Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Osteoarthritis

Oleh :

HASANAH

NIM : FAA 110 016

Pembimbing :

dr. Perwira Bintang Hari Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF ILMU BEDAH DAN ATLS


RSUD dr. DORIS SYLVANUS/PSPD-UNPAR
PALANGKARAYA
April
2015

1
LEMBAR PENGESAHAN

Osteoarthritis

HASANAH

NIM : FAA 110 016

REFERAT
Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir di Bagian/SMF Ilmu
Bedah dan ATLS

Referat ini disahkan oleh :

Nama Tanggal Tanda Tangan

dr. Perwira Bintang Hari Sp.OT April 2015 …………………

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur sebesar-besarnya penyusun panjatkan kepada Tuhan yang


maha Esa karena berkah dan rahmat-Nya referat ini bisa diselesaikan tepat pada
waktunya.

Tidak lupa penyusun juga mengucapkan terima kasih yang sebanyak-


banyaknya pula kepada pembimbing referat penyusun, yaitu yang terhormat dr.
Ruth Ferronica, Sp.B yang dengan sabar dan tekun dalam membimbing penyusun
untuk penyusunan referat yang mengambil judul “Appendicitis Acute” ini.

Terima kasih terutama kepada orang tua dan keluarga yang selalu
memberikan dukungan dan doa, serta untuk teman-teman sekelompok I, yaitu
dokter-dokter muda bagian/SMF Ilmu Bedah dan ATLS periode Januari-Maret
2015 yang telah banyak membantu penyusun dalam penyusunan referat ini.
Terima kasih untuk waktu dan semua bantuan yang telah teman-teman berikan.

Penyusun sadar dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat


kekurangan, semoga dalam penyusunan selanjutnya, penyusun dapat lebih baik
lagi.

Demikian yang dapat penyusun sampaikan. Kiranya referat ini dapat


berguna dan membantu generasi dokter-dokter muda selanjutnya maupun
mahasiswa-mahasiswi jurusan kesehatan lain yang sedang dalam menempuh
pendidikan, referat ini berguna sebagai referensi dan sumber bacaan untuk
menambah ilmu pengetahuan.

Palangkaraya, 25 Februari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
I.1. Latar Belakang.......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 2


II.1. Anatomi dan Fisiologi............................................................ 2
II.2. Patofisiologi............................................................................ 3
II.3. Etiologi................................................................................... 3
II.4. Manifestasi Klinis................................................................... 4
II.5. Diagnosis................................................................................ 5
II.6. Tata Laksana........................................................................... 7
II.7. Komplikasi............................................................................. 9

BAB III PENUTUP........................................................................................ 10


DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 11

ii
DAFTAR TABEL

Tabel II. 1. Alvarado Score...............................................................................7

Tabel II. 2. Diagnostik Apendicitis...................................................................7

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Lokasi Appendiks........................................................................2

Gambar II.2. Letak Appendiks.........................................................................2

Gambar II.3. Anatomi Appendiks....................................................................4

iv
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Apendisitis adalah peradangan dari apendiks veriformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.
Appendicitis Acute merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus
Appendicitis yang terjadi di Amerika Seri kat setiap tahunnya dan terutama terjadi
pada anak usia 6-10 tahun.1
Insiden apendisitis akut di negera maju lebih tinggi daripada negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawara terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.2
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20—30
tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada lelaki lebih
tinggi.2
Semua kasus Appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari apendix
yang terinflamasi yaitu, dengan laparotomy. Apabila tidak dilakukan tindakkan
pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena
peritonitis. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang
menjelaskan bahwa Appendicitis Acute merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya akut abdomen diseluruh dunia.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi dan Fisiologi

Gambar I.1 Lokai Apendiks Gambar II.2 Variasi Letak Apendiks

Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan
bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang kisaran 10 cm dan berpangkal utama di
sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan posisi, yang didasarkan pada letak
4,5
terhadap struktur-struktur sekitarnya, seperti sekum dan ileum.
Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan
persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada
apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri
apendikularis yang tidak memiliki kolateral.5
F
ungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
dipahami. Salah satu yang dikatakan penting adalah terjadi produksi imunglobulin oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama dengan
lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit dan minimal,
pengangkatan apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem perhanan mukosa saluran
cerna. Apendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan
dialirkan ke sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis
seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks ini.5

2
II.2. Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat
infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang
terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebabkan tekanan
intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada
daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara
hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi.5
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding
apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal
ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa.
Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut juga infiltrat
apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk
menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits.
Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi.
Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu
dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya
tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis
5,6,7
sehingga risiko perforasi lebih besar.
II.3. Etiologi
Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang
5,6
berhubungan dengan sumbatan pada lumen apendiks. Hal-hal yang dapat menyebabkan,
antara lain :
1. Hiperplasia jaringan limfe
2. Masa fekalith
3. Sumbatan oleh cacing ascaris
4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat
sehingga menimbulkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan peningkatan pertumbuhan
flora normal kolon.
5. Kerusakan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi Entamoeba
hystolitica
II.4. Manifestasi Klinis
A. Gejala
1. Nyeri Perut

Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan
apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena nyeri
perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup jelas.
N
yeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen)
yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri
viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral
terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam.
Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis
khayalan dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan
lebih tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa
neyri perut yang berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu
5,6
bukti kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis.

Gambar II.3. Anatomi Apendiks

Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada
retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks retrosekal
menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena terlindungi sekum
sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri perut pada apendisitis jenis ini biasanya
muncul apabila pasien berjalan dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara
dorsal.5,6
2. Mual dan Muntah

G
ejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau
5,6
anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis.

3. Gejala Gastrointestinal

P
ada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk
diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya diare 1-2
kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding rektum oleh
peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan
apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat
penyakit penyerta lain. Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama
5,6
dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik.

B. Tanda
1. Keadaan Umum

Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang
atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam pada
apendisitis umumnya sekitar 37,5 – 38,5°C. Demam yang terus memberat dan mencapai
5,6
demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi.
2. Keadaan Lokal

Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung


pada peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung. Perangsangan langsung
menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah, terutama
pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat
terdapat deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang terjadi secara lokal.
Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing
sign yang menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada titik
McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan
5,6
pelepasan pada titik McBurney.
Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan tetapi
dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign. Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila
pasien melakukan ekstensi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara praktis adalah
dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan
menimbulkan rangsangan langsung antara apendiks dengan otot psoas sehingga timbul nyeri.
Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul yang
menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya
untuk mengetahui terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai
timbulnya nyeri saat berjalan, bernafas, dan beraktivitas berat.

II.5. Diagnosis
Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis
mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas pada
apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya, gejala
penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala gastrointestinal.
P
emeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah
dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang merupakan tanda-
tanda yang sering ditemukan.Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap.
Dari auskultasi sering ditemukan bising usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada
inspeksi, dapat ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi
dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan
(deffense muscular). Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik
McBurney, uji Rovsig, dan uji Blumberg. Uji psoas dan juga dapat dilakukan terutama
5,6,7
pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara retrosekal.

Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena


penegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan
darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi
secara umum, yaitu adanya leukositosis. Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan
laboratorium, dapat digunakan suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu
Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya
5
dapat ditegakkan. Komponen Alvarado Score adalah
Tabel II.1 Alvarado Score

Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan
pasti, akan tetapi secara value-based kurang disarankan. Gambaran kemampuan diagnositik
7
dari beberapa modalitas radiologi terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut :

Tabel II.2 Diagnostik Appendicitis


Modalitas Makna Klinis
Foto Polos Tidak bermakna dalam diagnosis,
walaupun seringkali penemuan fecalith
dapat dilakukan.
USG Abdomen Sensitivitas 86%, Spesifisitas 81%
CT-Scan Sensitiitas 94%, Spesifisitas 95%
B
erdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa penggunaan
modalitas radiologi pada diagnosis apendisitis akut hanya dilakukan apabila diagnosis dengan
mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan. Modalitas
yang disarankan adalah CT-Scan karena USG masih bersifat operator-dependent.7

II.6. Tata Laksana


Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada
apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi
untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi.
1. Medikamentosa

Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan


antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali datang
dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan.
Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya.
Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole.
Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi seperti
6,7
infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal.
P
ilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat,
imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masih
diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam
9
saja. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari.

2. Apendektomi

Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah
segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa
penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini
(kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-
operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap
penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya perforasi.
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan Laparoskopi.
Operasi terbuka dilakukan dengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus
terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi, dapat
dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insisi,
pembedahan dilakukan dengan identifikasi sekum kemudian dilakukan palpasi ke arah
posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan.
Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi.
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun belum
ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan
kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis
masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik.
Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode
ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan infeksi luka tidak terlalu berpengaruh
5,6,7
karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal.
Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses
intraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik
7
perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi rongga peritoneum.
II.7. Komplikasi

Komplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakukan


penanganan segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya
diawali dengan adanya masa periapendikuler terlebih dahulu.
Masa periapendikuler terjadi apabila gangren apendiks masih berupa
penutupan lekuk usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini dapat
diremisi oleh tubuh setelah inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi,
risiko terjadinya abses dan penyebaran pus dalam infilitrat dapat terjadii
sewaktu-waktu sehingga massa periapendikuler ini adalah target dari operasi
apendektomi.
Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis
karena selain angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin
kompleks. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri
hebat seluruh perut, demam tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bising usus
dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus paralitik yang terjadi. Pus
yang menyebar dapat menjadi abses intraabdomen yang paling umum
dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan pada
kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang
ada. Sekarang ini sudah dikembangkan teknologi drainase pus dengan
laparoskopi sehingga pembilasan yang dilakukan lebih mudah.5
BAB III

PENUTUP

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis,


dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak
maupun dewasa. Appencitis acute merupakan kasus bedah emergensi yang paling
sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Gejala Appendicitis Acute pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya
sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak dapat melukiskan
rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan
anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi,
sehingga Appendicitis sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi 80-90%
Appendicitis diketahui setelah terjadi perforasi.
Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal
yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartz’s Principles of


Surgery 9ed ebook. New York: McGraw-Hills

2. Sjamsuhidajat R, Jong WD, et al. Usus halus, Apendiks, Kolon, dan


Anorektum, dalam Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC, 2010

3. Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. 2004.


Appendix on Chapter 47 in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook.
New York: Saunders

4. Putz R Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta: EGC;


2010.

5. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:


EGC;2011. Hal 755-64.

6. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007.


333:540-34.

rd
7. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3
ed. Blackwell Publishing; 2006. H. 123-27.

8. Brunicardi FC. Schwartz’s Manual of Surgery. 8th edition. London:


McGraw-Hill. 2006. p. 784-95

nd
9. Morris PJ, Wood WC. Oxford’s Textbook of Surgery. 2 ed. Oxford.
eBook.

Anda mungkin juga menyukai