BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu kimia secara sejarah merupakan pengembangan baru, tapi ilmu ini berakar pada alkimia yang
telah dipraktikkan selama berabad-abad di seluruh dunia. Alkimiawan menemukan banyak proses
kimia yang menuntun pada pengembangan kimia modern. Kita sering menemui unsur di sekitar kita.
Apabila kita sebutkan satu per satu akan sangat sulit karena saat ini telah ditemukan kurang lebih
118 unsur. Sebagian besar merupakan unsur yang ditemukan di alam dan berjumlah 92, sedangkan
unsur lainnya merupakan unsur buatan. Untuk mempelajari tiap-tiap unsur, pembahasannya sangat
kompleks karena sifat-sifat unsur bervariasi antara satu dengan yang lainnya dan jika kita
mempelajari satu demi satu alangkah sulitnya. Unsur-unsur tersebut perlu dikelompokkan supaya
mudah dalam mempelajarinya.. Hal inilah yang mendorong para ahli dari dulu untuk
mengelompokkan unsur. Bagaimana mengelompokkan unsur-unsur dengan jumlah yang besar dan
sifat yang berbeda-beda?
Pengelompokkan dilakukan dengan membandingkan sifat-sifat unsur. Dasar pertama yang
digunakan untuk mengelompokkan unsur adalah kemiripan sifat, kemudian kenaikan massa atom,
dan sekarang berdasarkan kenaikan nomor atom. Pengelompokkan unsur mengalami perkembangan
dari pengelompokkan unsur yang paling sederhana berdasarkan sifat logam dan bukan logam,
kemudian disusul sistem triade Dobereiner, sistem oktaf Newlands, sistem periodik Mendeleyev, dan
sistem periodik yang kita gunakan saat ini (Henry G. Moseley).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perkembangan sejarah susunan berkala/sistem periodik ?
2. Apa sajakah sifat-sifat unsur ?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan sejarah sistem periodik unsur.
2. Untuk mengetahui beberapa sifat unsur.
D. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Menjadi kajian wawasan ilmu sistem periodik.
2. Memberikan bekal pengetahuan agar dapat mengetahui ruang lingkup sistem periodik.
3. Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam mengetahui ruang lingkup sistem periodik.
BAB I
PEMBAHASAN
A. Susunan Berkala
Susunan Berkala disebut juga sebagai sistem periodik unsur. Dengan ilmu kimia kita dapat
mempelajari segala sesuatu tentang unsur-unsur dan interaksi antara suatu unsur dengan unsur
yang lainnya, sehingga dapat terjadi suatu perubahan kimia (reaksi kimia persenyawaan dan lain-
lain).
Seperti kita ketahui, telah dikenal lebih dari 100 unsur terdapat di alam dan masing-masing unsur
memiliki sifat-sifat yang berbeda. Oleh karena itu untuk mempelajari kelakukan setiap unsur, perlu
diadakan klasifikasi unsur-unsur dalam golongan-golongan yang didasarkan atas persamaan sifat-
sifatnya. Unsur-unsur yang memiliki sifat-sifat yang mirip dimasukan ke dalam satu golongan,
sehingga dapat dipelajari dengan lebih mudah dan lebih sistimatis, sekaligus dapat melihat
hubungan antara satu hal dengan hal lainnya. Secara singkat, guna susunan berkala adalah untuk
meramalkan dan mengetahui sifat unsur, sehingga kita dapat meramalkaan dan mengetahui
berbagai gejala/kejadian di alam.
1.1 Lavoiser
Pada 1789, Antoine Lavoiser mengelompokan 33 unsur kimia. Pengelompokan unsur tersebut
berdasarkan sifat kimianya. Unsur-unsur kimia di bagi menjadi empat kelompok. Yaitu gas, tanah,
logam dan non logam. Pengelompokan ini masih terlalu umum karena ternyata dalam kelompok
unsur logam masih terdapat berbagai unsur yang memiliki sifat berbeda. Unsur gas yang di
kelompokan oleh Lavoisier adalah cahaya, kalor, oksigen, azote (nitrogen), dan hidrogen. Unsur-
unsur yang tergolong non logam adalah sulfur, fosfor, karbon, asam klorida, asam flourida, dan
asam borak.
Unsur-unsur logam adalah antimon,perak, arsenik, bismuth. Kobalt, tembaga, timah, nesi, mangan,
raksa, molibdenum, nikel, emas, platina, tobel, tungsten, dan seng.
Yang tergolong unsur tanah adalah kapur, magnesium oksida, barium oksida, aluminium oksida, dan
silikon oksida.
Kelemahan dari teori Lavoisior : Penglompokan masih terlalu umum
Kelebihan dari teori Lavoisior : Sudah mengelompokan 33 unsur yang ada
berdasarkan sifat kimia sehingga bisa di jadikan
referensi bagi ilmuan-ilmuan setelahnya.
1.2 Dalton
Dalton mengemukakan bahwa unsur dari atom yang berbeda mempunyai sifat dan massa yang
berbeda. Massa atom diperoleh dari perbandingan massa atom unsur terhadap massa atom unsur
hidrogen. Berangkat dari teorinya itu Dalton mengelompokkan zat-zat yang berupa unsur-unsur
(sebanyak 36 unsur) berdasarkan kenaikan massa atomnya.
Hukum oktaf newlands ternyata hanya berlaku untuk unsur-unsur ringan. Jika diteruskan, teryata
kemiripan sifat terlalu dipaksakan. Misalnya, Ti mempunya sifat yang cukup berbeda dengan Al
maupun B.
Kelemahan dari teori ini adalah dalam kenyataanya masih diketemukan beberapa oktaf yang isinya
lebih dari delapan unsur. Dan penggolonganya ini tidak cocok untuk unsur yang massa atomnya
sangat besar. 1.6 Lothar Meyer
Pada tahun 1969, Lothar Meyer mengamati hubungan antara kenaikan massa atom dengan sifat
unsur. Hal ini dilakukan antara lain dengan membuat Kurva volume atom versus fungsi massa atom.
Dari kurva, ia mengamati adanya keteraturan dari unsur-unsur dengan sifat yang mirip, dan
pengulangan sifat unsur tidak selalu setelah 8 unsur, seperti dinyatakan dalam hukum oktaf.
Unsur-unsur disusun berdasarkan kenaikan massa atom secara vertikal. Pengulangan sifat unsur
membentuk kolom. Sedangkan unsur-unsur dengan sifat yang mirip terletak pada baris yang sama.
Sebagaimana dapat dilihat pada gambar di atas, Mendeleev mengkosongkan beberapa tempat. Hal
itu dilakukan untuk menetapkan kemiripan sifat dalam golongan. Sebagai contoh, Mendelev
menempatkan Ti (Ar = 48) pada golongan IV dan membiarkan golongan III kosong karena Ti lebih
mirip dengan C dan Si, dari pada dengan B dan Al. Mendeleev meramalkan dari sifat unsur yang
belum di kenal itu. Perkiraan tersebut didasarkan pada sifat unsur lain yang sudah dikenal, yang
letaknya berdampingan baik secara mendatar maupun secara tegak. Ketika unsur yang diramalkan
itu ditemukan, ternyata sifatnya sangat sesuai dengan ramalan mendeleev. Salah satu contoh adalah
germanium (Ge) yang ditemukan pada tahun 1886, yang oleh Mendeleev dinamai ekasilikon.
Pada periode 6 dan 7 terdapat masing-masing 14 unsur yang disebut unsur-unsur transisi dalam,
yaitu unsur-unsur antanida dan aktinida. Unsur-unsur transisi dalam semua termasuk golongan IIIB.
Unsur-unsur lantanida pada periode 6 golongan IIIB, dan unsur-unsur aktinida pada periode 7
golongan IIIB. Penempatan unsur-unsur tersebut di bagian bawah tabel periodik adalah untuk
alasan teknis, sehingga daftr tidak terlalu panjang.
C. Sifat-sifat Unsur
1. Jari-jari Atom
Jari-jari atom adalah jarak dari inti atom ke kulit terluar. Besarnya jari-jari atom dipengaruhi oleh
jumlah kulit elektron dan muatan inti atom.
Dalam suatu golongan, jari-jari atom semakin ke atas cenderung semakin kecil. Hal ini terjadi
karena semakin ke atas, kulit elektron semakin kecil.
Dalam suatu periode, semakin ke kanan jari-jari atom cenderung semakin kecil. Hal ini terjadi
karena semakin ke kanan jumlah proton dan jumlah elektron semakin banyak, sedangkan jumlah
kulit terluar yang terisi elektron tetap sama sehingga tarikan inti terhadap elektron terluar semakin
kuat. 2. Jari-jari Ion
Ion mempunyai jari-jari yang berbeda secara nyata (signifikan) jika dibandingkan dengan jari-jari
atom netralnya. Ion bermuatan positif (kation) mempunyai jari-jari yang lebih kecil, sedangkan ion
bermuatan negatif (anion) mempunyai jari-jari yang lebih besar jika dibandingkan dengan jari-jari
atom netralnya.
3. Energi Ionisasi
Energi ionisasi adalah besarnya energi yang diperlukan oleh suatu atom/ion untuk melepaskan
sebuah elektron yang terikat paling lemah (elektron teluar).
Energi ionisasi merupakan energi yang digunakan untuk melawan gaya tarik inti terhadap elektron
terluarnya, jadi semakin jauh dari inti maka semakin kecil energi ionisasinya dan semakin mudah
elektron itu dilepaskan.
Dalam suatu periode semakin banyak elektron dan proton gaya tarik menarik elektron terluar
dengan inti semakin besar (jari-jari kecil). Akibatnya, elektron sukar lepas sehingga energi untuk
melepas elektron semakin besar. Hal ini berarti energi ionisasi besar. Jika jumlah elektronnya
sedikit, gaya tarik menarik elektron dengan inti lebih kecil (jari-jarinya semakain besar). Akibatnya,
energi untuk melepaskan elektron terluar relatif lebih kecil berarti energi ionisasi kecil.
· Unsur-unsur yang segolongan : energi ionisasi makin ke bawah makin kecil, karena elektron terluar
makin jauh dari inti (gaya tarik inti makin lemah), sehingga elektron terluar makin mudah di
lepaskan.
· Unsur-unsur yan seperiode : energi ionisai pada umumnya makin ke kanan makin besar, karena
makin ke kanan gaya tarik inti makin kuat.
Kekecualian :
Unsur-unsur golongan II A memiliki energi ionisasi yang lebih besar dari pada golongan III A, dan
energi ionisasi golongan V A lebih besar dari pada golongan VI A.
4. Afinitas Elektron
Afinitas Elektron adalah besarnya energi yang dibebaskan oleh suatu atom untuk menerina sebuah
elektron.
Jadi, besaran afinitas elektron merupakan besaran yang dapat digunakan untuk mudah tidaknya
atom untuk menarik elektron. Semakin besar afinitas elektron yang dimiliki atom itu menunjukan
bahwa atom itu mudah nenarik elektron dari luar dan membentuk ion negatif(anion). Jika ion negatif
yang terbentuk bersifat stabil, maka proses penyerapan elektron itu disertai pelepasan energi dan
afinitas elektronnya dinyatakan dengan tanda negatif. Akan tetapi jika ion negatif yang terbentuk
tidak stabil, maka proses penyerapan elektron akan membutuhkan energi dan afinitas elektronnya
dinyatakan dengan tanda positif. Jadi, unsur yang mempunyai afinitas elektron bertanda negatif
mempunyai kecenderungan lebih besar menyerap elektron daripada unsur yang afinitas elektronnya
bertanda positif. Makin negatif nilai afinitas elektron berarti makin besar kecenderungan menyerap
elektron.
Dalam satu periode dari kiri ke kanan, jari-jari semakin kecil dan gaya tarik inti terhadap elektron
semakin besar, maka atom semakin mudah menarik elektron dari luar sehingga afinitas elektron
semakin besar.
Pada satu golongan dari atas ke bawah, jari-jari atom makin besar, sehingga gaya tarik inti terhadap
elektron makin kecil, maka atom semakin sulit menarik elektron dari luar, sehingga afinitas elektron
semakin kecil.
5. Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah kemampuan suatu atom untuk menarik elektron dari atom lain. Faktor
yang mempengaruhi keelektronegatifan adalah gaya tarik dari inti terhadap elektron dan jari-jari
atom. Harga keelektronegatifan bersifat relatif (berupa perbandingan suatu atom yag lain).
· Unsur-unsur yang segolongan : keelktronegatifan makin ke bawah makin kecil, karena gaya taik-
menarik inti makin lemah. Unsur-unsur bagian bawah dalam sistem periodik cenderung melepaskan
elektron. · Unsur-unsur yang seperiode : keelektronegatifan makin ke kanan makin besar.
Keelektronegatifan terbesar pada setiap periode dimiliki oleh golongan VII A (unsur-unsur halogen).
Harga keelektronegatifan terbesar terdapat pada flour (F) yakni 4,0, dan harga terkecil terdapat
pada fransium (Fr) yakni 0,7.
Harga keelektronegatifan penting untuk menentukan bilangan oksidasi (biloks) unsur dalam sutu
senyawa. Jika harga keelektronegatifan besar, berarti unsur yang bersangkutan cenderung menerim
elektron dan membentuk bilangan oksidasi negatif. Jika harga keelektronegatifan kecil, unsur
cenderung melepaskan elektron dan membentuk bilangan oksidasi positif. Jumlah atom yang diikat
bergantung pada elektron valensinya.
7. Kereaktifan
Reaktif artinya mudah bereaksi. Unsur-unsur logam pada sistem periodik, makin ke bawah makin
reaktif, karena makin mudah melepaskan elektron. Unsur-unsur bukan logam pada sistem periodik,
makin ke bawah makin kurang reaktif, karena makin sukar menangkap elektron.
Kereaktifan suatu unsur bergantung pada kecenderungannya melepas atau menarik elektron. Jadi,
unsur logam yang paling reatif adalah golongan VIIA (halogen). Dari kiri ke kanan dalam satu
periode, mula-mula kereaktifan menurun kemudian bertambah hingga golongan VIIA. Golongan VIIA
tidak reaktif.