Anda di halaman 1dari 3

Nadia Putri Asha 018

Ketentuan Hukum Positif tentang Tempat dan Saat Terutang Pajak

tentuan hukum pajak mengenai tempat terutangnya pajak bermanfaat untuk


menentukan tempat melaksanakan kewajiban menyetor pajak dan tempat
melaporkan pajak termasuk melaporkan penyetoran tersebut, bagi subjek
hukum pajak atau bagi orang yang bertanggung jawab atas pemungutan
termasuk penyetoran pajak, yaitu Pengusaha Kena Pajak atau yang
dipersamakan kedudukannya dengan Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan hukum
positif mengenal tempat terutangnya pajak ditujukan untuk mengatur
hubungan hukum antara subjek hokum pajak dan aparat perpajakan. Namun,
apabila dilihat dari segi hubungan hukum antara subjek hukum pajak dan
orang atau badan yang terpungut pajak, maka penentuan tempat terutangnya
pajak atas transaksi yang terpungut pajak hanya relevan untuk menentukan
saat terutangnya pajak atas transaksi itu.

Menurut regulasi perpajakan di Indonesia, saat terutang PPN atau PPN dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah diatur dalam Pasal 11 UU PPN 1984jo Pasal
17 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2012, yakni terjadi pada saat:
1. penyerahan Barang Kena Pajak;
2. impor Barang Kena Pajak;
3. penyerahan Jasa Kena Pajak;
4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean;
5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean;
6. ekspor Barang Kena Pajak;
7. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
8. ekspor Jasa Kena Pajak;
9. pada saat pembayaran: dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemnfaatan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean.

Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

1. Harga Jual, adalah nilai berupa uang, termasuk semua


biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual
karena penyerahan BKP.
2. Penggantian, adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha
karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP tidak
berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut
UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak
3. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undanganyang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP.
4. Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai
DPP. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
75/PMK.03/ 2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
PMK Nomor 121/PMK.03/2015 tentang Nilai Lain sebagai DPP
Tarif Pajak

DALAM mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN), Indonesia


menganut sistem tarif tunggal. Saat ini tarif yang berlaku
sebesar 10%. Hal ini diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN).

Tarif PPN sebesar 10% tersebut diterapkan atas penyerahan-


penyerahan sebagai berikut:
penyerahan barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean;
impor BKP;
penyerahan jasa kena pajak (JKP) di dalam daerah pabean;
pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean; dan
pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
Adapun, UU PPN juga mengatur penyerahan yang dikenakan
tarif PPN sebesar 0%, yang diterapkan atas penyerahan sebagai
berikut:
ekspor BKP berwujud;
ekspor BKP tidak berwujud; dan
ekspor JKP.
Pengenaan tarif nol persen tersebut tidak berarti pembebasan
dari pengenaan PPN. Dengan demikian, pajak masukan yang
telah dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang berkaitan
dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.

Anda mungkin juga menyukai