berkata: Aku berkata, “wahai Rasulullah, ada
seseorang yang mendatangiku, kemudian dia ingin aku melakukan jual-beli barang yang
belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan untuknya barang yang dia inginkan di
pasar?" Kemudian, Nabi bersabda, “Janganlah kau menjual barang yang belum kau
miliki". (H.R. Abu Dawud, An Nasa’i, At Tirmidzi, Ibnu Majjah, Malik, Ahmad, Ath
Thoroni, Al Baihaqi dengan lafadz dari Abu dawud). Hadist tersebut memperjelas
dilarangnya jual beli barang yang belum ada/dimiliki. Karena barang tersebut belum jelas
ada atau tidaknya. Padahal dalam ketentuan jual beli secara syariah mengarahkan jual
beli yang ada/jelas keberadaannya.

Penyelesaian: Kasus seperti ini dapat diselesaikan melalui model salam atau salaf. Dalam
praktik jual-beli salam penjual jujur mengatakan bahwa barang yang diinginkan tidak
ada. Namun penjual boleh menawarkan apakah si pembeli mau memesan(salam) barang
tersebut hingga si penjual mendapatkan barang yang diinginkan oleh si pembeli.

b. Program BPJS dari pemerintah untuk menunjang pelayanan kesehatan masyarakat.

Hukum: halal ( boleh )

Argumentasi: BPJS diperbolehkan dalam islam asal memenuhi beberapa syarat. BPJS
dilarang apabila berdapat unsur palanggaran dalam praktek BPJS. Pertama, Gharar
(ketidakjelasan) bagi peserta dalam menerima hasil dan bagi penyelenggara dalam
menerima keuntungan. Kedua, Mukhatharah (untung-untungan), yang berdampak pada
unsur Maysir (judi). Ketiga, Riba fadhl (kelebihan antara yang diterima & yang
dibayarkan). Termasuk denda karena keterlambatan.

Solusi: BPJS boleh dipergunakan asal dalam kondisı darurat/lil hajah dan mampu
menghindari transaksı yang terlarang. Seperti maysır, gharar,dan riba.

4. Macam-macam khiyar
1. Khiyar Majlis
Adalah hak yang dimiliki oleh penjual dan pembeli untuk meneruskan transaksi
atau melakukan pembatalan, selama kedua pihak masih dalam tempat yang sama.
Contoh kasus:
Seorang Ibu membelikan baju anaknya di pasar. Sang anak ketika melihat sebuah
baju itu merasa cocok dan suka. Akhirnya baju itu dipilihnya, tetapi sebelum baju itu
dicoba oleh anaknya, sang Ibu berkata kepada pembeli jika bajunya tidak pas/sesuai, ia
boleh membatalkan jual beli baju tersebut, tetapi jika bajunya pas/sesuai maka ia akan
melanjutkan jual beli baju tersebut.
2. Khiyar ‘Aibi

Adalah hak untuk meneruskan atau membatalkan transaksi apabila setelah akad
berlangung diketahui ada cacat pada barang yang diperjualbelikan, yang tidak diketahui
pembeli saat akad.

Contoh Kasus:
Seorang pembeli membeli baju di pasar. Dalam proses akadnya, si pembeli tidak
mengetahui bahwa baju yang akan dibelinya itu sobek dibagian ketiak. Sesampainya di
rumah si pembeli baru menyadari bahwa baju yang dibelinya itu sobek dibagian ketiak.
Lalu si pembeli bergegas megembalikan baju itu kepada penjual dan boleh untuk tidak
meneruskan kegiatan jual belinya.

3. Khiyar Syarat
Adalah hak pembeli atau penjual atau keduanya untuk melanjutkan atau
membatalkan transaksi selama masih dalam masa tenggang yang disepakati kedua belah
pihak.
Contoh Kasus:
Seorang penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli baju di pasar. Mereka
berdua melakukan akad yang telah disepakati mengenai baju sebagai barang yang
diperjualbelikan, jika terdapat kerusaan/tidak sesuai maka si pembeli itu boleh melakukan
khiyar yaitu boleh melanjutkan atau membatalkan jual beli selama terdapat syarat dan
masa tenggang yang berlaku di keduanya.

Anda mungkin juga menyukai