Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KELOMPOK 11

PRAKTIKUM CRITICAL APPRAISAL


Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Critical
Appraisal
Dosen Pengampu: Dr. Minsarnawati, S.K.M., M.Kes

Disusun Oleh:
Kelompok 11
Selawati (11181010000019)
Putri Kurniawati (11181010000026)
Peminatan Epidemiologi Kesehatan Masyarakat 2018

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H / 2021 M

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Paper Tugas Akhir Mata Kuliah
Praktikum Critical Appraisal dengan judul “Critical Appraisal: Structural equation
modelling of the complex relationship between toothache and its associated factors
among Indonesian children”.
Penyusunan paper ini penulis upayakan semaksimal mungkin dan tidak lupa
penulis ucapkan terima kasih terutama kepada ibu Dr. Minsarnawati, M.Kes selaku
dosen pengampu Mata Kuliah Praktikum Critical Appraisal. Dalam penulisan paper ini,
penulis menyadari banyak sekali kekurangan dari segi penyusunan bahasa dan aspek
lainnya. Oleh karena itu, penulis berharap kritik yang membangun dan saran demi
memperbaiki paper ini. Semoga paper ini dapat diambil manfaatnya dan dapat
menginspirasi para pembaca.

Tangerang, November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2

1.3 Tujuan...........................................................................................................2

1.4 Manfaat.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

2.1 Sistematika Artikel.......................................................................................4

2.1.1 Identitas Artikel............................................................................4

2.1.2 Abstrak..........................................................................................4

2.1.3 Latar Belakang.............................................................................5

2.1.4 Metode Penelitian.........................................................................6

2.1.5 Hasil...............................................................................................7

2.1.6 Pembahasan................................................................................11

2.1.7 Simpulan dan Saran / Rekomendasi.........................................13

2.2 Substansi Artikel........................................................................................13

2.2.1 Description of Evidence..............................................................13

2.2.2 Non-Causal Explanations...........................................................15

2.2.3 Positive Features of Causation..................................................16

2.2.4 External Validity.........................................................................20

2.2.5 Comparison with other evidence...............................................20

2.3 Temuan utama, keterbatasan penelitian dan gagasan baru untuk penelitian
yang lebih baik..................................................................................................25

2.3.1 Temuan Utama...........................................................................25

2.3.2 Keterbatasan Penelitian.............................................................25

iii
2.3.3 Gagasan baru untuk penelitian yang lebih baik......................25

BAB III PENUTUP..............................................................................................26

3.1 Simpulan......................................................................................................26

3.2 Saran............................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penilaian kritis merupakan proses memeriksa secara sistematis bukti penelitian
untuk menilai validitas, hasil, dan relevansinya sebelum menggunakannya untuk
informasi dalam pengambilan keputusan. Penilaian kritis menjadi hal yang penting
bagi praktik klinis yang berbasis bukti mencakup proses sistematis menemukan,
menilai dan bertindak berdasarkan bukti penelitian yang dilakukan. Dengan adanya
penilaian kritis mampu memberikan pemahaman terhadap suatu penelitian sehingga
bisa menjadi referensi dalam pengambilan suatu keputusan. (Hill, A., & Spittlehouse,
2001).
Pemecahan masalah klinik dan keputusan klinik tergantung pada penelitian klinik
yang oleh seorang klinisi diperlukan telaah kritis terhadap hasil-hasil penelitian
klinik. Seperempat abad yang lalu wacana praktik medis berbasis bukti telah
digulirkan, walaupun dengan pelbagai nama seperti epidemiologi klinik, critical
appraisal, atau kajian sistematik. Para dokter dituntut untuk memberikan pelayanan
klinis berdasarkan bukti (evidence), yakni mengambil keputusan dalam pelayanan
terhadap pasien atas dasar bukti yang terbaik, melalui pertimbangan masak, eksplisit
dan cermat. (Kusnanto, H, 2008).
Penelitian dan praktik kesehatan masyarakat selama abad terakhir memperoleh
banyak pencapaian penting dan berkontribusi pada peningkatan harapan hidup
selama 30 tahun. Terlepas dari pencapaian ini, perhatian yang lebih besar pada
pendekatan berbasis bukti dapat membantu. Dalam definisi yang paling sederhana,
kesehatan masyarakat berbasis bukti berarti menerapkan prinsip-prinsip kedokteran
berbasis bukti ke bidang kesehatan masyarakat. dimana hal ini dapat dilakukan
dengan mengumpulkan beberapa penelitian dan melakukan critical appraisal
sehingga keputusan yang diambil dalam tindakan preventif berdasarkan bukti dari
beberapa penelitian yang ada (Lhachimi et al, 2016).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistematika artikel dalam artikel penelitian yang berjudul
“Critical Appraisal: Structural equation modelling of the complex
relationship between toothache and its associated factors among Indonesian
children”?
2. Bagaimana metodologi atau substansi (Description of evidence based, non
causal explanations, positive features of causation, external validity,
comparison with other evidence) dalam artikel penelitian yang berjudul
“Critical Appraisal: Structural equation modelling of the complex
relationship between toothache and its associated factors among Indonesian
children”?
3. Bagaimana temuan utama, keterbatasan penelitian dan gagasan baru untuk
penelitian yang lebih baik dalam artikel penelitian yang berjudul “Critical
Appraisal: Structural equation modelling of the complex relationship
between toothache and its associated factors among Indonesian children”?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sistematika artikel dalam artikel penelitian yang berjudul
“Critical Appraisal: Structural equation modelling of the complex
relationship between toothache and its associated factors among Indonesian
children”?
2. Mengetahui metodologi atau substansi (Description of evidence based, non
causal explanations, positive features of causation, external validity,
comparison with other evidence) dalam artikel penelitian yang “Critical
Appraisal: Structural equation modelling of the complex relationship
between toothache and its associated factors among  Indonesian children”?
3. Mengetahui temuan utama, keterbatasan penelitian dan gagasan baru untuk
penelitian yang lebih baik dalam artikel penelitian yang berjudul “Critical
Appraisal: Structural equation modelling of the complex relationship
between toothache and its associated factors among  Indonesian children”?
1.4 Manfaat
1. Untuk mengetahui sistematika artikel dalam artikel penelitian yang berjudul
“Critical Appraisal: Structural equation modelling of the complex

2
relationship between toothache and its associated factors among Indonesian
children”?
2. Untuk mengetahui metodologi atau substansi (Description of evidence based,
non causal explanations, positive features of causation, external validity,
comparison with other evidence) dalam artikel penelitian yang berjudul
“Critical Appraisal: Structural equation modelling of the complex
relationship between toothache and its associated factors among Indonesian
children”?
4. Untuk mengetahui temuan utama, keterbatasan penelitian dan gagasan baru
untuk penelitian yang lebih baik dalam artikel penelitian yang berjudul
“Critical Appraisal: Structural equation modelling of the complex
relationship between toothache and its associated factors among Indonesian
children”?

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistematika Artikel
2.1.1 Identitas Artikel
Judul: Critical Appraisal: Structural equation modelling of the complex
relationship between toothache and its associated factors among Indonesian
children
Penulis: Abu Bakar, Valendriyani Ningrum, Andy Lee, Wen-Kuang Hsu,
Rosa Amalia, Iwan Dewanto dan Shih-Chieh Le
Tahun: 2020
Jurnal: Nature Research
2.1.2 Abstrak
Latar belakang: The Indonesian family life survey (IFLS) bermanfaat untuk
merumuskan kebijakan pemerintahan. Berdasarkan sstudi pendahuluan yang
telah dilakukan dengan menggunakan data IFLS menunjukkan adanya
peningkatan prevalensi sakit gigi dari tahun 2007 hingga 2014. Oleh karena
itu, perlu dilakukan analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan sakit gigi
dengan menggunakan structural equation modeling (SEM) untuk
mengidentifikasi hubungan langsung dan tidak langsung dari faktor-faktor
dengan sakit gigi.
Tujuan: untuk menganalisis hubungan yang kompleks antara sakit gigi
dengan faktor risikonya.
Metode: Desain studi penelitian ini menggunakan cross-sectional dilakukan
pada data yang diperoleh dari IFLS pada tahun 2014. Data IFLS yang
berkaitan dengan sakit gigi dan prevalensinya dianalisis menggunakan
software STATA, dan hubungan multifaset dianalisis menggunakan structural
equation modeling (SEM).
Hasil: Prevalensi sakit gigi pada anak Indonesia sebesar 15,55% (1.959 dari
12.595). Terdapat hubungan antara dan kesadaran orang tua terhadap kondisi
kesehatan anak (P < 0,005) dan frekuensi konsumsi makanan (P < 0,001).
Tingkat pendidikan orang tua dan daerah tempat tinggal menunjukkan
hubungan tidak langsung dengan sakit gigi, dimediasi oleh status sosial
ekonomi dan kesadaran orang tua terhadap kondisi kesehatan anak (P <
0,001).
4
Simpulan: Terdapat hubungan multifaset antara sakit gigi dan kovariat sosial.
Kesadaran orang tua tentang kondisi kesehatan anak-anak mereka memediasi
beberapa asosiasi tidak langsung, sehingga perlu menyoroti pentingnya
mengenai hal tersebut.
2.1.3 Latar Belakang
Sakit gigi dapat menjadi konsekuensi klinis dari beberapa penyebab
odontogenik termasuk karies gigi yang parah serta faktor nonodontogenik.
Pulpa, jaringan dengan densitas saraf tinggi terutama terminal saraf sensorik,
memainkan peran kunci dalam memediasi sakit gigi odontogenik, responsif
terhadap rangsangan eksternal, dan dalam mendeteksi potensi kerusakan pada
gigi. Sebuah pencarian di database elektronik MEDLINE untuk studi
epidemiologi berkaitan dengan sakit gigi yang disebabkan oleh karies gigi
menunjukkan bahwa sakit gigi sangat umum di antara anak-anak, bahkan pada
populasi dengan tingkat karies gigi yang rendah secara historis. Sakit gigi
secara konsisten dikaitkan dengan pengalaman karies gigi di seluruh populasi.
Kehadiran sakit gigi mempengaruhi pengunyahan, pidato, dan konsentrasi.
Survei nasional kesehatan anak tahun 2007 menganalisis orang tua yang
melaporkan sakit gigi pada anak-anak dan menyimpulkan bahwa 10,7% anak-
anak di Amerika Serikat mengalami sakit gigi dalam 6 bulan sebelumnya. Di
Brazil, prevalensi sakit gigi pada anak-anak antara usia 6 dan 12 tahun adalah
39% dan selama bulan sebelumnya adalah 11%. Sebuah studi cross-sectional
yang dilakukan di 1.862 apotek di London antara November 2016 dan Januari
2017 melaporkan bahwa 6.915 orang tua mengunjungi apotek untuk mencari
obat penghilang rasa sakit untuk anak-anak mereka. Sebagian besar orang tua
(65%) diperlukan obat pereda nyeri untuk meredakan sakit gigi pada anak, dan
sebagian besar (40,6%) mengeluh sakit gigi. Dibandingkan dengan negara-
negara tersebut, Indonesia memiliki karakteristik jumlah penduduk dan indeks
pembangunan manusia yang identik dengan Brasil. Indonesia merupakan
negara berkembang yang terletak di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk
lebih dari 270 juta jiwa. Studi pendahuluan yang telah dilakukan
menggunakan IFLS menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam
prevalensi sakit gigi pada anak-anak Indonesia dari tahun 2007 hingga 2014.
Sakit gigi paling terlihat pada individu dari kelompok sosial ekonomi rendah
dengan akses terbatas ke perawatan gigi. Anak-anak yang lebih besar
5
menunjukkan peningkatan kemungkinan mengalami sakit gigi. Selain itu,
berbagai faktor risiko seperti tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, alkohol,
dan ras/etnis telah dikaitkan dengan sakit gigi. Meskipun demikian, hubungan
antara sakit gigi dan jenis kelamin belum dapat diidentifikasi. Oleh karena itu,
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi prevalensi sakit gigi. Beberapa faktor telah dikaitkan dengan
sakit gigi dengan analisis bivariat dan regresi multivariat dalam penelitian
sebelumnya. Namun, mereka tidak dapat menentukan apakah hubungan antara
sakit gigi dan faktor-faktor ini secara langsung atau tidak langsung.
Selanjutnya, sakit gigi yang disebabkan oleh karies gigi yang tidak dirawat
secara bersamaan dipengaruhi oleh beberapa variabel.
Kerangka teoritis penelitian epidemiologi konvensional yang
menganalisis faktor sosial kesehatan dapat digunakan dalam epidemiologi
oral. Kerangka ini mengusulkan jalur kausal multifaset antara status sosial dan
kesehatan dengan menghubungkan jalur materi, psikososial, dan perilaku.
Konsekuensi metodologis seperti penggunaan pemodelan bertingkat, analisis
jalur, dan pemodelan persamaan struktural (SEM) disarankan untuk
menjelaskan kerangka kerja. Sebagai pembaruan, penelitian ini, menganalisis
faktor risiko yang terkait dengan sakit gigi menggunakan SEM yang biasa
digunakan untuk menguraikan hubungan kompleks antara hasil dan
kovariatnya. Untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang terkait dengan sakit
gigi, sehingga dilakukan model alternatif dari hubungan multifaset pendidikan
orang tua, daerah tempat tinggal, status sosial ekonomi (SES), kesadaran
orang tua mengenai kondisi kesehatan anak dan frekuensi konsumsi makanan,
dan perilaku/frekuensi menyikat gigi dengan hasilnya (sakit gigi) berdasarkan
kerangka teori sebelumnya untuk karies gigi. Dengan demikian, dapat
menentukan hubungan langsung dan tidak langsung antara sakit gigi dan
faktor-faktor yang terkait. Penelitian ini berasumsi bahwa kesadaran orang tua
tentang kondisi kesehatan anak dan frekuensi konsumsi makanan dan
perilaku/frekuensi menyikat gigi adalah prediktor sakit gigi.
2.1.4 Metode Penelitian
Desain studi
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dari The
Indonesian family life survey (IFLS) yang dilakukan pada tahun 2014 ini
6
dilakukan oleh Research and Development di Amerika Serikat yang bekerja
sama dengan Population Research Centre, Universitas Gadjah Mada. Survei
tersebut terdiri dari data opensource, yang tersedia secara online. Survei ini
mengumpulkan data tingkat individu, keluarga, dan masyarakat dengan
menggunakan multistage-stratified sampling. Subyek penelitian adalah anak-
anak berusia 2-15 tahun.
Seleksi variabel.
Variabel utama adalah data pengalaman sakit gigi selama empat
minggu sebelumnya, yang diperoleh dari pertanyaan survei IFLS, “Apakah
anak Anda mengalami sakit gigi dalam empat minggu terakhir?”. Selain itu,
kovariat potensial yang dihipotesiskan terkait dengan sakit gigi termasuk usia,
jenis kelamin, daerah perumahan (pedesaan/perkotaan), SES (pendapatan
orang tua), tingkat pendidikan orang tua, kesadaran orang tua mengenai
kondisi kesehatan anak dan frekuensi konsumsi makanan, ras/etnis, dan
perilaku/frekuensi menyikat gigi.
Analisis data
Model persamaan struktural digunakan untuk menganalisis efek
independen dari kovariat setelah disesuaikan untuk efek perancu pada hasil
sakit gigi (tidak = 0, ya = 1). Penelitian ini juga mengkategorikan variabel
independen menjadi dua kelompok dan melakukan pelabelan sesuai dengan
hipotesis yang diajukan. Prediktor berikut dianalisis: usia (2–6 tahun = 0, dan
7–15 tahun = 1), jenis kelamin (laki-laki = 1, dan perempuan = 0), daerah
pemukiman (pedesaan = 1, dan perkotaan = 0) , status ekonomi (kuintil 1 dan
2 dikategorikan miskin = 1, dan kuintil 3, 4, dan 5 dikategorikan kaya = 0),
tingkat pendidikan orang tua (tidak berpendidikan dan hanya pendidikan dasar
yang dikategorikan tingkat pendidikan rendah = 1, dan pendidikan menengah
dan perguruan tinggi dikategorikan sebagai pendidikan tinggi = 0),
Semua data dianalisis menggunakan perangkat lunak STATA, versi
16.0. Perintah survei STATA digunakan untuk menyesuaikan dengan desain
survei multifaset. Bobot populasi dimasukkan dalam data untuk mendapatkan
perkiraan tingkat populasi dari hasil dan CI (95%). Analisis deskriptif
dilakukan untuk mengevaluasi distribusi kovariat dan hasil (sakit gigi) dalam
empat minggu sebelumnya. Selain itu, analisis regresi logistik multivariabel
diarahkan pada hasil episode sakit gigi baru-baru ini. Hubungan antara
7
prediktor, variabel mediator, dan hasil dari semua variabel dianalisis
menggunakan model persamaan struktural. Model hipotesis penelitian untuk
menganalisis hubungan langsung dan tidak langsung dari variabel prediktor
dan hasil. SEM dilakukan menggunakan Smart PLS versi 3.2.8 untuk menilai
Pvalue (P < 0,005 dan P < 0,001), SD, dan CI (2,5% dan 97,5% CI).
2.1.5 Hasil
Tabel 1.Studi Pendahuluan Sakit Gigi pada Anak Indonesia Tahun 2000-2014

Tabel 1 menunjukkan bahwa tahun 2000 total data adalah 11.686,


sebanyak 9.268 data yang digunakan dan anak yang mengalami sakit gigi
sebanyak 1.145 (12,35%). Tahun 2007 total data adalah 13.511, sebanyak
11.189 data yang digunakan dan anak yang mengalami sakit gigi sebanyak
1.193 (10,66%). Tahun 2014 total data adalah 15.739, sebanyak 12.595 data
yang digunakan dan anak yang mengalami sakit gigi sebanyak 1.959 (15,55%).

Tabel 2. Distribusi Sakit Gigi Menurut Umur, Jenis Kelamin, Tempat Tinggal,
SES, Kesadaran Orang Tua Terhadap Kondisi Kesehatan Anak Dan Frekuensi
Konsumsi Makanan, Serta Perilaku/Frekuensi Menggosok Gigi Pada Anak
Indonesia Tercatat Pada Tahun 2014

8
Tabel 2 menunjukkan bahwa Sakit gigi secara konsisten menunjukkan
prevalensi yang lebih tinggi pada anak yang lebih tua ( 7–15 tahun; 16,23%,
interval kepercayaan (CI): 15,39-17,09 dibandingkan dengan itu pada anak-
anak yang lebih muda (2-6 tahun; 14,6%, CI: 13,66-15,59). Anak perempuan
menunjukkan prevalensi sakit gigi yang lebih tinggi (16,10%, CI: 15,19-
17,05) dibandingkan anak laki-laki (15,03%, CI: 14,17-15,92). Prevalensi
sakit gigi sedikit lebih tinggi di perdesaan (15,59%, CI: 14,62-16,59)
dibandingkan di perkotaan (15,39%, CI: 14,70-16,38) juga lebih tinggi pada
anak-anak dari kelompok sosial ekonomi rendah. (16,97%, CI: 15,34-18,69). a
anak dari orang tua yang menunjukkan kesadaran yang lebih tinggi terhadap
kondisi kesehatan anak menunjukkan kecenderungan yang lebih rendah untuk
mengalami sakit gigi. Namun, hasil yang tidak meyakinkan untuk efek
kesadaran orang tua tentang frekuensi konsumsi makanan anak dilaporkan
karena terbatasnya jumlah responden yang menjawab bahwa konsumsi
makanan oleh anak-anak mereka kurang dari sekali per hari (n: 44, CI: 5.17–
27.35) . Jumlah anak yang makan 1-2 kali sehari memiliki prevalensi sakit
gigi lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang makan kurang dari sekali
atau tiga kali atau lebih sehari. Survei menunjukkan bahwa anak-anak dari
orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah menunjukkan
kecenderungan yang lebih besar untuk sakit gigi. Anak-anak memiliki waktu
menyikat gigi yang berbeda, dan anak dari orang tua yang tidak mengetahui
perilaku menggosok gigi anaknya menunjukkan prevalensi sakit gigi yang

9
lebih tinggi. Jumlah anak yang tidak menggosok gigi setiap hari hanya 490
(3,8%). Jumlah orang tua yang tidak mengetahui perilaku menggosok gigi
anaknya hanya 639 (5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa 91,2% orang tua
Indonesia mengetahui perilaku menggosok gigi anaknya. Sebagian besar anak
menyikat gigi di pagi hari (11.093) dan siang hari (7.885), berbeda dengan
waktu menyikat gigi yang disarankan secara universal di malam hari (3.013)
dan setelah makan (380).

Tabel 3. Etnis dan sakit gigi pada anak di Indonesia, 2014

Tabel 3 menunjukkan bahwa prevalensi sakit gigi pada anak-anak Jawa


sama dengan prevalensi nasional. Etnis Makassar, Toraja, dan Bugis yang
sebagian besar berada di Pulau Sulawesi secara konsisten mengungkapkan
prevalensi sakit gigi yang lebih tinggi yaitu >15% (di atas prevalensi nasional)

10
Tabel 4. Hubungan koefisien jalur

Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara


hubungan tidak langsung yaitu tingkat pendidikan orang tua dengan sakit gigi
(P nilai < 0,001). Tidak ada hubungan yang signifikan antara sakit gigi dan
perilaku/frekuensi menyikat gigi (P nilai < 0,005), yang dapat dikaitkan
dengan fakta bahwa sakit gigi tidak hanya terkait dengan frekuensi menyikat
gigi. hubungan tidak langsung yang signifikan antara sakit gigi dan SES (P
nilai < 0,001).
2.1.6 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi sakit gigi pada tahun 2014
sebesar 15,55%. Hasil ini sedikit lebih tinggi dari dua penelitian sebelumnya,
yang melaporkan prevalensi 10,7% pada anak-anak AS. Lewis, C. & Stout, J,
2010 dan 11% pada anak-anak Brasil Bastos, J. L., Gigante, D. P, 2008.
Namun, hasil tersebut kurang dari hasil yang diperoleh Bianco et al., yang

11
melaporkan prevalensi sakit gigi sebesar 23,5% pada anak-anak Italia berusia
11-16 tahun selama 3 bulan sebelumnya. Peningkatan prevalensi 2007-2014
dapat dijelaskan oleh SEM, yang menyoroti sifat multifaset dari sakit gigi.
SEM menunjukkan bahwa prevalensi sakit gigi secara signifikan lebih tinggi
pada anak yang lebih tua dibandingkan dengan anak yang lebih muda. Hasil
ini menguatkan dengan penelitian sebelumnya (Ortiz, F. R. et al, 2014) yang
mengungkapkan kemungkinan sakit gigi yang lebih tinggi pada anak yang
lebih tua dibandingkan dengan anak yang lebih muda. Hubungan antara sakit
gigi dan usia juga dicari oleh (Yuen et al., 2011) yang menemukan
kemungkinan sakit gigi lebih tinggi dengan bertambahnya usia anak, dan
hubungan ini diamati sampai saat gigi sulung dan permanen terbuka di rongga
mulut. Peneltiian ini tidak menemukan hubungan antara seks dan sakit gigi.
Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ortiz, F. R. et al,
2014), namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Boeira et al,
2012).
Hubungan tidak langsung yang signifikan diamati antara daerah
perumahan dan sakit gigi. Asosiasi ini dimediasi oleh SES dan kesadaran
orang tua terhadap kondisi kesehatan anak. Asosiasi serupa dilaporkan oleh
penelitian sebelumnya menggunakan SEM; tempat tinggal, jenis kelamin, dan
konsumsi gula berhubungan dengan pengalaman karies gigi pada anak usia 12
tahun (Amalia, R, 2012). Hubungan langsung ditemukan antara kesadaran
orang tua terhadap frekuensi konsumsi makanan anak dengan sakit gigi,
meskipun frekuensi konsumsi makanan anak tidak dipengaruhi oleh SES.
Hubungan frekuensi konsumsi makanan anak dengan sakit gigi khususnya
konsumsi gula dapat dijelaskan dengan patofisiologi karies gigi. Karies gigi
terutama tergantung pada keberadaan gula yang dapat difermentasi,
lingkungan yang menguntungkan, bakteri kariogenik, dan faktor host yang
kondusif. Tabel 4 menunjukkan hubungan tidak langsung yang signifikan
antara tingkat pendidikan orang tua dengan sakit gigi. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang tidak menemukan hubungan
langsung antara tingkat pendidikan ibu dengan karies gigi. Tingkat pendidikan
ibu berhubungan secara signifikan dengan konsumsi gula dan perilaku
menggosok gigi. Hubungan tidak langsung antara tingkat pendidikan ibu
dengan karies gigi dimediasi oleh konsumsi gula. Tidak ada hubungan yang
12
signifikan antara sakit gigi dan perilaku/frekuensi menyikat gigi, yang dapat
dikaitkan dengan fakta bahwa sakit gigi tidak hanya terkait dengan frekuensi
menyikat gigi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Amalia, R,
2012). Teknik menyikat gigi juga memainkan peran penting dalam asosiasi.
Alasan kedua yang mungkin adalah informasi yang tersedia di IFLS.
Pengkategorian menurut waktu menyikat gigi ini dapat menyebabkan
tanggapan responden yang tidak tepat sebagai 'dua kali', di pagi hari dan
setelah makan, ketika anak-anak mungkin benar-benar menyikat gigi hanya
sekali sehari. Hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa secara signifikan
lebih banyak anak menyikat gigi pada siang dan pagi hari dibandingkan pada
malam hari dan setelah makan. Sebuah penelitian sebelumnya (.Kumar, S. et
al, 2017) melaporkan pengalaman karies gigi yang lebih tinggi dan kebersihan
mulut yang lebih buruk pada anak-anak dari orang tua dengan SES yang lebih
rendah. Studi kami menemukan hubungan tidak langsung yang signifikan
antara sakit gigi dan SES. Korelasi tersebut dimediasi oleh kesadaran orang
tua terhadap kondisi kesehatan anak. Apalagi pada tahun 2014, kelompok
kuintil termiskin-bawah menunjukkan kecenderungan sakit gigi.
Temuan ini sangat menyarankan bahwa kesadaran orang tua terhadap
kondisi kesehatan anak dan SES harus dipertimbangkan saat menentukan
hubungan beberapa kovariat seperti daerah tempat tinggal dan tingkat
pendidikan orang tua dengan sakit gigi. Anak-anak dari orang tua dengan SES
yang lebih rendah menunjukkan kecenderungan yang lebih tinggi untuk sakit
gigi karena akses yang terbatas ke perawatan gigi, dan sakit gigi sering
merupakan akibat dari karies gigi yang tidak dipulihkan. Prevalensi sakit gigi
bervariasi menurut etnis. Hasil ini dapat dijelaskan oleh perilaku khusus,
konsumsi makanan tertentu, dan keyakinan kesehatan yang bervariasi lintas
etnis. Etnisitas memainkan peran penting dalam diet karena pengaruh tradisi.
Penduduk Jawa yang sebagian besar berasal dari Jawa Tengah diketahui
mengonsumsi makanan dalam porsi yang terbatas, terutama makanan pokok,
buah-buahan, dan sayur-sayuran dibandingkan dengan suku bangsa lain di
tanah air.

13
2.1.7 Simpulan dan Saran / rekomendasi
Simpulan: Sakit gigi, biasanya disebabkan oleh karies gigi yang parah dan
tidak dirawat, mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penelitian kami
menganalisis prevalensi sakit gigi pada anak Indonesia pada tahun 2014.
Prevalensi sakit gigi pada anak di Indonesia adalah 15,5%. Menggunakan
SEM, kami menemukan model alternatif dari hubungan kompleks antara sakit
gigi dan faktor risiko yang terkait. Studi sebelumnya telah menguraikan
penggunaan SEM dalam menentukan hubungan langsung dan tidak langsung
antara hasil dan faktor risikonya. Kesadaran orang tua akan kondisi kesehatan
anak memediasi beberapa asosiasi tidak langsung
Saran:
Orang tua harus menyadari kondisi kesehatan dan frekuensi konsumsi
makanan anak-anak sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigi dan
menimbulkan rasa sakit gigi.

2.2 Substansi Artikel


2.2.1 Description of Evidence
1. Exposure: pendidikan orang tua, daerah tempat tinggal, kesadaran orang
tua, frekuensi konsumsi makanan, dan perilaku/frekuensi menyikat gigi
2. Outcome: Sakit gigi pada anak-anak
3. Design: Cross sectional
4. Study Population: Anak-anak berusia 2-15 tahun terdaftar di IFLS
5. Main Result: Prevalensi sakit gigi pada anak Indonesia sebesar 15,55%
(1.959 dari 12.595). Terdapat hubungan antara dan kesadaran orang tua
terhadap kondisi kesehatan anak (P < 0,005) dan frekuensi konsumsi makanan
(P < 0,001). Tingkat pendidikan orang tua dan daerah tempat tinggal
menunjukkan hubungan tidak langsung dengan sakit gigi, dimediasi oleh
status sosial ekonomi dan kesadaran orang tua terhadap kondisi kesehatan
anak (P < 0,001).
2.2.2 Non-Causal Explanations
1. Observation Bias
Penelitian ini dimungkinkan adanya recall bias yang muncul ketika
orang tua ditanya tentang pengalaman sakit gigi anak-anak mereka dalam
empat minggu terakhir
14
2. Confounding
Penelitian ini terdapat variabel confounding yaitu status sosial ekonomi
dan kesadaran orang tua
3. Chance

2.2.3 Positive Features of Causation


1. Time Relationship
2. Strength
3. Dose Response

4. Consistency
5. Specificity

2.2.4 External Validity


1. To the Eligible Population
2. To the Source Population
3. To other Population
2.2.5 Comparison with other evidence
Jurnal Pembanding 1
Judul :
Variabel
a. Variabel Dependen:
b. Variabel Independen:
Hasil Riset:
Jurnal Pembanding 2
Judul :
Penulis :
Variabel
a. Variabel Dependen:
b. Variabel Independen:
Hasil Riset:
Jurnal Pembanding 3
Judul :
Penulis :
15
Variabel
a. Variabel Dependen:
b. Variabel Independen:
Hasil Riset:
1. Consistency
2. Specificity
3. Plausability
4. Coherence
2.3 Temuan utama, keterbatasan penelitian dan gagasan baru untuk penelitian
yang lebih baik
2.3.1 Temuan Utama
2.3.2 Keterbatasan Penelitian
2.3.3 Gagasan baru untuk penelitian yang lebih baik

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

3.2 Saran

16
DAFTAR PUSTAKA

17

Anda mungkin juga menyukai