Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TUBERCULOSIS (TBC) DI


RUANG BOUGENVIL RUMAH SAKIT UMUM DR. H. KOESNADI
BONDOWOSO

Oleh

Siti Nurmalasari
NIM 152310101338

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
A. Definisi Penyakit....................................................................................... 1
B. Epidemiologi............................................................................................. 1
C. Etiologi...................................................................................................... 2
D.. Klasifikasi.................................................................................................. 3
E.. Patofisiologi atau Patologi......................................................................... 5
F. Manifestasi Klinis...................................................................................... 5
G. Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 6
H Penatalaksanaan Keperawatan................................................................... 7
I.1 Farmakologi......................................................................................... 7
I.2 Non Farmakologi.................................................................................. 10
I. Clinical Pathway....................................................................................... 13
K. Proses Keperawatan................................................................................... 14
L. Discharge Planning.................................................................................... 36
Daftar Pustaka................................................................................................... 37

ii
A. Definisi Tuberkulosis Paru (TB Paru)
Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi yang
menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti
meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Somantri, 2007).
Sumber penularan penyakit tuberkulosis paru adalah penderita
tuberkulosis BTA (+), yang dapat menular kepada orang sekelilingnya,
terutama yang mempunyai kontak erat. Pada waktu bantuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan kuman tuberkulosis tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
sistem limfe, saluran nafas, atau penyebaran lansung ke bagian-bagian tubuh
lainnya (Depkes RI, 2005 dikutip Mutia, 2013 dalam Nugroho, 2014).

B. Epidemiologi
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) pada tahun
2013 sekitar 9 juta orang menderita tuberkulosis dan 1,5 juta diantaranya
meninggal dunia. Pada tahun 2013 diestimasikan 9 juta orang di dunia
menderita tuberkulosis, dan lebih dari 56% tersebar di Asia Tenggara dan
Pasifik Barat. Pada tahun yang sama Indonesia masuk dalam negara dengan
beban tinggi tuberkulosis dengan menduduki peringkat ke-4 sebagai negara
penyumbang penyakit tuberkulosis setelah India, Cina, dan Afrika Selatan
(WHO, 2014 dalam Nurwitasari dan Wahyuni, 2015).
Prevalensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 272 per
100.000 penduduk dan angka insiden sebesar 153 per 100.000 penduduk
dengan jumlah kematian akibat tuberkulosis sebesar 25 per 100.000
penduduk (WHO, 2014 Nurwitasari dan Wahyuni, 2015). Jumlah kasus
tuberkulosis baru BTA positif pada tahun 2011–2014 di Provinsi Jawa Timur

1
cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2014 jumlah kasus tuberkulosis
baru BTA positif di Provinsi Jawa Timur sebanyak 21.036 orang menurun
dari jumlah kasus baru BTA positif tahun 2013. Jumlah kasus tuberkulosis
baru BTA positif di Provinsi Jawa Timur sebagian besar terjadi pada
penduduk usia produktif antara usia 15 tahun hingga 65 tahun dan sebagian
lagi menyerang anak-anak usia kurang dari 15 tahun (Dinkes Jawa Timur,
2014 dalam Nurwitasari dan Wahyuni, 2015).
Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan
kematian akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 jika dibandingkan
dengan data tahun 1990. Angka prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar
443 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280 per
100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas sebesar 257 (Kemenkes RI, 2016).
Angka notifikasi kasus menggambarkan cakupan penemuan kasus TB.
Secara umum angka notifikasi kasus BTA positif baru dan semua kasus dari
tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan. Angka notifikasi kasus
(Case Notification Rate/CNR) pada tahun 2015 untuk semua kasus sebesar
117 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2016).

C. Etiologi
Penyebab dari penyakit tuberkulosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
microbacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang
dengan ukuran sampai dengan 4 mikron dan bersifat anaerob. Sifat ini yanh
menunjukkan kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya, sehingga paru – paru merupakan tempat prediksi penyakit
tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik. Penyebaran mycrobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet
mukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002
dalam kurnia, 2015).

2
D. Klasifikasi
Berikut beberapa klasifikasi Tuberculosis dalam aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan NANDA (Jilid 3) oleh Huda, A.N. dan
Kusuma, H. (2015).
1. Klasifikasi Tuberkulosis dari sistem lama:
1) Pembagian secara patologis
a. Tuberkulosis primer (childhood tuberkulosis)
b. Tuberkulosis post-primer (adult tuberkulosis)
2) Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch
Pulmonim) aktif, non aktif dan quescent (bentuk aktif yang
menyembuh)
3) Pembagian secara radiologis (luas lesu)
a. Tuberkulosis minimal
b. Moderately advanced tuberkulosis
c. Far advanced tuberkulosis
2. Klasifikasi menurut America Thoracic Society:
1) Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak
negative, tes tuberculin negative
2) Kategori 1: Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi.
Disisni riwayat kontak positif, tes tuberculin negative
3) Kategori 2: terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin
positif, radiologis dan sputum negative
4) Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit
3. Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis,
dan makro biologis:
1) Tuberkulosis paru
2) Bekas tuberkulosis paru
3) Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
a. TB tersangka yang diobati: sputum BTA (-), tetapi tanda – tanda
lain positif.

3
b. TB tersangka yang tidak diobati: sputum BTA negative dan tanda
– tanda lain juga meragukan.
4. Klasifikasi menurut menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori
yaitu; (Sudoyo Aru dalam Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 3)
1) Kategori 1, ditujukan terhadap:
a. Kasus batu dnegan sputum positif
b. Kasus baru dengan bentuk TB berat
2) Kategori 2, ditujukan terhadap
a. Kasus kambuh
b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3) Kategori 3, ditujukan terhadap:
a. Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas
b. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
4) Kategori 4, ditujukan terhadap: TB Kronik

E. Patofisiologi
Menurut Somantri (2007) infeksi diawali karena seseorang menghirup
basil M.tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M.tuberculosis juga
dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga
menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan
reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan
bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya
eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.

4
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon
tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing
caseosa). Hal ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul
akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi
aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan
necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya
menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk
tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang
biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang
dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan
jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
menimbulkan respons berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

F. Manifestasi Klinis
Berikut manifestasi klinis dari penyakit Tuberculosis dalam aplikasi asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA (Jilid 3) oleh Huda,
A.N. dan Kusuma, H. (2015).
1. Demam 40 - 41⸰C serta ada batuk/batuk darah
2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada

5
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
6. Pada anak
a. Berkurangnya BB 2 bulan berturut – turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh.
b. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
c. Batuk kronik > 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze
d. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
e. Semua naak dengan reaksi obat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari
setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem scoring TB anak
f. Anak dengan TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13)
g. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke rumha sakit untuk
evaluasi lebih lanjut
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer, dkk (1999: hal 472) dalam aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan NANDA (Jilid 3) oleh Huda, A.N. dan
Kusuma, H. (2015), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien
dengan tuberkulosis paru, yaitu sebagai berikut.
1. Laboratorium darah rutin: LED normal / meningkat, limfositosis.
2. Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 – 70 % pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
4. Tes Mantoux / Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
5. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik mellaui amplifikasi dalam meskipun
hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi
adanya resistensi.

6
6. Becton Dickinson diagnostic instrument sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh mikrobakterium tuberkulosis.
7. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannanyang direkatkan
pada suatu alat berbentuk seperti sisi plastik, kemudian dicelupkan dalam
jumlah memadai warna sisir akan berubah.
8. Pemeriksaan radiology: Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto Thorax yang menunjang diagnosa TB, yaitu:
a. Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus
bawah
b. Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan millie
H. Penatalaksanaan Keperawatan
H.1 Farmakologi
Menurut PDPI (2011), Pengobatan TB bertujuan untuk
menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT. Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan
pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-
Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.

7
2. Menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOTS) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) adalah nama
untuk suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di
dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB
(Mansjoer,Arief (ed.) dkk.2000). Strategi ini terdiri dari lima
komponen, yaitu:
a. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga
program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan
tersedia.
b. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB
melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan
penemuan secara pasif.
c. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan
dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan
ikut mengawasi pasien minum seluruh obatnya sehingga dapat
dipastikan bahwa pasien betul minum obatnya dan diharapkan
sembuh pada akhir masa pengobatannya.
d. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian
dari sistem survailans penyakit ini sehingga pemantauan pasien
dapat berjalan.
e. Paduan obat TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan
jangka waktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan
pengobatan. Termasuk terjaminnya kelangsungan persedian paduan
obat ini.
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.

8
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
4. Jenis, sifat dan dosis OAT
Dosis yang
No Jenis OAT Sifat direkomendasika (mg/kg)
Harian 3xseminggu
Isoniazid (H) Bakteriosid 5 10
1.
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakteriosid 10 10
2.
(8-12) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakteriosid 25 35
3.
(20-30) (30-40)
Streptomycin (S) Bakteriosid 15 15
4.
(12-18) (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
5.
(15-20) (20-35)

5. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
1) Kategori 1: 2 (HRZE)/4(HR)3.
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif
dan penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis,
TB milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau
bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, dan
penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas,
TB usus, TB saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2

9
bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya
minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu
( tahap lanjutan ).
2) Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan
sputum tetap positif. diberikan kepada :
1. Penderita kambuh
2. Penderita gagal  terapi
3. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
3) Kategori Anak : 2 HRZ/4HR
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak.
c. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d. Paket Kombipak
1) Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan
OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT.
2) Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu
paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan.
H.2 Non Farmakologi
1. Pengobatan Suportif / Simptomatik
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu
diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada

10
indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu
pengobatan tambahan atau suportif atau simptoatik untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
a. Penderita rawat jalan
1) Makan makanan sisa yang bergizi, bila dianggap peru dapat
diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada
larangan makanan untuk penderita tuberkulosis, kecuali untuk
penyakit kormobitnya)
2) Bila demam dapat diberikan obat penurun panas atau demam
3) Bila perlu dapat diberikanobat untuk mengatasi gejala batuk,
sesak napas, atau keluhan lain.
b. Penderita rawat inap
1) TB paru disertai keadaan/ komplikasi sebagi berikut: batuk
darah, keadan umum buruk, pneumotoraks, empiema, efusi
pleura masif/bilateral , sesak napas berat (bukan karena efusi
pleura)
2) TB di luar paru yang mengancam jiwa: TB paru milier,
Meningitis TB
2. Terapi Pembedahan
a. Indikasi mutlak
1) Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak
posotif
2) Penderita batuk dahak yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
3) Penderita dengan fistula bronko pleura an empiema yang tidak
dapat diatasi dengan cara onservatif
b. Indikasi relatif
1) Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
2) Kerusakan satu paru atau lobus paru dengan keluhan
3) Sisa kaviti yang menetap
3. Tindakan Ivasif (Selain Pembedahan)

11
a. Bronkoskopi
b. Punksi pleura
c. Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
4. Kriteria Sembuh
a. BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobata yang adekuat
b. Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama atau perbaikan
c. Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

I.Clinical Pathway

12
J. Proses Keperawatan
K.1 Pengkajian
K.1.1 Pengkajian Riwayat Keperawatan

13
Menurut Muttaqin (2008) hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan
TB paru adalah sebagai berikut:
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menyebabkan klien dengan TB paru
meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu:
a. Keluhan respiratoris, meliputi:
- Batuk: keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah
keluhan batuk bersifat nonproduktif/produktif atau sputum
bercampur darah.
- Batuk darah: keluhan batuk darah pada klien TB paru selalu
menjadi alasan utama klien untuk meminta pertolongan kesehatan.
Hal ini disebabkan rasa takut klien pada darah yang kluar dari jalan
napas. Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang
keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau bercak-
bercak darah.
- Sesak napas: keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkin paru
sudah luas karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.
- Nyeri dada: nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena
TB.
b. Keluhan sistemis, meliputi:
- Demam: keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada
sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan
semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan
semakin pendek.
b. Keluhan sistemis lain: keluhan yang biasa timbul ialah keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise. Timbulnya
biasanya bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu-bulan. Akan

14
tetapi penampilan akut dengan batu, panas, dan sesak napas walaupun
jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
2. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila
keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah
berapa lama keluhan batuk muncul (onset).
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan, mula-mula nonproduktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan. Batuk
akan timbul apabila penyakit telah melibatkan bronkhus, dimana terjadi
iritasi bronkhus selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkhus,
batuk akan menjadi produktif yang berguna untuk membuang produk
ekskresi peradangan dengan sputum yang bersifat mukoid atau purulen.
Tanyakan selama keluhan batuk muncul, apakah ada keluhan
seperti demam, keringat malam, atau menggigil yang mirip dengan
demam influenza karena keluhan demam dan batuk adalah gejala awal
dari TB paru. Tanyakan apakah batuk disertai sputum yang kental atau
tidak, serta apakah klien mampu untuk melakukan batuk efektif untuk
mengeluarkan sekret yang menempel pada jalan napas.
Apabila keluhan utama adalah batuk darah, perlu ditanyakan
kembali berapa banyak darah yang keluar. Saat melakukan anamnesis,
perawat perlu meyakinkan pada klien tentang perbedaan atara batuk
darah dan muntah darah, karena pada keadaan klinis, hal ini sering
menjadi rancu.
Klien TB paru sering menderita batuk darah. Adanya batuk darah
menimbulkan kecemasan pada diri klien karena batuk darah dianggap
sebagai suatu tanda dari beratnya penyakit yang diidapnya. Kebanyakan
batuk darah pada TB paru tejadi pada kavitas tetapi juga dapat terjadi
pada ulkus dinding bronkhus. Batuk darah yang dikeluarkan klien
mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah dan gumpalan-gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat banyak.

15
Batuk darah jarang merupakan salah satu tanda permulaan penyakit
tuberkulosis, karena banyak batuk darah adalah tanda terjadinya
ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas atau ada
perdarahan yang berasal dari bronkhiektasis atau ulserasi
trakeobronkhial. Batuk darah jarang berhenti mendadak karena itu klien
masih akan terus-menerus mengeluarkan gumpalan-gumpalan darah yang
berwarna coklat selama beberapa hari.
Sesak napas yang disebabkan oleh TB paru, biasanya akan
ditemukan gejala jika tingkat kerusakan parenkim paru sdah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertainya seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia, dan lain-lain. Agar memudahkan perawat
mengkaji keluhan sesak napas, maka dapat dibedakan sesuai tingkat
klasifikasi sesak. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST dapat
lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajian.
- Provoking Incident: Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?
- Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah
dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang
enak dalam melakukan pernapasan?
- Region, radiation, relief: dimana rasa berat dalam melakukan
pernapasan? Harus ditunjukkan dengan tepat oleh klien.
- Severity (Scale) of pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesak napas dan
klien menerangkan seberapa jauh sesak napas memengaruhi aktivitas
sehari-harinya.
- Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari. Sifat mula timbulnya (onset),
tentukan apakah gejala imbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika
itu juga. Tanyakan apakah timbul gejala mendadak, perlahan-lahan
atau seketika itu juga. Tanyakan apakah timbul gejala secara terus-

16
menerus atau hilang timbul (inermiten). Tanyakan apa yang sedang
dilakukan klien pada waktu gejala timbul. Lama timbulnya (durasi),
tentukan kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset) misalnya
tanyakan kepada klien apa yang pertama kali dirasakan sebagai “tidak
bias” atau “tidak enak”. Tanyakan apakah klien sudah pernah
menderita penyakit yang sama sebelumnya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelunya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getag bening, dan
penyakit lain yang memperberat TB Paru seperti diabetes melitus.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada
masa yang lalu yang masih relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan
antisusif. Catat adanya efek samping yang terjadi di maaa lalu. Adanya
alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alerfi yang timbul. Sering
kali klien mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat. Kaji
lebih dalam tentang seberapa jauh penerununan berat badan (BB) dalam
enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB Paru erat
dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anorekksia dan mual
yang sering disebabkan karena meminum OAT.
4. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturundkanm tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
5. Pengkajian psiko-sosial-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi dimensi yang memungkinkan
perawt untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien perawat mengumpulkan data hasil yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat
mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik
dan intelektual saat ini. data ini penting untuk hasil pemeriksaan awal

17
klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. data ini penting
untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang
saksama. Pada kondisi klinis, klien dengan TB Paru sering mengalami
kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman klien
bertempat tinggal. Hal ini penting, mengingat TB Paru sangat rentan
dialami oleh mereka yang bertempat tinggal di pemukiman padat dan
kumuh karena populasi bakteri TB Paru lebih mmudah hidup di tempat
yang kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang
kurang.
Tb paru merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang
masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh
nonspesifik dan mengonsumsi makanan kurang bergizi. Selain itu, juga
karena ketidaksanggupan membeliobat, ditambah lagi kemiskinan
membuat individunya diharuskan bekerja secara fisik sehingga
mempersulit penyembuhan penyakitnya.
Klien TB paru kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka
sering kali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan
merupakan hal yang penting. Pendidikan yang rendah sering kali
menyebabkan seseorang tidak dapat meningkatkan kemampuannya
untuk mencapai taraf hidup yang baik. Padahal, taraf hidup yang baik
amat dibutuhkan untuk penjagaan kesehatan pada umumnya dan dalam
menghadapi infekksi pada khususnya.

K.1.2 Pengkajian Berdasarkan NANDA


Adapun pengkajian berdasarkan NANDA adalah sebagai berikut:
A. Domain Promosi Kesehatan
1. Arti sehat dan sakit bagi pasien
2. Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini.

18
3. Perlindungan terhadap kesehatan: program skrining, kunjungan
ke pusat pelayanan kesehatan, diet, latihan dan olahraga,
manajemen stress, faktor ekonomi.
4. Pemeriksan diri sendiri: riwayat medis keluarga, pengobatan
yang sudah dilakukan.
5. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan.
6. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
B. Domain Nutrisi
1. Kebiasaan jumlah makanan.
2. Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)
3. Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang
dihabiskan, nafsu makan
4. Kepuasaan akan berat badan
5. Persepsi akan kebutuhan metabolic.
6. Faktor pencernaan: nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan
bau, gigi, mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan
makanan, alergi makanan.
7. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (berat badan saat ini
dan SMRS)
C. Domain Eliminasi dan Pertukaran
1. Kebiasaan pola buang air kecil: frekuensi, jumlah (cc),
warna, bau, nyeri, nokturia, kemampuan mengontrol BAK,
adanya perubahan lain
2. Kebiasaan pola buang air besar: frekuensi, jumlah (cc),
warna, bau, nyeri, nokturia, kemampuan mengontrol BAK,
adanya perubahan lain
3. Keyakinan budaya dan kesehatan
4. Kemampuan perawatan diri: ke kamar mandi, kebersihan diri
5. Penggunaan bantuan untuk ekskresi
6. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen,
genetalia, rectum, prostat)

19
D. Domain Aktivitas / Istirahat
1. Aktivitas kehidupan sehari-hari
2. Olahraga: tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas.
3. Aktivitas menyenangkan
4. Keyakinan tentang latihan dan olahraga
5. Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi,
makan, kamar mandi)
6. Mandiri, bergantung atau perlu bantuan.
7. Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
8. Data pemeriksaan fisik (pernapasan, kardiovaskular,
muskuloskeletal, neurologi)
9. Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan
bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat
kesegaran setelah tidur)
10. Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan)
11. Jadwal istirahat dan relaksasi
12. Gejala gangguan pola tidur
13. Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)
14. Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum,
mengantuk)
E. Domain Persepsi/Kognisi
1. Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa, peraba)
2. Penggunaan ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara
komprehensif)
3. Keyakinan budaya terhadap nyeri
4. Tingkat pengetahuan pasien terhadap nyeri dan pengetahuan
untuk mengontrol dan mengatasi nyeri
5. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
F. Domain Persepsi Diri

20
1. Keadan sosial: pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial.
2. Identitas Personal: penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki
3. Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh
(yang disukai dan tidak)
4. Harga diri: perasaan mengenai diri sendiri.
5. Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran).
6. Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi.
7. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri,
murung, tidak mau berinteraksi)
G. Domain Hubungan Peran
1. Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman,
kerja
2. Kepuasan/ketidakpuasan menjalankan peran
3. Efek terhadap status kesehatan
4. Pentingnya keluarga
5. Struktur dan dukungan keluarga
6. Proses pengambilan keputusan keluarga
7. Pola membesarkan anak
8. Hubungan dengan orang lain
9. Orang terdekat dengan klien
10. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
H. Domain seksualitas
1. Masalah atau perhatian seksual
2. Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami/istri
3. Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman,
pelukan, sentuhan, dll)
4. Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan
reproduksi
5. Efek terhadap kesehatan
6. Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan psikologi

21
7. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara,
rektum)
I. Domain Koping / Toleransi Stress
1. Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
2. Tingkat stress yang dirasakan
3. Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
4. Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya.
5. Strategi koping yang biasa digunakan
6. Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
7. Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga
J. Domain Prinsip Hidup
1. Latar belakang budaya/etnik
2. Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya/etnik
3. Tujuan kehidupan bagi pasien
4. Pentingnya agama/spiritualitas
5. Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
6. Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, larangan, adat)
yang dapat mempengaruhi kesehatan
K. Keamanan/Perlindungan
1. Bebas dari bahaya, cidera fisik, dan gangguan sistem imun.
2. Perlindungan terhadap keselamatan dan keamanan.
L. Domain Kenyamanan
Berisikan kenyamanan fisik, lingkungan dan sosial pasien
M. Domain Pertumbuhan/Perkembangan

Berisi tentang pertumbuhan dan perkembangan pasien

K.1.3 Pemeriksaan fisik

22
Pemeriksaan fisik terdiri atas beberapa pemeriksaan yaitu sebagai
berikut:
1) Keadaan Umum
Pengkajian keadaan umum meliputi kesan keadaan sakit termasuk
ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang meliputi penilaian
secara kualitatif seperti kompos mentis, apatis, somnolent, sopor, koma,
delirium, serta kesan status gizi.
2) Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Pengkajian tanda-tanda vital yaitu suhu, nadi (frekuensi, irama, dan
kualitas), pernapasan (frekuensi, irama, kedalaman, dan pola
pernapasan), dan tekanan darah merupakan metode penting untuk
memantau fungsi tubuh yang vital. Tanda-tanda vital memberi gambaran
tentang fungsi organ-organ spesifik terutama jantung dan paru-paru juga
seluruh sistem tubuh.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi
napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit
penyulit seperti hipertensi.
3) Pemeriksaan Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
a. Pemeriksaan Kepala
Pemeriksaan kepala meliputi bentuk dan ukuran kepala, rambut dan
kulit kepala, struktur wajah, dan ada tidaknya pembengkakan.
b. Pemeriksaan Mata
Pada mata dilihat dari visus palpebral, alis bulu mata, konjungtiva
sclera, kornea, pupil, dan lensa.
c. Pemeriksaan Telinga
Pada bagian telinga dapat dilihat dari daun telinga, liang telinga,
membrane timpani, mastoid, ketajaman pendengaran.
d. Pemeriksaan Hidung

23
Melihat adanya mukosa dan konka nasi inferior, besar lumen
lubang hidung, lantai lubang hidung, deviasi septi yang berbentuk
Krista dan spina.
e. Pemeriksaan Mulut
Melihat ada atau tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut),
bibir, gusi, ada atau tidaknya radang, lidah, salivasi, faring, laring, dan
lainnya.
f. Pemeriksaan Leher
Periksa ada atau tidaknya kaku kuduk, massa di leher (jika ada,
periksa ukuran, bentuk, posisi, konsistensi), da nada ada atau tidaknya
nyeri telan, dan sebagainya.
g. Pemeriksaan Dada
Pemeriksaan dada meliputi paru-paru dan jantung. Periksa bentuk
dada dan keadaan paru (simetris atau tidak), pergerakan napas ada atau
tidaknya fremitus suara, krepitasi, perkusi daerah dada untuk
menentukan batas kelainan, dan auskultasi untuk menentukan
abnormalitas system pernapasan. Pada saat pemeriksaan jantung,
periksa denyut apeks (dikenal dengan iktus kordis), dan aktivitas
ventrikel, getaran bising, bunyi jantung dan sebagainya.
h. Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi ukuran atau bentuk perut, dinding
perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut, atau adanya nyeri
tekan. Selanjutnya, lakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal,
kandung kemih, untuk memeriksa ada atau tidaknya nyeri dan
pembesaran pada organ tersebut.
i. Pemeriksaan Urogenital
Pada pria pemeriksaan meliputi penyebaran dan banyaknya rambut
pubis, preputium (apakah disunat atau tidak, perlekatan-perlekatan),
penis (jaringan parut, peradangan, pengeluaran), uretra (striktura), testis
dan epididimis (ukuran, massa, testis yang tidak turun, varikokel,
hidrokel, ulkus, udema).

24
Pada wanita pemeriksaan meliputi penyebaran dan banyaknya
rambut pubis, genitalia eksterna (ukuran klitoris, kelenjar-kelenjar,
uretra, introitus, relaksasi panggul, peradangan, pengeluaran), vagina,
serviks, uterus, dan adneksa (massa, nyeri tekan), sediaan apus Pap.
j. Pemeriksaan Ekstremitas
Pemeriksaan meliputi rentang gerak, keseimbangan dan gaya
berjalan, genggaman tangan, dan otot kaki. Periksa apakah ada
kontraktur atau tidak, dan lain sebagainya.
k. Kulit dan Kuku
Pemeriksaan kulit meliputi warna, turgor, kelembapan, edema, dan
lain-lain. Pemeriksaan kuku yaitu memperhatikan bentuk kuku dan
warna dasar kuku, perhatikan disekitar kuku terdapat lesi atau
perlukaan. Kemudian tekan ujung jari untuk memeriksa Capillary Refill
Time (CRT).
l. Keadaan Lokal
Pengkajian keadaan lokal adalah keadaan dimana dispesifikkan
untuk penyembuhan dan penyelesaian masalah kesehatan klien yang
meliputi cara perawatan dan pengobatan penyakit.

K.1.4 Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang adalah sebagai berikut:


a. Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm3. Dalam
keadaan leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat hingga 100
mm/jam. Saat dilakukan biakan sputum, darah, atau jika
dimungkinkan cairan efusi pleura, untuk biakan aerobic dan
anaerobic, untuk selanjutnya dibuat pewarnaan gram sebagai
pegangan dalam pemberian antibiotic. Sebaiknya diusahakan agar
biakan dibuat dari sputum saluran pernapasan bagian bawah. Selain
contoh sputum yang diperoleh dari batuk, bahan dapat diperoleh dari

25
swap tenggorok atau laring, pengisapan lewat trachea, bronkhoskopi,
atau pengisapan lewat dada bergantung pada indikasinya. Pemeriksaan
analisa gas darah (AGD/Astrup) menunjukkan hipoksemia sebab
terdapat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi di daerah pneumonia.
b. Pemeriksaan Radiologi: Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya
suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan
sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila
pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran
khusus mengenai TB paru awal kecuali lokasi di lobus bawah dan
biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat
sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi
dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar
yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu
proses eksudatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian
kontras, sebagaimana gambaran dari penyakit fibrotic kronis. Tidak
jarang kelainan ini tampak kurang jelas di bagian atas maupun bawah,
memanjang di daerah klavikula atau satu bagian lengan atas, dan
selanjutnya tidak mendapat perhatian kecuali dilakukan pemeriksaan
Rontgen yang lebih teliti.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi
hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan
kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah
sama baiknya dengan respons dari klien.
Hasil pemeriksaan Rontgen Thoraks bergantung pada ukuran dan
jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada Rontgen
akibat tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat
sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapatkan bentuk
berupa granul-granul halus atau nodul-nodul sangat kecil yang
menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai

26
bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung
banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
Pada klien lain, nodul-nodul tersebut dapat berupa garis tebal yang
tidak begitu tajam dengan daerah-daerah yang kabur disekitarnya.
Pada beberapa klien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat dari hasil
rontgen torakhs, tetapi pada beberapa kasus, bentuk milier klasik
berkembang seiring dengan perjalanan penyakitnya.
c. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan
kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran
garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan
adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskular,
bronkhiektasis, dan emfisema perisikatrisial. Sebagaimana
pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak
dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan
tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang
negative dan pemeriksaan secara serial setiap saat.
Gambaran adanya kavitas sering ditemukan pada klien dengan TB
paru dan sering tampak pada gambaran Rontgen karena kavitas
tersebut membentuk lingkaran yang nyata atau bentuk oval
radiolucent dengan dinding yang cukup tipis. Jika penampakan
kavitas kurang jelas, dapat dilakukan pemeriksaan ST scan untuk
memastikan atau menyingkirkan adanya gambaran kavitas tersebut.
Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya
pembentukan kavitas.

K.2 Diagnosa Keperawatan


Adapun diagnosa keperawatan pada klien dengan TB paru adalah
sebagai berikut (Muttaqin, 2008):

27
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan
dengan sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan,
upaya batuk buruk, edema trakheal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-
kapiler, dan edema bronkhial.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan keletihan, anoreksia atau dispnea, dan peningkatan
metabolisme tubuh.
4. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas) dan prognosis
penyakit yang belum jelas.
5. Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan
pengobatan, proses penyakit, dan penatalaksanaan perawatan di
rumah.

28
29
K.3 Intervensi Keperawatan
TUJUAN DAN
DIAGNOSA INTERVENSI
NO KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN (NIC)
(NOC) RASIONAL
1. Ketidakefektifan bersihan NOC : NIC : a. Penurunan bunyi napas
jalan napas yang a. Respiratory status : 3140 Manajemen Jalan Nafas menunjukkan atelektasis,
berhubungan dengan
Ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan ronkhi menunjukkan
sekresi mukus yang
kental, hemoptisis, b. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw akumulasi sekret dan
kelemahan, upaya batuk Airway patency thrust bila perlu ketidakefektifan
buruk, edema
c. Aspiration Control 2. Posisikan pasien untuk b. pengeluaran sekresi yang
trakheal/faringeal.
memaksimalkan ventilasi selanjutnya dapat
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya menimbulkan
a. Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas c. penggunaan otot bantu
batuk efektif dan buatan napas dan peningkatan
suara nafas yang 4. Pasang mayo bila perlu kerja pernapasan.
bersih, tidak ada 5. Lakukan fisioterapi dada
sianosis dan dyspneu jika perlu
(mampu 6. Keluarkan sekret dengan
mengeluarkan batuk atau suction
sputum, mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat

1
bernafas dengan adanya suara tambahan
mudah, tidak ada 8. Lakukan suction pada mayo
pursed lips) 9. Berikan bronkodilator bila
b. Menunjukkan jalan perlu
nafas yang paten 10. Berikan pelembab udara
(klien tidak merasa Kassa basah NaCl Lembab
tercekik, irama 11. Atur intake untuk cairan
nafas, frekuensi mengoptimalkan
pernafasan dalam keseimbangan.
rentang normal, 12. Monitor respirasi
tidak ada suara nafas
abnormal)
c. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas

2
2. Gangguan pertukaran gas a. Respiratory Status : 3210 Manajemen Asma a. TB paru mengakibatkan
berhubungan dengan Gas exchange efek luas pada paru dari
penurunan jaringan a. Tentukan dasar status
b. Respiratory Status : bagian kecil
efektif paru, atelektasis, pernafasan sebagai titik
kerusakan membran ventilation bronkhopneumonia sampai
perbandingan
alveolar-kapiler, dan c. Vital Sign Status inflamasi difus yang luas,
edema bronkhial. b. Dokumentasikan
nekrosis, efusi pleura, dan
Kriteria Hasil : pengukuran dasar dalam
fibrosis yang luas. Efeknya
catatn klinik
a. Mendemonstrasikan terhadap pernapasan
c. Ajarkan teknik yanng tepat
peningkatan bervariasi dari gejala
untuk menggunakan
ventilasi dan ringan, dispnea berat,
pengobatan dan alat
oksigenasi yang sampai distres pernapasan.
d. Tentukan kepatuhan dengan
adekuat b. Akumulasi sekret dan
penangannan yang
b. Memelihara berkurangnya jaringan paru
diresepkan
kebersihan paru-paru yang sehat dapat
e. Kaji dispnea, takipnea, bunyi
dan bebas dari mengganggu oksigenasi
napas, peningkatan upaya
tanda-tanda distress organ vital dan jaringan
pernapasan, ekspansi
pernafasan tubuh.
thoraks, dan kelemahan.
c. Mendemonstrasikan
f. Evaluasi perubahan tingkat
batuk efektif dan

3
suara nafas yang kesadaran, catat sianosis, dan
bersih, tidak ada perubahan warna kulit,
sianosis dan dyspneu termasuk membran mukosa
(mampu dan kuku.
mengeluarkan
0180 Manajemen Energi
sputum, mampu
bernafas dengan 1. Kaji status fisiologis pasien
mudah, tidak ada yang menyebabkan
pursed lips) kelelahan sesuai dengan usia
d. Tanda tanda vital dan perkembangan
dalam rentang 2. Tentukan persepsi
normal pasien/orang terdekat
dengan pasien mengenai
penyebab kelelahan
3. Tentukan jenis dan
banyaknya aktivitas yang
dibutuhkan untuk menjaga
ketahanan
4. Monitor intake asupan

4
nutrisi untuk mengetahui
sumber energi yang adekuat
5. monitor lama waktu istirahat
pasien
6. anjurkan aktivitas fisik
(misalnya ambulasi, ADL)
sesuai kebutuhan
kemampuan (energi) pasien
7. Evaluasi secara bertahap
aktivitas pasien
8. Monitor respon oksigen
pasien (misalnya TD, Nadi,
dan respirasi) saat perawatan
maupun saat melakukan
perawatan mandiri

3320 Terapi Oksigen

1. Bersihkan mulut, hidung dan

5
sekresi trakea dengan tepat
2. Batasi aktivitas merokok
3. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
4. Siapkan peraralatan oksigen
dan berikan melalui sistem
humidifier
5. Monitor aliran oksigen
6. Monitor posisi alat
pemberian oksigen
7. Monitor kecemasan pasien
berhubungan dengan
mendapat terapi ooksigen
8. Sediakan oksigen ketika
pasien dibawa/dipindahkan

3. Perubahan nutrisi: NOC : NIC : a. Memvalidasi dan


kurang dari kebutuhan   Nutritional Status : food 1110 Manajemen Nutrisi menetapkan derajat
tubuh berhubungan and Fluid Intake
Kriteria Hasil : 1. Kaji adanya alergi makanan masalah untuk menetapkan
dengan keletihan,
a. Adanya peningkatan
anoreksia atau dispnea, 2. Kolaborasi dengan ahli gizi pilihan intervensi yang

6
dan peningkatan berat badan sesuai untuk menentukan jumlah tepat.
metabolisme tubuh. dengan tujuan kalori dan nutrisi yang b. Memperhitungkan
b. Berat badan ideal dibutuhkan pasien. keinginan individu dapat
sesuai dengan tinggi 3. Anjurkan pasien untuk memperbaiki intake gizi.
badan meningkatkan intake Fe c. Mempengaruhi pilihan
c. Mampu 4. Anjurkan pasien untuk intervensi
mengidentifikasi meningkatkan protein dan d. Menentukan kembalinya
kebutuhan nutrisi vitamin C peristaltik (biasanya dalam
d. Tidak ada tanda 5. Berikan substansi gula 2 – 4 hari)
tanda malnutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan e. Meningkatkan kerjasama
e. Tidak terjadi mengandung tinggi serat pasien dengan aturan diet,
penurunan berat untuk mencegah konstipasi protein/vitamin C adalah
badan yang berarti 7. Berikan makanan yang f. kontributor utama untuk
terpilih ( sudah pemeliharaan jaringan dan
dikonsultasikan dengan ahli perbaikan. Malnutrisi
gizi) adalah faktor dalam
8. Ajarkan pasien bagaimana menurunkan pertahanan
membuat catatan makanan terhadap infeksi
harian.

7
9. Monitor jumlah nutrisi dan g. Memperbaiki
kandungan kalori keseimbangan cairan dan
10.Berikan informasi tentang elektrolit. Inflamasi usus,
kebutuhan nutrisi erosi mukosa, infeksi.
11.Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

1160 Monitoring Nutrisi


1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama

8
makan
6. Jadwalkan pengobatan  dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10.Monitor mual dan muntah
11.Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12.Monitor makanan kesukaan
13.Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14.Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15.Monitor kalori dan intake

9
nuntrisi
16.Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17.Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

4. Ansietas berhubungan a. Anxiety self- 5820 Pengurangan a. Pemanfaatan sumber


dengan adanya ancaman control Kecemasan koping yang ada secara
kematian yang
b. Anxiety level konstruktif sangat
dibayangkan
a. Gunakan pendekatan yang
(ketidakmampuan untuk c. Coping bermanfaat dalam
menenangkan
bernapas) dan prognosis b. Nyatakan dengan jelas mengatasi stres.
penyakit yang belum jelas. Kriteria Hasil : harapan terhadap pelaku
b. Mengurangi ketegangan
pasien
a. Klien mampu c. Jelaskan semua prosedur otot dan kecemasan.
dan apa yang dirasakan
mengidentifikasi dan c. Hubungan saling percaya
selama prosedur
mengungkapkan d. Pahami prespektif pasien membantu memperlancar
terhadap situasi stres
gejala cemas. proses terapeutik.
e. Temani pasien untuk
b. Mengidentifikasi, memberikan keamanan d. Tindakan yang tepat
dan mengurangi takut
mengungkapkan dan diperlukan dalam mengatasi

10
menunjukkan tehnik f. Dorong keluarga untuk masalah yang dihadapi
menemani anak
untuk mengontol klien dan membangun
g. Lakukan back / neck rub
cemas. h. Dengarkan dengan penuh kepercayaan dalam
perhatian
c. Vital sign dalam mengurangi kecemasan.
i. Identifikasi tingkat
batas normal. kecemasan e. Rasa cemas merupakan
j. Bantu pasien mengenal
d. Postur tubuh, efek emosi sehingga
situasi yang menimbulkan
ekspresi wajah, kecemasan apabila sudah teridentifikasi
k. Dorong pasien untuk
bahasa tubuh dan dengan baik, maka perasaan
mengungkapkan perasaan,
tingkat aktivfitas ketakutan, persepsi yang mengganggu dapat
l. Instruksikan pasien
menunjukkan diketahui.
menggunakan teknik
berkurangnya relaksasi
m. Berikan obat untuk
kecemasan
mengurangi kecemasan
n. Bantu klien mengenali dan
mengakui rasa cemasnya.

5. Kurang informasi dan a. Knowledge : 5602 Pengajaran: Proses a. Keberhasilan proses


pengetahuan mengenai Disease Process
Penyakit pembelajaran dipengaruhi
kondisi, aturan b. Knowledge : Health
Hehavior 1. Berikan penilaian oleh kesiapan fisik,
pengobatan, proses
Kriteria Hasil :
penyakit, dan a. Pasien dan keluarga tentang tingkat pengetahuan emosional, dan lingkungan
penatalaksanaan pasien tentang proses

11
perawatan di rumah. menyatakan penyakit yang spesifik yang kondusif.
pemahaman tentang 2. Jelaskan b. Meningkatkan partisipasi
penyakit, kondisi, patofisiologidari penyakit dan klien dalam program
prognosis, dan bagaimana hal ini pengobatan dan mencegah
program pengobatan berhubungan dengan anatomi putus obat karena
b. Pasien dan keluarga dan fisiologi, dengan cara membaiknya kondisi fisik
mampu melaksakan yang tepat. klien sebelum jadwal terapi
prosedur yang 3. Gambarkan tanda dan selesai.
dijelaskan secara gejala yang biasa muncul
benar pada penyakit, dengan cara
c. Pasien dan keluarga yang tepat
mampu menjelaskan 4. Identifikasi
kembali apa yang kemungkinan penyebab,
dijelaskan dengan cara yang tepat
perawat/tim 5. Sediakan informasi pada
kesehatan lainnya pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
6. Hindari jaminan yang
kosong

12
7. Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
8. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan
datang dan ata proses
pengontrolan penyakit
9. Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan
10. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
11. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas

13
local, dengan cara yang tepat
12. Intruksikan pasien
mengenal tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat

14
K. Discharge Planing
Menurut Huda, A.N. et.al. 2015 dalam Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (Jilid 3), discharge planing yang
dapat dilakukan pada pasien Tuberculosis yaitu sebagi berikut.
1. Pelajari penyebab dan penularan dari TB serta pencegahan saat di luar
rumah .
2. Pahami tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di saluran pernapasan.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
4. Lakukan pernapasan diafragma: tahan napas selama 3-5 detik kemudian
secara perlahan – lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
5. Sellau menjaga kebersihan mulut dan pelajari cara yang baik saat batuk
dan setelah batuk juga cara pengontrolan batuk.
6. Jangan memberikan vaksin BCG pada bayi baru lahir dan konsultasikan
kepada tenaga medis terlebih dahulu sebelu vaksin
7. Ibu menderita TB aman untuk memberikan ASI pada bayinya dengan
catatan menghindari cara penularan TB.
8. Jalankan terapi obat dengan teratur dan jangan sampai putus tanpa
instruksi
9. Berhenti merokok dan berhenti minum alkohol.
10. Olah raga secara teratur, makan makanan yang bergizi serta istirahat
cukup.

1
DAFTAR PUSTAKA

Faiz, O. dan Moffat, D. (2002). At a Glance Series Anatomi. Jakarta: Penerbit


Erlangga.
Kemenkes RI. (2016). Infodatin Tuberkulosis: Temukan Obati Sampai Sembuh.
Jakarta: Kemenkes RI. ISSN 2442-7659.
NANDA International Inc. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. Jakarta: EGC.
Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition. (2013). Elsevier Inc.
Nursing Outcomes Classification (NOC), 6th edition. (2013). Elsevier Inc.
Huda, A.N. dan Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA (Jilid 3). Yogyakarta: MediAction
Kurnia, L. 2015. Konsep Dasar Tuberculosis. Diakses dari https://jtptunimus-gdl-
lisakurnia-6389-2-babii.com [10 Januari 2017]
Nugroho, A.T. (2014). Kajian Asuhan Keperawatan pada Tn. P dengan
Gangguan Oksigenasi Tuberkulosis Paru di Ruang Isolasi Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: Stikes PKU Muhammadiyah
Surakarta.
Nurwitasari, A. dan Wahyuni, C.U. (2015). Pengaruh Status Gizi dan Riwayat
Kontak Terhadap Kejadian Tuberkulosis Anak di Kabupaten Jember. Jurnal
Berkala Epidemiologi, Vol.3, No.2 Mei 2015: 158-169.
Rahayu, S.D. (2013). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi pada Ny.S dengan Tuberculosis Paru (TB Paru) di Ruang
Cempaka II RSUD Sukoharjo. Surakarta: STIKES Kusuma Husada
Surakarta.
Somantri, I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, R. (2002). Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi 10. Jakarta: EGC.
WHO. (2014). Global Tuberculosis Report 2014. Jenewa: World Health
Organization.

2
3

Anda mungkin juga menyukai