Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMAPTOE ec Ca PARU

DI RUANG GARDENIA RSUD dr.DORIS SYLVANUS

Di Susun Oleh :

Nama : Fanny Fitriana

NIM : PO.62.20.1.19.408

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN REGULER V

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA

TAHUN 2021
BAB 1

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Batuk darah atau yang dalam istilah kedokteran disebut dengan hemoptisis adalah
ekspetorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring atau perdarahan
yang keluar ke saluran napas di bawah laring. Batuk darah merupakan tanda atau gejala dari
penyakit dasar. Maka penyebabnya harus segera ditemukan dengan pemeriksaan yang
seksama. (Dzen, 2009)
Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau sputum
yang berdarah ( Sylvia A. Price, 2009) . Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut
dengan dibatukkan.

B. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi
rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk
darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh
darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada
dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpasture’s
syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma
Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah
bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang
bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah
bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan
hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam
alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

C. Etiologi
Penyebab batuk berdarah sangat beragam antara lain:
1. Batuk darah idiopatik.
Yaitu batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya, dengan insiden 0,5 sampai 58% .
dimana perbandingan antara pria dan wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-
50 tahun kebanyakan 40-60 tahun yang berhenti spontan dengan terapi suportif.
2. Batuk darah sekunder.
Yaitu batuk darah yang diketahui penyebabnya
a. Oleh karena keradangan
1) TB : batuk sedikit-sedikit , masif perdarahannya, bergumpal.
2) Bronkiektasis : campur purulen
3) Abses paru : campur purulen
4) Pneumonia : warna merah bata encer berbuih
5) Bronkhitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir
b. Neoplasma
1) karsinoma paru
2) adenoma
c. Lain-lain:
1) trombo emboli paru – infark paru
2) mitral stenosis dan aneurisma aorta
3) trauma dada
4) Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5) Benda asing di saluran pernapasan.
D. Tanda dan Gejala
Gejala klinis harus dipastikan bahwa perdarahan dari nasofaring, dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tanda-tanda batuk darah:
a. Batuk kronis
b. Perubahan pola napas
c. Pasien biasanya mengeluh nyeri dada
d. Dispnea
e. Demam
f. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan
g. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam saluran
napas
h. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan
i. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari kemudian
warna menjadi lebih tua atau kehitaman
j. pH alkalis
k. Bisa berlangsung beberapa hari
l. Penyebabnya : kelainan paru

2. Tanda-tanda muntah darah:


a. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah
b. Suara napas tidak ada gangguan
c. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium
d. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa makanan
e. pH asam
f. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe
g. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis
Kriteria batuk darah:
1. Batuk darah ringan (<25cc/24 jam)
2. Batuk darah berat (25-250cc/ 24 jam)
3. Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang mengeluarkan darah sedikitnya
600 ml dalam 24 jam).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. X-foto
Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal dengan atau tanpa adanya infiltrat.
Gambaran milier atau bercak kalsifikasi.
2. Pemeriksaan sputum / Bakteriologis
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB. Pemeriksaan sputum dilakukan
dengan cara pengambilan cairan di lambung dan dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-
turut yaitu sewaktu pagi – sewaktu.
3. Pemeriksaan mantoox test
4. Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg.

F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh
tiga faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan
renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam
jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.

G. Prognosis
Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptoe
yang rekuren. Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor yang menentukan
prognosis :
1) Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang
lebih baik.
2) Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
3) Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap
darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita

H. Penatalaksanaan medis
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya
berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner dan
mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab utama
kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napas
yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptoe paling tinggi
dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan
refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat
menimbukan renjatan hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
1. Terapi konservatif
a. Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring
( Trendelendburg/lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang
sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
b. Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
c. Batuk secara perlahan–lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran
napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
d. Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
e. Pemberian obat–obat penghenti perdarahan (obat–obat hemostasis), misalnya
f. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
g. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
h. Pemberian oksigen.
Tindakan selanjutnya bila mungkin :
a. Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
b. Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan
pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.

2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :
 Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
 Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada
perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan operasi.
 Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang
berulang dapat dicegah.
Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut :
 Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam
pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
 Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih
dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk
darahnya masih terus berlangsung.
 Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih
dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama pengamatan
48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak
berhenti.
 Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan dipastikan
asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari segmentektomi,
lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti.
Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang
mungkin digunakan adalah :
 Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi serat
lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan larutan NaCl
fisiologis pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan ini
kemudian dihisap dengan suction.
 Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5 mm.
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Anamnesa
a. Data Demografi : Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis,
sumber biaya, dan sumber informasi).
b. Keluhan Utama: Pasien hemaptoe ditandai dengan sesak nafas, batuk dan berat badan
menurun.
c. Riwayat Penyakit Sekarang: pasien hemaptoe sering panas lebih dari dua minggu sering
batuk yang disertai dengan darah, anoreksia, lemah, dan berkeringat banyak pada malam
hari
d. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien mempunyai riwayat tertentu seperti penyakit jantung,
TBC dll.
e. Riwayat Penyakit Keluarga: biasanya keluarganya mempunyai penyakit menular atau
tidak menular.
f. Riwayat psikososial
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis pasien dengan timbul gejala-
gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penyakitnya, meliputi
: perumahan yang padat, lingkungan yang kumuh dan kotor, keluarga yang belum
memahami tentang kesehatan.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suhu meningkat, dan BB menurun.
b. Thorax
Bentuk thorax pasien hemaptoe biasanya tidak normal (Barrel chest)
c. Paru
Bentuk dada tidak simetris, pergerakan paru tertinggal, adanya whezing atau ronkhi.
d. Jantung
Didapatkan suara 1 dan suara 2 tambahan
e. Abdomen
Biasanya terdapat pembesaran limfa dan hati

3. Pengkajian 11 Pola fungsional Gordon


1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Biasanya pasien mempunyai kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, dan
kebiasaan olahraga.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
Umumnya nafsu makan menurun, diet khusus / suplemen, fluktasi berat baan dan
anoreksia.
3. Pola Eliminasi
Umumnya pasien tidak mengalami gangguan eleminasi
4. Pola Aktivitas
Bagaimana pasien melakukan pekerjaan. Sebelum sesak kegiatan apa saja yang
dilakukan pasien setiap harinya.
5. Pola Istirahat Tidur
Umumnya pasien mengalami gangguan pola tidur / istirahat.
6. Pola Kognitif-Persepsi
Umumnya pasien tidak mengalami gangguan pada indera.
7. Pola Peran Hubungan
Hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat sekitar cukup baik.
8. Pola Seksualitas/Reproduksi
Bagaimana respon seksualitas pasien.
9. Pola Koping Toleransi Stress
Penyebab stres, koping terhadap stres, dan pemecahan masalah.
10. Pola Keyakinan Nilai
Apa dan bagaimana keyakinan pasien.
11. Pola Konsep diri
Bagaimana pasien menilai dirinya sendiri.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
infornmasi kurang / tidak akurat.

Intervensi
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
a. Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
b. Mendemontrasikan batuk efektif.
c. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. Pernapasan
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
d. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
e. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari
dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi
sekret.
f. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
g. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila
tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
h. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
i. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi,
Pemberian expectoran.Pemberian antibiotika. Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.


Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada
sisi yang tidak sakit.
b. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan
dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-
paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi,
Pemberian antibiotika, Pemeriksaan sputum dan kultur sputum, Konsul photo
toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan


produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
a. Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
b. Menu makanan yang disajikan habis
c. Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
a. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan
dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
b. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
c. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan
menurunkan kapasitas.
d. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan
sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
e. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa
paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori
adekuat.
f. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut:
1) Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
2) Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
3) Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
4) Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan
metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
g. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau
makanan per sonde.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, A. 2012. Hemoptisis masif. . Kesehatan Milik Semua : Pusat Informasi Penyakit dan
Kesehatan . Penyakit Paru dan Saluran Pernafasan. www.infopenyakit.com
Arief,Nirwan. 2012. Kegawatdaruratan paru. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi FK UI.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27bdd48b1f564a5010f814f09f2373c0d80
5736c.pdf. Diakses pada tanggal 7 Maret 2014.
Pitoyo CW. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006

Anda mungkin juga menyukai