Mohon izin menanggapi forum. secara pribadi maupun kelompok, saya belum pernah
menangani kasus kegagalan ulir/baut dan bantalan kereta. Tetapi terdapat salah satu bagian
(Komite) pada tempat saya bekerja. Yatu Komite Nasional Keselamatan Transportasi Republik
Indonesia (KNKT) yang berperan besar mengungkap kasus kecelakaan transportasi, baik
darat, udara, laut, maupum kereta api.
Salah satu kasus yang pernah ditangani KNKT dan yang akan saya tuangkan dalam forum
adalah Kasus Kecelakaan Perkeretaapian, yaitu kecelakaan kereta api anjlokan KA 3008 di Km
262+100/200 petak jalan antara St. Lubukrukam – St. Peninjawan, Sumatera Selatan, Wilayah
Operasi Sub Divre III.2 Tanjungkarang (sekarang menjadi Divre IV Tanjung Karang).
1. FAILURE
Berdasarkan analisis yang dilakukan, KNKT menyimpulkan bahwa kejadian anjlokan KA 3008
disebabkan oleh patahnya rel karena penyambungan rel yang yang tidak sesuai dengan
prosedur dan pelubangan rail web yang tidak sesuai sehingga terbentuklah awal retakan (crack
inititiation) pada tepi lubang kasar di web. Retakan menjalar (crack propagation) hingga patah
akhir (total disintegration) bersamaan dengan terjadinya patahan pada daerah lasan. Selain itu
kondisi jalur track yang tidak baik antara lain ballast kurang dan bantalan pecah serta sistem
drainase jalan rel yang kurang baik, turut mempengaruhi terjadinya lendutan sehingga
mempercepat proses patahnya rel.
2. EVIDENCE AND PROOF
KA 3008 mengalami anjlokan sebanyak 24 as; sebanyak 18 as pada 3 (tiga) lokomotif dan 6 as
pada 2 (dua) gerbong terbuka. Akibat anjlokan, asisten masinis KA 3008 yang berada di
Lokomotif paling depan meninggal dunia. Anjlokan juga mengakibatkan terjadinya rintang jalan
(rinja) selama 10 jam 15 menit mulai pukul 02.40 WIB sampai dengan pukul 12.55 WIB tanggal
1 Maret 2016. Setelah kejadian, diketahui di titik anjlokan terdapat kepala rel yang gompal
sepanjang 14,5 cm dan rel patah pada sambungan rel
Catatan: Setelah patah dan gompal, kereta masih melewatinya dan akhirnya terjadi PLH berupa
anjloknya dua lokomotif dan tergulingnya satu lokomotif
Sambungan las
Sambungan lasan untuk menyambung rel, dari aspek metalurgi, merupakan lasan yang janggal
dan tidak lazim dilakukan:
a. Logam lasan yang digunakan bukan elektroda yang seharusnya digunakan, melainkan
logam yang diambil dari material rel.
b. Penyambungan seharusnya dilakukan dengan elektroda las yang dispesifikasikan atau
pengelasan dengan metode thermite welding.
5. CORRECTIVE ACTION
1. Pelengkapan jumlah baut yang terpasang di pelat sambung sebanyak 3 baut, sehingga
tidak menyebabkan tekanan jepit dari pelat sambung berkurang sehingga terjadi gerakan
pada rel yang kemudian membentur fishplate.
2. Perbaikan bentuk pada permukaan sambungan las sehingga tidak terjadi porositas yang
menyebabkan awal retak (initial crack) ketika sambungan dilewati oleh beban dinamik roda.
3. Perbaikan pada kondisi jalan rel yang tidak baik (antara lain penambahan ballast dan
perbaikan bantalan) sehingga tidak mengakibatkan terjadinya deformasi/lendutan yang
besar sehingga mempercepat proses patahnya rel.
4. Penambahan ketersediaan rel maupun pelat sambung di regu pemeliharaan dalam lingkup
wilayah tertentu (satuan kerja) untuk menangani pemeliharaan darurat
5. Minmalisir Tingginya backlog perawatan komponen jalan rel di Sub Divre III.2/Divre IV
Tanjungkarang yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan akibat kegagalan komponen
jalan rel.
1. IMPLEMENTATION
1. Menerapkan pembuatan daftar risiko dan profil risiko serta Level of Safety secara rutin di
Divre IV Tanjungkarang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Menyusun pedoman standar kerusakan jalan rel yang terdiri dari deskripsi kerusakan,
tingkat kerusakan dan prioritas perawatan yang harus dilakukan.
3. Melakukan pelatihan terhadap tenaga pemeriksa dan perawatan jalur kereta api khususnya
dalam pemahaman dan penerapan pedoman perawatan jalan rel
4. Memastikan ketersediaan rel maupun pelat sambung di regu pemeliharaan dalam lingkup
wilayah tertentu (satuan kerja) untuk menangani pemeliharaan darurat.
5. Memastikan bahwa pembuatan lubang pada badan rel (rail web) untuk baut pelat sambung
harus dilakukan dengan menggunakan mesin pembuat lubang rel (rail drilling machine) dan
tidak diperbolehkan menggunakan las pijar (oxyfuel cutting) dalam pembuatan lubang baut
pada badan rel.
6. Menambahkan ballast sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang berlaku.
7. Melaksanakan pengelasan sambungan rel sesuai dengan metode pengelasan yang tepat
Sumber :
http://knkt.dephub.go.id/knkt/ntsc_railway/Report/baru/2016/KNKT.16.03.01.02.pdf
demikian yang dapat saya tanggapi pada forum. mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan
mohon bimbingannya.
Terimakasih
wassalamualaikum