Osteoarthritis
Oleh :
HASANAH
Pembimbing :
1
LEMBAR PENGESAHAN
Osteoarthritis
HASANAH
REFERAT
Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir di Bagian/SMF Ilmu
Bedah dan ATLS
2
KATA PENGANTAR
Terima kasih terutama kepada orang tua dan keluarga yang selalu
memberikan dukungan dan doa, serta untuk teman-teman sekelompok I, yaitu
dokter-dokter muda bagian/SMF Ilmu Bedah dan ATLS periode Januari-Maret
2015 yang telah banyak membantu penyusun dalam penyusunan referat ini.
Terima kasih untuk waktu dan semua bantuan yang telah teman-teman berikan.
Penyusun
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
I.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan
bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang kisaran 10 cm dan berpangkal utama di
sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan posisi, yang didasarkan pada letak
4,5
terhadap struktur-struktur sekitarnya, seperti sekum dan ileum.
Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan
persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada
apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri
apendikularis yang tidak memiliki kolateral.5
F
ungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
dipahami. Salah satu yang dikatakan penting adalah terjadi produksi imunglobulin oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama dengan
lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit dan minimal,
pengangkatan apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem perhanan mukosa saluran
cerna. Apendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan
dialirkan ke sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis
seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks ini.5
2
II.2. Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat
infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang
terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebabkan tekanan
intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada
daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara
hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi.5
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding
apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal
ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa.
Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut juga infiltrat
apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk
menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits.
Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi.
Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu
dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya
tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis
5,6,7
sehingga risiko perforasi lebih besar.
II.3. Etiologi
Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang
5,6
berhubungan dengan sumbatan pada lumen apendiks. Hal-hal yang dapat menyebabkan,
antara lain :
1. Hiperplasia jaringan limfe
2. Masa fekalith
3. Sumbatan oleh cacing ascaris
4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat
sehingga menimbulkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan peningkatan pertumbuhan
flora normal kolon.
5. Kerusakan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi Entamoeba
hystolitica
II.4. Manifestasi Klinis
A. Gejala
1. Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan
apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena nyeri
perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup jelas.
N
yeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen)
yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri
viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral
terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam.
Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis
khayalan dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan
lebih tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa
neyri perut yang berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu
5,6
bukti kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis.
Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada
retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks retrosekal
menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena terlindungi sekum
sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri perut pada apendisitis jenis ini biasanya
muncul apabila pasien berjalan dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara
dorsal.5,6
2. Mual dan Muntah
G
ejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau
5,6
anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis.
3. Gejala Gastrointestinal
P
ada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk
diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya diare 1-2
kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding rektum oleh
peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan
apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat
penyakit penyerta lain. Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama
5,6
dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik.
B. Tanda
1. Keadaan Umum
Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang
atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam pada
apendisitis umumnya sekitar 37,5 – 38,5°C. Demam yang terus memberat dan mencapai
5,6
demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi.
2. Keadaan Lokal
II.5. Diagnosis
Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis
mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas pada
apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya, gejala
penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala gastrointestinal.
P
emeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah
dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang merupakan tanda-
tanda yang sering ditemukan.Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap.
Dari auskultasi sering ditemukan bising usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada
inspeksi, dapat ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi
dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan
(deffense muscular). Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik
McBurney, uji Rovsig, dan uji Blumberg. Uji psoas dan juga dapat dilakukan terutama
5,6,7
pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara retrosekal.
Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan
pasti, akan tetapi secara value-based kurang disarankan. Gambaran kemampuan diagnositik
7
dari beberapa modalitas radiologi terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut :
2. Apendektomi
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah
segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa
penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini
(kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-
operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap
penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya perforasi.
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan Laparoskopi.
Operasi terbuka dilakukan dengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus
terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi, dapat
dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insisi,
pembedahan dilakukan dengan identifikasi sekum kemudian dilakukan palpasi ke arah
posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan.
Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi.
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun belum
ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan
kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis
masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik.
Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode
ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan infeksi luka tidak terlalu berpengaruh
5,6,7
karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal.
Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses
intraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik
7
perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi rongga peritoneum.
II.7. Komplikasi
PENUTUP
rd
7. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3
ed. Blackwell Publishing; 2006. H. 123-27.
nd
9. Morris PJ, Wood WC. Oxford’s Textbook of Surgery. 2 ed. Oxford.
eBook.