Anda di halaman 1dari 8

IDUL FITRI, MARI KEMBALI KE JATIDIRI !

(Khutbah Hari Raya Idul Fitri 1433 H)

Oleh :

Drs. H. Sudjak, M.Ag

(Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur)

ً ً ً
‫ ال هلإ إال‬،‫ اهلل أكرب لتريا واحلًد هلل لثريا وستدان اهلل ةكرة وأصيال‬، 9× ‫اهلل أكرب‬
‫اهلل واهلل أكرب اهلل أكرب وهلل احلًد‬

ٌَ‫َ َز َل َجلَا ِهي ُِ ِي‬ ْ ََ ‫ي‬ َ َ َ َ ََ ْ َ َ ََ َ ُ ْ


‫ وأ‬،‫يد‬ِ ‫يد اَِع ِػ‬ ِ ‫ ََ َى جلَا ّْ َر رَنان ةِّذا اه ِػ‬،‫يد‬ ِ ًِ َ ‫هلل اهػ ِز ِز احل‬
ِ ِ ‫احلًَد‬
َ َ َ َُ َ َ ُ َ ْ َ ُ ‫َ َ َ َ ُ َ َ ْ ُ َ ُ َ ْ َ ُ َ ي ََ ي‬ َ‫ي‬
‫ َػن‬،‫َش ك َل‬ ِ ‫ أّْد أن ال إَل ِإال اهلل وخده ال‬،‫اب واهػطا ِء وِْ اَم ِر ى اًَ ِجيد‬ ِ ْ‫اثل‬
ُ‫ َوأَ ْْ َّد‬،‫ني‬َ ‫خوص‬ ْ ُ َْ ‫ي‬
ًَ‫ا‬ ‫ني‬ ً ‫ئ‬ ‫ا‬ ‫اَص‬ ‫ْب‬
ُُ ُُ َُْ ً ُ ُ َ َ
‫و‬ ‫ق‬ ‫ِف‬ ‫ه‬‫ُش‬ ‫ن‬‫ي‬ ‫ا‬ ‫ور‬‫ُس‬ ‫و‬ ، ‫ني‬ َ‫ي‬ ‫ؤ‬ ُ ‫يد اهف ْطر فَ ْر َخ ًث هػتَاده‬
ًَ‫ا‬ َ ‫ع‬
ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِِ ِِ ِ ِ ِ
َ‫يد ل َْاغث‬ َ ‫ َو َس يٌ اهػ‬،‫ْر‬ َ ‫اجل‬ ُّ َ َ ُ َ ََ ‫ي‬ ُ ُ ُ َ َ ُ ُ ْ َ ً ‫َ ي َ ِّ َ َ َ َ ي َ ُ َ ي‬
ِ ِِ ِ ‫اَّلي نُش اَّدى و‬ ِ ،‫أن سيدٍا وٍ ِبيَا ُمًدا عتده ورسَْل‬
ُ َ ََ َ َ‫ُ َ َْ َ َ ي‬ ‫ي‬ َ ّْ ‫ابل‬
‫ َوأ ْص َداةِ ُِ اهغ ِّر‬،ٌَ ‫اهطا ِِ ِر‬ ‫ني ي‬ َ ‫اهطيِّب‬
ِ
‫آَل ي‬ ِِ ‫لَع‬ ‫ و‬-‫ َصًل اهلل غوي ُِ وسوى‬- ،‫ور‬ ِ
ُ ُّ ‫ج ِث َو‬
‫اَُّس‬ َ
ِّ ِ‫لَع َن ّْجّ ْى َواََِ َدى ة َّ ْديّ ْى إىل يَْم‬ َ َ َ ْ ََ
.ٌِ ْ‫ادلي‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫ ويٌ سار‬،‫ني‬ ََ
ِ ‫اًَيا ِي‬

ّ ّ َ ‫ي‬ ُ ْ َ َ َ ‫َ َ َُْ َي‬ ُ‫ي‬ َ َ ََ ُ َْ ‫َي‬


‫ ﯿ ﰀ‬/ ‫ قال اهلل غز وَن‬.‫هلل! اتقْا اهلل واغوًْا أن اهلل يع اًََ ِقني‬
ِ ‫ هيا ِغتاد ا‬/‫أيا بػد‬
٤١ - ٤١ :‫األعلى‬ ‫ﰁﰂ ﰃﰄ ﰅﰆﰇﰈ‬

Puji Syukur kepada Allah SWT, pada hari ini, kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia
berbahagia dan bersukacita menyambut hari raya idul fitri, setelah sebelumnya melaksanakan
ibadah di bulan yang dimuliakan, yaitu ibadah di bulan Ramadhan, dengan membesarkan asma
Allah Ta’ala, mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid silih berganti. Kita dengar, lantunan
kalimat tersebut sungguh dapat menggetarkan dada dan merasuk ke dalam jiwa. Semoga kita
semua senantiasa mendapatkan petunjuk dan ridho dari Allah SWT sehingga bahagia di dunia
dan akherat, amin.

Sholawat serta salam semoga tetap atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga,
para sahabat dan para pengikutnya sampai hari kiamat nanti. Semoga kita sekalian termasuk
umatnya yang mendapatkan syafaatnya kelak di akherat, amin Allahumma amin.

‫ وهلل احلًد‬، 3× ‫اهلل أكرب‬


Kaum muslimin dan muslimat yang dimulyakan Allah

Pagi ini, kita merayakan hari raya Idul Fitri, hari raya kesucian yang dinantikan kehadirannya
oleh setiap insan yang beriman, dengan demikian kita kembali kepada fitrah, yaitu kemurnian
dan kesucian. Kembali kepada kemurnian dan kesucian berarti kita kembali kepada suasana yang
bersih terlepas dari dosa dan kesalahan. Setiap orang yang melaksanakan puasa Ramadhan sesuai
dengan petunjuk al-Qur‟an dan al-Sunnah akan terlepas dari dosa dan kesalahannya sehingga
menjadi suci kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Kesucian yang telah
kita peroleh dengan susah payah yaitu dengan menjalankan puasa selama 1 bulan di bulan
Ramadhan tersebut, hendaklah terus dipertahankan sampai bulan-bulan berikutnya dengan
meningkatkan iman dan takwa kita serta mendekatkan diri kepada-Nya dimanapun berada.

Puasa Ramadhan yang baru saja kita jalani membentuk setiap diri umat Islam agar memiliki
kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat meningkatkan potensi kesucian
rohaninya. Puasa juga dapat membentuk jatidiri muslim yang paripurna, pembentukan jatidiri
dalam ibadah puasa merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia mukmin,
karena dengan jatidiri itulah kita akan bersikap istiqomah dalam menjalani ajaran agama.

Pembentukan jatidiri itu, menuju perubahan pada yang lebih baik dan lebih sempurna, manusia
mukmin yang melaksanakan ibadah Ramadhan juga diarahkan agar melakukan perubahan yang
besar dalam membentuk jatidirinya, dari manusia yang berkualitas rendah menjadi berkualitas
tinggi menuju kesempurnaan sesuai dengan ajaran Islam. Puasa Ramadhan pada hakikatnya
dapat membentuk jatidiri seseorang menjadi pribadi yang berkualitas dan memiliki kemampuan
yang tinggi dalam meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.

Jatidiri dikenal juga dengan istilah FITRAH, dalam kamus Lisanul Arab, ditulis salah satu
makna „fitrah‟ dengan arti (Al-Ibtida wal ikhtiro / memulai dan mencipta). Sehingga dapat
ditarik pengertian bahwa FITRAH adalah penciptaan awal atau asal kejadian. FITRAH adalah
kondisi "default factory setting", suatu kondisi awal sesuai desain pabrik.

Sebagai ilustrasi misalnya suatu barang, sebut saja “gelas”. Gelas pada awalnya diciptakan
(dibuat) dengan tujuan sebagai alat minum, maka fitrah-nya gelas adalah sebagai alat minum. Si
pembuat gelas (pabrik) pasti telah memilih bahan, proses dan desain produknya sesuai dengan
tujuan ia membuatnya. Oleh karena itu maka gelas itu sangat cocok dan pas dipakai sebagai alat
minum karena sesuai dengan fitrahnya. Pertanyaan berikutnya, apakah gelas itu bisa dipakai
sebagai alat mandi?. Jawabnya tentu bisa. Tetapi yang perlu diperhatikan, pasti tidak nyaman
memakainya dan si gelas itu akan cepat rusak.
‫ وهلل احلًد‬، 3× ‫اهلل أكرب‬
Kaum muslimin dan muslimat yang dimulyakan Allah

Adapun fitrah manusia, Allah telah menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia menjadi
Hamba Allah yang pandai mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT. Firman Allah SWT:

١٥ :‫ﭽ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭼ الذاريات‬

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku. (Adz-Dzaariyat : 56)

Allah Al-Khaliq (Pencipta) dan Al-Mushowwir (Pendesain), pasti telah mendesain penciptaan
manusia baik dari bahan dan prosesnya, sedemikian rupa agar hasil akhirnya lahir suatu makhluk
manusia yang bisa mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT. Jadi fitrahnya manusia adalah
mengabdi atau beribadah kepada Allah SWT.

Karena fitrahnya manusia adalah mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT, maka manusia dengan
struktur jasmani dan rohaninya pasti bisa dipakai untuk mengabdi (ibadah) kepada Allah. Rohani
dan jasmani manusia pasti cocok dan pas dipakai untuk beribadah. Sebaliknya jika dipakai
maksiat (membangkang) kepada Allah pasti tidak nyaman, dan dipastikan pasti bakal cepat rusak
dan celaka. Sungguh kecelakaan manusia adalah karena penyimpangan dari “FITRAHNYA”.

Rasulullah SAW sangat mengkhawatirkan umatnya menyimpang karena tergoda 3 macam nafsu
yang menghancurkan, yaitu nafsu dari dorongan perut, libido sexual, dan hawa nafsu yang
menyesatkan, sebagaimana sabdanya :

َ َ ْ ‫ُ ْ َُ ي‬ ُ َُ ْ ُ ُ ُ ِّ َْ َ َ َ ْ ُ َْ َ َ ْ َ ‫ي ي‬
‫وَكى وَ ِنال ِت اَّْى‬
ِ ‫ات اهَغ ِِف بطْ ٍِكى وفر‬
ِ ّْْ ‫ِإن ًَِا أََش غويكى‬
Artinya: “sesungguhnya aku mengkhawatirkan kamu sekalian terjerembab dalam keinginan
hawa nafsu dari dorongan perutmu, dorongan seksualmu dan hawa nafsu yang menyesatkan.
(HR. Ahmad. No. Hadits:18951)

‫ وهلل احلًد‬، 3× ‫اهلل أكرب‬


Kaum muslimin dan muslimat yang dimulyakan Allah

Bila manusia telah lama atau jauh menyimpang dari fitrahnya, terkadang manusia telah merasa
nyaman dengan kemaksiatan. Tetapi yang perlu dicatat dan diingat itu hanyalah sementara
karena pada ujungnya pasti bakal rusak / celaka karena penyimpangan dari fitrahnya. Allah SWT
berfirman :
‫ﭽﯸ ﯹﯺﯻﯼﯽﯾﯿﰀﰁ ﰂﰃ ﰄﰅﰆﰇ‬
١١ :‫األنعام‬ ‫ﰈ ﰉﰊﰋﰌ ﭼ‬
Artinya : Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka,
Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka
gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-
konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (Al-An‟am : 44)

‫ وهلل احلًد‬، 3× ‫اهلل أكرب‬


Kaum muslimin dan muslimat yang dimulyakan Allah

Sayyid Qutb membagi fitrah menjadi dua macam: Pertama, fitrah manusia, yaitu bahwa potensi
dasar yang ada pada manusia adalah untuk menuhankan Allah dan selalu condong kepada
kebenaran. Kedua, fitrah agama, yaitu wahyu Allah yang disampaikan lewat para rasulnya
untuk menguatkan dan menjaga fitrah manusia itu. Kedua macam fitrah ini adalah diciptakan dan
bersumber dari Allah SWT. Oleh karenanya, antara fitrah manusia dan fitrah agama tidaklah
akan pernah terjadi pertentangan karena keduanya mengarah kepada tujuan yang satu, kebenaran
dan kesucian jiwa yang menjadikan manusia kembali dan dekat kepada sang penciptanya. Allah
SWT berfirman :

‫ﮤﮥﮦﮧﮨﮩﮪﮫ ﮬﮭﮮﮯﮰﮱ﮲﮳‬
Artinya : “(dan Allah berfirman): "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga
serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah
kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang
zalim." (QS. Al-A‟raf : 19)

Perhatikan dialog Allah SWT dan Adam AS pada ayat tersebut. Allah SWT berbicara kepada
Adam dengan menggunakan perkataan “pohon ini” yang mengisyaratkan kepada kedekatan
jarak antara Adam dan Tuhannya. Itulah nuansa kedekatan yang dihadirkan ketika Adam dan
Hawa patuh kepada ketetapan Tuhan, ketika Adam dan Hawa masih dalam fitrah asal
kejadiannya.

Namun perhatikan bagaimana Allah menegur Adam AS dan Hawa ketika keduanya terlanjur
terbujuk rayuan setan untuk menjamah pohon larangan :
‫…… ﰆ ﰇ ﰈ ﰉ ﰊ ﰋ ﰌ ﰍ ﰎ ﰏ ﰐ ﰑ ﰒ ﰓ‬
Artinya : “…. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah aku telah melarang kamu
berdua dari pohon itu dan aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagi kamu berdua?" (QS. Al-A‟raf : 22)

Ya, ketika Adam memilih menyalahi fitrah, tidak patuh (maksiat) terhadap perintah Allah,
terciptalah jarak yang menyebabkan Adam jauh dari Tuhannnya sehingga Allah memilih kata
“pohon itu” pada dialog ayat tersebut.

Inilah hakikat fitrah manusia. Apabila mereka taat dan patuh pada perintah Allah, mereka akan
selalu dekat dengan-Nya. Apabila ia dekat dengan Tuhannya, ia akan selalu merasakan kehadiran
Tuhan setiap saat. Ia akan merasa bahwa setiap perilakunya, gerak geriknya berada dalam
pengawasan Allah. Seumpama seorang bintang film yang sedang berada di depan kamera, segala
gaya dan mimiknya akan direkam dan hasilnya akan dipertontonkan nanti. Oleh karenanya si
bintang film akan berusaha semaksimal mungkin menjalankan perannya, berakting dengan
penuh penghayatan dan berupaya untuk tidak menyalahi skenario yang telah digariskan.

Jika fitrah manusia telah kembali dan terjaga, timbullah sifat Ihsan dalam dirinya; serasa ia
berada dalam perhatian Allah, sehingga menjadikannya tertib dan berhati-hati dalam setiap sikap
dan perbuatan. Karena ia sadar bahwa setiap perilakunya sedang direkam dan bakal
dipertontonkan di Mahkamah Mahsyar nanti. Inilah kesan dekatnya hamba kepada Tuhannya
ketika telah kembali kepada fitrahnya setelah menjalani penempaan selama Ramadhan.

Karena itulah, ketika Allah menjelaskan tentang perintah, hakikat, tujuan dan syariat-syariat
yang berkaitan dengan puasa Ramadhan, di tengah ayat-ayat tersebut Allah menjelaskan betapa
dekatnya Dia dengan hamba-hambaNya :

‫ﭽ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴﯵ ﯶ ﯷ‬

٤٨٥ :‫ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﭼ البقرة‬

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya
aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah : 186).

‫ وهلل احلًد‬، 3× ‫اهلل أكرب‬


Kaum muslimin dan muslimat yang dimulyakan Allah
Inilah hakikat dan tujuan puasa Ramadhan yang telah kita lalui kemarin. Ramadhan mengajak
manusia untuk kembali kepada fitrah asal kejadian mereka, yaitu dekat dengan Allah SWT.
Dengan suasana kedekatan ini, manusia selalu akan merasa sadar akan keberadaan Tuhannya.
Dan ini pula yang dimaksudkan juga dengan taqwa yang menjadi tujuan inti ibadah puasa.
Sebuah kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap perilaku dan gerak geriknya karena
tempaan Ramadhan telah membangkitkan kembali hakikat fitrahnya, yaitu bahwa ia dekat
dengan Tuhannya

Maka pada bulan Syawal ini di mana puasa Ramadhan baru saja kita tinggalkan, mari kita
renungkan! di mana posisi kita telah berada saat ini? Apakah kita sudah semakin dekat kepada
Allah, ataukah keadaan kita tidak jauh berbeda ketika sebelum memasuki madrasah puasa
Ramadhan? Adakah kesan Ramadhan dan segala ritual ibadah yang telah kita lakukan dalam
Ramadhan masih membekas dalam diri pada bulan Syawal ini ataukah nuansa Ramadhan malah
telah berbalik seratus delapan puluh derajat? Adakah Ramadhan tetap membekasi kita di bulan
syawal ini, bulan “idul fitri”, ketika kita kembali kepada fitrah, untuk kemudian senantiasa
berbuat dan bersikap penuh kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi kita karena jarak kita telah
kembali begitu dekat dengan-Nya ataukah sebaliknya kita kembali kepada rutinitas kehidupan
yang semakin menjauhkan kita dari-Nya?

Seandainya kita merasa termasuk kelompok yang pertama, maka kita adalah orang yang sebenar-
benarnya telah “aidin wal faizin” pada bulan syawal ini, yaitu golongan yang telah kembali
kepada Allah, kembali kepada fitrah atau jatidiri manusia yang suci, berada dekat kepada
Tuhannya. Semoga kita semua senatiasa diberi petunjuk oleh Allah SWT untuk dapat
mempertahankan jatidiri kita yang suci sebagai manusia sampai di akhir hayat kita, sehingga
kelak di akherat dapat menjadi penghuni surga-Nya, dikumpulkan bersama para Nabi, para
siddiqiin, para syuhada‟ dan orang-orang sholeh, amin yaa robbal „alamiin.

،‫ وٍفين وإياكى ةًا فيُ يٌ اآليات واَّللر احلميى‬،‫ةارك اهلل يل وهكى ِف اهقرآن اهػظيى‬
.‫وتقتن يين ويَكى تالوتُ إٍُ ِْ اَِعًيع اهػويى‬
‫اخلطتث اثلاٍيث‬

‫اهلل أكرب ×‪ ،7‬ال هلإ إال اهلل واهلل أكرب‪ ،‬اهلل أكرب وهلل احلًد‪.‬‬

‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫واَِعًْات‪ِّ ،‬‬ ‫احلًد هلل ِّ‬


‫ُ‬
‫ادلغْات‪ ،‬يقتن اتلْبث و ػفْ غٌ‬‫ِ‬ ‫يب‬
‫اَلكًات‪ ،‬دل ِ‬
‫ِ‬ ‫ول‬ ‫ِ‬ ‫األرض‬
‫ِ‬ ‫رب‬ ‫ِ‬
‫اَصفات‪،‬‬ ‫ُ‬
‫وغظيى‬ ‫ُ‬
‫األسًاء احلِعىن‬ ‫اَِعيئات‪ ،‬أّْد أن ال هلإ إال اهلل وخده ال َش ك َل‪َ ،‬ل‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ِّ‬ ‫ِّ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫ً‬
‫غتدك‬
‫ِ‬ ‫لَع‬ ‫ى‬ ‫وسو‬ ‫صن‬ ‫امهلل‬ ‫‪،‬‬ ‫ةابليَات‬
‫ِ‬ ‫ابمتػْث‬ ‫ورسَْل‬ ‫ُمًدا ُ‬
‫غتده‬ ‫ٍبيَا وسيِّ َدٍا‬
‫وأّْد أن ي‬

‫ادات ‪.‬‬ ‫ّ‬ ‫ورسَْك ّ‬


‫وصدتُ اهربر ِة اَِع ِ‬
‫ِ‬ ‫ُمًد ولَع آَل‬ ‫ِ‬

‫أيا ةػد ‪:‬‬

‫فيا أيّا اجلاس اتقْا اهلل تػاىل‪ ،‬واْمروا ٍػًث اهلل غويكى‪ ،‬خيث أٍػى غويكى‬
‫ّ‬
‫األةدان‪ .‬واغوًْا أن اهلل أَركى ةأَر ةدأ فيُ‬
‫ِ‬ ‫األوطان‪ ،‬واَصد ِث ِف‬
‫ِ‬ ‫واأليٌ ِف‬
‫ِ‬ ‫ةالسالمِ ‪،‬‬
‫وإنِعُ‪،‬‬ ‫ُ‬
‫ِّ‬
‫ََ‬ ‫يٌ‬ ‫ابمؤيَْن‬ ‫ّا‬‫وثىن فيُ ةًالئكَُ ابمِعتِّدث ةقدسُ‪ ،‬وثوّث ةكى أيّ‬
‫ةَفِعُ‪ّ ،‬‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ّ‬
‫فقال َن وغال ‪ /‬ﭽ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ‬
‫ﭾ ﭿ ﮀ ﭼ األحزاب‪١٥ :‬‬

‫ي‬ ‫اتلاةػني وتاةػيّى ةإخِعان إىل يْمِ ّ‬


‫ارض غٌ اَصداة ِث أمجػني‪ ،‬وغٌ ّ‬ ‫َ‬
‫يٌ‪ ،‬وغَا‬
‫ِ‬ ‫ادل‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫امهلل‬
‫اَرامحني‪.‬‬ ‫َ‬
‫أرخى ّ‬ ‫ةػفْك وكر َِك يا‬ ‫يػّى‬
‫ِ‬

‫ور يد َ‬ ‫اَُشك وابمُشكني‪ ،‬امهلل ِّ‬


‫دي ْرِى ُ‬ ‫َ‬ ‫ي‬ ‫َ‬ ‫امهلل ي‬
‫ليدِى َاسئني‪،‬‬ ‫السالم وابمِعوًني‪ ،‬وأذل‬ ‫أغز‬
‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ‬
‫ٍفِعُ‪ ،‬واَػن ليده ِف ن ِره‪ ،‬واَػن‬
‫امهلل يٌ أراد السالم وابمِعوًني بِعْء فأْ ِغوُ ِف ِ‬
‫ً‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫تدةريه‪ ،‬واَػوُ غَيًث َوًِعوًني ‪.‬‬
‫ِ‬ ‫تديريه ِف‬

‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ َّ ُ َ‬ ‫ي‬


‫أَْرٍا‪ ،‬واَػوَا وواليتَا فيًٌ َافك واتقاك‬
‫ِ‬ ‫الة‬ ‫وو‬ ‫َا‬‫َ‬‫أئً‬ ‫ح‬‫و‬‫ِ‬ ‫وأص‬ ‫َا‪،‬‬‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫أوطا‬ ‫ِف‬ ‫ا‬ ‫آيَ‬ ‫امهلل‬
‫ْ‬ ‫واتّ َ‬
‫تع َ‬
‫رضاك‪ .‬امهلل اَػوَا يٌ اهػائديٌ واهفائز ٌ وابمقتْهني‪ ،‬لك اعم ونٌ خبري‪.‬‬

‫ت‪ ،‬يا ظّر‬


‫َ َ‬
‫ف‬ ‫اه‬ ‫وسْء‬ ‫الء واهغال َء واَْبا َء واَربا واَزٍا واَزالز َل واًَ َد َ‬
‫ٌ‬
‫َْ ّ‬
‫غَا ابل َ‬ ‫امهلل ادهع‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ًّ‬ ‫ّ ً‬ ‫يَّا ويا َ‬
‫اعيث يا أرخى اَرامحني‪.‬‬ ‫سائر ةال ِد ابمِعوًني‬
‫ِ‬ ‫وغٌ‬ ‫ث‬ ‫لٍا ِذا َاص‬ ‫ةطٌ‪ ،‬غٌ ة ِ‬

‫ربَا آتَا ِف ادلٍيا خِعَث ويف اآلَرة خِعَث وقَا غذاب اجلار‪ ،‬وأدَوَا اجلَث يع األةرار‪ ،‬يا‬
‫ي‬
‫غز ز يا غفار يا رب اهػابمني‪ .‬وصًل اهلل لَع سيدٍا ُمًد ولَع اَل وصدتُ وسوى‪ ،‬واحلًد‬
‫هلل رب اهػابمني‪.‬‬

Anda mungkin juga menyukai