I. PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan kodratnya manusia mempunyai naluri untuk mempertahankan generasi
atau keturunannya. Cara yang paling tepat untuk mewujudkannya adalah dengan cara
melangsungkan perkawinan. Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum dimana para
pihak yang dapat melakukannya telah ditentukan oleh hukum dan terhadapnya akan
menimbulkan suatu akibat hukum bagi para pihak tersebut. perbuatan hukum tersebut
akan melahirkan hak dan kewajiban bagi suami dan istri yang telah berjanji mengikatkan
diri satu sama lain secara lahir dan bathin oleh karenanya akan mempunyai akat hukum
bagi kedua pihak tersebut.
1
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.hlm.60
2
Kedua, asas perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya. Asas ini dimuat dalam
Paal 1338 KUHPerdata yang isinya menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini
sejatinya merupakan manifestasi dari Pasal 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan yang menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin.
2
Trusto Subekti, Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perjanjian Ditinjau
dari Hukum Perjanjian, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 10. Hlm. 333.
3
Perjanjian perkawinan sebenarnya berguna untuk acuan jika suatu saat terjadi konflik
yang berakhir dengan perceraian, meski semua pasangan suami-isteri tentu tidak
mengharapkan terjadi perceraian. Ketika pasangan harus bercerai, perjanjian itu juga bisa
dijadikan rujukan sehingga masing-masing mengetahui hak dan kewajibannya. Pada
umumnya perjanjian perkawinan dibuat bilamana:
1. Terdapat sejumlah kekayaan yang lebih besar pada salah satu pihak dari pihak yang
lain;
2. Kedua belah pihak masing-masing membawa pemasukan (inberg) yang cukup besar;
3. Masing-masing mempunyai usaha sendiri, apabila satu jatuh pailit yang lain tidak
tersangkut;
4. Atas hutang mereka yang dibuat sebelum kawin, masing-masing akan bertanggung
jawab secara sendiri-sendiri.4
Secara spesifik, perjanjian perkawinan diatur dalam Pasal 29 Ayat (1) sampai dengan
Ayat (4) dalam Undang-Undang Perkawinan. Namun setelah dikeluarkannya putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 69 Tahun 2015 tentang Perjanjian Perkawinan yang
mengakibatkan memperluas makna dari perjanjian kawin itu sendiri.
Oleh karena itu saya mengangkat judul makalah ini “ANALISIS TERHADAP
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 69 TAHUN 2015 TENTANG
PERJANJIAN PERKAWINAN”
3
Titik Triwulan Tutik, 2008, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Ed. I, Get. I, Prenada Media Group,
Jakarta. hlm. 109.
4
Deejay Satugus Sutanso, “Pengertian Perjanjian Kawin”,
https://www.academia.edu/6006550/PENGERTIAN_PERJANJIAN_KAWIN, diakses pada 17 November 2020.