Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KARIR PADA SISWA KELAS XII DI SMA....

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

PUJI EKO SANTOSO

201801500042

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Karir adalah salah satu tahap yang berpengaruh pada hidup manusia secara
keseluruhan. Ketetapan dalam menentukan karir menjadi titik penting dalam
perjalanan hidup manusia. Sebelum ia masuk ke dalam dunia kerja maka ia harus
melewati serangkaian proses karir dimana dimulai sejak bangku sekolah dasar sampai
dengan jenjang perguruan tinggi. Dimulai di bangku sekolah dasar hingga sekolah
menengah atas,siswa sudah mengetahui dan dihadapkan pada pilihan-pilihan karir.
Hanya saja mereka dalam pemilihan karir masih mengikuti apa yang mereka inginkan
saat ini. Sedangkan untuk mahasiswa sudah harus dituntut untuk menentukan pilihan
karirnya dimasa depan.
Masa-masa sulit dalam pengambilan keputusan karir biasanya terjadi di usia
15-18 tahun. Kebanyakan remaja mengambil keputusan berdasarkan pemikiran
sendiri, ada yang mengambil keputusan karir berdasarkan kemauan orangtua, dan
beberapa diantaranya mengambil keputusan karir karena pengaruh teman sebaya. Hal
ini ditegaskan oleh Desmita (2009:198) yang menunjukkan bahwa : “tidak jarang
remaja terpaksa mengambil setiap keputusan-keputusan yang salah karena
dipengaruhi oleh orientasi masyarakat atau lingkungan terhadap remaja dan
kegagalannya untuk memberi remaja pilihan-pilihan yang memadai”. Bagi remaja
terdapat satu tahapan penting yang harus dilalui yang berkaitan dengan pengambilan
keputusan karir. Salah satu pengambilan keputusan karir dapat telihat atau
diwujudkan dalam keputusan studi lanjut ke perguruan tinggi.
Remaja yang berada pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
berada pada masa sulit ketika mereka dihadapkan tentang masa depan. Mereka yang
memikirkan bagaimana memasuki dunia pendidikan tinggi yang merupakan tempat
untuk membentuk integritas karir yang diinginkan,namun banyak sekali masalah yang
dihadapi remaja dalam memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan karirnya. Sebagai
contoh seorang siswa berminat ke perguruan tinggi favoritnya akan tetapi orangtua
dan teman swbayanya menyarankan siswa tersebut untuk masuk perguruan tinggi lain
yang dinilai memiliki peluang kerja lebih bagus,ada pula orangtuayang menginkan
anaknya untuk bekerja atau kuliah sambil bekerja setelah lulus sekolah. Hal ini yang
membuat remaja mengalami kebimbangan,padahal kemampuan remaja dalam
mengambil keputusan memiliki konsekuensi yang sama dengan orang dewasa karena
setiap keputusan memerlukan tanggungjawab sesuai dengan resikonya.
Menurut Widyastuti dan Pratiwi (2013), pengambilan keputusan karir adalah
suatu proses sistematik dimana berbagai data digunakan dan dianlisis atas dasar
prosedur-prosedur yang eksplisit dan hasilnya dievaluasi sesuai dengan yang
diinginkan. Hal ini yang menjadi fokus perhatian remaja sebagai orientasi masa
depanya. Bentuk perhatian yang menjadi pertimbangan remaja dimasa depanya adalah
dunia pendidikan,yaitu memikirkan studi lanjutan setelah tamat dari jenjang
pendidikan menengah atas. Dalam pengambilan keputusan karir yang tepat tentunya
harus disesuaikan oleh kemampuan yang dimiliki siswa itu sendiri. Selain itu, ada
beberapa hal yang sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan karir itu
sendiri, seperti faktor sosial ekonomi orangtua,pengaruh orang tua,dan lingkungan.
Selain itu pengambilan keputusan karir juga dipengaruhi oleh faktor kesadaran diri,
minat,bakat dan juga keyakinan. Keyakinan inilah faktor terbesar yang mempengaruhi
pengambilan keputusan karir pada diri individu. Keyakinan ini disebut dengan Self
Efficacy.
Self Efficacy merupakan persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri
kita dapat berfungsi dalam suatu situasi tertentu. Self efficacy berhubungan dengan
keyakinan bahwa diri memiliki kemmapuan melakukan tindakan yang diharapkan.
Dalam mengambil sebuah keputusan individu harus memiliki keyakinan dalam
bertindak karena individu tidak tau seberapa sulit keputusan yang harus diambil,
bagaimana minat diri disesuaikan dengan pilihan karir yang akan diambil dan
seberapa kuat individu dalam neghadapi rintangan karir nantinya. Self efficacy dalam
pengambilan keputusan karir adalah keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan
tugas-tugas terkait dengan membuat keputusan karir sehingga individu mampu
mengatasi masalah ketika ia menemuai hambatan di masa mendatang.
Self efficacy atau efikasi diri memiliki hubungan yang erat dalam tindakan
remaja yaitu pada pengambilan keputusan karir. Efikasi diri yang tinggi akan
meningkatkan kegigihan remaja dalam mengeksplorasi karirnya dan memiliki
ketangguhan dalam menghadapi rintangan ketika dirinya mengeksplorasi karirnya.
Dalam hal ini, individu yang memikirkan pendidikan setelah lulus SMA akan
termotivasi untuk mencari informasi tentang program studi secara aktif. Saat ia tidak
mendapatkan informasi karir dari satu sumber tertentu,maka individu yang efikassius
akan mencari informasi dari sumber lain.
Individu yang memiliki self efficacy tinggi serta mendapatkan dukungan dari
lingkungan sekitarnya akan mengambil keputusan karir yang tepat,namun individu
yang memiliki self efficacy tinggi akan tetapi tidak disertai dengan lingkungan yang
responsif, individu dapat mengubah lingkungan yang tidak responsif tersebut untuk
menunjang pengambilan keputusan karirnya. Maka, individu dengan self efficacy
dalam mengambil keputusan karir yang tinggi akan berhasil membuat keputusan karir
yang tepat. Apabila individu sampai membuat keputusan karir dengan tidak tepat
maka akan menimbulkan permasalahn psikologis,akademik dan relasional. Dengan
demikian, efikasi diri atau self efficacy penting diperhatikan dalam pembentukan
perilaku pengambilan keputusan karir.
Efikasi diri atau self efficacy merupakan indikator yang penting dalam
penentuan karir (Ardiyanti dan Alsa,2015). Hasil penelitian tersebut berhasil
membuktikan bahwa efikasi diri mampu memprediksi pengambilan keputusan karir
hingga sebesar 45,22 %. Pada penelitian yang dilakukan Widyastuti dan Pratiwi
(2013), yakni efikasi diri lebih berpengaruh terhadap keyakinan pengambilan
keputusan karir dibanding dengan dukungan sosial, dengan kontribusi sebesar 30,8 %.
Berdasarkan dinamika permasalahan diatas, terlihat bahwa perilaku individu
yaitu tidak mampu mengambil keputusan perencanaan karir yang disebabkan rasa
tidak yakin atau keraguan individu dalam menetapkan pilihan perencanaan karir. Hal
ini menujukkan bahwa keyakinan individu dalam menetapkan pilihan berperan
penting dalam kemunculan perilaku pengambilan keputusan perencanaan karir.
Melalui latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui adakah hubungan antara
self efficacy dengan pengambilan keputusan karir dengan judul “Hubungan Antara
Self Efficacy Dengan Pengambilan Keputusan Karir Pada Siswa Kelas XII SMA....”

A. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana gambaran self-Efficacy pada Siswa Kelas XII di SMA ?
2. Bagaimana gambaran Pengambilan Keputusan Karir pada siswa Kelas XII di
SMA ?
3. Apakah ada pengaruh antara Self-Efficacy terhadap Pengambilan Keputusan
karir pada siswa kelas XII di SMA ?
4. Apakah ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Pengambilan Keputusan
Karir pada siswa kelas XII di SMA ?

B. BATASAN MASALAH
Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya
penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian tersebut terarah dan
memudahkan dalam pembahsan sehingga tujuan penelitian akan tercapai. Untuk itu
batasan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana bentuk Self-Efficacy yang diterapkan pada siswa kelas XII di SMA ?
2. Bagaimana bentuk pengambilan keputusan karir pada siswa kelas XII di SMA ?

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Pengambilan keputusan karir pada
siswa kelas XII di SMA ?

D. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui bentuk Self-Efficacy pada siswa kelas XII di SMA
2. Mengetahui bentuk pengambilan keputusan karir pada siswa kelas XII di SMA
3. Mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara Self-Efficacy dengan
pengambilan keputusan karir pada siswa kelas XII di SMA
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam bentuk
pengetahuan dalam ranah bimbingan dan konseling khususnya bidang karir
mengenai hubungan antara self efficacy dengan pengambilan keputusan karir.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan korelasi antara self
efficacy dengan pengambilan keputusan karir siswa kelas XII. Selain itu, dapat
memberikan masukan kepada konselor untuk membantu meningkatkan self
efficacy dan Pengambilan keputusan karir.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika skripsi merupakan susunan permasalahan-permasalahan yang
akan dikaji atau langkah-langkah pembahasan yang tersusun dalam bab-bab yang
akna disajikan dalam skripsi. Sistematika skripsi ini terdiri dari tiga bagian yakni
bagian awal,bagian isi,dan bagian akhir. Penjelasan sistematika skripsi ini, sebagai
berikut :
1. Bagian Awal Skripsi
Bagian awal skripsi terdiri atas halaman judul, pengesahan,pernyataan
keaslian tulisan, motto dan persembahan,kata pengantar,abstrak,daftar
isi,daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lempiran.
2. Bagian Isi Skripsi
Bab I yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang, identifikasi
masalah,batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II yaitu landasan teori yang megkaji tentang penelitian terdahulu,
kerangka berfikir, serta hipotesis.
Bab III yaitu metode penelitian yang berisi tentang waktu dan tempat
penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data,
instrumen penelitian, dan teknik analisis data.
Bab IV yaitu hasil dan pembahasan yang berisi tentang deskripsi hasil
penelitian, pengolahan data hasil penelitian, pengujian hipotesis, dan
pembahasan hasil penelitian.
Bab V yaitu penutup yang berisi simpulan dan saran-saran yang
diberikan peneliti berdasarkan hasil penelitian yang dapat memberikan
manfaat bagi pembaca.
3. Bagian Akhir Skripsi
Skripsi ini diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang
mendukung penelitian. Bagian lampiran terdiri atas instrumen-instrumen
penelitian,analisis data, surat ijin, surat keterangan setelah penelitian, dan
dokumen-dokumen lainya yang diperlukan.
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN
HIPOTESIS

A. LANDASAN TEORI
1. REMAJA
a. Definisi Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescare yang
berarti tumbuh dan berkembang menjadi dewasa yang mencakup
kematangan mental,sosial, dan fisik (Hurlock,1980). Remaja adalah masa
peralihan dari masa anak – anak menuju masa dewasa yang dimulai dari
usia 10 - 13 tahun dan berakhir pada usia 18 – 22 tahun yang mencakup
perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional yang terjadi berkisar dari
perkembangan fungsi seksual, dan proses berfikir abstrak sampai pada
tahap kemandirian (Santrock, 2003 ).Monks membedakan rentang usia
remaja menjadi empat bagian,yaitu masa pra-remaja usia 10-12 tahun,
masa remaja awal pada usia 10-12 tahun, dan masa remaja akhir usia 18 –
21 tahun ( Monks,2009).
WHO dalam Sarwono (2008) menjelaskan masa remaja kedalam tiga
karakteristik, yaitu (1) biologis yang ditunjukan dengan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, (2)
psikologis yaitu individu mengalami perkembangan psikologi dan pola
identifikasi dari kanak – kanak menuju dewasa, (3) sosial ekonomi yaitu
peralihan dari ketergantungan pnuh sosial ekonomi menuju keadaan yang
relatif lebih mandiri (Sarwono,2008). Masa remaja juga dijelaskan sebagai
individu yang sedang mencari identitas diri untuk menghadapi tantangan
dan untuk menemukan siapa mereka, apa peran mereka, dan kemana
mereka akan pergi (King,2007).
Dari pengertian beberapa para ahli dapat disimpulkan bahwa masa
remaja merupakan masa peralihan dari masa anak – anak menuju masa
dewasa dengan rentan usia 10-21 tahun dan dibagi dalam empat tahap
perkembangan yaitu masa praremaja, remaja awal, remaja pertengahan,
dan remaja akhir.
b. Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas – tugas yang harus
diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu, dan
apabila berhasil mencapainya mereka akan kecewa dan dicela oleh orang
sekelilingnya.
Tugas Perkembangan remaja menurut Havighurst yaitu :
a) Menerima keadaan fisiknya sendiri dengan keragaman kualitasnya.
Beberapa remaja merasa tidak puas dengan keadaan fisiknya,
kegagalan dalam menerima kondisi fisik inilah yang menimbulkan
konsep diri pada remaja yang kurang baik.
b) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur – figur yang
mempunyai otoritas.
Untuk mencapai kematangan emosi, remaja perlu mendaptkan
gambaran mengenai situasi yang dapat memicu reaksi emosionalnya
dengan cara membicarakan berbagai masalah pribadinya kepada orang
tua.
c) Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan bergaul
dengan teman sebaya, baik inividu maupun kelompok, dengan belajar
menyesuaikan diri dengan lingkunganya.
d) Menemukan manusia sebagai model yang dijadikan identitasnya.
Remaja berupaya menemukan model yang bisa dijadikan panutan
dalam pencarian identitas diri, apabila remaja gagal dalam menemukan
identitasnya mereka akan mengalami krisis identitas.
e) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap
kemampuanya sendiri. Menjadi pribadi yang mampu berdiri
sendiri,mampu membuat rencana, dan berbuat untuk masa sekarang
dan masa yang akan datang.
f) Mempekuat self-control atas dasar skala nilai, prinsip – prinsip atau
falsafah hidup. Menemukan gagasan, prinsip dan falsafah hidup yang
dapat menjadi pedoman dalam kehidupan.
g) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri sikap perilaku
kekanak-kanakan. Dengan mengenali peran statusnya dimasyarakat
dan tidak lagi menggunkan sikap kekanak-kanakannya
( Hurlock,1980).
c. Aspek Perkembangan Remaja
a) Perkembangan Fisik
Dalam perkembangan fisik perubahaan fisik merupakan gejala primer
dalam pertumbuhan remaja.Masa ini sering disebut sebagai masa
pubertas yang merupakan tahap perkembangan fisik dimana seseorang
pertama kali mampu menghasilkan keturunan.Pubertas dipicu oleh
perubahan hormonal yang nampak pada organ-organ reproduksi yang
sudah mulai berkembang.Perubahan tersebut menyebabkan
kecanggungan bagi remaja karena ia harus menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi pada dirinya,terutama yang mengalami
pubertas lebih awal.Pubertas berkaitan dengan keinginan kuat untuk
tidak mengalami berat badan dan kepedulian terhadap citra tubuh
remaja khususnya remaja perempuan,banyak yang menjadi tidak
bahagia dengan penampilan mereka dan hal ini mencerminkan tuntutan
budaya terhadap karakteristik fisik perempuan.Penyesuaian tersebut
tidak selalu dapat dilakukan dengan mulus terutama jika tidak ada
dukungan dari orang sekitar (Papalia,2009)
b) Perkembangan Emosi
Pada masa remaja, individu mengalami puncak emosionalitas, yaitu
perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-
organ seksual mempengaruhi berkembangnya emosi. Pada usia remaja
awal,perkembangan emisi ditunjukkan dengan sifat sensitif dan reaktif
yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial. Emosi
yang nampak pada remaja bersifat negatif dan tempramental seperti
mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih/murung (Yusuf,2005).
Emosi remaja seringkali mengakibatkan emosional yang tinggi.
Mereka memiliki kesadaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan
masa anak-anak,akan tetapi secara umum fungsi kontrol pada remaja
belum maksimal sehingga membutuhkan kemampuan reorganisasi
strategi coping yang adaptif (Caspi &Moffitt,1991 dalam Steinberg
Lerner,2004;Engels,et.al./2012).
Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan
yang sangat sulit bagi remaja,karena apabila kurang dipersiapkan
untuk memahamiperan-perannya dan kurang mendapatkan perhatian
dan kasih sayang dari orangtua, dan pengakuan dari teman sebaya,
remaja akan cenderung mengalami kecemasan perasaan tertekan atau
ketidaknyamanan emosional.
Remaja yang dalam proses perkembanganya berada dalam iklim yang
kondusif,cenderung akan memperoleh perkembangan emosinya secara
matang(terutama dalam masa remaja akhir).
Kematangan emosi ini ditandai oleh adekuasi emosi berupa cinta
kasih,simpati,altruis(senang menolong orang lain),respect dan ramah
serta mengendalikan emosi berupa tidak mudah tersinggung,tidak
agresif,bersikap optimis dan tidak pesimis dan dapat menghadapi
situasi frustasi secara wajar(Yusuf,2005).
c) Perkembangan Hubungan Sosial
Hubungan sosial merupakan tugas perkembangan yang penting bagi
setiap individu khususnya remaja.Remaja merasa selalu ingin tau
bagaimana cara melakukan hubungan yang baik dan aman dengan
dunia sekitarnya.Hubungan sosial ini menyangkut penyesuaian diri
terhadap lingkungan seperti cara berpakaian,menaati
peraturan,membangun komitmen dengan lingkungan sekitar.Hubungan
sosial pada masa remaja merupakan proses emansipasi dan
individuasi.Teman-teman sebaya dan tokoh idola mempunyai peran
yang sangat besar dibandingkan dengan peran orangtua dalam
perkembangan sosial remaja (Ali &Asrori 200).Peran teman sebaya
memberi pengaruh dalam sikap, penampilan, minat, pembicaraan, dan
perilaku.
Misalnya sebagian besar remaja memahami bila mereka memakai
model pakaian yang sama dengan anggota kelompok yang
populer,maka kesempatan baginya untuk diterima kelompok menjadi
lebih besar (Hurlock,1980).
Selain hubungan sosial teman sebaya,hubungan romantis juga
merupakan bagian dari hubungan sosial remaja.Hubungan ini
memunculkan emosi kuat baik positif maupun negatif,karena dapat
mempengaruhi status mereka dalam kelompok teman sebaya.Pada
masa remaja akhir,hubungan romantis mulai menjadi sumber
kebutuhan emosional yang dapat berorientasi untuk waktu jangka
panjang.Hubungan pernikahan orang tua,atau orang dewasa lain seperti
tokoh idola memiliki peran sebagai model atau contoh dalam
hubungan romantis remaja (Papalia,2009).
d) Perkembangan Kognitif
Tahap remaja adalah transisi dari egosentris ke kemampuan berfikir
tinggi.Masa in berpusat pada konflik karena remaja sedang mencari
kejelasaan identitas dan mulai meninggalkan mimpi atau khayalan
dimasa kecil.Mereka harus berubah kearah yang lebih baik yaitu tahap
penerimaan diri dan pengintergrasian,sebuah tahap yang secara penuh
mencapai dewasa.
Remaja berada pada tahapan operasional formal yang biasanya dimulai
pada usia 11 tahun dan bertahan hingga masa dewasa.Karaktersitik
remaja yang berada pada tahapan dimana mereka lebih fleksibel dalam
mengolah informasi,mampu berfikir secara abstrak,membayangkan
sesuatu yang tidak nyata dan dapat memberikan penjelasaan yang logis
mengenai hal tersebut.Remaja juga sudah mampu melihat masalah dari
berbagai sudut pandang dan mencari penyelesaiannya dari berbagai
sumber.
Menurut Piaget dalam Papaplia (2009),kemampuan ini juga
mendukung remaja untuk dapat melakukan penalaran deduktif dengan
baik,mampu membuat hipotesis atas suatu masalah dan merancang
sebuah eksperimen untuk membuktikan hipotesisnya
tersebut,sedangkan menurut tingkat penalaran teori Kohlberg remaja
berada pada tingkatan conventional morality atau morality of
conventional role cofomity yaitu menginternalisasi standar dari figur
otoritas.Mereka peduli tentang menjadi ”baik” dan menyenangkan bagi
orang lain,dan mempertahankan aturan sosial.
(Papalia,Olds,&Feldman,2009).

2. SELF EFFICACY
a. Pengertian Self Efficacy
Self efficacy merupakan prediktor tingkah laku yang dikombinasikan
dengan lingkungan. Self effcacy memiliki peranan yang penting dalam
mengontrol tingkah laku manusia. Self efficacy menggambarkan penilaian
terhadap diri sendiri.
Menurut Alwisol (2009:287), self efficacy adalah penilaian, apakah
dapat melakukan tindakan yang baik dan buruk,tepat atau salah, bisa atau
tidak mengerjakan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Sedangkan Feist & Feist (2010:211), menyatakan bahwa self efficacy
sebagai “keyakinan individu bahwa mereka mampu melakukan suatu
tindakan yang akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan”. Manusia
bertindak dalam suatu situasi bergantung pada hubungan timbal balik dari
perilaku,lingkungan,dan kondisi kognitif yang berhubungan dengan
kemampuan suatu tindakan untuk menghasilkan pencapaian yang
diinginkan dalam suatu situasi.
Self efficacy membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha
untuk maju,kegigihan,ketekunan yang mereka tunjukkan dalam
menghadapi kesulitan dan kecemasan yang mereka alami saat mereka
mempertahankan keputusan-keputusan yang mencangkup kehidupan
mereka.

b. Dimensi Self Efficacy


Self efficacy bersifat spesifik dalam tugas dan situasi yang dihadapi,
artinya individu dapat memiliki keyakinan yang tinggi pada satu tugas
atau situasi tertentu, namun pada tugas dan situasi lain tidak. Self efficacy
bersifat kontekstual, artinya bergantung pada konteks yang dihadapi. Pada
umumnya, self efficacy akan memprediksi dengan baik suatu tampilan
yang berkaitan erat dengan keyakinan tersebut. Menurut Bandura (1997:
243) yang dikutip oleh Umam (2015), membuat skala yang digunakan
untuk menilai tingkat keberhasilan berkenaan dengan lima dimensi karir
pengambilan keputusan, dimana skala tersebut diberi nama Career
Decision-Making Sef-Efficacy Scale (CDMSE). Menurut Jiang and Park
(2012: 886), Skala CDMSE dibagi ke dalam lima dimensi. Kelima
dimensi self efficacy karir terdiri atas (1) Dimensi self-appraisal (penilaian
diri), (2) Dimensi gathering occupational information (pengumpulan
informasi bidang karir), (3) Dimensi goal selection (seleksi tujuan), (4)
Dimensi planing for the future (rencana masa depan), dan (5) Dimensi
problem solving (pemecahan masalah).
Dimensi penilaian diri menjelaskan bagaimana gambaran self efficacy
siswa melalui penilaian terhadap diri individu sendiri. Artinya siswa akan
memiliki self efficacy tinggi atau rendah ditentukan dari penilaian individu
tersebut terhadap dirinya sendiri. Dimensi pengumpulan informasi bidang
karir menggambarkan tinggi rendahnya self efficacy siswa dilihat dari
pengumpulan informasi tentang bidang karir yang diminati. Dimensi ini
melihat seberapa jauh siswa yakin akan kemampuannya untuk bidang karir
tertentu dengan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan.
Dimensi seleksi tujuan menggambarkan tinggi rendahnya self efficacy
siswa dilihat dari keyakinan terhadap tujuan yang akan dicapai pada
bidang karir yang diminati. Siswa yang memiliki self efficacy tinggi akan
merasa percaya bahwa tujuan pada bidang karir tertentu pasti dapat
diwujudkannya. Dimensi yang keempat menjelaskan bagaimana siswa
memiliki tingkat kepercayaan terhadap rencana masa depan yang akan
dibuat untuk memilih bidang karir tertentu. Siswa yang memiliki self
efficacy tinggi akan percaya bahwa rencana masa depan yang dibuat
mampu diwujudkan. Dimensi terakhir ini menggambarkan keyakinan
siswa akan mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Siswa yang
memiliki self efficacy tinggi merasa mampu memecahkan masalah yang
dihadapi. Sedangkan siswa yang memiliki self efficacy rendah merasa
tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi.

c. Sumber Terbentuknya Self Efficacy


Keyakinan diri terus berkembang sepanjang hidup individu. Self efficacy
tidak langsung terbentuk sendiri dalam diri individu. Self efficacy itu
didapatkan, dibentuk, dan dikembangkan atau diturunkan. Menurut
pendapat Feist & Feist (2010: 213-215), efikasi personal didapatkan,
ditingkatkan, atau berkurang melalui salah satu atau kombinasi dari empat
sumber yaitu:
1) Mastery experiences
Cara yang paling efektif untuk menciptakan self efficacy yang kuat
adalah pengalaman dalam penguasaan. Keberhasilan yang
diperoleh akanmembangun suatu keyakinan yang kuat akan
kepercayaan diri. Kegagalan akan melemahkan, khususnya jika
kegagalan terjadi sebelum keyakinan pada diri terbentuk.
2) Modeling Sosial
Cara kedua dalam menciptakan dan memperkuat self efficacy
adalah melalui pengalaman tak terduga (vicarious experiences)
yang diberikan oleh model sosial. Self efficacy seseorang akan
meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain yan memiliki
kemampuan yang sama dengan dirinya. Begitu pula sebaliknya,
self efficacy akan menurun ketika melihat kegagalan seseorang
yang memiliki kemampuan yang sma dengan dirinya. Kesan yang
ditimbulkan oleh modeling pada self efficacy dipengaruhi dengan
kuat oleh kesamaan akan kemampuan yang dimiliki orang lain dan
dirinya. Semakin besar kesamaan yang dimiliki seorang model,
maka akan semakin mempengaruhi pada self efficacy dari orang
yang mengamati. Jika seorang melihat model sosial yang diamati
sangat berbeda dengan dirinya maka self efficacy mereka tidak
akan terpengaruh.
3) Persuasi sosial
Cara ketiga untuk memperkuat self efficacy adalah dengan persuasi
sosial atau disebut juga persuasi verbal. Persuasi verbal
berhubungan dengan dorongan atau hambatan yang diterima oleh
seseorang dari lingkungan sosial yang berupa pemaparan mengenai
penilaian secara verbal dan tindakan dari orang lain, baik secara
disengaja maupun tidak disengaja. Individu mendapat bujukan atau
sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah
yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan
individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan
kesuksesan. Semakin dipercaya sumber persuasi verbal maka akan
semakin berpengaruh pada self efficacy begitupun sebaliknya.
4) Kondisi fisik dan Emosi
Faktor terakhir yang mempengaruhi self efficacy adalah kondisi
fisik dan emosi (somatic and emotional state). Seseorang juga
mengandalkan pada kondisi fisik dan emosi untuk menilai
kemampuan mereka. Reaksi stress dan ketegangan akan dianggap
sebagai tanda bahwa mereka akan memiliki perfoma yang buruk,
sehingga akan menurunkan self efficacy mereka. Dalam aktivitas
yang melibatkan kekuatan dan stamina, orang akan menilai
kelelahan, dan rasa sakit mereka sebagai tanda dari kelemahan.
Dalam hal ini bukan reaksi fisik dan emosi yang penting, tetapi
bagaimana mereka mengetahui dan mengartikan kondisi fisik dan
emosi mereka. Seseorang yang yakin akan kondisi emosi dan fisik
mereka akan mempunyai self efficacy yang lebih besar, sedangkan
mereka yang ragu dengan keadaan mereka maka akan melemahkan
self efficacy mereka.

3. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR


a. Pengertian Pengambilan Keputusan Karir
Menurut Setiyowati (2015), karir adalah keseluruhan pekerjaan yang
kita lakukan selama hidup kita, baik itu dibayar maupun tidak.
Berdasarkan pengertian tersebut, karir kebanyakan didefinisikan
dengan dunia kerja. Karir tidak hanya tentang dunia kerja, namun
pendidikan apa yang dipilih setelah lulus SMA, merupakan karir siswa
yang berhubungan dengan masa depannya sebelum memasuki dunia
kerja. Studi lanjut ke perguruan tinggi merupakan salah satu keputusan
karir yang perlu diambil dalam eksplorasi karirnya dan merupakan
salah satu perkembangan karir yang harus dicapai oleh siswa tersebut
dan ia harus memiliki kematangan karir yang kuat.
Pengertian pengambilan keputusan menurut Baron sebagaimana
dikutip Kurniawati (2015), adalah suatu proses terjadinya identifikasi
masalah, menetapkan tujuan pemecahan, pembuatan keputusan awal,
pengembangan dan penilaian alternatif-alternatif, serta pemilihan salah
satu alternatif yang kemudian dilaksanakan dan ditindaklanjuti.
Selanjutnya, dari beberapa alternatif jawaban tersebut, ia mulai
mempertimbangkan, berpikir, menaksir, memprediksi, dan
menentukan pilihan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pengambilan keputusan karir
studi lanjut ke perguruan tinggi terdapat suatu proses yang matang.
Siswa terlebih dahulu menetapkan tujuan studi lanjut yang akan
ditempuh, mengenali potensi diri dan program studi yang aan ditempuh
apakah sesuai dengan dirinya, mencari cara bagaimana memasuki
perguruan tinggi kepada guru maupun temannya, dan orangtua
mendukung keputusan siswa agar keputusan yang diambil tepat dan
siswa mandiri dalam mengambil keputusan.
b. Aspek-aspek keputusan Karir
Individu dikatakan memiliki kematangan karir jika ia yakin dalam
pengambilan keputusan karir dan mencapai keputusan karir yang tepat.
Pengambilan keputusan karir merupakan sebuah proses yang
dipengaruhi dari dalam diri individu maupun dalam dari luar individu.
Dalam membuat keputusan karir ada hal-hal yang harus terpenuhi,
tidak asal-asalan dalam mengambil keputusan, apalagi keputusan karir
yang diambil berkaitan erat dengan kehidupan masa depannya.
Menurut Setiyowati (2015), ada tiga aspek yang harus terpenuhi dalam
membuat suatu keputusan karir, antara lain:
Pengetahuan dan pemahaman diri di antaranya bakat, minat, dan
kepribadian, kelebihan dan kelemahan diri, pengetahuan dan
pemahaman dunia kerja, dan pemikiran yang realistis akan hubungan
pengetahuan dan pemahaman diri sendiri dengan pengetahuan dan
pemahaman dunia kerja, yaitu kemampuan untuk merencanakan atau
memilih bidang kerja dan/atau pendidikan lanjutan yang
mempertimbangkan pengetahuan dan pemahaman diri yang dimiliki
dengan pengetahuan dan pemahaman dunia kerja.
Berdasarkan aspek-aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pengambilan keputusan karir merupakan suatu tahapan yang berproses.
Individu yang mengambil keputusan perlu mengetahui dan memahami
potensi dirinya. Jika aspek kedua menjelaskan pengetahuan dan
pemahaman dunia kerja, dalam menentukan studi lanjut, individu perlu
mengetahui jenis-jenis perguruan tinggi yang ada, apa saja jurusannya,
dan memahami syarat-syarat memasuki dunia perguruan tinggi.
Setelah itu menghubungkan dengan potensi diri yang dimilikinya,
apakah cocok sesuai bakat dan minatnya. Dengan demikian, individu
tidak menyesal di kemudian hari karena telah melalui proses yang
matang dalam pengambilan keputusannya.
Berdasarkan pendekatan trait and factor yang didukung oleh konsep
Parsons sebagaimana dikutip oleh Winkel (2010: 408), menunjukkan
tiga langkah yang harus diikuti dalam pengambilan keputusan karier
individu yaitu:
(1) Pemahaman yang jelas mengenai kemampuan otak, bakat, minat,
berbagai kelebihan dan kelemahannya, serta ciri-ciri yang lain, (2)
Pengetahuan tentang keseluruhan persyaratan yang harus dipenuhi
supaya dapat mencapai sukses dalam berbagai bidang pekerjaan, serta
tentang balas jasa dan kesempatan untuk maju dalam semua bidang
pekerjaan itu, dan (3) Berpikir secara rasional mengenai hubungan
antara kedua kelompok di atas.
Jadi, dengan kata lain langkah yang pertama menggunakan analisis
diri, yang kedua memanfaatkan informasi jabatan, dan langkah yang
ketiga menerapkan kemampuan untuk berpikir rasional guna
menemukan kecocokan antara ciri-ciri kepribadian, yang mempunyai
relevansi terhadap kesuksesan atau kegagalan dalam suatu
pekerjaan/jabatan.
c. Faktor Keputusan Karir
Dalam membuat keputusan karir banyak hal-hal yang mempengaruhi.
Seseorang dalam mengambil keputusan karir tentunya melalui
pertimbangan yang dirasa matang. Ada yang mengambil keputusan
karena aspirasi orangtua, teman sebayanya, bahkan ada yang
mengambil keputusan sendiri karena sudah memiliki keterampilan
pengambilan keputusan, dan melihat bagaimana orang lain mengambil
keputusan secara tepat dia akan menirunya.
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan
keputusan karir berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal.
Menurut Corey (2010), menyebutkan faktor-faktor dalam keputusan
karir, yaitu: 1) motivation and achievement (motivasi dan prestasi); 2)
attitudes about occupation (sikap terhadap pekerjaan); 3) interest
(keterkaitan); 4) values (nilai-nilai); 5) self concept (konsep diri); dan
6) personality and choosing career (kepribadian dan pilihan karir).
Selanjutnya menurut Widyastuti dan Pratiwi (2013), faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam proses pengambilan keputusan karir terdiri
dari dua faktor, yakni faktor pribadi dan faktor lingkungan.
B. HASIL PENELITIAN YANG RELAVAN
Penelitian terdahulu adalah penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh peneliti
lain. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan bagi pemula dan untuk
membandingkan antara penelitian yang satu dengan yang lain. Dalam penelitian
terdahulu akan diuraikan pokok bahasan sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Flores et al. (2006), yang berjudul “The
Relation of Acculturation, Problem-solving Appraisal, and Career
DecisionMaking Self Efficacy to Mexican American High School Student’s
Educational Goals”. Hasil penelitian membuktikan bahwa self efficacy dalam
pengambilan keputusan karir memiliki hubungan yang signifikan dengan
tujuan pendidikan siswa SMA Amerika Meksiko. Jika hasil penelitian
membuktikan hubungan antara self efficacy dengan tujuan pendidikan siswa
SMA, maka penelitian tersebut relevan dan memperkuat penelitian yang
diajukan untuk meneliti adanya hubungan antara self efficacy dengan
pengambilan keputusan karir ke perguruan tinggi pada siswa kelas XII.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Jiang and Park (2012), yang berjudul “Career
Decision-Making Self-Efficacy as A Moderator in The Relationships of
Entreprenual Career Intention with Emotional Intelligence and Cultural
Intelligence”. Hasil penelitian tersebut adalah responden yang memiliki nilai
lebih tinggi pada tiga dimensi dalam self efficacy pengambilan keputusan karir
yang terdiri dari dimensi perencanaan, pemecahan masalah, dan pengumpulan
informasi memiliki tujuan karir usaha yang lebih tinggi. Dari hasil penelitian
tersebut dapat mendukung penelitian yang akan meneliti tentang hubungan
self efficacy dengan pengambilan keputusan karir. Self efficacy dapat
memprediksi tingkat pengambilan keputusan karir siswa.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti dan Pratiwi (2013), yang berjudul
“Pengaruh Self Efficacy dan Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kemantapan
Pengambilan Keputusan Karir Siswa”. Berdasarkan penelitian tersebut dapat
diketahui bahwa self efficacy berpengaruh terhadap kemantapan pengambilan
keputusan karir dengan kontribusi sebesar 30,8%. Sedangkan pengaruh
dukungan sosial keluarga terhadap kemantapan pengambilan keputusan karir
sebesar 11,6%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa self efficacy
memiliki kontribusi lebih besar terhadap kemantapan pengambilan keputusan
karir dibanding dukungan sosial keluarga.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Ni’mah, dkk. (2014), yang berjudul
“Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Self Efficacy dalam
Menyelesaikan Skripsi pada Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling
Angkatan Tahun 2009”. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui
bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dan self efficacy
mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi sebesar 74,5% dan termasuk dalam
kategori kuat atau tinggi.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Ardiyanti dan Alsa (2015), berjudul “Pelatihan
“PLANS” untuk Meningkatkan Efikasi Diri dalam Pengambilan Keputusan
Karir”. Hasil analisis menunjukkan adanya perubahan yang signifikan dari
skor pre ke post antara kelompok eksperimen dan kontrol. Pada kelompok
eksperimen, skor efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir meningkat
setelah mengikuti pelatihan “PLANS”, sedangkan kelompok kontrol tidak.
Pelatihan “PLANS” memberikan kontribusi terhadap peningkatan efikasi diri
dalam pengambilan keputusan karir sebesar 73%.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut terdapat hubungan antara


self efficacy dengan pengambilan keputusan karir siswa. Hal ini mendukung
peneliti mengetahui lebih lanjut tentang “Hubungan antara Self Efficacy
dengan Pengambilan Keputusan Karir pada Siswa Kelas XII
SMA...................”

C. KERANGKA BERFIKIR
Siswa SMA memasuki tahap perkembangan usia remaja yaitu berada pada rentang
usia 15-18 tahun. Salah satu perkembangan dalam rentang kehidupan masa remaja
adalah perkembangan pengambilan keputusan. Dalam pengambilan keputusan karir
yang tepat, individu harus memiliki self efficacy di samping mendapatkan dukungan
lingkungan. Self efficacy memiliki peranan penting dalam pengambilan keputusan
karir. Self efficacy adalah keyakinan atau kemantapan individu terhadap kemampuan
yang dimilikinya dalam melaksanakan suatu tugas sehingga mampu mencapai tujuan
yang diharapkan. Dengan kata lain, jika seorang siswa yakin bahwa dirinya dapat
mengambil keputusan karir yang tepat maka ia memiliki self efficacy yang tinggi.
Berikut ini bagan gambaran kerangka berpikir yang diajukan oleh peneliti:

Gambar 2.1
Kerangka Berfikir

Tugas Perkembangan Pengambilan


Remaja Keputusan

Hasil Keputusan

Pengambilan
Self Efficacy
Keputusan Karir

D. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis menurut Sugiyono (2013: 96), adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang
merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Berdasarkan landasan
teori dan kerangka berfikir, maka Hipotesis penelitian sebgai berikut :
Ha : Terdapat hubungan antara self efficacy dengan pengambilan keputusan karir
pada siswa kelas XII di SMA
Ho : Tidak terdapat antara self efficacy dengan pengambilan keputusan karir pada
siswa kelas XII di SMA
BAB III

METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum melakukan penelitian yaitu
menentukan tempat dan waktu. Tempat dalam melakukan penelitian ditunjukan untuk
menggambarkan sebagian atau keseluruhan mengenai kondisi, Ciri-ciri serta semua
hal yang berkaitan dengan penelitian.
Penelitian tersebut akan dilaksanakan pada hari....................,dengan tahapan kegiatan
sebagai berikut :

Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian

No Nama Kegiatan Waktu Pelaksanaan 2021-2022


Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb

1 Obserasi Awal
2 Penyusunan Proposal
3 Bimbingan Proposal
4 Seminar Proposal
5 Uji Coba Instrumen
6 Penetapan Instrumen Penelitian
7 Pengumpulan Data
8 Pengolahan Data dan Penulisan
Skripsi
9 Bimbingan Skripsi
10 Sidang Skripsi
11 Revisi Skripsi

B. DESAIN PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Cresweel
(2010, hlm. 24) menyatakan bahwa, “pendekatan kuantitatif adala pengukuran
data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari
sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah
pertanyaan tentang survey untuk menentukan frekuensi dan presetase tanggapan
mereka “.
Menurut Cresweel (2010) dalam pendekatan kuantitatif ini penelitian akan
bersifat pre-determinded, analisis data statistik serta interpretasi data statistik.
Peneliti yang menggunakan pendekatan kuantitatif akan menguji suatu teori
dengan cara merinci suatu hipotesis-hipotesis yang spesifik, lalu mengumpulkan
data untuk mendukung atau membantah hipotesis-hipotesis tersebut. Pendekatan
yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan analisis kuantitatif
breadbasket informasi statistika. Pendekatan penelitian yang dalam menjawab
permasalahan penelitian memerlukan pengukuran yang cermat terhadap variabel-
variabel dari objek yang diteliti untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat
digeneralisasikan terlepas dari konteks waktu, tempat dan situasi.
Metode penelitian yang akan digunakan penulis untuk penelitian ini adalah
metode penelitian Kuantitatif Korelasional. Menurut (Azwar, 2010, pp.8-9)
penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada
suatu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain,
berdasarkan koefisien korelasi. Dari Penelitian ini dapat memperoleh informasi
mengenai taraf hubungan yang terjadi, bukan mengenai ada-tidaknya efek variabel
satu terhadap variabel yang lain.
Penelitian korelasional kuantitatif merupakan penelitian yang dimaksudkan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara dua atau beberapa
variabel (Arikunto.S., 2005, p. 247).

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian


Pada tahap ini, peneliti melakukan uji coba instrumen dengan mengambil data dari
40 responden melalui media platform dengan menggunakan Google Forms.
Peneliti akan menggunakan kuesioner Angket sebagai alat ukur penelitian.
Tahap uji coba diberikan untuk menguji tingkat reliabilitas dari instrumen
penelitian yang dibagikan. Setelah uji coba instrumen selesai dan mendapatkan
hasil kemudian dilakukan revisi dari aitem – aitem yang tidak reliabel.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah sejumlah objek dengan sifat tertentu dengan sasaran
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII di SMA
Tabel 3.2
Jumlah Populasi

No Kelas Jumlah siswa Jumlah


Perempuan Laki-laki

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
JUMLAH

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mencangkup populasi yang
menjadi sasaran penelitan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui
bahwa sampel merupakan bagian dari populasi tetapi ruang lingkupnya lebih
sempit sehingga memudahkan untuk diteliti. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik Purposive sampling yakni suatu teknik pengambilan data
dari sebuah populasi yang didasarkan dengan adanya targed atau tujuan
tertentu dalam penelitian. Purposie Sampling ini digunakan karena tidak
semua atau hanya sebagian yang mencintai Korean Wave dari keseluruhan
siswa kelas XII di SMA
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
Kohort yaitu menetapkan kriteria penelitian. Dalam pemilihan sampel,
populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XII di SMA
Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :

Tabel 3.3
Jumlah Sampel Penelitian

No Kelas Jumlah Siswa


1
2
3

D. Metode Pengumpulan Data


1. Variabel Penelitian
Variabel Penelitian ini terdiri dari :

Variabel bebas : Self Efficacy

Variabel terikat : Pengambilan Keputusan Karir

2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian diperoleh dari :

Sumber Data dalam variabel bebas adalah Dokumen Kepustakaan.

Sumber Data dalam variabel terikat adalah Siswa Kelas XII di SMA
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut :
1. Teknik pengumpulan data untuk variabel bebas yaitu variabel Self Efficacy
dilakukan dengan cara pengumpulan dokumen kepustakaan yang diperoleh
melalui buku – buku, Jurnal maupun Internet.
2. Teknik pengumpulan data untuk variabel terikat yaitu variabel Pengambilan
Keputusan Karir dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada Siswa
Kelas XII di SMA yang menjadi sampel penelitian. Kuesioner yang akan
diberikan berbentuk angket sebanyak 60 aitem pernyataan.

Anda mungkin juga menyukai