Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................5
1.1 LatarBelakang.............................................................................5
1.2 RumusanMasalah........................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................7

BAB II LANDASAN TEORI...............................................................8


2.1 Pengertian Perdagangan Manusia................................................8
2.2 Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia.........................................9
2.3 Perdagangan Manusia Secara Online...........................................10
2.4 Landasan Hukum Perdagangan Manusia.....................................11
2.5 Landasan Hukum Penggunaan Sosial Media...............................16

BAB III PEMBAHASAN......................................................................18


3.1 Perdagangan Manusia........................................................................18
3.2 Faktor pendorong terjadinya Perdagangan manusia..........................20
3.3 Upaya pemerintah dalam mengatasinya............................................24
3.4 Hambatan yang terjadi dalam pengimplementasiannya....................27

BAB IV METODE PENELITIAN.......................................................28


4.1 Tipe Penelitian.............................................................................28
4.2 Subjek dan Objek penelitian........................................................28
4.3 Jenis Data
4.3.1 Data Primer.........................................................................29
4.3.2 Data Sekunder.....................................................................29
4.4 Teknik Pengumpulan Data
4.4.1 Observasi.............................................................................29
4.4.2 Studi Dokumen...................................................................29

BAB V PENUTUP
KESIMPULAN.......................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA............................................................................31

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
DiIndonesia masalah perdagangan manusia masih menjadi salah satu
ancaman besar dimana setiap tahun hamper ribuan perempuan dan anak di
Indonesia yang harusmenjadi korban trafficking yang terkadang tidak
pernah merasa bahwa dirinya adalah korban, pemasalahan ini bukanlah
masalah baru dan tidak hanya terjadi di Indonesia sajame lainkan di
negara-negara lain juga terjadi.

Trafficking merupakan suatu permasalahan lama yang kurang


mendapatkan perhatian sehingga keberadaannya tidak begitu nampak di
permukaan padahal dalam praktiknya sudah merupakan permasalahan
sosial yang berangsur-angsur menjadi suatu kejahatan masyarakat dimana
kedudukan manusia sebagai obyek sekaligus sebagai subyek dari
trafficking.Di era globalisasi dalam melakukan tindak kejahatan dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja, penggunaan sosial media
merupakan cara yang paling praktis dalam melancarkan kegiatan kejahatan
seperti perdagangan manusia tersebut. Sosial media sudah tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, dalam penggunaannya sudah banyak tersebar
konten-konten negatif dan penggunaan media sosial sudah terlalu bebas
tanpa adanya batasan yang membatasi ruang gerak dalam penggunaannya.

Tindak pidana perdagangan orang umumnya dilakukan dengan


cara pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yaitu berupa
pelanggaran harkat dan martabat manusia yang berupa perlakuan
kejam, dan bahkan perlakuan serupa perbudakan. Perlakuan ini
diterima sebagai ketidakberdayaan korban, yang terjebak dalam
jeratan jaringan yang sangat sulit untuk diidentifikasi, sehingga akan
berakibat sulit untuk menemukan solusinya.

3
Faktor utama dari masalah tersebut adalah karena kurangnya upaya hukum
pencegahan yang kuat bagi para pelaku, selain itu masalah ini juga
didasari oleh lemahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengerti dan
paham akan adanya bahaya yang ditimbulkan dari praktik trafficking.
Lemah nyatingkat kesadaran masyarakat ini tentunya akan semakin
memicu praktik trafficking untuk terus berkembang. Dalam hal ini maka
selain mendesak pemerintah untuk terus mengupayakan adanya bentuk
formal upaya perlindungan hukum bagi korban trafficking dan tindakan
tegas bagi pelaku maka diperlukan juga kesadaran masyarakat agar
masyarakat juga berperan aktif dalam memberantas praktik trafficking
sehingga tujuan pemberantasan trafficking dapa ttercapai dengan
maksimal dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan
masyarakat.

Dari uraian di atas, tulisan ini akan mengulas secara singkat mengenai apa
itu perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak, bagaimana
bentuk dan dampak perdagangan serta upaya penanganannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu perdagangan manusia atau human rafficking?
2. Faktor apa yang menjadi pendorong terjadinya perdagangan manusia
melalui penyalahgunaan sosial media?
3. Bagaimana upaya pemerintah dalam menangani dan memberikan
solusi dalam masalah perdagangan manusia?
4. Hambatan apa yang dihadapi oleh pemerintah dalam mengatasi
pemberantasan perdangan manusia di Indonesia?

4
1.3 Tujuan penelitian
1. Untuk menjelaskan faktor pendorong dari terjadinya perdagangan
manusia melalui penyalahgunaan sosial media.
2. Untuk menentukan upaya dan solusi pemerintah dalam menangani
masalah perdagangan manusia.
3. Untuk mengatasi hambatan yang dihadapi pemerintah dalam
melakukan pemberantasan perdagangan manusia di Indonesia.

1.4 Manfaat penelitian


Manfaat yang ingindicapaidalampenulisan iniialahsebagaiberikut:
1. Bagi masyarakat: Agar masyarakat luas dapat mengerti perdagangan
manusia dan lebih berhati-hati agar tidak terjerumus kedalam perdagangan
manusia.
2. Bagi orang tua: Agar orang tua lebih mengerti perdagangan manusia dan
menghindari kejahatan perdagangan manusia terhadap anak-anak.
3. Bagi anak-anak dan perempuan: Agar tidak terjerumus dan lebih mengerti
kejahatan perdagangan manusia serta lebih berhati-hati karena anak-anak
dan perempuan yang menjadi korban utama dari kejahatan perdagangan
manusia.

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Perdagangan Manusia


Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai :
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang,
dengan ancaman, penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain,
penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari
orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.
(Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum
Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak, Suplemen
Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara).

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan:


a. Pengertian trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja,
yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan
tempat tinggalnya/keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud
tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri.
b. Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan,
izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai
alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan
atau korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya karena terjerat hutang,
terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai
pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c. Tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan
menguras habis tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan
memanfaatkan kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki
tenaga kerja yang yang bersangkutan dalam transaksi seks).

6
Sedangkan Global Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan
perdagangan (trafficking):
Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian,
penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan
penipuan atau tekanan, termasuk pengunaan ancaman kekerasan atau
penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan
atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak
diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam
kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu
tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.

Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa istilah perdagangan (trafficking)


mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Rekrutmen dan transportasi manusia
2. Diperuntukkan bekerja atau jasa/melayani
Untuk kepentingan pihak yang memperdagangkan

2.2 Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia


Ada beberapa bentuk trafficking manusia yang terjadi pada perempuan dan anak-
anak:
• Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks, baik di luar negeri maupun di
wilayah Indonesia
• Pembantu Rumah Tangga (PRT), baik di luar ataupun di wilayah
Indonesia
• Bentuk Lain dari Kerja Migran, baik di luar ataupun di wilayah Indonesia
• Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya terutama di luar negeri
• Pengantin Pesanan, terutama di luar negeri
• Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak, terutama di Indonesia
• Trafficking/penjualan Bayi, baik di luar negeri ataupun di Indonesia

7
Sasaran yang rentan menjadi korban perdagangan perempuan antara lain :
• Anak-anak jalanan
• Orang yang sedang mencari pekerjaan dan tidak mempunyai pengetahuan
informasi yang benar mengenai pekerjaan yang akan dipilih
• Perempuan dan anak di daerah konflik dan yang menjadi pengungsi
• Perempuan dan anak miskin di kota atau pedesaan
• Perempuan dan anak yang berada di wilayah perbatasan anatar Negara
• Perempuan dan anak yang keluarganya terjerat hutang
• Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pemerkosaan

2.3 Perdagangan Manusia Secara Online


Tingkat kejahatan seperti perdagangan manusia, terutama melalui media
online(internet) kian marak. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian serius
dari semua pihak sebab berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak.
Berdasarkan laporan Global Monitoring tahun 2011 dari lembaga swadaya
masyarakat (LSM) internasional, online, maupun ECPAT (End Child
Prositution, Child Pornography, and Trafficking of Children for Sexual
Purposes) mengungkapkan data mengejutkan.

Di Pulau Jawa terdapat 40 ribu hingga 70 ribu anak korban perdagangan


orang, dan 21 ribu di antaranya telah diperdagangkan untuk tujuan seksual.
Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda
Gumelar, tidak semua kasus dapat dimonitor dengan baik, apalagi diproses
secara hukum. Perdagangan orang khususnya bagi kaum perempuan dan anak,
bukan merupakan masalah yang baru di Indonesia serta bagi negara-negara
lain di dunia. Telah banyak yang mengawali sejarah lahirnya konvensi-
konvensi sebagai upaya dari berbagai Negara untuk menghilangkan
penghapusan Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia terutama
perempuan dan anak secara lintas batas Negara untuk tujuan prostitusi.
Sebagai perbandingan bahwa Perdagangan Orang dan Penyelundupan
Manusia merupakan kejahatan dengan nilai keuntungan terbesar ke-3 (tiga)

8
setelah kejahatan Penyelundupan Senjata dan Peredaran Narkoba. Kejadian
yang berkaitan dengan perdagangan perempuan dan anak perempuan yang
dikenal dengan “ human trafficking” kecenderungannya semakin meningkat di
Indonesia dan sudah seharusnya segera mendapatkan penanganan yang serius
dari berbagai kalangan dan tentu saja oleh pemerintah.

Masalah Perdagangan perempuan Dan Anak menjadi pembicaraan yang serius


dan menjadi issue global karena dianggap melanggar hak asasi manusia selain
itu penghormatan terhadap manusia harus semakin nyata karena pada dasarnya
setiap manusia atau individu harus dihormati sesuai dengan harkat dan
martabatnya tanpa ada pembedaan (diskriminasi) apapun oleh siapapun. Bisa
dikatakan perdagangan perempuan dan anak merupakan kejahatan
kemanusiaan dan sudah sepantasnya negara ikut bertanggung jawab melalui
berbagai kebijakan sehingga mampu mengeliminir atau menekan agar
kejahatan ini semakin berkurang.

2.4 Landasan Hukum Perdagangan Manusia


1. Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Tindak Pidana Perdagangan
Orang (Human Trafficking)
Ada empat perjanjian internasional pendahulu yang terkait dengan human
trafficiking ini, yaitu :
a. Persetujuan Internasional tanggal 18 Mei 1904
untuk penghapusan perdagangan budak kulit
putih (International Agreement for the
Suppression of White Slave Traffic). Dokumen
ini diamandemen dengan protokol PBB pada
tanggal 3 Desember 1948.
b. Konvensi Internasinal tanggal 4 Mei 1910 untuk
penghapusan perdagangan budak kulit putih
(International Convention for the Suppression of

9
White Slave Traffic), diamandemen dengan
protokol tersebut di atas.
c. Konvensi Internasional tanggal 30 September
1921 untuk penghapusan perdagangan
perempuan dan anak (Convention of on the
Suppression of Traffic in Women and Children),
diamandemen dengan protokol PBB tanggal 20
Oktober 1947.
d. Konvensi Internasional tanggal 22 Oktober 1933
untuk penghapusan perdagangan perempuan
dewasa (International Convention of the
Suppression of the Traffic in Women of Full
Age), diamandemen dengan protokol PBB
tersebut di atas.

Adapun larangan human trafficking secara internasional telah banyak


instrumen yang mengaturnya, terdapat berbagai instrumen internasional yang
berkaitan dengan masalah human trafficking. Instrumen – instrumen yang
dimaksud yaitu antara lain :
o Universal Declaratin of Human Rights ;
o International Covenant on Civil and Political Rights;
o International Covenant on Economic, Social, and Cultural
Rights;
o Convention on the Rights of the Child and its Relevant
Optional Protocol;
o Convention Concerning the Prohibiton and Immediate Action
for the Elimination of the Worst Forums of Child Labour ( ILO
No. 182 );
o Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Againts Women;

10
o United Nations protokol to Suppress, Prevent, and Punish
Trafficking in Against Transnational Organized Crime;
o SARC Convention on Combating Trafficking in Women and
Children for Prostitusion.

2. Pengaturan Hukum Nasional Tentang Human Trafficking


Ada beberapa Hukum yang terkait dengan human trafficking di Indonesia, di
antaranya:
a. Undang–Undang Dasar RI 1945
b. Tap MPR XVII Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
c. Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia
d. Undang–Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
e. Konvensi Hak Anak
f. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang–
Undang Hukum Pidana (KUHP)
g. Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)
h. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Perdangangan Orang (Human Trafficking) Perempuan dan Anak

3. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menangani Tindak Pidana Perdagangan


Orang (Human Trafficking)
Suatu proses pembentukan peraturan perundang- undangan dilaksanakan
melalui kebijakan formulasi/legislatif, sedangkan proses penegakan hukum
atau pelembagaan dilakukan melalui kebijakan aplikasi/yudikasi dan proses
pelaksanaan pidana dilakukan dengan kebijakan eksekusi/administrasi. Ketiga
tahapan kebijakan hukum pidana yang dilakukan dalam pencegahan tindak
pidana perdagangan orang adalah sebagai berikut:

11
a) Kebijakan Formulasi/Legislasi.
Kebijakan formulasi/legislasi adalah proses pembuatan peraturan perundan–
undangan yang dilakukan oleh pembuat undang–undang (pemerintah
bersama–sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat). Kedua badan/institusi
inilah yang berwenang membuat peraturan hukum, yaitu melalui proses
mewujudkan harapan hukum dalam realita.
Dalam hal tindak pidana perdagangan orang, sekarang ini sudah dianggap
sebagai perbuatan yang tidak sesuai dengan norma hukum dan perkembangan
masyarakat. Oleh karena itu sudah sepantasnya Pasal 297 Kitab Undang–
Undang Hukum Pidana harus ditinjau kembali dan diperbaharui dengan aturan
yang mengarah pada nilai–nilai yang ada dalam masyarakat Indonesia, dan
masyarakat internasional. Perdagangan orang yang dianggap sebagai
pelanggaran harkat dan martabat manusia, sudah selayaknya mendapatkan
tempat tersendiri dalam sistem hukum pidana di Indonesia.
Atas dasar itu dengan dilandasi penghormatan dan perlindungan terhadap
harkat dan martabat manusia, pemerintah Indonesia mengundangkan Undang–
Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang.

b) Kebijakan Aplikasi/Yudikasi
Kebijakan aplikasi yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat penegak
hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Tahapan ini
dinamakan juga tahapan yudikasi. Kebijakan aplikasi/yudikasi tidak terlepas
dari sistem peradilan pidana (criminal justice system), yaitu suatu upaya
masyarakat dalam menanggulangi kejahatan/tindak pidana. Kebijakan
aplikasi/yudikasi berhubungan dengan proses penegak hukum dan bekerjanya
hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu, dalam mewujudkan criminal
justice system, aparat penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) harus dapat
berkoordinasi dengan baik dalam melaksanakan tugas, selaras dan berwibawa,
atau harus mengacu pada managemen criminal justice system.

12
Di dalam pengaturan hukum pidana di Indonesia, tindak pidana perdagangan
orang awalnya telah diatur dalam Pasal 297 Kitab Undang–Undang Hukum
Pidana. Dalam Pasal 297 Kitab Undang–Undang Hukum Pidana, perbuatan
yang dilarang adalah melakukan perdagangan perempuan dan anak laki–laki
dibawah umur.
Pengaturan larangan untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang di
dalam Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang, diatur dalam pasal 2, yang berbunyi :
“(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau
memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang
yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang
tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15(lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).”

Apabila Pasal 297 Kitab Undang–Undang Hukum Pidana dibandingkan


dengan Pasal 2 Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, maka terlihat jelas bahwa
kedua pasal berbeda dalam ruang lingkup dan pengenaan sanksi pidananya. c)
Kebijakan Eksekusi/Administrasi.
Kebijakan eksekusi adalah kebijakan hukum dalam tahap pelaksanaan hukum
pidana secara konkret oleh aparat–aparat pelaksana pidana, dan tahap ini
disebut juga tahap administrasi. Aparat pelaksana pidana dilakukan oleh

13
Petugas Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), bagi mereka yang telah dijatuhi
hukuman (punishment) oleh Hakim.
Petugas Lembaga Pemasyarakatan adalah pegawai yang melaksanakan
pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan, dimana para
narapidana tersebut sudah diputus oleh pengadilan dan dinyatakan bersalah
maupun masih dalam tahapan upaya hukum.

Dalam bagian ini hakim dalam melakukan penerapan hukuman, dapat berupa
suatu pemberian sanksi yakni misalnya sanksi pidana (penal) dan sanksi
administrasi (non penal). Kepada pemberian sanksi bagi pelaku tindak pidana
perdagangan orang, hakim dapat menjurus kepada konsep hukum
pembangunan dari Mochtar Kusumaatmadja, yaitu bersumber pada undang–
undang, yurisprudensi, atau gabungan antara undang – undang dan
yurisprudensi.

Apabila pelaku pelaku tindak pidana perdagangan orang akan dikenakan


sanksi sesuai konsep hukum pembangunan, dapat merujuk pada Undang–
Undang Nomor 21 Tahun 2007, atau pada yurisprudensi. Namun dalam sistem
hukum di Indonesia, proses penegakan hukum lebih mengacu kepada asas
legalitas, yaitu berdasarkan peraturan hukum tertulis (undang–undang).
Demikian juga hakim di Indonesia, lebih sering menjatuhkan sanksi sesuai
dengan aturan dalam Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

2.5 Landasan Hukum Penggunaan Sosial Media


Kita tentu pernah mendengar Prita Mulyasari yang dipidana dengan pasal-pasal
yang ada dalam UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE).

UU ITE merupakan rujukan atau dasar hukum jika ada perbuatan fitnah atau
pencemaran nama baik yang dilakukan di media sosial atau dunia maya.

14
Tindak pidana ITE terdapat pada Pasal 27 sampai dengan Pasal 37. Namun, Pasal
yang kerap dituduhkan kepada orang-orang yang membuat berita dan
mencemarkan nama baik di media sosial adalah Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi sebagai berikut: "Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".

Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) siapapun yang melakukan larangan sebagaimana


diatur Pasal 27 diancam pidana paling lama 6 tahun penjara.

15
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perdagangan Manusia


Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai :
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang,
dengan ancaman, penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain,
penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari
orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.
(Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum
Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak, Suplemen
Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara).

Trafficking merupakan suatu permasalahan lama yang kurang mendapatkan


perhatian sehingga keberadaannya tidak begitu nampak di permukaan padahal
dalam praktiknya sudah merupakan permasalahan sosial yang berangsur-angsur
menjadi suatu kejahatan masyarakat dimana kedudukan manusia sebagai obyek
sekaligus sebagai subyek dari trafficking. Di era globalisasi dalam melakukan
tindak kejahatan dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, penggunaan sosial
media merupakan cara yang paling praktis dalam melancarkan kegiatan kejahatan
seperti perdagangan manusia tersebut. Sosial media sudah tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, dalam penggunaannya sudah banyak tersebar konten-
konten negatif dan penggunaan media sosial sudah terlalu bebas tanpa adanya
batasan yang membatasi ruang gerak dalam penggunaannya.

Seperti munculnya situs www.nikahsirri.com yang menawarkan paket pernikahan


siri menjadi perbincangan publik setelah diungkap kasusnya oleh kepolisian. Situs
itu menawarkan kepada klien baik pria maupun wanita yang ingin mencari
pasangan secara mudah dan diklaim penuh kepastian.

16
Dengan tagline " Nikah siri, Mengubah Zina Menjadi Ibadah", situs nikah siri
mampu menarik ribuan orang bergabung di dalamnya.

Aris Wahyudi (49), merupakan pemilik sekaligus pendiri situs nikahsirri.com.


Tim Cybercrime Krimsus Polda Metro Jaya menangkap Aris pada Minggu
(24/9/2017).

Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Adi Deriyan mengatakan,
Penangkapan Aris dilakukan setelah Tim Cybercrime Krimsus Polda Metro Jaya
menelusuri situs nikahsirri.com sejak Jumat (22/9/2017).

Situs itu mulai diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika


(Kemenkominfo) pada Sabtu (23/9/2017) karena terindikasi memuat konten
pornografi dan menyediakan fasilitas lelang perawan yang menjurus ke arah
perdagangan manusia.

Dalam penangkapan Aris, polisi menyita barang bukti berupa laptop, empat topi
berwarna hitam bertuliskan "Partai Ponsel," dua kaus berwarna putih bertuliskan
"Virgins Wanted," dan satu buah spanduk hitam bertuliskan "Deklarasi Partai
Ponsel Brutally Honest Political."

Polisi menyebutkan, bisnis menjadi motif Aris mendirikan situs nikahsirri.com.


Aris mengaku mengambil keuntungan sebesar 20 persen dari transaksi tiap
kliennya.

Aris ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan selama 1x24


jam. Dia dikenakan Pasal Undang-Undang Pornografi dan Informasi Transaksi
Elektronik (ITE).

17
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, lelang perawan dan
pembelian pasangan yang difasilitasi nikahsirri.com terindikasi merupakan
perdagangan manusia.

3.2 Faktor pendorong terjadinya Perdagangan manusia


Tidak ada satu pun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafficking
manusia di Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal yang
terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda.
Termasuk ke dalamnya adalah:
• Kemiskinan
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah
penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4%
pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi
17,6% pada tahun 2002, kemiskinan telah mendorong anak-anak untuk tidak
bersekolah sehingga kesempatan untuk mendapatkan keterampilan kejuruan
serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber
nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan
pula yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga kerja wanita yang dapat
menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi
korban perdagangan manusia.

• Keinginan cepat kaya


Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim
dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak
dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk
dalam dunia prostitusi.

• Pengaruh sosial budaya


Budaya pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap perceraian, yang
mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Berdasarkan UU
Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk menikah pada

18
usia 16 tahun atau lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan. Meskipun
begitu, dewasa ini pernikahan dini masih berlanjut dengan persentase 46,5%
perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun dan 21,5% sebelum
mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan dini menciptakan masalah
sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan dalam perkawinan
tersebut. Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi gadis/perempuan.
Masalah-masalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis yang
melakukan pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan
(kehamilan prematur, penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti,
kesempatan ekonomi terbatas, perkembangan pribadi terhambat dan tingkat
perceraian yang tinggi.

• Kurangnya pencatatan kelahiran


Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta
kelahiran amat rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat
memperlihatkan akta kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang
diberi hukum karena dimata negara secara teknis mereka tidak ada.
Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat desa,
memfasilitasi perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan
memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk memalsukan umur
perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri. Contoh, seperti
yang dikemukakan dalam bagian Kalimantan Barat dari laporan ini (bagian
VF), agen yang sah maupun gelap memakai kantor imigrasi di Entikong,
Kalimantan Barat, untuk memproses paspor palsu bagi gadis-gadis di bawah
umur.

• Korupsi dan lemahnya penegakan hukum


Korupsi di Indonesia telah menjadi suatu yang lazim dalam kehidupan sehari-
hari, karena baik kalangan atas maupun bawah telah melakukan praktik
korupsi ini. Karena itulah, korupsi memainkan peran integral dalam
memfasilitasi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, disamping

19
dalam menghalangi penyelidikan dan penuntutan kasus perdagangan. Mulai
dari biaya illegal dan pemalsuan dokumen. Dampak korupsi ini terhadap
buruh migran perempuan dan anak harus dipelajari dari umur mereka yang
masih muda dan lugu, yang tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-
kota besar karena mereka tidak terbiasa dan sering malu untuk mencari
bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa pun mereka, mereka yang
berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal mereka akan membuat
mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak berwenang atau
dapat dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan ini, untuk
terus mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu
lemahnya hukum di Indonesia.

• Media massa
Media massa masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadapberita
dan informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan
kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya.
Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat
pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan
susila lainnya.

• Pendidikan minim dan tingkat buta huruf


Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk
Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah
bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut
laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia
13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. Orang
dengan pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan
menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai

20
pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang
ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu,
mereka akan sulit mencari pertolongan ketika mereka kesulitan saat
berimigrasi atau mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan bagaimana
mengakses sumber daya yang tersedia, tidak dapat membaca atau mengerti
brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai rumah singgah atau nomor
telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bantuan. Seorang yang
rendah melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan mendapat jenis
pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun kontrak yang
mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca) mencantumkan
ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi.

Masing-masing isu diatas adalah masalah sosial yang berkenaan dengan


kesejahteraan anak perempuan khususnya penting dalam hal kerentanan
terhadap perdagangan. Hal ini dikarenakan:
o Perkembangan pribadi yang terhambat, membuat banyak gadis tidak
mempunyai bekal keterampilan kerja yang cukup berkembang, sehingga
mereka akan kesulitan untuk berunding mengenai kodisi dan kontrak kerja,
atau untuk mencari bantuan jika mengalami kekerasan dan eksploitasi.
o Keterbatasan pendidikan, mereka sering rentan terhadap pekerjaan yang
eksploitatif dan perdagangan karena mereka umumnya tidak terlalu paham
hak-haknya.
o Peluang ekonomi yang terbatas, mengingat terbatasnya pilihan ekonomi
dan kekuatan tawar-menawar mereka, perempuan muda rentan terhadap
pekerjaan yang eksploitatif dan perdagangan.

3.3 Upaya pemerintah dalam mengatasinya


Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak
kejahatan yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang
komprehensif dan terpadu. Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian
profesional, namun juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama

21
yang memadai baik sesama aparat penegak hukum seperti kepolisian,
kejaksaan, hakim maupun dengan pihak-pihak lain yang terkait yaitu lembaga
pemerintah (kementerian terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik
lokal maupun internasional. Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan
keahlian profesi sesuai dengan kewenangan masing-masing dan kode etik
instansi. Tidak hanya perihal pencegahan, namun juga penanganan kasus dan
perlindungan korban semakin memberikan pembenaran bagi upaya
pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan secara terpadu. Hal
ini bertujuan untuk memastikan agar korban mendapatkan hak atas
perlindungan dalam hukum.

Dalam pemberantasan tindak pidana tersebut, pemerintah juga dituntut untuk


berperan aktif agar praktek perdagangan manusia bisa dihapuskan dan mampu
mengangkat harga diri manusia yang seharusnya tidak untuk diperjual belikan.
Berikut merupakan upaya pemerintah dalam upaya pencegahan dan mengatasi
human trafficking:
1. Berpedoman pada UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).
2. Memperluas sosialisasi UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO.
3. Perlindungan anak (UU No. 23 Tahun 2003).
4. Pembentukkan Pusat Pelayanan Terpadu (PP No. 9 Tahun 2008 tentang
tata cara dan mekanisme pelayanan terpadu bagi saksi atau korban TPPO).
5. Pemerintah telah menyusun Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Perdagangan Anak (Kepres No. 88/2002).
6. Pembentukkan Gugus Tugas PTPPO terdiri dari berbagai elemen
pemerintah dan masyarakat (PERPRES No. 69 Tahun 2008 tentang Gugus
Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO).
7. Penyusunan draft Perda Trafficking.
8. Memberikan penyuluhan kepada warga-warga yang rentan dengan human
trafficking.

22
9. Memberantas kemiskinan dan memajukan ekonomi masyarakat
dipedesaan dengan memberikan pinjaman-pinjaman keuangan kepada
masyarakat pedesaan sebagai modal usaha.

Tindakan Pemerintah Indonesia dalam Menangani Kasus Perdagangan


Manusia
Pemerintah Indonesia turut meratifikasi protokol PBB tersebut dan Rencana
Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang
disahkan pada tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No.88
Tahun 2002. RAN tersebut merupakan landasan dan pedoman bagi
pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan penghapusan perdagangan
perempuan dan anak (Kementerian Pemberdayaan Perempuan/KPP, RAN,
2002, hlm. 4). Pengesahan RAN ditindaklanjuti dengan pembentukan gugus
tugas anti trafiking di Tingkat Nasional. Untuk menjamin terlaksananya RAN
di tingkat propinsi dan kabupaten / kota maka penetapan peraturan dan
pembentukan gugus tugas. Penetapam peraturan dan pembentukan gugus
tugas ini dibuat berdasarkan keputusan kepala daerah masing-masing,
termasuk anggaran pembiayaannya (KPP/RAN, hlm8-9).

Dalam RAN (hlm 14-15) diberikan 29 rujukan landasan hukum yang relevan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dipakai dalam
upaya menghapus trafiking, antara lain: Undang-Undang (UU) No.1 Tahun
1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); UU no.7 tahun
1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Wanita; UU no.3 tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak; UU no.19 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO (International
Labor Organisation) no.105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa; UU no. 1
tahun 2000 tentang Pengesahan Konvesi ILO No.182 mengenai Pelanggaran
dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk
Anak; UU no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan rujukan-rujukan
relevan lainnya.

23
Sampai saat ini, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap kasus
perdagangan manusia semakin besar. Usaha pemerintah untuk menyelesaikan
masalah-masalah perdagangan manusia sudah semakin terlihat nyata. Hal ini
terbukti dari meningkatnya jumlah kasus yang ditangani oleh aparat hukum.
Selain itu, saat ini sudah banyak pelaku tindakan perdagangan manusia yang
masuk penjara dan diproses secara hukum. Sejak diberlakukannya Undang-
Undang Antiperdagangan Manusia di Indonesia pada tahun 2007, jumlah
kasus usaha perdagangan manusia yang ditangani oleh aparat hukum
meningkat dari 109 kasus pada tahun 2007 menjadi 129 pada tahun 2008.
Menurut data yang diperoleh, hukuman yang dijatuhkan untuk pelaku
tindakan perdagangan manusia meningkat dari 46 kasus pada tahun 2007
menjadi 55 kasus pada tahun 2008. Namun, eksploitasi yang diduga dilakukan
oleh perusahaan besar masih menjadi masalah serius, walaupun aparat
kepolisisan dan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah berkali-kali
melakukan operasi untuk memecahkan kasus ini.

Penegakan hukum terhadap aparat yang ikut melakukan tindakan mendukung


perdagangan manusia juga masih cukup memprihatinkan. Petugas yang
terlibat langsung dalam usaha perdagangan manusia ataupun yang hanya
memberikan perlindungan terhadap bisnis tersebut masih banyak yang belum
ditindak. Sementara itu, pemerintah Indonesia selalu berusaha untuk
meningkatkan pelayanan sekaligus perlindungan terhadap warga
negaranyayang bekerja di luar negeri. Salah satu contoh komitmen pemerintah
Republik Indonesia dalam melindungi warga negara Indonesia yang bekerja di
luar negeri dapat dilihat dari tindakamn penghentian sementara pengiriman
tenaga kerja Indonesia ke Malaysia.

3.4 Hambatan yang terjadi dalam pengimplementasiannya


Upaya penanggulangan perdagangan manusia khususnya perdagangan perempuan
dan anak mengalami berbagai hambatan. Dari berbagai upaya yang telah

24
dilakukan SP selama ini, terdapat 3 (tiga) hal yang merupakan hambatan kunci
dalam melakukan upaya tersebut, yaitu antara lain:
1. Budaya masyarakat (culture)
Anggapan bahwa jangan terlibat dengan masalah orang lain terutama yang
berhubungan dengan polisi karena akan merugikan diri sendiri, anggapan
tidak usah melaporkan masalah yang dialami, dan lain sebagainya.
Stereotipe yang ada di masyarkat tersebut masih mempengaruhi cara
berpikir masyarakat dalam melihat persoalan kekerasan perempuan
khususnya kekerasan yang dialami korban perdagangan perempuan dan
anak.
2. Kebijakan pemerintah khususnya peraturan perundang-undangan (legal
substance)
Belum adanya regulasi yang khusus (UU anti trafficking) mengenai
perdagangan perempuan dan anak selain dari Keppres No. 88 Tahun 2002
mengenai RAN penghapusan perdagangan perempuan dan anak.
Ditambah lagi dengan masih kurangnya pemahaman tentang perdagangan
itu sendiri dan kurangnya sosialisasi RAN anti trafficking tersebut.
3. Aparat penegak hukum (legal structure)
Keterbatasan peraturan yang ada (KUHP) dalam menindak pelaku
perdagangan perempuan dan anak berdampak pada penegakan hukum bagi
korban. Penyelesaian beberapa kasus mengalami kesulitan karena seluruh
proses perdagangan dari perekrutan hingga korban bekerja dilihat sebagai
proses kriminalisasi biasa.

25
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Tipe Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif.
Penelitian deskriptif menurut Koentjaraningrat (1990:29) merupakan
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat
tertentu suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau
untuk menentukan adanya frekuensi atau penyebaran suatu gejala dengan
gejala lain dalam masyarakat. Tujuan penelitian deskriptif menurut Nazir
(2003: 54), adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki. Disamping itu penelitian juga
menggunakan teori-teori, data-data, dan konsep-konsep sebagai kerangka
acuan untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan sekaligus
menjawab persoalan yang diteliti. Adapun metode kualitatif digunakan
karena penelitian ini berupaya untuk mengungkap fenomena sosial
tertentu. Adapun fenomena yang diungkap dalam penelitian ini adalah
tentang penanganan kasus perdagangan manusia secara online dalam
kaitannya dengan kinerja pemerintah dalam menanganinya.

4.2 Subjek dan Objek Penelitian


Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti.
Objek penelitian adalah obyek yang dijadikan penelitian atau yang
menjadi pusat perhatian suatu penelitian. Subjek dari penelitian ini yaitu
pemerintah, pelaku dan korban dari perdagangan manusia. Sedangkan
yang menjadi objek penelitiannya adalah hukum dari perdagangan
manusia dan penyalahgunaan social media.

26
4.3 Jenis Data
4.3.1 Data Primer
Yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti langsung
dari subjek dan objek penelitian.

4.3.2 Data Sekunder


Yaitu data yang didapat tidak secara langsung dari subjek dan objek
penelitian.

4.4 Teknik Pengumpulan data


Teknik atau cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
4.4.1 Observasi
Observasi menurut Kusuma (1987) adalah pengamatan yang
dilakukan dengan sengaja dan sistematis terhadap aktivitas
individu atau obyek lain yang diselidiki. Metode observasi yang
dilakukan menggunakan kategori non participant observation
dimana observasi yang dilakukan peneliti tidak ikut secara
langsung dalam kegiatan atau proses yang sedang diamati.

4.4.2 Studi Dokumen


Studi dokumen adalah metode metode pengumpulan data yang
tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. Studi dokumen
adalah jenis pengumpulan data yang meneliti berbagai macam
dokumen yang berguna untuk bahan analisis. Dokumen yang
digunakan dalam pengumpulan data ini adalah dokumen sekunder
dimana dokumen tersebut ditulis berdasarkan laporan atau cerita
orang lain dan dari berbagai situs berita online.

27
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
Trafficking merupakan permasalahan klasik yang sudah ada sejak
kebudayaan manusia itu ada dan terus terjadi sampai dengan hari ini.
Penyebab utama terjadinya trafficking adalah kurangnya informasi akan
adanya trafficking, kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan serta
keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat terutama mereka yang berada
di pedesaan, sulitnya lapangan pekerjaan selain itu juga masih lemahnya
pelaksanaan hukum di Indonesia tentang perdagangan orang. Situasi ini
terbaca oleh pihak calo,sponsor,rekruter untuk mengambil manfaat dari
keadaan ini dengan mengembangkan praktek trafficking di tempat-tempat
yang diindikasikan mudah menjerat para korbannya.

Untuk memberantas dan mengurangi trafficking memerluan juga kerja


sama lintas Negara serta peningkatan kualitas pendidikan dan
keterampilan. Selain itu penyedian perangkat hukum yang memadahi
untuk skala internasional, regional bahkan lokal juga penegakan hukum
oleh apart hukum untuk menghambat laju pergerakan jaringan trafficking.
Bahkan tindakan pemberian sanksi yang berat terhadap pelaku trafficking
dan perlindungan terhadap korban juga harus diperhatikan. Dan yang tak
kalah pentingnya dengan sosialisasi isu tentang perdagangan anak dan
perempuan terhadap semua komponen masyarakat sehingga masalah ini
mendapat perhatian dan menjadi kebutuhan yang mendesak untuk
diperjuangkan dan mendapatkan penanganan yang maksimal dari semua
pihak.

28
DAFTAR PUSTAKA

http://peksos340.blogspot.co.id/
https://core.ac.uk/download/pdf/77623262.pdf
http://zulfaarmila.blogspot.co.id/2014/11/makalah-perdagangan-manusia-
human.html
http://giantiekafitri.blogspot.co.id/2012/11/perdagangan-manusia-melalui-
internet.html
http://pepenk26.blogspot.co.id/2015/02/kebijakan-human-trafficking-di-
indonesia.html
http://www.gresnews.com/berita/tips/60225-hukum-pidana-ite-dan-media-
sosial/0/
http://megapolitan.kompas.com/read/2017/09/26/09081241/situs-nikah-siri-
bisnis-yang-berujung-bui

29

Anda mungkin juga menyukai

  • Perbankan
    Perbankan
    Dokumen1 halaman
    Perbankan
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen5 halaman
    Pendahuluan
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Perundang Undangan
    Perundang Undangan
    Dokumen10 halaman
    Perundang Undangan
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Agraria
    Agraria
    Dokumen2 halaman
    Agraria
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • H. Keluarga
    H. Keluarga
    Dokumen3 halaman
    H. Keluarga
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Perikatan
    Perikatan
    Dokumen5 halaman
    Perikatan
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Perikatan
    Perikatan
    Dokumen5 halaman
    Perikatan
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Konsham
    Konsham
    Dokumen13 halaman
    Konsham
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat