Anda di halaman 1dari 7

TUGAS INDIVIDU

MITIGASI SARANA PRASARANA SANITASI DASAR TANGGAP BENCANA


Laporan Ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bencana
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M, M.Kes.
Disusun oleh:
Putri Kurniawati (11181010000026)
Peminatan Epidemiologi Kesehatan Masyarakat 2018

1. Apa yang sdr ketahui tentang permasalahan sarana prasarana sanitasi  pada saat
bencana ?
Permasalahan sarana prasarana sanitasi pada saat bencana yaitu permasalahan-
permasalahan yang kerap muncul diakibatkan oleh bencana seperti tsunami, gempa,
banjir dan sebagainya. Sehingga, mengakibatkan kerusakan bangunan-bangunan seperti
kerusakan perumahan, fasilitas kesehatan, sekolah-sekolah dan lain sebagainya juga
Kondisi bencana alam kerap menimbulkan permasalahan sanitasi lingkungan seperti
lingkungan yang tidak higenis, persediaan air yang terbatas, dan jamban yang tidak layak.
Kondisi tersebut menyebabkan korban bencana lebih rentan untuk mengalami berbagai
penyakit bahkan kematian.

2. Bagaimanakah sistim manajemen  bencana berdasarkan UU No 24 tahun 2007


tentang Penanggulangan Bencana ?
Sebagaimana didefinisikan dalam UU No 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana yaitu serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Pada dasarnya penyelenggaraan penanggulangan bencana terbagi tiga tahapan yakni :
1. Pra bencana yang meliputi:
a. Situasi tidak terjadi bencana
b. situasi terdapat potensi bencana
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
3. Pascabencana yang dilakukan saat setelah terjadi bencana
Selain itu, hal lain yang dijelaskan dalam UU No 24 Tahun 2007 antara lain :
1. Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan
wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.
2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap tanggap darurat dilaksanakan
sepenuhnya oleh badan nasional penanggulangan bencana (BNPB) dan badan
penanggulangan bencana daerah (BPBD) . Badan penanggulangan bencana tersebut
terdiri dari unsur pengarah dan unsur pelaksana. Badan nasional penanggulangan
bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas dan fungsi
antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana secara
terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangannya.
3. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak
masyarakat yang antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar,
mendapatkan pelindungan sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan.
4. Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan
secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga internasional.
5. Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain didukung dana
APBN dan APBD juga disediakan dana siap pakai dengan pertanggungjawaban
melalui mekanisme khusus.
6. Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada setiap tahapan bencana, agar
tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana penanggulangan bencana.
7. Untuk menjamin ditaatinya undang-undang ini dan sekaligus memberikan efek jera
terhadap para pihak, baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan sehingga
menyebabkan terjadinya bencana yang menimbulkan kerugian, baik terhadap harta
benda maupun matinya orang, menghambat kemudahan akses dalam kegiatan
penanggulangan bencana, dan penyalahgunaan pengelolaan sumber daya bantuan
bencana dikenakan sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda, dengan
menerapkan pidana minimum dan maksimum.
3.Jelaskan ketentuan WHO perihal pendirian bangunan sebagai tempat
sementara (Tenda Pengungsi) pada saat bencana ?
Menurut WHO (2002) dalam Environmental health in emergencies and disasters
terdapat ketentuan pendirian tempat sementara untuk pengungsi saat bencana yaitu :
 Lantai minimal memiliki luas 3,5m2 apabila pengungsi tidur menggunakan
beralaskan tikar atau 10m3 ruang udara jika menggunakan tempat tidur susun
ganda.
 Adanya Ventilasi yang memadai sehingga adanya sirkulasi udara di tenda
tersebut.
 Sangat tidak dianjurkan merokok dan gunakan api unggun di tempat
penampungan
 Suhu lingkungan adalah 15–19 ° C, tetapi suhu yang lebih rendah dapat terjadi
dapat ditoleransi dengan mengenakan pakaian hangat. Di iklim dingin,
bangunan mungkin membutuhkan tempat yang luas
 Untuk menghindari suhu yang sangat tinggi di iklim panas, bangunan dapat
dimodifikasi dengan meningkatkan naungan, ventilasi dan kapasitas termal.
 Perlengkapan pemadam kebakaran.
 Akses ke air yang cukup untuk minum, memasak, dan pribadi dan rumah
tangga
 Satu wastafel harus disediakan untuk setiap 10 orang, atau 4–5 meter wastafel
untuk setiap 100 orang; harus ada bangku terpisah untuk pria dan perempuan,
dan tempat sampah di setiap bangku. Satu kepala pancuran dibutuhkan untuk
setiap
 50 orang di iklim sedang dan satu untuk setiap 30 orang di iklim panas.
 Lantai harus didesinfeksi setiap hari.
 Pengaturan harus dibuat untuk pembuangan limbah manusia. tersedia di
gedung-gedung yang ada jika pasokan air tidak terganggu.
 Jamban luar harus berada dalam jarak 50 meter dari bangunan, tapi setidaknya
 20 meter dari dapur, ruang makan, dan persediaan air.
 Satu tempat sampah dengan kapasitas 50–100 liter harus disediakan untuk
setiap 12–15 orang.
 Tempat sampah harus memiliki tutup yang rapat. Pengaturan khusus untuk
pengumpulan sampah mungkin diperlukan jika layanan pengumpulan normal
terganggu.

4. Apakah sdr dapat menjelaskan syarat pemukiman darurat yang layak saat
tanggap bencana ?
Terdapat beberapa persyaratan yang harus terpenuhi dalam membangun
pemukiman darurat/ penampungan pengungsi saat tanggap bencana yaitu
1. Pemilihan tempat meliputi Lokasi penampungan seharusnya berada didaerah yang
bebas dari seluruh ancaman yang berpotensi terhadap gangguan keamanan baik
internal maupun eksternal;
a) Jauh dari lokasi daerah rawan bencana;
b) Hak penggunaan lahan seharusnya memiliki keabsahan yang jelas;
diutamakan hasil dari koordinasi dengan pemerintah setempat;
c) Memiliki akses jalan yang mudah;
d) Dekat dengan sumber mata air, sehubungan dengan kegiatan
memasak dan MCK;
e) Dekat dengan sarana-sarana pelayanan sosial termasuk pelayanan
kesehatan, olahraga, sekolah dan tempat beribadah atau dapat
disediakan secara memadai.
2. Penampungan harus dapat meliputi kebutuhan ruangan
a) Lokasi penampungan seharusnya berada didaerah yang bebas dari
seluruh ancaman yang berpotensi terhadap gangguan keamanan baik
internal maupun external;
b) Jauh dari lokasi daerah rawan bencana;
c) Hak penggunaan lahan seharusnya memiliki keabsahan yang jelas;
diutamakan hasil dari koordinasi dengan pemerintah setempat;
d) Memiliki akses jalan yang mudah;
e) Dekat dengan sumber mata air, sehubungan dengan kegiatan
memasak dan MCK; f. Dekat dengan sarana-sarana pelayanan sosial
termasuk pelayanan kesehatan, olahraga, sekolah dan tempat
beribadah atau dapat disediakan secara memadai.
3. Bahan pertimbangan untuk penampungan yakni
a) idealnya, ada beberapa akses untuk memasuki areal penampungan dan
bukan merupakan akses langsung dari komunitas terdekat;
b) Tanah diareal penampungan seharusnya memiliki tingkat kemiringan
yang landai untuk melancarkan saluran pembuangan air;
c) Tanah di areal penampungan seharusnya bukan merupakan areal
endemik penyakit;
d) Lokasi penampungan seharusnya tidak dekat dengan habitat yang
dilindungi atau dilarang seperti kawasan konservasi hutan,
perkebunan, lahan tanaman;
e) Pengalokasian tempat penampungan seharusnya menggunakan cara
yang bijak mengikuti dengan adat budaya setempat;
f) Libatkan masyarakat dalam pemilihan lokasi dan perencanaan
4. Penampungan harus dapat meliputi kebutuhan ruangan : Posko Komando, Pos
Pelayanan Komunikasi, Pos Dapur Umum, Pos Watsan, Pos Humas dan
Komunikasi, Pos Relief dan Distribusi, Pos Assessment, Pos Pencarian dan
Evakuasi, dan Posko lainnya sesuai kebutuhan Jenis penampungan dibutuhkan
5. Lahan yang dibutuhkan untuk satu jiwa 45 m2; Ruang tenda/shelter per jiwa 3.5 m2;
Jumlah jiwa untuk satu tempat pengambilan air = 250 jiwa; Jumlah jiwa untuk satu
MCK = 20 jiwa; Jarak ke sumber air tidak melampui jarak 15 m; Jarak ke MCK 30
m; Jarak sumber air dengan MCK 100 m Jarak antara dua tenda/shelter minimal 2 m

5. Apa yang sdr ketahui perihal program sanitasi dasar yang layak pada saat
keadaan darurat  sebagai prioritas tanggap bencana tahap satu ?
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
279/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Penilaian Risiko Bencana Di Provinsi
Dan Kabupaten/Kota Menteri Kesehatan Republik Indonesia untuk Kebijakann Dalam
Bidang Sanitasi yaitu Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media
lingkungan akibat terbatasnya sarana kesehatan lingkungn yang ada ditempat
pengungsian, melalui pengawasan dan perbaikan kualitas Kesehatan Lingkungan dan
kecukupan air bersih diantaranya yaitu :

1. Pengadaan Air.
Dalam situasi bencana berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan
dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu.
 Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang per
hari
 Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
 Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang
2. Kualitas Air
Air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari
pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter. Jika sudah
ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum
digunakan sehingga mencapai standar yang bisa diterima (yakni residu klorin pada kran
air 0,2–0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU).
3. Pembuangan Kotoran Manusia
Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah
jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses
secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam. Persyaratannya
yaitu :
 Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
 Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis
kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban
permpuan)
 Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di
kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya
memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
 Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian
sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
 Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30
meter dari sumber air bawah tanah.
 Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
 Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun,
baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1 (satu) Latrin/jaga untuk
6–10 orang
4. Pengelolaan Limbah Padat
Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu
sedemikian rupa sehingga masalah kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
 Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak
sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar
lubang sampah umum.
 Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah
rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat.
5. Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan)
Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan
pengelolaan limbah cair :
 Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik engambilan/sumber air
untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman
 Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan
air.
 Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana pengadaan air dan
sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai