Gambar 12. Rekonstruksi CT abdomen potongan koronal dengan medium kontras di mana
cecal apendix yang terdistensi terlihat (panah putih), dengan penebalan pada dindingnya dan
gambaran kalsifikasi yang berhubungan dengan apendicolith pada base nya ( panah orange)
Gambar 13. Gambaran CT kontras pada potongan axial (a) and saggital (b), showing a
focal thickening pada dinding sekum (panah putuh), sekunder ke apendisitis akut
Gambar 11. Potongan CT axial dengan medium kontras, menunjukkan penebalkan
(panah orange)
apendix dengan pseudostratifikasi pada dindingnya disebut dengan the “Diana” sign
(panah).
Gambar 17. Gambar MR aksial dalam sekuensi SSFSE dengan T1 (a) dan T2 dengan
Gambar 15. Gambaran CT dengan medium kontras pada potongan axial (a)dan penekanan lemak (b) informasi. Sebuah tubular loop cecum dapat dilihat, menebal,
potongan koronal (b). Perubahan inflamasi yang luas pada lemak regio ileocecal dan terletak di fossa iliaka kanan, dengan perubahan tanda lemak mesenterika sekitarnya
udara extra luminal pada retroperitoneum karena perforasi (panah hitam). Sebagai (panah hitam). b) Cairan bebas dalam rongga dapat dilihat pada urutan dengan
tambahan, gambar ini mengindiksikan apendisitis dengan apendicolith (panah putih). penekanan lemak (panah putih), bersebelahan dengan appendix cecal, yang
menandakan proses inflamasi.
.
3884 Acute appendicitis: imaging findings and current approach to diagnostic images. Arévalo O., Moreno M., Ulloa L.
artículos de revisión
a b
Terdapat dua indikasi utama MR yaitu sebagai alternatif interpretasi CT pada anak- anak
dengan kecurigaan appendicitis atau pada wanita hamil yang dicurigai mengaklami
apendisitis akut namun tidak yakin dengan ultrasonografi, namun ultrasonography tidak
mengonfirmasi atau menyingkirkan kdiagnosis pada kasus.here are mainly two MR
indications: as an alternative to CT in children with suspicion of appendicitis. (2,5,40-45).
Singh, et al. (46) menyarankan dokter menanyakan 3 pertanyaan sebelum meminta MR
pada wanita hamil :
Apakah informasi yang tersedia oleh ultrasonograohy tidak meyakinkan ?
Apakah informasi yang disediakan dengan MR mengubah management pasien ?
Dapatkah MR ditunda hingga pasien tidak hamil ?
Dokter dapat meminta MR bila dia merasa tetap membutuhkan setelah menjawab tiga
pertanyaan tersebut.
Terdapat beberapa imaging protokol akuisisi pencitraan MR untuk mengoptimalkan waktu
akuisisi, mengurangi gerakan, dan menghemar waktu untuk mencegah munculnya
komplikasi karena treatment yang tidak menguntungkan, tanpa mengurangi resolusi spasial
atau kualitas pencitraan. Dua dari protokol yang paling dikenal adalah pernafasan bebas
dan berkelanjutan (cepat).
Protokol yang paling umum adalah pernafasan bebas yang akan menggambarkan T2
potentiated images dengan saturasi lemak; gambar potensiasi T1 sebelum dan sesudah
memberikkan medium kontras paramagnetik intravena. Protokol ini memiliki sensitivitas 97-
100%, spesifisitas antara 92-93%; Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya pemberian
Gadolinium pada semester awal kehamilahan masih didiskusikan.
Pada MR, appendix caecum divisualisasikan sebegai struktur tubular caecum dengan
intensitas T1w dan T2w ketika terdapat gas atau fekal, atau memiliki intensitas otot yang
sama dibanding ketika kolaps. Sangat mungkin untuk memvisualisasikan apendix pada lebih
dari 62% pasien normal. T2w merupakan serial dimana struktur ini dapat divisualisasikan
dengan baik. Ukuran batas ambang adalah sama dibanding dengan ultrasonography dan
CT, dan gambaran patologikal yang paling dapat direpresentasikan memiliki intensitas
lemak periappendicular yang tinggi pada T2w, terkait dengan perubahan dinding dan
peningkatan diameter transversal dari apendix (figures 16 and 17). Kumpulan
periapendicular dan abses juga dapat diobservasi (3,5,46).
Beberapa artikel telah dipublish terkait hasil modalitas pencitraan yang berbeda untuk
diagnosis apendisitis akut, yang bergantung pada beberapa variable seperti usia, jenis
kelamin, dan kondisi klinik spesifik lainnya. Beberapa penulis mendukung penggunaan
imaging pada semua pasien yang dicurigai terkena appendicitis. Penulis lain menyatakan
bahwa penggunaaannya dilakukan hanya pada kasus yang meragukan. Hanya sedikit yang
mengatakan bahwa maging tidak berguna (11).
Terlepas dari beberapa kontroversi, Dr. Parks, et al. (8), dalam artikelnya merangkum
bukti yang tersedia untuk tiga modalitas pencitraan yang paling sering digunakan dalam
diagnosis apendisitis akut (tabel 2). Oleh karenanya, guideline telah disarankan mengenai
modalitas pencitraan yang harus dipilih bergantung padapasien dan karakteristik spesifik
klinis. (42,49-51).
Umumnya, ultrasonography lebih digunakan sebagai langkah awal pada anak- anak.
Temuan klinis memberikan banyak relevansi. CT dijadikan sebagai pilihan kedua, dan
hanya ketika dibutuhkan. MR masih belum termasuk dalam algoritma diagnosis rutin (2)
(grafik 1). Di sisi lain, teknik yang paling tersedia di institusi harus digunakan untuk orang
dewasa, baik CT atau ultrasonography. Namun, ultrasonography sebaiknya digunakan
sebagai pilihan pertama dengan tujuan mencegah pasien iradiasi semaksimal mungkin (30)
(chart 2).
Kesulitan Diagnostik
Diagnosis apendisitis akut melalui pencitraan tidak mudah. Kesulitan diagnosis dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori: kesulitan karena kebiasaan tubuh pasien dan
kesulitan lkokasi apendix yang anomali (13,52-54). Terkait kebiasaan tubuh pasien,
disebutkan bahwa pada pasien dengan lemak peritoneal yang rendah misal pada anak-
anak, sulit membedakan perbedaan struktur CT abdomen. Dengan kata lain, sangat sulit
untuk melakukan ultrasound pada pasien dengan jaringan adipose subkutan yang banyak,
mengingat bahwa lemak membatasi propagasi ultrasound loop dan acoustic window.