Anda di halaman 1dari 3

2.2.A.

9 KONEKSI ANTAR MATERI

Dunia sudah jauh melesat maju. Perkembangan teknologi dan pengetahuan memberi
dampak pada kehidupan manusia. Hal ini setidaknya telah menggeser nilai-nilai luhur dalam
kehidupan manusia. Sifat individualis dalam masyarakat menjadi semakin nampak. Hal ini juga
terjadi pada karakter Pendidikan di Indonesia. Kebanyakan orantua menilai kesuksesan
Pendidikan anak pada angka-angka yang tertera pada laporan hasil belajar. Padahal ada hal lain
yang juga penting. Yaitu kebaikan akhlak dan emosi serta hubungan sosial anak. Ki Hadjar
Dewantara telah menyatakan bahwa hakikat Pendidikan anak adalaah menjadikan anak sebagai
insan yang Bahagia baik secara individual maupun sosial. Pendidikan mengembangkan secara
bersamaan kecerdasan intelektual dengan Emosioanal sosial.

Kecerdasan intelektual bukanlah faktor tunggal dalam menentukan kehidupan sukses


seseorang. Kemampuan berkomunikasi, berempati, bersimpati akan membantu seseorang dalam
memilih keputusan yang tepat bagi hidupnya. Maka penting bagi seseorang untuk memiliki
kecerdasan sosial emosional, karena disaat kita tidak memiliki sosial-emosional yang baik maka
kita tidak dapat melakukan interaksi yang baik pula dengan orang lain. Demikian sebaliknya
disaat sosial emosional baik maka kita akan dapat mengatur segala macam emosi (sedih, gembira,
haru, tawa, simpati, empati) yang keluar di waktu yang tepat.

Untuk itu pengembangan emosi pada anak harus menjadi bagian dalam pendidikan.
Maka dari sebagai seorang pendidik khususnya guru penggerak peran ini dapat dilakukan melalui
penciptaan wellbeing pada ekosistem pendidikan di sekolah yang dilakukan secara kolaboratif
antara peserta didik dan guru guna mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap/nilai
peserta didik. Semua hal itu akan menciptakan kondisi nyaman, sehat dan bahagia bagi anak
didiknya.

Dalam proses pembelajaran hendaknya guru juga memasukan pembelajaran sosil-


emosional. Apakah pembelajaran sosial-emosianal itu? Pembelaj aran Sosial-Emosional (PSE)
adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan
memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang baik. Tidak bisa dipungkiri
dalam melaksanakan tugas sebagai guru, pasti banyak masalah yang kita hadapi. Baik itu masalah
dari murid, rekan kerja, orang tua, atasan, atau pun masalah yang timbul dari banyaknya tuntutan
pekerjaan yang membuat stress atau tertekan.Keadaan seperti ini tentunya akan mengganggu
proses pembelajaran di kelas. Kontrol emosi menjadi tidak stabil. Oleh karena itu, berkesadaran
penuh (mindfulness) menjadi sesuatu yang harus dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut.

Pembelajaran sosial emosional adalah dimulai dengan pembentukan kesadaran dan


kontrol diri serta kemampuan dalam berkomunikasi. Hal ini agar mereka mampu bertahan  dan
sekaligus dapat mengatasi setiap permasalahan sosial emosional yang dialaminya. Pembelajaran
ini dapat dilakukan dengan cara latihan berkesadaran penuh (mindfulness). Salah satu latihan diri
yang dapat digunakan adalah dengan teknik STOP, yaitu: S: Stop (berhenti sejenak), T: Take a
deep break (Menarik nafas dalam), O: Observe (Mengamati apa yang terjadi pada tubuh, pikiran
dan perasaan). P: Proceed (Lanjutkan)

Dalam menumbuhkan dan mengembangkan pembelajaran sosial emosional tersebut,


ada 5 kompetensi dasar yang dapat dikembangkan yaitu: 1. Kesadaran diri; 2. Pengelolaan diri; 3.
Kesadaran sosial (Empati); 4. Keterampilan sosial (Resiliensi) dan 5. Pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab.

Sedangkan ruang lingkup pembelajaran sosial emosional yang dapat diterapkan dalam
ekosistem pendidikan di sekolah adalah: 1. Kegiatan Rutin (Diluar waktu belajar akademik,
misalnya: kegiatan ekskul, perayaan hari besar, kegiatan sekolah, apel pagi, kerja bakti, senam
bersama, membaca bersama, pelatihan dsb); 2. Terintegrasi dalam mata pelajaran (Diskusi,
penugasan kerja kelompok); 3. Protokol (Menjadi budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi
kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah
untuk merespon situasi atau kejadian tertentu.

KSE (Kompetensi Sosial Emosional) tidak hanya pada kesuksesan diri seseorang
dalam akademik yang lebih baik namun juga memberikan prinsip yang kuat bagi seseorang untuk
dapat sukses dalam berbagai area kehidupan mereka. Kesimpulannya pembelajaran sosial
emosional dapat dilatih dan ditumbuhkembangkan di luar pembelajaran, terintegrasi dalam
pembelajaran dan menjadi budaya atau aturan sekolah sehingga dapat menciptakan well-being
dalam ekosistem pendidikan yang sejalan dengan filosofi Ki Hajar Dewantara. Melalui latihan
kesadaran penuh secara konsisten dapat menumbuhkan kesadaran diri, penghargaan terhadap
perbedaan dan empati, pemahaman diri dan orang lain, serta kemampuan dalam menghadapi
berbagai tantangan dengan karakteristik yang berbeda-beda.

Keterkaitan antar materi pembelajaran sosial emosional berkaitan dengan modul 1 dan
2.1. Modul 2.2 pembelajaran sosial emosional berkaitan dengan modul-modul lain yang telah
dipelajari sebelumnya bahwa dalam menjalankan nilai dan perannya sebagai guru penggerak,
maka seorang guru penggerak haruslah memiliki kemandirian, reflektif, kolaboratif, inovatif  serta
berpihak pada murid. Guru penggerak juga harus menggunakan segala kekuatan dan potensi yang
ada untuk membangun budaya positif di sekolah. Budaya positif yang dikembangkan hendaknya
dapat mendorong pemenuhan kebutuhan belajar siswa sesuai dengan kodrat yang dimilikinya. Hal
ini senada dengan filosofi KHD yakni pendidikan itu harus berjalan sesuai dengan kodrat alam
dan kodrat zaman).

Jika pembelajaran sosial emosional dengan pendekatan berkesadaran penuh (mindfuls)


menjadi budaya positif di sekolah maka pembelajaran berdifferensiasi akan lebih mudah
diterapkan karena peserta didik dapat lebih focus, semangat, bertanggung jawab terhadap tugas
dan pekerjaannya. Hal ini tentunya akan membahagiakan mereka karena pembelajaran yang
disajikan  sesuai dengan kebutuhan belajar, minat dan profil mereka.

Pembelajaran berdiferensiasi yag dilakukan oleh seorang guru menjadi jawaban atas
kebutuhan individu murid yang berbeda-beda berdasarkan kodrat alam dan zamannya.
Pembelajaran berdiferensiasi akan memenuhi setiap kebutuhan masing-masing murid dengan
memperhatikan faktor kesiapan murid, minat/bakat, dan gaya belajar murid. Maka dengan
demikian terwujudlah insan-insan yang cerdas dan berkarakter yang pada akhirnya berujung
dengan melahirkan berbagai kebijaksanaan.

Anda mungkin juga menyukai