Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya,
penderita OA tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan.1
OA merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi, vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. OA
dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko yaitu umur, jenis kelamin, suku bangsa, genetik,
obesitas, infeksi sendi, trauma, riwayat peradangan sendi dan gangguan metabolik.2
Berdasarkan data WHO tahun 2014, diketahui bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa
diseluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. 3,4 Berdasarkan
data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di
Indonesia tercatat 8,1% dari total penduduk.3,4 Di Indonesia, pravalensi OA mencapai
5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun.
OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria, dan
12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan
aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih
berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas
pasien. Karena pravalensi yang cukup tinggi dan sifatnya sangat kronik-progresif, OA
mempunyai dampak sosio-ekonomik yang besar, baik di negara maju maupun di
negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia
menderita cacat karena OA. Pada abad mendatang tantangan terhadap dampak OA
akan lebih besar karena semakin banyaknya populasi yang berumur tua.2
Osteoarthritis adalah penyakit kronis yang belum diketahui secara pasti
penyebabnya, ditandai dengan kehilangn tulng rawan sendi secara bertingkat. 5
Terdapat 2 kelompok OA, yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoarthritis primer
disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen. Sedangkan OA

1
sekunder adalah OA yang berdasarkan adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama dan
lain-lain. Gambaran patologi kedua kelompok osteoarthritis tersebut tidak
menunjukkan adanya perbedaan.6 Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan
sendi, dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit,
kerusakan ligamen dan peradangan ringan sinovium, sehingga sendi bersangkutan
membentuk efusi.7
Osteoarthritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan
kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara degradasi
dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan diameter dan orientasi
serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikan tulang
rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik.5,7
Osteoarthritis (OA) biasanya didasarkan pada anamnesis yaitu riwayat
penyakit, gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil dari pemeriksaan
radiologis. Anamnesis terhadap pasien OA umumnya mengungkapkan tentang
keluhan-keluhan yang sudah lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan.
Keluhan-keluhan pasien meliputi nyeri sendi, hambatan gerakan sendi, kaku pagi,
krepitasi, pembesaran sendi (deformitas) dan perubahan gaya jalan.2
Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya dengan pengendalian
faktor-faktor risiko, latihan, intervensi fisioterapi, dan farmakologis, pada OA fase
lanjut sering diperlukan pembedahan. Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri
pada OA, biasanya digunakan analgetika atau obat anti-inflamasi non steroid
(OAINS). Karena keluhan nyeri pada OA yang kronik dan progresif, penggunaan
OAINS biasanya berlangsung lama, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah. Di
Amerika, penggunaan OAINS memerlukan sekitar 10.000-15.000 kematian setiap
tahun. Atas dasar masalah-masalah tersebut diatas, para ahli berusaha mencari terapi
farmakologis yang dapat memperlambat progresifitas kerusakan kartilago sendi,
bahkan kalau mungkin mencegah timbulnya kerusakan kartilago. Beberapa obat telah
dan sedang dilakukan uji pada binatang maupun uji klinis pada manusia. Obat-obat

2
baru tersebut sering disebut sebagai chondroprotective agents atau disease modifying
asteoartritis drugs (DMOADs) 2.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sendi dan Tulang Rawan Kartilago


Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligament, tendon, fasia, atau otot. Secara umum sendi terbagi atas tiga tipe.8
1. Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi
fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu dengan tulang
lainnya dihubungkan oleh jaringan penghubung fibrosa. Salah satu contohnya
adalah sutura pada tengkorak. Contoh lainnya adalah sindesmosis yang terdiri atas
membran interoseus atau suatu ligamen di antara tulang. Serat-serat ini
memungkinkan sedikit gerakan, tetapi bukan merupakan gerakan sejati. Perlekatan
tulang tibia dan fibula bagian distal adalah suatu contoh dari tipe sendi fibrosa ini.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak.
Sendi kartilaginosa adalah sendi di mana ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh
tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya dapat sedikit bergerak. Ada
dua tipe sendi kartilaginosa.
a. Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh
tulang rawan hialin. Sendi-sendi kostokondral adalah contoh dri sinkondrosis.
b. Simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan
fibrokartilago dan selapis tipis tulang rawan hialin yang menyelimuti
permukaan sendi. simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung
merupakan contoh-contohnya.
3. Sendi sinovia (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas.
Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang rawan
hialin. Bagian cair dari cairan sinovia diperkirakan berasal dari transudat plasma.
Cairan sinovia juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.

4
kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi
sinovia, tulang rawan ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh.
Rawan sendi tersusun dari sedikit sel dan sejumlah besar substansi dasar. Substansi
dasar ini terdiri atas kolagen tipe II dan proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel
tulang rawan. Proteoglikan yang ditemukan pada tulang rawan sendi sangat
hidrofilik sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan
sewaktu sendi menerim beban berat.8

Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe,
atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi
yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen dan
pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah.
Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe satu yang lebih
fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya.
Perubahan-perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya untuk
menahan kerusakan bila diberi beban berat.8

5
Sendi dilumasi oleh cairan sinovia dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik
yang terjadi pada cairan interstisial tulang rawan. Tekanan yang terjadi pada tulang
rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan ke bagian yang kurang mendapat
tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke depan, cairan yang bergerak ini juga
bergeser ke depan mendahului beban. Cairan kemudian akan bergerak ke belakang
kembali ke bagian tulang rawan ketika tekanan berkurang. Tulang rawan sendi dan
tulang-tulang yang membentuk sendi biasanya terpisah selama gerakan selaput cairan
ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan, tulang rawan tidak dapat aus meskipun
dipakai terlalu banyak.8
Kapsul sendi terdiri atas suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan
dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan
sinovium. Sinovium membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan
membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluas melampaui
permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakkan sendi secara
penuh. Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian membentuk sinovium. Periosteum
tidak melewati kapsul sendi. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang
membasahi permukaan sendi. Cairan sinovia normalnya bening, tidak membeku, dan
tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi relative kecil (1-3 ml).
Hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan sebagian
besar merupakan sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah senyawa yang
bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovia dan disintesis oleh sel-sel
pembungkus sinovia.8

II.2 Suplai Darah Sendi


Aliran darah ke sendi banyak yang menuju ke sinovium. Pembuluh darah mulai
masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat
tebal di bagian sinovium yang menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini
memungkinkan bahan-bahan di dalam plasma berdifusi dengan mudah ke dalam
ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol di sinovium, karena di daerah

6
tersebut banyak mendapat aliran darah, dan di samping itu juga terdapat banyak sel
mast dan sel lain, serta zat kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang
dan memperkuat respon peradangan.8

II.3 Inervasi Saraf


Saraf-saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada ligamen, kapsul sendi, dan
sinovium. Saraf-saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas pada struktur-
struktur ini terhadap posisi dan pergerakan. Ujung-ujung saraf pada kapsul, ligamen,
dan adventisia pembuluh darah sangat sensitiv terhadap peregangan dan perputaran.
Nyeri yang timbul dari kapsul sendi atau sinovium cenderung difus dan tidak
terlokalisasi. Sendi dipersarafi oleh saraf-saraf perifer yang menyeberangi sendi. Hal
ini berarti nyeri dari satu sendi mungkin dapat dirasakan pada sendi lainnya, misalnya
nyeri pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai nyeri lutut.8

II.4 Definisi Osteoarthritis


Osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai
kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan progresif, diikuti
pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut
osteofit, diikuti dengan fibrosis pada kapsul sendi. Kelainan ini timbul akibat
mekanisme abnormal pada proses penuaan, trauma, atau akibat kelainan lain yang
menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi. Keadaan ini tidak berkaitaan dengan
faktor sistemik ataupun infeksi.9

7
Osteoarthritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat
kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh adanya
deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukkan tulang baru pada
permukaan persendiaan.10
Osteoarthritis adalah bentuk arthritis yang paling umum, dengan jumlah
pasiennya sedikit melampaui separuh jumlah pasien arthritis. Gangguan ini sedikit
lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki dan terutama ditemukan pada orang-
orang yang berusia 45 tahun. Penyakit ini pernah dianggap sebagai suatu proses
penuaan normal, sebab insidens bertambah dengan meningkatnya usia. Osteoarthritis
dahulu diberi nama arthritis “yang rusak karena dipakai” karena sendi Namun,
menjadi aus dengan bertambahnya usia. Tetapi, temuan-temuan yang lebih baru
dalam bidang biokimia dan biomekanik telah menyanggah teori ini.10
Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen
pada rawan sendi. Dangan alasan-alasan yang masih belum diketahui, sintesis
proteoglikan dan kolagen meningkat tajam pada osteoarthritis. Tetapi, substansi ini
juga dihancurkan dengan kecepatan yang lebih tinggi, sehingga pembentukkan tidak
mengimbangi kebutuhan. Sejumlah kecil kartilago tipe I menggantikan tipe II yang
normal, sehingga terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang
mengubah biomekanika dari kartilago. Rawan sendi kemudian kehilangan sifat
kompresibilitasnya yang unik. Walaupun penyebab sebenarnya dari osteoarthritis
tetap tidak diketahui, tetapi kelihatannya proses penuaan ada hubungannya dengan
perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit, menimbulkan perubahan pada
komposisi rawan sendi yang mengarah perkembangan osteoarthritis.10
Faktor-faktor genetik memainkan peranan pada beberapa bentuk
osteoarthritis. Perkembangan osteoarthritis sendi-sendi interpalang distal tangan
(nodus heberden) dipengaruhi oleh jenis kelamin dan lebih dominan pada perempuan.
Nodus Heberdens 10 kali lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan pada
laki-laki.10

8
Hormon seks dan faktor-faktor hormonal lain juga kelihatannya berkaitan
dengan perkembangan osteoarthritis. Hubungan antara estrogen dan pembentukan
tulang dan pravalensi osteoarthritis pada perempuan menunjukkan bahwa hormon
memainkan peranan aktif dalam perkembangan dan progresivitas penyakit ini.10
Sendi yang paling sering terserang oleh osteoarthritis adalah sendi-sendi yang
harus memikul beban tubuh, antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal dan servikal
dan sendi-sendi pada jari. Gambaran osteoarthritis yang khas adalah lebih seringnya
keterlibatan sendi palang distal dan proksimal, sementara sendi metakarpofalangeal
biasanya tidak terserang. Pada arthritis rheumatoid, sendi palang proksimal dan sendi
metakarpal keduanya terserang, namun sendi interpalang distal tidak terlibat.10
Osteoarthritis terutama menyebabkan perubahan-perubahan biomekanika dan
biokimia di dalam sendi, penyakit ini bukan suatu gangguan peradangan. Namun,
seringkali perubahan-perubahan di dalam sendi ini disertai oleh sinovitis,
menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman.10
Selain dari jenis osteoarthritis yang lazim, ada beberapa varian lain.
Osteoarthritis generalisata primer berbeda dalam hal adanya peningkatan banyaknya
dan beratnya sendi-sendi yang terserang. Osteoarthritis peradangan erosif terutama
menyerang sendi pada jari-jari dan berhubungan dengan episode peradangan akut
yang menimbulkan deformitas dan alkilosis. Hiperostosis alkilosis menimbulkan
penulangan vertebra. Osteoarthritis sekunder terjadi sebagai konsekuensi dari
beberapa penyakit lain, seperti arthritis rheumatoid atau gout.10

II.5 Epedemiologi Osteoartritis


Osteoarthritis merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak pada
orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun menggambarkan
OA pada gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur
di bawah 45 tahun prevalensi terjadinya OA lebih banyak terjadi pada pria sedangkan
pada umur 55 tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa penelitian

9
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan OA pada obesitas, pada sendi penahan
beban tubuh.11
Progresifitas dari OA biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi dalam
beberapa tahun atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi sumber
morbiditas awal dan utama pada pasien dengan OA. Pasien dapat secara progresif
menjadi semakin tidak aktif berakitivitas, membawa kepada morbiditas karena
berkurangnya aktivitas fisik (termasuk penurunan berat badan yang bermakna).
Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut lebih banyak terjadi pada
wanita Afrika Amerika dibandingkan dengan ras yang lainnya. Terdapat
kecenderungan bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Penyakit ini biasanya sebanding jumlah kejadiannya pada pria dan
wanita pada usia 45-55 tahun. Setelah usia 55 tahun, cenderung lebih banyak terjadi
pada wanita. Sendi distal interfalangeal dan proksimal interfalangeal seringkali
terserang sehingga tampak gambaran Heberden dan Bouchard nodes, yang banyak
ditemui pada wanita.12

II.6 Patogenesis Osteoartritis


Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan
OA sekunder. Osteoarthritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang
kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari
adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan , herediter, jejas mikro
dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. OA primer lebih sering ditemukan
daripada OA sekunder.2
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan
yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang
berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang
penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi

10
yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, stres mekanis atau
penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik, humoral dan
faktor kebudayaan. Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting
yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago
didalam cairan synovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan
kondrosit dan nyeri. OA ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan
dengan suatu peningkatan terbatas dan sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit
sebagai kompensasi perbaikan (repair). OA terjadi sebagai hasil kombinasi antara
degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi.2
Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan sendi ternyata dapat
melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel yang dan membantu
komunikasi antar sel. Faktor ini menginduksi kondrosit untuk mensintesis asam
deoksiribonukleat (DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor
pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-1), growth
hormon, transforming groeth factor β (TGF-β) dan coloni stimulating factors (CSFs.
Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam proses
perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap
efek IGF-1.2
Faktor pertumbuhan TGF-β mempunyai efek multipel pada matriks kartilago
yaitu merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan serta menekan stromelisin, yaitu
enzim yang mendegradasi proteoglikan, meningkatkan produksi prostaglandin E2
(PGE2) dan melawan efek inhibisi sintesis PGE2 oleh interleukin-1 (IL-1). Hormon
lain yang mempengaruhi sintesis komponen kartilago adalah testosteron, β-estradiol,
platelet derivate groeth factor (PDGF), fibroblast growth factor dan kalsitonin.2

11
Pathogenesis of osteoartritis (OA)
Pathogenesis of osteoartritis

matrix degeneration Chondroitin matrix synthesis


 Cytokin
 Enzymes
 Nitric oxide
Genetic Chondroitin chondroitin

Chondroitin
IGF-1 = Insulin Growth Factor
TGF-β = Transforming Growth Factor

Gambar 1. Patogenesis OA. Proses perbaikan rawan sendi dan faktor keseimbangan
antara sintesis matriks dan hilangnya matriks2

Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme


rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung
berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu
proses imun yang menyebabkan inflamsi sendi. Rerata perbandingan antara sintesis
dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataannya lebih rendah
dibanding norml yaitu 0,29 dibanding I.2
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya
penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkhondral tersebut. Ini
mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin
yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang diketahui
mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab
rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari lepasnya mediator kimiawi seperti kinin
dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendo atau
ligamentum serta spamus otot-otot ekstra artikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit

12
pada sendi jug diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks
saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler
akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan
subkondrial.2
Peran makrofag didalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang
oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan
memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin
tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF α dan β, dan interferon (IFN) α dan µ. Sitokin-sitokin
ini akan merangsang kondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk
memproduksi CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dn PA untuk
mendegradasi rawan sendi secara langsung. Pasien OA mempunyai kadar PA yang
tinggi pada cairan sendinya. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan
sendi.2
Interleukin-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi, yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan
kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit. Pada
percobaan binatang ternyata pemberian human recombinant IL-1a sebesar 0,01 ng
dapat menghambat sintesis glukoaminoglikan sebanyak 50% pada hewan normal.
Kondrosit pasien OA mempunyai reseptor IL-1 2 kali lipat lebih banyak dibanding
individu normal dan kondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara lokal.2
Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang
berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi
komponen rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal
IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama.2

13
II.6.1 Tahap-tahap Kerusakan Sendi pada Osteoartritis

14
15
II.7 Etiologi Osteoartritis
Faktor risiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut
1. Peningkatan usia. Osteoarthritis biasanya terjadi pada manusia usia lanjut, jarang
dijumpai penderita osteoarthritis yang berusia di bawah 40 tahun.
2. Obesitas. Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang
bekerja lebih berat, diduga memberi andil terjadinya osteoarthritis.
3. Jenis kelamin wanita.
4. Trauma.
5. Infeksi sendi.
6. Trauma okupasional.
7. Faktor genetik. Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan sendi tulang akan
lebih besar kemungkianan mengalami osteoartritis.
8. Riwayat peradangan sendi.
9. Gangguan neuromuscular.
10. Gangguan metabolik.8

II.8 Patofisiologi Osteoartritis


Perkembangan osteoarthritis terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut
1. Fase 1 : terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme
kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti
metalloproteinase yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga
memproduksi penghambat protease yang akan memengaruhi proteolitik. Kondisi
ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.
2. Fase 2 : pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai
adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.
3. Fase 3 : proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respon
inflamasi pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1),
tumor necrosis factor-alpha (TNFα), dan metalloproteinase menjadi meningkat.
Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung

16
memberikan dampak adanya destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-
inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi
dan stres inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikuler menjadikan
kondisi gangguan yang progresif.8

II.9 Manifestasi Klinis Osteoartritis


Presentasi klinik yang ditampilkan osteoartritis tergantung pada sejauh mana
dampak osteoarthritis menyebabkan destruksi pada kartilago. Gejala osteoarthritis
bersifat progresif, di mana keluhan terjadi secara perlahan-lahan dan lama-kelamaan
akan memburuk. Pada anamnesis klinik yang lazim didapatkan adalah sebagai
berikut.8
1. Persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Pada mulanya hanya terjadi
pada pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan menimbulkan
rasa sakit setiap melakukan gerakan tertentu, terutama pada waktu menopang
berat badan, namun bisa membaik bila diistirahatkan. Terkadang juga dirasakan
setelah bangun tidur dipagi hari.
2. Penurunan rentang gerak sendi.
3. Keluhan adanya pembengkakan/peradangan pada persendian.
4. Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendian.
5. Kesulitan menggunakan persendian.8

II.10 Pemeriksaan Fisis Osteoartritis


II.10.1 Hambatan gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara
radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai
sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat
konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).2

17
II.10.2 Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter
yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar
sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan
tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi.2
II.10.3 Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang
biasanya tak banyak (< 100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat
mengubah permukaan sendi.2
II.10.4 Tanda-tanda Peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena
adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan,
seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.2
II.10.5 Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan
permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan
permukaan sendi.2
II.10.6 Perubahan Gaya Berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan
berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang
dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan
pergelangan tangan, osteoarthritis juga menimbulkan gangguan fungsi.2
a. Look : deformitas sendi, deformitas tulang, perubahan kesejajaran (malalignment)
disertai pembesaran sendi, tanda peradangan (seperti kemerahan pada sendi).
b. Feel : krepitus, spasme otot perartikular.
c. Move : keterbatasan rentang gerak sendi.8

18
II.11 Pemeriksaan Diagnostik Osteoartritis
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
II.11.1 Radiografis Sendi yang Terkena
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoarthritis sudah
cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih.
a) Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah:
b) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban)
c) Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
d) Kista tulang
e) Osteofit pada pinggir sendi
f) Perubahan struktur anatomi sendi.

Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA


dapat digradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence). Harus
diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal.2

b) Klasifikasi menurut Kellgren dan Lawrence secara Radiologis

19
II.11.2 Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak berguna. Darah tepi
(hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali OA
generalisata yang harus dibedakan dengan artritis peradangan. Pemeriksaan
imunologi (ANA, faktor rheumatoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang
disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan
sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan
protein.2
1. Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik.
2. Pemeriksaan rutin biasanya didapatkan adanya peningkatan kadar leukosit, laju
endap darah dan CRP.
3. Pemeriksaan cairan sinovia melalui artrosentesis untuk mendeteksi adanya arthritis
sepsis.8

II.12 Penatalaksanaan Konservatif Osteoartritis


1. Pendidikan kesehatan mengenai hal berikut ini

20
a. Aktivitas yang menurunkan tekanan berulang pada sendi.
b. Upaya dalam penurunan berat badan.
2. Terapi fisik
Osteoarthritis pada lutut akan menyebabkan kondisi disuse atrofi pada otot
kuadriseps. Latihan kekuatan otot akan menurunkan kondisi disuse atrofi. Latihan
fisik juga akan membantu dalam upaya penurunan berat badan dan meningkatkan
daya tahan.
3. Kompres. Kompres hangat atau dingin mampu mengurangi nyeri.
4. Terapi obat simtomatis.
a. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) adalah obat-obat yang
digunakan untuk mengurangi nyeri dan peradangan pada sendi-sendi. Contoh-
contoh dari NSAIDs termasuk aspirin dan ibuprofen. Saat ini obat pilihan
pertama yang digunakan dalam terapi osteoarthritis adalah natrium diklofenak.
Adakalanya adalah mungkin untuk menggunakan NSAIDs untuk sementara dan
kemudian menghentikan mereka untuk periode-periode waktu tanpa gejala-
gejala yang kambuh, dengan demikian mengurangi risiko-risiko efek
sampingan.
b. Analgetik seperti tramadol.
c. Obat relaksasi otot (muscle relaxants).
d. Injeksi glukokortikoid intraartikular.8

21
II.13 Intervensi Bedah
Operasi umumnya direncanakan untuk pasien-pasien dengan osteoarthritis
yang terutama parah dan tidak merespon pada perawatan-perawatan konservatif. 8
Penatalaksanaan OA dengan cara operasi dirancang untuk membuang badan-badan
yang lepas, memperbaiki jaringan penyokong yang rusak, atau untuk menggantikan
seluruh sendi. Bedah artroskopi memungkinkan pelaksanaan berbagai macam
prosedur operasi dengan morbiditas yang lebih kecil daripada operasi biasa. Partikel-
partikel kartilago dapat juga dibuang dengan efisiensi yang sama bila dibandingkan
dengan cara operasi biasa.10
Bentuk operasi lain yang dipakai untuk mengatasi osteoarthritis adalah
osteotomi angulasi. Hal ini dipakai untuk mengobati OA lutut yang hanya
memengaruhi satu kompartemen saja. Nyeri sendi dapat dihilangkan dengan
memperbaiki deformitas varus atau valgus dengan cara menyambungkan satu bagian
rawan sendi yang sehat dengan rawan sendi lain yang juga masih sehat. Penggantian

22
sendi panggul dan lutut secara total telah berhasil mempertahankan fungsi sendi
sehingga mendekati fungsi normal, pada banyak orang yang menderita OA.9

II.14 Prognosis
Osteoartritis biasanya berjalan lambat. Problem utama yang sering dijumpai
adalah nyeri apabila sendi tersebut dipakai dan meningkatnya ketidakstabilan bila
harus menanggung beban, terutama pada lutut. Masalah ini berarti bahwa orang
tersebut harus membiasakan diri dengan cara hidup yang baru. Cara hidup yang baru
sering kali meliputi perubahan pola makan yang sudah terbentuk seumur hidup dan
olahraga, manipulasi obat-obat yang diberikan, dan pemakaian alat-alat pembantu.9

23
BAB III
KESIMPULAN

a. Osteoarthritis adalah suatu gangguan sendi yang dapat digerakkan dan bersifat
kronis, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh deteriorasi dan
abrasi rawan sendi serta pembentukan tulang baru pada permukaan sendi.
b. Osteoarthritis merupakan bentuk artritis yang paling lazim terjadi, jumlahnya
melebihi separuh dari kasus artritis. Osteoarthritis lebih lazim terjadi pada
perempuan daripada laki-laki dan ditemukan terutama pada orang yang berusia
lebih dari 45 tahun dan disebut sebagai artritis “yang rusak karena dipakai”,
berdasarkan pemikiran bahwa sendi akan aus sejalan dengan bertambahnya usia.
Hasil pemeriksaan biokimia dan biomekanika terbaru pada sendi telah
menyingkirkan teori ini.
c. Kondrosit merupakan sel yang bertanggung jawab pada pembentukan proteoglikan
dan kolagen dalam kartilago sendi. Untuk sebab yang tidk diketahui, sintesis
proteoglikan dan kolagen pada osteoarthritis sangat maenaingkat.
d. Sejumlah kecil kartilago tipe I menggantikan tipe II yang normal, merubah
diameter serat kolagen dan terjadi orientasi yang mengubah biomekanika kartilgo,
dan kemudian rawan sendi kehilangan daya kompresibilitasnya yang unik.
e. Penyebab osteoarthritis masih belum diketahui walaupun proses penuaan berkaitan
dengan perubahan fungsi kondrosit, menyebabkan komposisi rawan sendi berubah
dan terbentuk osteoarthritis.
f. Hormon seks dan faktor hormonal lainnya tampaknya berkaitan dengan timbulnya
osteoarthritis.
g. Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang serta prevelensi osteoarthritis
pada perempuan sangat mengesankan bahwa hormon berperan aktif dalam
perkembangan dan prognosis vitalis penyakit.
h. Sendi yang paling sering terkena osteoarthritis adalah sendi yang menyangga
tubuh , meliputi lutut, panggul, vertebra servikal dan lumbal, serta sendi falang

24
i. Gambaran khas osteoarthritis adalah sendi falang distal dan proksimal sering
terkena.
j. Gambaran osteoarthritis yang paling sering adalah nyeri sendi, terutama saat
bergerak atau menyangga tubuh.
k. Terjadi perubahan khas pada tangan, yaitu sering dijumpai nodus Heberden atau
pembesaran tulang pada sendi interfalangs distal. Selain itu juga terlihat perubahan
khas pada tulang vertebra, yang menjadi nyeri, kaku, dan rentang gerakan (ROM)
menjadi terbatas.
l. Osteoarthritis merupakan suatu gangguan artritis lokal, sehingga tidak terdapat uji
darah spesifik yang digunakan untuk menegakkan diagnosis.
m. Pada pemeriksaan radiografik terdapat gambaran khas osteoarthritis berupa
penyempitan ruang sendi.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Koentjoro, S.L. 2010. Hubungan antara Indeks Masa dan (IMT) dengan Derajat
Osteoartritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrence. Skripsi. Semarang : Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.

2. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramadiyo R. Buku Ajar Ilmu Dalam


(Osteoartritis) Jakarta : Interna Publishing, 2009.

3. Nasution A.R. Sumariyono. Introduksi Reumatologi. Dalam : Sudoyo A.W.


Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI:2006.

4. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Patologi; vol 2. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007.

5. Muray C.J.L., Lopez A.D. The Global Burden OF Disease. Geneve: World Health
Organization, 1996 : 1-3.

6. Altman R.D. Ctiteria for the Classification of Osteoarthritis. Journal of


Reumatology, 1991: 27 (suppl) : 10-12.

7. Setiyohadi Bambang. Osteoarthritis Selayang Pandang. Dalam Temu Ilmiah


Reumatologi. Jakarta, 2003 : 27-31

8. Helmi Z.N. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Media,


2012.

9. Price S.A, Wilson L.M, dalam Carter M.A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta: EGC, 2005.

10. Rasjad C. Osteoartritis. In: Rasyad C, editor. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
Edisi Ketiga. Jakarta : PT Yasrif Watampone; 2012. P. 196-204.

11. Ariani, F. 2009. Osteoarthritis Sebabkan Lutut Keropos. Disajikan dalam seminar
kesehatan by. Fajar public Makassar, 2012.

12. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis.http://emedicinane.com/share. Diaskes


tanggal 25 februari 2015.

26

Anda mungkin juga menyukai