JAKARTA
Proposal skripsi
Diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar sarjana
Oleh :
PUJI EKO SANTOSO
201801500042
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................. ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Identifikasi Masalah...............................................................................................4
C. Batasan Masalah....................................................................................................4
D. Rumusan Masalah..................................................................................................4
E. Tujuan Penelitian....................................................................................................4
F. Kegunaan Penelitian...............................................................................................4
G. Sistematika Penulisan.............................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR.....................................................................6
A. Landasan Teori Self-compassion............................................................................6
a. Pengertian..................................................................................................6
b. Komponen Self-compassion......................................................................7
c. Faktor yang mempengaruhi Self-compassion.........................................10
d. Dampak Self-Compassion.......................................................................11
e. Ciri-ciri Self-Compassion........................................................................14
B. Hasil Penelitian yang Relevan...............................................................................15
C. Kerangka Berpikir.................................................................................................17
BAB III...............................................................................................................................19
METODE PENELITIAN.......................................................................................................19
D. Pendekatan Penelitian.........................................................................................19
E. Langkah-langkah Penelitian..................................................................................20
F. Subjek Penelitian..................................................................................................21
G. Instrumen Penelitian............................................................................................22
H. Metode Pengumpulan Data.................................................................................25
I. Teknis Analisis Data..............................................................................................26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan salah satu periode dalam perkembangan
manusia yang menarik perhatian untuk dibicarakan. Pada masa remaja,
individu banyak mengalami berbagai perubahan meliputi perubahan
fisiologis maupun psikologis. Salah satu perubahan psikologis yang terjadi
pada masa remaja perubahan sosioemosional, dimana remaja memiliki
ketegangan emosi yang cukup tinggi. Hal ini dijelaskan oleh Hall (dalam
Berk,2012:496) bahwa remaja umumnya mengalami konflik yang
kompleks, sehingga masa remaja sering dikenal dengan masa “storm and
stress”.
Berk (2012) menjelaskan bahwa pada masa remaja, individu akan
mulai memiliki ketertarikan pada lawan jenis,minat karir dan eksplorasi
identitas. Menurut Neff dan McGehee (2010:225) hal tersebut
menimbulkan tekanan tersendiri bagi remaja, seperti tekanan yang
dirasakan atas kinerja akademis, kebutuhan untuk menjadi populer,
keinginan untuk diterima, merasa cocok dalam suatu kelompok sosial yang
tepat, permasalahan hubungan dengan lawan jenis dan body image.
Keadaan yang demikian,ditambah dengan perubahan emosional yang
dirasakan remaja,perubahan minat,peran dan kondisi lingkungan yang
menimbulkan tekanan sosial, membuat ketegangan emosi pada remaja
semakin bertambah lagi.
Permasalahan dan tekanan yang ada di dalam kehidupan sehari-
hari pada hakikatnya merupakan suatu batu loncatan untuk membuat
remaja menjadi lebih dewasa dalam bertindak. Untuk dapat menghadapi
situasi yang menekan dengan menampilkan perilaku yang adaptif maka
remaja membutuhkan regulasi emosi. Hurlock (2011:213) menjelaskan
remaja memiliki pengelolaan emosi yang baik jika mampu menilai situasi
1
secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional.
Sedangkan ketidakmampuan mengelola emosi dapat membuat remaja
tidak berdaya menghadapi situasi penuh tekanan dan konflik, akibatnya
remaja melakukan tindakan destruktif untuk mengelola emosi yang sedang
dihadapinya.
Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kecerdasan kognitif
pada masa remaja sampai ke tahap maksimal (dalam Desmita,2012:195).
Remaja telah mampu berfikir secara sistematik dan memikirkan semua
kemungkinan untuk memecahkan permasalahan. Meskipun kemampuan
kognitif remaja sudah berkembang,tetap saja masih ada ketidakmatangan
kognitif yang menyelimuti. Bentuk-bentuk ketidakmatangan dari remaja
ini mendasari banyaknya perilaku beresiko dan destruktif yang dilakukan
remaja, dan memberikan kontribusi peningkatan self-criticism, perasaan
terisolasi, dan over-identification dengan emosi yang dirasakan.
Kemampuan untuk dapat mengelola emosi bagi remaja
berhubungan dengan kebiasaan mengalami berbagai masalah yang
menekan dirinya seperti kecemasan dan depresi. Bila individu mampu
mengelola emosi negatifnya (kesedihan,ketakutan, dan kemarahan),
remaja tersebut memiliki daya tahan untuk tidak terkena kecemasan dan
depresi (Gross, Richards & John,2006). Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Betts, Gullone dan Allen (2009) yang
menemukan kemampuan mengelola emosi yang baik merupakan salah
satu faktor yang dapat mengurangi resiko depresi pada remaja.
Stress, depresi,dan emosi negatif seperti sedih,marah,kecewa,dan
putus asa tidak bisa dihindari secara penuh. Untuk menghadapi semua
situasi yang menekan dan meminimalisasi dampak negatifnya secara
psikologis, remaja membutuhkan regulasi emosi. Regulasi emosi yang
dimaksud tidak melarang remaja merasakan kondisi emosional yang
dialami, melainkan intensitas dan ekspresi emosinya diatur agar tidak
sampai merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
2
Permasalahan yang berkaitan dengan regulasi emosi dikaitkan
dengan self-compassion. Hal ini dikarenakan peneliti mengasumsikan
bahwa untuk mengatasi emosi-emosi negatif, remaja terlebih dahulu harus
memberikan kepedulian dan pemahaman pada diri sendiri saat
menghadapi permasalahan dan tekanan yang terjadi. Memiliki sikap belas
kasih terhadap diri sendiri (self-compassion) bisa menjadi awal dalam
mengatasi emosi-emosi negatif yang dirasakan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Neff (2003:92) bahwa self-compasssion dapat dipandang sebagai
strategi pengaturan emosional yang berguna,yakni perasaan menyakitkan
atau menyedihkan tidak dihindari, namun justru diadakan dalam kesadaran
dengan kebaikan (self-kindness), rasa kemanusiaan bersama (common
humanity) dan kesadaran penuh perhatian (mindfulness).
Neff (2003:86) menjelaskan bahwa self-compassion adalah
pemberian pemahaman tanpa kritik terhadap penderitaan dan kegagalan,
memahami bahwa hal tersebut merupakan bagian dari kondisi manusia
pada umumnya, dan merupakan kesadaran penuh atas situasi menekan
yang terjadi saat ini daripada terlalu melebih-lebihkan. Remaja yang
memiliki self-compassion akan terhidar dari stress dan depresi karena
remaja akan menerima kenyataan dengan pemahaman dan kepedulian
pada diri sendiri yang sangat membantu dalam menghadapi tekanan (Neff,
2012:80).
Self-compassion mewakili cara yang bijaksana untuk menghadapi
situasi emosi yang sulit. Neff (2012:86) menjelaskan bahwa remaja yang
memiliki self-compassion tinggi tidak akan memikirkan secara terus
menerus kejadian yang memunculkan emosi negatif. Dari sini peneliti
menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi self-
compassion pada remaja.
Penelitian ini dilakukan karena adanya rasa ingin mengetahui
lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi self-compassion pada siswa
yang ditinjau dari berbagai aspek dari self-compassion itu sendiri. Maka
dari itu,berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti bermaksud
3
untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Self-Compassion pada
Siswa di SMP Trampil Jakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka identifikasi masalahnya sebagai berikut :
1. Siswa mengalami hambatan dalam pembentukan self-compassion.
2. Regulasi emosi mempengaruhi self-compassion pada siswa.
3. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi self-compassion
pada siswa.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi tentang “ Analisis Self-Compassion pada siswa di
SMP Trampil Jakarta”
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor apa saja yang
dapat membentuk self-compassion siswa di SMP Trampil Jakarta ?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja
faktor yang dapat membentuk self-compassion pada siswa di SMP Trampil
Jakarta.
F. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
4
1. Bagi lembaga pendidikan pada umumnya, penelitian ini berguna
untuk bahan evaluasi bagi lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan self-compassion dan dapat menambah
literatur dalam ilmu psikologi pendidikan.
2. Bagi dunia keimuan, penelitian ini dapat menjadi bahan diskusi
untuk memperkaya intlektual dan keilmuan yang terkait dengan
self-compassion.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika skripsi ini terdiri dari tiga bagian yakni bagian
awal,bagian isi,dan bagian akhir. Penjelasan sistematika skripsi ini,
sebagai berikut :
Bagian awal skripsi terdiri atas halaman judul, pengesahan,pernyataan
keaslian tulisan, motto dan persembahan,kata pengantar,abstrak,daftar
isi,daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lempiran.
Bagian Isi Skripsi yakni Bab I yaitu pendahuluan yang berisi latar
belakang, identifikasi masalah,batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab II
yaitu landasan teori yang megkaji tentang penelitian terdahulu, kerangka
berfikir dan Bab III yaitu metode penelitian yang berisi tentang
pendekatan penelitian, Langkah-langkah penelitian, Subjek Penelitian,
Instrumen Penelitian, Metode Pengumpulan data, dan Teknik analisis data.
5
BAB II
B. Pengertian
Self-compassion berasal dari kata compassion yang diturunkan
dari bahasa latin patiri dan bahasa yunani patien yang berarti
menderita, menjalani, atau mengalami. Self-compassion merupakan
konsep baru yang diadaptasi dari filosofi Budha yang memiliki
definisi secara umum adalah kasih sayang diri. Compassion
meliputi keinginan untuk membebaskan penderitaan, kesadaran
terhadap penyebab dari penderitaan, dan perilaku yang
menunjukan kasih sayang.
Neff (dalam Kharina & Juliana 2012:10) mendifinisikan
self-compassion sebagai sikap memiliki perhatian dan kebaikan
terhadap diri sendiri saat menghadapi berbagai kesulitan dalam
hidup ataupun kekurangan dalam dirinya serta memiliki
pengertian, kegagalan dan kekurangan merupakan bagian dari
kehidupan manusia. Self- compassion (yang merupakan unsur
cinta kasih) melibatkan perasaan terbuka terhadap penderitaan diri
sendiri dan orang lain, dalam cara non-defensif dan tidak
mehakimi. Self-comassion juga melibatkan keinginan untuk
meringankan penderitaan, kognisi yang berfungsi untuk memahami
6
penyebab penderitaan, dan perilaku untuk bertindak dengan belas
kasih. Oleh karena itu, kombinasi motif, emosi, fikiran, dan
perilakulah yang memunculkan self-compssion.
Neff (dalam Marsh,2012) menyebutkan bahwa individu
yang memiliki self-compssion tinggi memiliki keberanian,
keamanan secara emosional dan kebijaksanaan untuk melihat
potensi yang dimiki sehingga dapat memahami apa yang perlu
dilakukan dan mengubahnya untuk menolomg dirinya sendiri
sehingga tidak sampai mengganggu pada aspek-aspek yang ada
dalam hidupnya. Self-compssion pada individu cenderung
memperlihatkan kebutuhan akan kesehatanya, memperhatikan diri
mereka lebih baik, meningkatkan kemampuan regulasi diri yang
dapat mendorong kondisi fisik maupun kesejahteraan psikologis
mereka.
Self-compassion akan membantu individu untuk cenderung
melawan ketidaknyamanan emosional (germer,2009). Interaksi
dengan individu lain, membawa konsekuensi permasalahan
ditambah dengan keterbatasan dikarenakan gangguan yang dialami.
Breins & Chen (2012) mengungkapkan bahwa orang-orang
yang menggunakan self-compssion dalam menghadapi kelemahan
diri memiliki motivasi yang besar untuk meningkatkan dan
mengubah perilaku menjadi lebih baik. Self-compssion dapat
membantu individu untuk lebih mengenal dirinya sendiri, lebih
menyayangi dirinya sendiri, sehingga mempermudah individu
dalam menghadapi kesulitan yang dialami.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat di simpulkan
bahwa Self-compassion adalah sikap kasih sayang atau kebaikan
terhadap diri sendiri saat menghadapi masalah dalam hidup serta
menghargai segala bentuk penderitaan, kegagalan dan kekurangan
diri sebagai bagian dari hidup setiap manusia.
7
C. Komponen Self-compassion
Kristin Neff, psikolog Universitas Texas di Austin
mengembangkan Self-compassion scale yang hampir selalu di
gunakan dalam penelitian tentang Self-compassion. Neff (2003)
menjelaskan bahwa Self-compassion terdiri dari enam komponen
yaitu :
1. Self- kindess
Kemampuan seseorang untuk memahami dan menerima
diri apa adanya serta memberikan kelembutan, tidak
menyakiti atau menghakimi diri sendiri. Self-kindess
membuat seseorang menjadi hangat terhadap diri sendiri
ketika menghadapi rasa sakit dan kekurangan pribadi,
memahami diri sendiri dan tidak menyakiti atau
mengabaikan diri dengan mengkritik dan menghakimi diri
sendiri ketika menghadapi masalah.
2. Self-judgesment
Merupakan aspek kebalikan Self-kindess, yaitu
menghakimi dan mengkritik diri sendiri. Self-judgement
adalah ketika seseorang menolak perasaan, pemikiran,
dorongan, tindakan dan nilai diri sehingga menyebabkan
individu merespon secara berlebihan dengan apa yang
terjadi. Individu seringkali tidak menyadari bahwa dirinya
sedang melakukan Self-judgement.
3. Comon Humanity
Comon Humanity adalah kesadaran bahwa individu
memandang kesulitan, kegagalan, dan tantangan
merupakan bagian dari hidup manusia dan merupakan suatu
yang dialami oleh semua orang, bukan hanya dialami diri
sendiri. Komponen mendasar kedua dari Self-compassion
adalah pengakuan terhadap pengalaman manusia bersama.
Comon humanity mengaitkan kelemahan yang individu
8
miliki dengan keadaan manusia pada umumnya, sehingga
kekurangan tersebut dilihat secara menyeluruh bukan hanya
pandangan subyektif yang melihat kekurangan hanyalah
milik diri individu. Begitu pula dengan masa-masa sulit,
perjuangan dan kegagalan dalam hidup berada dalam
pengalaman manusia pada keseluruhan, sehingga
menimbulkan kesadaran bahwa bukan hanya diri kita
sendiri yang mengalami kesakitan dan kegagalan didalam
hidup. Penting dalam hal ini untuk memahami bahwa setiap
manusia mengalami kesulitan dan masalah dalam hidupnya.
4. Isolation
Merupakan kebalikan dari aspek Comon Humanity,
dimana ketika individu dalam keadaan yang sulit cenderung
merasa dirinya yang paling menderita didunia. Muncul
perasaan bahwa individu mengalami segala bentuk
kesulitan sendirian dan bertanggung jawab sendiri atas
segala bentuk kesulitan yang dialami sehingga akan
mengisolasi diri dari orang lain.
5. Mindfulness
Mindfulness adalah melihat secara jelas, menerima, dan
menghadapi kenyataan tanpa menghakimi terhadap apa
yang terjadi didalam suatu situasi. Mindfulness diperlukan
agar individu tidak terlalu teridentifikasi dengan pikiran
atau perasaan negatif. Hidayati (2013) menjelaskan bahwa
konsep utama Mindfulness adalah melihat sesuatu seperti
apa adanya, tidak ditambah maupun dikurangi, sehingga
respon-respon yang dihasilkan dapat lebih efektif. Dengan
Mindfulness ini individu dapat sepenuhnya mengetahui dan
mengerti apa yang sebenarnya dirasakan.
6. Over Identification
9
Over Identificatiaon adalah kebalikan daripada
Mindfulness yakni reaksi ekstrim atau reaksi berlebihan
individu ketika menghadapi suatu permasalahan. Over
identification diartikan sebagai terlalu fokus pada
keterbatasan diri sehingga pada akhirnya menimbulkan
kecemasan dan depresi.
10
dan keselarasan dengan orang lain dalam bertingkah laku.
sedangkan individu dengan budaya Barat yang
individualistic memiliki konsep diri yang menekankan pada
kemandirian, kebutuhan pribadi, dan keunikan individu
dalam bertingkah laku.
3. Usia
Pengaruh factor usia dikaitkan dengan teori tentang tahap
perkembangan Erikson yang menjelaskan bahwa individu
akan mencapai tingkat self-compssion yang tinggi apabila
telah mencapai tahap integrity karena dapat menerima
dirinya sendiri secara lebih positif.
4. Kepribadian
Kepribadian turut berpengaruh terhadap adanya self-
compssion dalam diri seseorang seperti tipe kepribadian
extraversion, agreeableness dan conscientiounes.
Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam
bergaul,menjalin hubungan dengan sesame dan juga
dominan dengan lingkunganya. Pada kepribadian inin
seseorang mudah termotivasi oleh tantangan dan sesuatu
yang baru sehingga lebih terbuka dengan dunia luar dan
dapat mengaktulisasikan dirinya sendiri. Agreeableness
berorientasi pada sifat social sehingga membantu mereka
untuk bersikap baik kepada diri sendiri dan melihat
pengalaman yang negative sebagai pengalaman yang
dialami semua manusia ( dalam Missiliana 2014:18).
Conscientiounes mendeskripsikan kontrol terhadap
lingkungan social, berfikir sebelum bertindak dapat
mengotrol dirinya sendiri ketika menghadapi masalah.
5. Peran orang tua
Individu yang memiliki derajat self-compassion yang
rendah kemungkinan besar memiliki ibu yang kritis, berasal
11
dari keluarga disfungsional, dan menampilkan kegelisahan
daripada individu yang memiliki derajat self-compassion
yang tinggi (Neff & mcGeehee, 2010:228).
E. Dampak Self-Compassion
Pada dasarnya self-compassion tidak hanya diandalkan saat
seseorang mengalami suatu masalah, tetapi dalam situasi apapun.
Neff & Vonk (2009) menemukan bahwa self-compassion tidak
hanya berfungsi saat terjadi suatu hal yang negatif pada diri
seseorang, tetapi juga berperan secara unik dalam mengelola
emosi-emosi positif.
Salah satu penemuan yang paling konsisten dalam self
compassion berhubungan dengan kecemasan dan sepresi. Salah
satu kunci penting dari self-compassion adalah rendahnya self-
critsm. Self-compassion memberikan perlindungan untuk
kecemasan dan depresi saat berusaha untuk mengendalikan self-
critism dan dampak negative yang dihasilkan.
Individu yang memiliki self-compssion tinggi akan
menghasilkan kemampuan emotional coping skill yang lebih baik
dan kepuasaan hidup yang merupakan bagian penting dari hidup
yang bermakna. Selain itu self-compssion juga berhubungan
dengan perasaan mandiri, mampu berhubungan dengan orang lain.
Hal tersebut membuktikan bahwa self-compassion dapat membantu
individu untuk menemukan kebutuhan psikologis dasar dari Deci
dan Ryan (1995) tentang well-being. Individu yang memiliki self-
compssion cenderung bahagia,optimis, memiliki rasa ingin tau dan
dampak-dampak positif daripada individu yang memiliki self-
compassion rendah.
Dampak self-compssion berdasarkan hasil penelitian-
penelitian adalah sebagai berikut :
12
1. Emotional Resilience
Self-compssion merupakan alat kita saat
menghadapi kesulitan emosi. Membebaskan kita dari siklus
destruktif atau reaktivitas emosional yang sering
mempengaruhi kehidupan individu, memberikan ketahanan
emosional dan meningkatnya kesejahteraan (well being).
Pikiran otomatis yang muncul ketika dalam situasi negative
tereduksi ketika individu memiliki self-compssion yang
memadai. Mindfulness yang merupakan salah satu aspek
self-compssion dapat memandang emosi dan pemikiran
negative secara objektif. Self-compassion tidak
menggantikan emosi negatif menjadi positif secara
langsung. Melainkan emosi positif tersebut dihasilkan
dengan cara memiliki emosi negatif yang ada.
Self-compassion adalah bentuk yang kuat dari
kecerdasan emosional. Individu dengan self-compssion
memiliki emosi yang lebih baik dalam coping skill. Mereka
kurang menampilkan tanda-tanda penghindaran emosional
dan lebih nyaman dalam menghadapi pikiran,perasaan dan
sensasi dari apa yang terjadi. Merasakan emosi yang
menyakitkan dan menahanya dengan self-compssion
cenderung tidak mengganggu kehidupan sehari-hari.
13
Fungsi psikologis lainya adalah sebagai sumber
motivasi. Dukungan positif dan penuh harapan akan
menghasilkan pencapaian tertinggi seseorang. Individu dan
penuh harapan akan menghasilkan pencapaian tertinggi
seseorang. Individu membutuhkan untuk rasa aman,tenang,
dan percaya diri untuk melakukan usaha yang terbaik. Hal
itu yang mendorong dan menumbuhkan keyakinan terhadap
orang lain di sekitarnya ketika menginginkan mereka
mencapai hasil yang terbaik. Begitu juga terhadap diri
sendiri, self compassion dapat menguatkan motivasi untuk
mendapatkan pencapaian tertinggi.
Manfaat lainya dengan self-compasion yang tinggi
adalah adanya orientasi yang lebih tinggi pada
pengembangan diri (personal growth). Self-compassion
berperan dalam menumbuhkan pemikiran positif. Self-
compassion juga berasosiasi dengan kemandirian,
kompetensi dan keterkaitan, yang merupakan konsep dasar
untuk atribut yang disebut oleh Daci & Ryan (1995)
sebagai well being atau kesejahteraan hidup (Neff dalam
Leary & Hoyle,2009).
F. Ciri-ciri Self-Compassion
Self-Compassion dapat membatu seseorang untuk tidak
mencemaskan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri, karena
orang yang memiliki self-compassion dapat memperlakukan
seseorang dan dirinya secara baik dan memahami
ketidaksempurnaan manusia. Menurut Neff(2014) seseorang yang
memiliki self-compassion tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
14
1. Mampu menerima diri sendiri baik kelebihan maupun
kelemahan.
2. Mampu menerima kesalahan atau kegagalan sebagai suatu
hal umum yang juga dialami oleh orang lain.
3. Mempunyai kesadaran tentang keterhubungan antara segala
sesuatu ( Hidayati,2015:157).
Tabel 2.1
Hasil Penelitian yang Relavan
15
Mantan Pecandu Narkoba mantan pecandu narkoba
Dewasa Awal” dewasa awal. Semakin tinggi
Self-compassion maka semakin
timggi pula resiliensi pada
mantan pecandu narkoba
Sofiachudairi & Setyawan Kuantitatif Terdapat hubungan positif yang
(2016) “Hubungan antara Self- Korelasional signifikan antara Self-
compassion dengan resiliensi compasion dengan resiliensi
pada mahasiswa yang sedang pada mahasiwa yang sedang
mengerjakan skripsi di mengerjakan skripsi.
Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro”
Siswati & Hadiyati (2017) Kuantitatif Terdapat hubungan antara self-
“Hubungan antara Self- Deskriptif compassion dengan efikasi diri
compassion dan Efikasi Diri pada Mahasiswa yang sedang
pada Mahasiswa yang sedang menyelesaikan Tugas Akhir .
Menyelesaikan Tugas Akhir”
Witriani (2017) “Hubungan Kuantitatif Hasil penelitian ini
antara Self-ompassion dengan Korelasional menunjukkan r=0.702, p=0.000
Psychological Well-Being yang berarti terdapat hubungan
pada Mahasiswa”. yang signifikan antara self-
compassion dengan
psychological well-being pada
mahasiswa Universitas
Padjadjaran di Indonesia.
Farida Hidayati (2017) Kuantitatif Terdapat hubungan negatif yang
“Hubungan antara self- Korelasional signifikan antara self-
compassion dengan compassion dengan
Prokrastinasi pada Siswa SMA prokrastinasi pada siswa SMA
Nasima Semarang. Nasima Semarang.
Kawitri (2018) “Hubungan Kuantitatif Terdapat hubungan positif
16
antara Self-compassian dengan Korelasional terhadap positif antara Self-
resiliensi pada Remaja di panti compassion dengan resiliensi
asuhan” pada remaja di panti asuhan.
Semakin tinggi Self-compassion
maka semakin tinggi pula
resiliensi pada remaja di panti
asuhan.
17
remaja di Boarding School
memiliki tingkat kesepian yang
rendah.
H. Kerangka Berpikir
Kristin Neff, psikolog Universitas Texas di Austin
mengembangkan Self-compassion scale yang hampir selalu di gunakan
dalam penelitian tentang Self-compassion. Neff (2003) menjelaskan bahwa
Self-compassion terdiri dari enam komponen yaitu :
Aspek-aspek Self-
Compassion
Siswa
Self- kindess
Self-judgesment
Comon Humanity
Isolation
Self-
Mindfulness Compassion
Over Identification
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir Penelitian
18
BAB III
METODE PENELITIAN
I. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif (qualitative research). Bogdan dan taylor (dalam
Moleong,2007:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini
diarahkan pada latar dari individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi
dalam hal ini tidak dapat mengisolasikan individu ke dalam variabel atau
hipotesis, tapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Menurut Nasution (2003) penelitian kualitatif adalah menagmati
orang dalam lingkungan, berinteraksi dengan mereka dan menafsirkan
pendapat mereka tentang dunia sekitar, kemudian Nana Syaodig
Sukmadinata (2005) menyatakan bahwa penelitian kuliatitatif adalah suatu
penelitian yang ditunjukan untuk mendiskripsikan dan menganalisa
fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan,persepsi,
pemikiran orang secara individu maupun kelompok.
Penelitian kualitatif ini secara spesifik lebih diarahkan pada
penggunaan metode studi kasus. Sebagaimana pendapat Lincoln dan Guba
19
(dalam Sayekti Pujosuwarno, 1992:34) yang menyebutkan bahwa
pendekatan kualitatif dapat disebut dengan case study ataupun qualitative,
yaitu penelitian yang mendalam dan mendetail tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan subjek penelitian. Lebih lanjut Moh. Surya dan
Djumhur (1986) menyatakan bahwa studi kasus dapat diartikan sebagai
suatu teknik mempelajari seseorang secara mendalam untuk membantunya
memperoleh penyesuaian diri.
Menurut Lincoln dan guba (dalam Dedy Mulayana,2004:201)
menyatakan penggunaan studi kasus sebagai suatu metode penelitian
kualitatif memiliki beberapa keuntungan,yaitu :
1. Studi kasus dapat menyajikan pandangan dari subjek yang diteliti.
2. Studi kasus menyajukan uraian yang menyeluruh yang mirip
dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan
hubungan antara peneliti dan responden.
4. Studi kasus dapat memberikan uraian yang mendalam yang
diperlukan bagi penelitian.
J. Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian ini, agar pelaksanaannya terarah dan sistematis
maka disusun tahap-tahap penelitian. Menurut Moleong (2007) terdapat
empat tahapan dalam pelaksanaan penelitian yaitu sebagai berikut :
20
1. Tahap Pra Lapangan
Peneliti mengadakan survai pendahuluan yakni dengan mencari
subjek sebagai narasumber. Selama proses survai ini peneliti
melakukan penjajagan lapangan (field study) terhadap latar
penelitian, mencari data dan informasi tentang kehidupan siswa di
SMP Trampil Jakarta terkait dengan faktor self-compassion.
Peneliti juga menempuh upaya konfirmasi ilmiah melalui
penelusuran literatur buku dan referensi pendukung penelitian.
Pada tahap ini peneliti melakukan penyusunan rancangan
penelitian yang meliputi garis besar metode penelitian yang
digunakan dalam melakukan penelitian. Tahap pra lapangan
dilakukan peneliti selama selama bulan November-Desember
2021.
21
K. Subjek Penelitian
Menurut Suharsismi Arikunto (1998) subjek penelitian adalah
benda,hal atau organisasi tempat data atau variabel penelitian yang
dipermasalahkan melekat. Tidak ada satu pun penelitian yang dapat
dilakukan tanpa adanya subjek penelitian, karena seperti yang telah
diketahui bahwa dilaksanakannya penelitian dikarenakan adanya masalah
yang harus dipecahkan, maksud dan tujuan penelitian adalah untuk
memecahkan persoalan yang timbul. Hal ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari informan.
L. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006)
merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Instrumen
yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah instrumen pokok dan
instrumen penunjang. Instrumen pokok adalah manusia itu sendiri
sedangkan instrumen penunjang adalah pedoman observasi dan pedoman
wawancara.
1. Instrumen pokok dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Peneliti sebagai instrumen dapat berhubungan langsung dengan
responden dan mampu memahami serta menilai berbagai bentuk
dari interaksi di lapangan. Menurut Moleong (2007) kedudukan
peneliti dalam penelitian kualitatif adalah ia sekaligus merupakan
perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafsir data,
pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitianya.
2. Instrumen kedua dalam penelitian ini adalah dengan metode
wawancara. Secara umum, penyusunan instrumen pengumpulan
data berupa pedoman wawancara dilakukan dengan tahap-tahap
berikut ini :
a. Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang
ada di dalam rumusan juduk penelitian atau yang tertera di
dalam problematika penelitian.
22
b. Menjabarkan variabel menjadi sub variabel atau bagian
variabel.
c. Mencari indikator setiap sub variabel.
d. Menderetkan deskriptor menjadi butir-butir instrumen.
e. Melengkapi instrumen dengan pedoman atau intruksi dan
kata pengantar (dalam Suharsimi Arikunto,2005:135).
Tabel 3.1
Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Variabel Sub Variabel Indikator Deskriptor
Self- Faktor Self- Self- kindess a) Menerima diri
Compassion Compassion apa adanya
b) Mengafirmasi
bahwa diri
pantas untuk
disayangi
Self-judgesment Menghadapi
penolakan dan
kegagalan diri
Comon Humanity Memandang
masalah sebagi hal
wajar (manusiawi)
Isolation Sikap mengisolasi
diri akibat
kegagalan
Mindfulness Menghadapi
masalah dengan
23
cara objektif
Over Kecenderungan
Identification individu terhadap
kesalahnya
Tabel 3.2
Kisi-kisi Pedoman Observasi
Variabel Sub Indikator Deskriptor
Variabel
Self- Kondisi Postur Tubuh a. Tinggi/Pendek
Compassion Fisik b. Kurus/Gemuk
Kondisi Kognitif a. Pengetahuan yang dimiliki
Psikologis b. Cara menyelesaikan masalah
c. Keinginan untuk berubah
Afektif a. Rendah diri
24
b. Malu
c. gelisah
d. Bingung
e. Rasa Bersalah
f. Bahagia
g. Sedih
25
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi secara mendalam tentang pengetahuan diri,
penilaian diri dan pengharapan terhadap diri serta faktor-faktor
yang melatarbelakangi pembentukan self-compassion.
2. Observasi
Menurut Burhan (2007) observasi adalah kemampuan
seseorang untuk menggunakan pengamatanya melalui hasil kerja
pancaindra serta dibantu dengan pencaindra lainya. dalam
melaksanakan pengamatan ini sebelumnya peneliti akan
mengadakan pendekatan dengan subjek penelitian sehingga terjadi
keakraban antara penelliti dengan subjek penelitian.
Penelitian ini menggunakan jenis observasi non partisipan
dimana penliti tidak ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang
subjek lakukan, tetapi observasi dilakukan pada saat wawancara.
Pengamatan yang dilakukan menggunakan pengamatan berstruktur
yaitu dengan melakukan pengamatan menggunakan pedoman
observasi pada saat pengamatan dilakukan.
26
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mengacu pada konsep Milles & Huberman (1992) yaitu interactive model
yang mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu :
1. Reduksi data (Data Reduction)
Reduksi data yaitu suatu proses pemilahan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar
yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduski data
yang berupa hasil wawancara terhadap subjek penelitian.
27
DAFTAR PUSTAKA
28