Anda di halaman 1dari 32

ANALISIS SELF COMPASSION SISWA SMP TRAMPIL

JAKARTA

Proposal skripsi
Diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar sarjana

Oleh :
PUJI EKO SANTOSO
201801500042

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN & PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS INDRA PRASTA PGRI
JAKARTA 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan proposal skripsi ini tepat pada waktunya.

Propsal skripsi yang berjudul “Analisis Self-compassion pada Siswa di


SMP Trampil Jakarta” ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat guna
mendaptkan gelar sarjana di Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.

Pada kesempatan ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan


ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan proposal
skripsi ini, terutama kepada :

1. Bapak Itshar Bolo Rangka selaku Dosen Pembimbing Materi Universitas


Indraprasta PGRI Jakarta.
2. Teman-teman Prodi Bimbingan dan Konseling Kelas A yang telah
memberikan dukungan moral dan menjadi teman seperjuangan yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa propsal skripsi ini masih banyak kekurangannya


baik dalam bentuk isi maupun teknik penyajian, oleh sebab itu kritikan yang
bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga
proposal skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi dunia pendidikan.

Jakarta, 23 Januari 2022

Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................. ii

BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Identifikasi Masalah...............................................................................................4
C. Batasan Masalah....................................................................................................4
D. Rumusan Masalah..................................................................................................4
E. Tujuan Penelitian....................................................................................................4
F. Kegunaan Penelitian...............................................................................................4
G. Sistematika Penulisan.............................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR.....................................................................6
A. Landasan Teori Self-compassion............................................................................6
a. Pengertian..................................................................................................6
b. Komponen Self-compassion......................................................................7
c. Faktor yang mempengaruhi Self-compassion.........................................10
d. Dampak Self-Compassion.......................................................................11
e. Ciri-ciri Self-Compassion........................................................................14
B. Hasil Penelitian yang Relevan...............................................................................15
C. Kerangka Berpikir.................................................................................................17
BAB III...............................................................................................................................19
METODE PENELITIAN.......................................................................................................19
D. Pendekatan Penelitian.........................................................................................19
E. Langkah-langkah Penelitian..................................................................................20
F. Subjek Penelitian..................................................................................................21
G. Instrumen Penelitian............................................................................................22
H. Metode Pengumpulan Data.................................................................................25
I. Teknis Analisis Data..............................................................................................26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan salah satu periode dalam perkembangan
manusia yang menarik perhatian untuk dibicarakan. Pada masa remaja,
individu banyak mengalami berbagai perubahan meliputi perubahan
fisiologis maupun psikologis. Salah satu perubahan psikologis yang terjadi
pada masa remaja perubahan sosioemosional, dimana remaja memiliki
ketegangan emosi yang cukup tinggi. Hal ini dijelaskan oleh Hall (dalam
Berk,2012:496) bahwa remaja umumnya mengalami konflik yang
kompleks, sehingga masa remaja sering dikenal dengan masa “storm and
stress”.
Berk (2012) menjelaskan bahwa pada masa remaja, individu akan
mulai memiliki ketertarikan pada lawan jenis,minat karir dan eksplorasi
identitas. Menurut Neff dan McGehee (2010:225) hal tersebut
menimbulkan tekanan tersendiri bagi remaja, seperti tekanan yang
dirasakan atas kinerja akademis, kebutuhan untuk menjadi populer,
keinginan untuk diterima, merasa cocok dalam suatu kelompok sosial yang
tepat, permasalahan hubungan dengan lawan jenis dan body image.
Keadaan yang demikian,ditambah dengan perubahan emosional yang
dirasakan remaja,perubahan minat,peran dan kondisi lingkungan yang
menimbulkan tekanan sosial, membuat ketegangan emosi pada remaja
semakin bertambah lagi.
Permasalahan dan tekanan yang ada di dalam kehidupan sehari-
hari pada hakikatnya merupakan suatu batu loncatan untuk membuat
remaja menjadi lebih dewasa dalam bertindak. Untuk dapat menghadapi
situasi yang menekan dengan menampilkan perilaku yang adaptif maka
remaja membutuhkan regulasi emosi. Hurlock (2011:213) menjelaskan
remaja memiliki pengelolaan emosi yang baik jika mampu menilai situasi

1
secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional.
Sedangkan ketidakmampuan mengelola emosi dapat membuat remaja
tidak berdaya menghadapi situasi penuh tekanan dan konflik, akibatnya
remaja melakukan tindakan destruktif untuk mengelola emosi yang sedang
dihadapinya.
Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kecerdasan kognitif
pada masa remaja sampai ke tahap maksimal (dalam Desmita,2012:195).
Remaja telah mampu berfikir secara sistematik dan memikirkan semua
kemungkinan untuk memecahkan permasalahan. Meskipun kemampuan
kognitif remaja sudah berkembang,tetap saja masih ada ketidakmatangan
kognitif yang menyelimuti. Bentuk-bentuk ketidakmatangan dari remaja
ini mendasari banyaknya perilaku beresiko dan destruktif yang dilakukan
remaja, dan memberikan kontribusi peningkatan self-criticism, perasaan
terisolasi, dan over-identification dengan emosi yang dirasakan.
Kemampuan untuk dapat mengelola emosi bagi remaja
berhubungan dengan kebiasaan mengalami berbagai masalah yang
menekan dirinya seperti kecemasan dan depresi. Bila individu mampu
mengelola emosi negatifnya (kesedihan,ketakutan, dan kemarahan),
remaja tersebut memiliki daya tahan untuk tidak terkena kecemasan dan
depresi (Gross, Richards & John,2006). Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Betts, Gullone dan Allen (2009) yang
menemukan kemampuan mengelola emosi yang baik merupakan salah
satu faktor yang dapat mengurangi resiko depresi pada remaja.
Stress, depresi,dan emosi negatif seperti sedih,marah,kecewa,dan
putus asa tidak bisa dihindari secara penuh. Untuk menghadapi semua
situasi yang menekan dan meminimalisasi dampak negatifnya secara
psikologis, remaja membutuhkan regulasi emosi. Regulasi emosi yang
dimaksud tidak melarang remaja merasakan kondisi emosional yang
dialami, melainkan intensitas dan ekspresi emosinya diatur agar tidak
sampai merugikan diri sendiri ataupun orang lain.

2
Permasalahan yang berkaitan dengan regulasi emosi dikaitkan
dengan self-compassion. Hal ini dikarenakan peneliti mengasumsikan
bahwa untuk mengatasi emosi-emosi negatif, remaja terlebih dahulu harus
memberikan kepedulian dan pemahaman pada diri sendiri saat
menghadapi permasalahan dan tekanan yang terjadi. Memiliki sikap belas
kasih terhadap diri sendiri (self-compassion) bisa menjadi awal dalam
mengatasi emosi-emosi negatif yang dirasakan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Neff (2003:92) bahwa self-compasssion dapat dipandang sebagai
strategi pengaturan emosional yang berguna,yakni perasaan menyakitkan
atau menyedihkan tidak dihindari, namun justru diadakan dalam kesadaran
dengan kebaikan (self-kindness), rasa kemanusiaan bersama (common
humanity) dan kesadaran penuh perhatian (mindfulness).
Neff (2003:86) menjelaskan bahwa self-compassion adalah
pemberian pemahaman tanpa kritik terhadap penderitaan dan kegagalan,
memahami bahwa hal tersebut merupakan bagian dari kondisi manusia
pada umumnya, dan merupakan kesadaran penuh atas situasi menekan
yang terjadi saat ini daripada terlalu melebih-lebihkan. Remaja yang
memiliki self-compassion akan terhidar dari stress dan depresi karena
remaja akan menerima kenyataan dengan pemahaman dan kepedulian
pada diri sendiri yang sangat membantu dalam menghadapi tekanan (Neff,
2012:80).
Self-compassion mewakili cara yang bijaksana untuk menghadapi
situasi emosi yang sulit. Neff (2012:86) menjelaskan bahwa remaja yang
memiliki self-compassion tinggi tidak akan memikirkan secara terus
menerus kejadian yang memunculkan emosi negatif. Dari sini peneliti
menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi self-
compassion pada remaja.
Penelitian ini dilakukan karena adanya rasa ingin mengetahui
lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi self-compassion pada siswa
yang ditinjau dari berbagai aspek dari self-compassion itu sendiri. Maka
dari itu,berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti bermaksud

3
untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Self-Compassion pada
Siswa di SMP Trampil Jakarta”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka identifikasi masalahnya sebagai berikut :
1. Siswa mengalami hambatan dalam pembentukan self-compassion.
2. Regulasi emosi mempengaruhi self-compassion pada siswa.
3. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi self-compassion
pada siswa.

C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi tentang “ Analisis Self-Compassion pada siswa di
SMP Trampil Jakarta”

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor apa saja yang
dapat membentuk self-compassion siswa di SMP Trampil Jakarta ?

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja
faktor yang dapat membentuk self-compassion pada siswa di SMP Trampil
Jakarta.

F. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :

4
1. Bagi lembaga pendidikan pada umumnya, penelitian ini berguna
untuk bahan evaluasi bagi lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan self-compassion dan dapat menambah
literatur dalam ilmu psikologi pendidikan.
2. Bagi dunia keimuan, penelitian ini dapat menjadi bahan diskusi
untuk memperkaya intlektual dan keilmuan yang terkait dengan
self-compassion.

G. Sistematika Penulisan
Sistematika skripsi ini terdiri dari tiga bagian yakni bagian
awal,bagian isi,dan bagian akhir. Penjelasan sistematika skripsi ini,
sebagai berikut :
Bagian awal skripsi terdiri atas halaman judul, pengesahan,pernyataan
keaslian tulisan, motto dan persembahan,kata pengantar,abstrak,daftar
isi,daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lempiran.
Bagian Isi Skripsi yakni Bab I yaitu pendahuluan yang berisi latar
belakang, identifikasi masalah,batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab II
yaitu landasan teori yang megkaji tentang penelitian terdahulu, kerangka
berfikir dan Bab III yaitu metode penelitian yang berisi tentang
pendekatan penelitian, Langkah-langkah penelitian, Subjek Penelitian,
Instrumen Penelitian, Metode Pengumpulan data, dan Teknik analisis data.

5
BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Landasan Teori Self-compassion

B. Pengertian
Self-compassion berasal dari kata compassion yang diturunkan
dari bahasa latin patiri dan bahasa yunani patien yang berarti
menderita, menjalani, atau mengalami. Self-compassion merupakan
konsep baru yang diadaptasi dari filosofi Budha yang memiliki
definisi secara umum adalah kasih sayang diri. Compassion
meliputi keinginan untuk membebaskan penderitaan, kesadaran
terhadap penyebab dari penderitaan, dan perilaku yang
menunjukan kasih sayang.
Neff (dalam Kharina & Juliana 2012:10) mendifinisikan
self-compassion sebagai sikap memiliki perhatian dan kebaikan
terhadap diri sendiri saat menghadapi berbagai kesulitan dalam
hidup ataupun kekurangan dalam dirinya serta memiliki
pengertian, kegagalan dan kekurangan merupakan bagian dari
kehidupan manusia. Self- compassion (yang merupakan unsur
cinta kasih) melibatkan perasaan terbuka terhadap penderitaan diri
sendiri dan orang lain, dalam cara non-defensif dan tidak
mehakimi. Self-comassion juga melibatkan keinginan untuk
meringankan penderitaan, kognisi yang berfungsi untuk memahami

6
penyebab penderitaan, dan perilaku untuk bertindak dengan belas
kasih. Oleh karena itu, kombinasi motif, emosi, fikiran, dan
perilakulah yang memunculkan self-compssion.
Neff (dalam Marsh,2012) menyebutkan bahwa individu
yang memiliki self-compssion tinggi memiliki keberanian,
keamanan secara emosional dan kebijaksanaan untuk melihat
potensi yang dimiki sehingga dapat memahami apa yang perlu
dilakukan dan mengubahnya untuk menolomg dirinya sendiri
sehingga tidak sampai mengganggu pada aspek-aspek yang ada
dalam hidupnya. Self-compssion pada individu cenderung
memperlihatkan kebutuhan akan kesehatanya, memperhatikan diri
mereka lebih baik, meningkatkan kemampuan regulasi diri yang
dapat mendorong kondisi fisik maupun kesejahteraan psikologis
mereka.
Self-compassion akan membantu individu untuk cenderung
melawan ketidaknyamanan emosional (germer,2009). Interaksi
dengan individu lain, membawa konsekuensi permasalahan
ditambah dengan keterbatasan dikarenakan gangguan yang dialami.
Breins & Chen (2012) mengungkapkan bahwa orang-orang
yang menggunakan self-compssion dalam menghadapi kelemahan
diri memiliki motivasi yang besar untuk meningkatkan dan
mengubah perilaku menjadi lebih baik. Self-compssion dapat
membantu individu untuk lebih mengenal dirinya sendiri, lebih
menyayangi dirinya sendiri, sehingga mempermudah individu
dalam menghadapi kesulitan yang dialami.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat di simpulkan
bahwa Self-compassion adalah sikap kasih sayang atau kebaikan
terhadap diri sendiri saat menghadapi masalah dalam hidup serta
menghargai segala bentuk penderitaan, kegagalan dan kekurangan
diri sebagai bagian dari hidup setiap manusia.

7
C. Komponen Self-compassion
Kristin Neff, psikolog Universitas Texas di Austin
mengembangkan Self-compassion scale yang hampir selalu di
gunakan dalam penelitian tentang Self-compassion. Neff (2003)
menjelaskan bahwa Self-compassion terdiri dari enam komponen
yaitu :
1. Self- kindess
Kemampuan seseorang untuk memahami dan menerima
diri apa adanya serta memberikan kelembutan, tidak
menyakiti atau menghakimi diri sendiri. Self-kindess
membuat seseorang menjadi hangat terhadap diri sendiri
ketika menghadapi rasa sakit dan kekurangan pribadi,
memahami diri sendiri dan tidak menyakiti atau
mengabaikan diri dengan mengkritik dan menghakimi diri
sendiri ketika menghadapi masalah.
2. Self-judgesment
Merupakan aspek kebalikan Self-kindess, yaitu
menghakimi dan mengkritik diri sendiri. Self-judgement
adalah ketika seseorang menolak perasaan, pemikiran,
dorongan, tindakan dan nilai diri sehingga menyebabkan
individu merespon secara berlebihan dengan apa yang
terjadi. Individu seringkali tidak menyadari bahwa dirinya
sedang melakukan Self-judgement.
3. Comon Humanity
Comon Humanity adalah kesadaran bahwa individu
memandang kesulitan, kegagalan, dan tantangan
merupakan bagian dari hidup manusia dan merupakan suatu
yang dialami oleh semua orang, bukan hanya dialami diri
sendiri. Komponen mendasar kedua dari Self-compassion
adalah pengakuan terhadap pengalaman manusia bersama.
Comon humanity mengaitkan kelemahan yang individu

8
miliki dengan keadaan manusia pada umumnya, sehingga
kekurangan tersebut dilihat secara menyeluruh bukan hanya
pandangan subyektif yang melihat kekurangan hanyalah
milik diri individu. Begitu pula dengan masa-masa sulit,
perjuangan dan kegagalan dalam hidup berada dalam
pengalaman manusia pada keseluruhan, sehingga
menimbulkan kesadaran bahwa bukan hanya diri kita
sendiri yang mengalami kesakitan dan kegagalan didalam
hidup. Penting dalam hal ini untuk memahami bahwa setiap
manusia mengalami kesulitan dan masalah dalam hidupnya.
4. Isolation
Merupakan kebalikan dari aspek Comon Humanity,
dimana ketika individu dalam keadaan yang sulit cenderung
merasa dirinya yang paling menderita didunia. Muncul
perasaan bahwa individu mengalami segala bentuk
kesulitan sendirian dan bertanggung jawab sendiri atas
segala bentuk kesulitan yang dialami sehingga akan
mengisolasi diri dari orang lain.
5. Mindfulness
Mindfulness adalah melihat secara jelas, menerima, dan
menghadapi kenyataan tanpa menghakimi terhadap apa
yang terjadi didalam suatu situasi. Mindfulness diperlukan
agar individu tidak terlalu teridentifikasi dengan pikiran
atau perasaan negatif. Hidayati (2013) menjelaskan bahwa
konsep utama Mindfulness adalah melihat sesuatu seperti
apa adanya, tidak ditambah maupun dikurangi, sehingga
respon-respon yang dihasilkan dapat lebih efektif. Dengan
Mindfulness ini individu dapat sepenuhnya mengetahui dan
mengerti apa yang sebenarnya dirasakan.
6. Over Identification

9
Over Identificatiaon adalah kebalikan daripada
Mindfulness yakni reaksi ekstrim atau reaksi berlebihan
individu ketika menghadapi suatu permasalahan. Over
identification diartikan sebagai terlalu fokus pada
keterbatasan diri sehingga pada akhirnya menimbulkan
kecemasan dan depresi.

D. Faktor yang mempengaruhi Self-compassion


Banyak hal yang dapat mempengaruhi Self-compassion.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Self-compassion antara
lain :
1. Jenis kelamin
Neff (2011) melakukan penenlitian yang menunjukkan
bahwa wanita jauh lebih penuh pemikiran dibandingkan
laki-laki sehingga wanita menderita depresi dan kecemasan
dua kali lipat dibandingkan pria. Meskipun beberapa
perbedaan gender dipengaruhi oleh peran tempat asal dan
budaya. Penelitian menunjukkan bahwa wanita cenderung
memiliki self-compassion sedikit lebih rendah dari pada
pria, hal ini disebabkan karena wanita memikirkan
mengenai kejadian negatif di masa lalu. Oleh karena itu,
perempuan menderita depresi dan kecemasan dua kali lebih
sering daripada pria.
2. Budaya
Perbedaan latar budaya mengakibatkan adanya perbedaan
derajat self-compassion. Markus dan Kitayama (dalam
Missiliana 2014:25) mengungkapkan bahwa orang-orang
Asia yang memiliki budaya collectivistic dikatakan
memiliki konsep diri individu yang menekankan pada
hubungan dengan orang lain, peduli terhadap orang lain,

10
dan keselarasan dengan orang lain dalam bertingkah laku.
sedangkan individu dengan budaya Barat yang
individualistic memiliki konsep diri yang menekankan pada
kemandirian, kebutuhan pribadi, dan keunikan individu
dalam bertingkah laku.
3. Usia
Pengaruh factor usia dikaitkan dengan teori tentang tahap
perkembangan Erikson yang menjelaskan bahwa individu
akan mencapai tingkat self-compssion yang tinggi apabila
telah mencapai tahap integrity karena dapat menerima
dirinya sendiri secara lebih positif.
4. Kepribadian
Kepribadian turut berpengaruh terhadap adanya self-
compssion dalam diri seseorang seperti tipe kepribadian
extraversion, agreeableness dan conscientiounes.
Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam
bergaul,menjalin hubungan dengan sesame dan juga
dominan dengan lingkunganya. Pada kepribadian inin
seseorang mudah termotivasi oleh tantangan dan sesuatu
yang baru sehingga lebih terbuka dengan dunia luar dan
dapat mengaktulisasikan dirinya sendiri. Agreeableness
berorientasi pada sifat social sehingga membantu mereka
untuk bersikap baik kepada diri sendiri dan melihat
pengalaman yang negative sebagai pengalaman yang
dialami semua manusia ( dalam Missiliana 2014:18).
Conscientiounes mendeskripsikan kontrol terhadap
lingkungan social, berfikir sebelum bertindak dapat
mengotrol dirinya sendiri ketika menghadapi masalah.
5. Peran orang tua
Individu yang memiliki derajat self-compassion yang
rendah kemungkinan besar memiliki ibu yang kritis, berasal

11
dari keluarga disfungsional, dan menampilkan kegelisahan
daripada individu yang memiliki derajat self-compassion
yang tinggi (Neff & mcGeehee, 2010:228).

E. Dampak Self-Compassion
Pada dasarnya self-compassion tidak hanya diandalkan saat
seseorang mengalami suatu masalah, tetapi dalam situasi apapun.
Neff & Vonk (2009) menemukan bahwa self-compassion tidak
hanya berfungsi saat terjadi suatu hal yang negatif pada diri
seseorang, tetapi juga berperan secara unik dalam mengelola
emosi-emosi positif.
Salah satu penemuan yang paling konsisten dalam self
compassion berhubungan dengan kecemasan dan sepresi. Salah
satu kunci penting dari self-compassion adalah rendahnya self-
critsm. Self-compassion memberikan perlindungan untuk
kecemasan dan depresi saat berusaha untuk mengendalikan self-
critism dan dampak negative yang dihasilkan.
Individu yang memiliki self-compssion tinggi akan
menghasilkan kemampuan emotional coping skill yang lebih baik
dan kepuasaan hidup yang merupakan bagian penting dari hidup
yang bermakna. Selain itu self-compssion juga berhubungan
dengan perasaan mandiri, mampu berhubungan dengan orang lain.
Hal tersebut membuktikan bahwa self-compassion dapat membantu
individu untuk menemukan kebutuhan psikologis dasar dari Deci
dan Ryan (1995) tentang well-being. Individu yang memiliki self-
compssion cenderung bahagia,optimis, memiliki rasa ingin tau dan
dampak-dampak positif daripada individu yang memiliki self-
compassion rendah.
Dampak self-compssion berdasarkan hasil penelitian-
penelitian adalah sebagai berikut :

12
1. Emotional Resilience
Self-compssion merupakan alat kita saat
menghadapi kesulitan emosi. Membebaskan kita dari siklus
destruktif atau reaktivitas emosional yang sering
mempengaruhi kehidupan individu, memberikan ketahanan
emosional dan meningkatnya kesejahteraan (well being).
Pikiran otomatis yang muncul ketika dalam situasi negative
tereduksi ketika individu memiliki self-compssion yang
memadai. Mindfulness yang merupakan salah satu aspek
self-compssion dapat memandang emosi dan pemikiran
negative secara objektif. Self-compassion tidak
menggantikan emosi negatif menjadi positif secara
langsung. Melainkan emosi positif tersebut dihasilkan
dengan cara memiliki emosi negatif yang ada.
Self-compassion adalah bentuk yang kuat dari
kecerdasan emosional. Individu dengan self-compssion
memiliki emosi yang lebih baik dalam coping skill. Mereka
kurang menampilkan tanda-tanda penghindaran emosional
dan lebih nyaman dalam menghadapi pikiran,perasaan dan
sensasi dari apa yang terjadi. Merasakan emosi yang
menyakitkan dan menahanya dengan self-compssion
cenderung tidak mengganggu kehidupan sehari-hari.

2. Opting out of the self esteem game


Self-compassion mempunyai perbedaan dari self-estee.
Self-esteem mengacu pada sejauh manakita mengevaluasi
diri positif. Ini mewakili berapa banyak individu menyukai
atau menghargai diri sendiri, dan sering didasarkan pada
perbandingan dengan orang lain (Harter,1999).
3. Motivation dan Personal Growht

13
Fungsi psikologis lainya adalah sebagai sumber
motivasi. Dukungan positif dan penuh harapan akan
menghasilkan pencapaian tertinggi seseorang. Individu dan
penuh harapan akan menghasilkan pencapaian tertinggi
seseorang. Individu membutuhkan untuk rasa aman,tenang,
dan percaya diri untuk melakukan usaha yang terbaik. Hal
itu yang mendorong dan menumbuhkan keyakinan terhadap
orang lain di sekitarnya ketika menginginkan mereka
mencapai hasil yang terbaik. Begitu juga terhadap diri
sendiri, self compassion dapat menguatkan motivasi untuk
mendapatkan pencapaian tertinggi.
Manfaat lainya dengan self-compasion yang tinggi
adalah adanya orientasi yang lebih tinggi pada
pengembangan diri (personal growth). Self-compassion
berperan dalam menumbuhkan pemikiran positif. Self-
compassion juga berasosiasi dengan kemandirian,
kompetensi dan keterkaitan, yang merupakan konsep dasar
untuk atribut yang disebut oleh Daci & Ryan (1995)
sebagai well being atau kesejahteraan hidup (Neff dalam
Leary & Hoyle,2009).

F. Ciri-ciri Self-Compassion
Self-Compassion dapat membatu seseorang untuk tidak
mencemaskan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri, karena
orang yang memiliki self-compassion dapat memperlakukan
seseorang dan dirinya secara baik dan memahami
ketidaksempurnaan manusia. Menurut Neff(2014) seseorang yang
memiliki self-compassion tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :

14
1. Mampu menerima diri sendiri baik kelebihan maupun
kelemahan.
2. Mampu menerima kesalahan atau kegagalan sebagai suatu
hal umum yang juga dialami oleh orang lain.
3. Mempunyai kesadaran tentang keterhubungan antara segala
sesuatu ( Hidayati,2015:157).

Sedangkan ciri-ciri individu yang mempunyai self-


compassion rendah, antara lain :
1. Cenderung tidak percaya diri (Fitriani,2019:21).
2. Cenderung mempunyai tingkat stress yang tinggi
(Putra,2016:22).
3. Menyerang dan menghakimi diri sendiri secara keras atas
kekurangan dan kegagalan yang dimiliki
(Rahayu,2019:31).
4. Cenderung memiliki pendangan sempit dan berfokus
terhadap ketidasempurnaan diri (Rahayu,2019:31).

G. Hasil Penelitian yang Relevan


Adapun penelitian yang relavan dengan penelitian penulis adalah
sebagai berikut :

Tabel 2.1
Hasil Penelitian yang Relavan

Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian


Penelitian
Rizky Febrinabilah (2016) Kuantitatif Terdapat hubungan yang positif
“Hubungan Self-compassion Korelasional dan signifikan antara Self-
dengan Resiliensi pada compassion resiliensi pada

15
Mantan Pecandu Narkoba mantan pecandu narkoba
Dewasa Awal” dewasa awal. Semakin tinggi
Self-compassion maka semakin
timggi pula resiliensi pada
mantan pecandu narkoba
Sofiachudairi & Setyawan Kuantitatif Terdapat hubungan positif yang
(2016) “Hubungan antara Self- Korelasional signifikan antara Self-
compassion dengan resiliensi compasion dengan resiliensi
pada mahasiswa yang sedang pada mahasiwa yang sedang
mengerjakan skripsi di mengerjakan skripsi.
Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro”
Siswati & Hadiyati (2017) Kuantitatif Terdapat hubungan antara self-
“Hubungan antara Self- Deskriptif compassion dengan efikasi diri
compassion dan Efikasi Diri pada Mahasiswa yang sedang
pada Mahasiswa yang sedang menyelesaikan Tugas Akhir .
Menyelesaikan Tugas Akhir”
Witriani (2017) “Hubungan Kuantitatif Hasil penelitian ini
antara Self-ompassion dengan Korelasional menunjukkan r=0.702, p=0.000
Psychological Well-Being yang berarti terdapat hubungan
pada Mahasiswa”. yang signifikan antara self-
compassion dengan
psychological well-being pada
mahasiswa Universitas
Padjadjaran di Indonesia.
Farida Hidayati (2017) Kuantitatif Terdapat hubungan negatif yang
“Hubungan antara self- Korelasional signifikan antara self-
compassion dengan compassion dengan
Prokrastinasi pada Siswa SMA prokrastinasi pada siswa SMA
Nasima Semarang. Nasima Semarang.
Kawitri (2018) “Hubungan Kuantitatif Terdapat hubungan positif

16
antara Self-compassian dengan Korelasional terhadap positif antara Self-
resiliensi pada Remaja di panti compassion dengan resiliensi
asuhan” pada remaja di panti asuhan.
Semakin tinggi Self-compassion
maka semakin tinggi pula
resiliensi pada remaja di panti
asuhan.

Hanum Hasmarlin (2019) Kuantitatif Terdapat hubungan antara Self-


“Self-compassion dan Regulasi korelasional compassion dan Regulasi Emosi
Emosi pada remaja” pada remaja”
Miftahul Arifin (2020) Kuantitatif Terdapat pengaruh sebesar
“Tingkat self-compassion Deskriptif 38,69 % pada self-compassion
Mahasiswa Program Studi dengan Perilaku sosial
Bimbingan dan konseling Distancing di Universitas PGRI
Fakultas Keguruan Dan ilmu Banyuwangi.
Pendidikan Universitas PGRI
Banyuwangi pada Masa Sosial
Distancing Pandemi Covid-
19”
Peter Otgaar (2020) “The Kualitatif Studi Faktor sosial merupakan faktor
Proscess of Scince: a Critical Kasus terbesar dalam pembentukan
Evaluation of more than 15 self-compassion pada anak usia
yaars of Research on Self- 15 tahun.
Compassion with the Self-
Compassion Scale”
Diyanah Fitri Eifaza (2020) Kuantitatif Terdapat hubungan yang
“Hubungan Self-Compassion Korelasional signifikan di antara Self-
dengan Kesepian pada remaja compassion dan kesepian, yang
Di Boarding School” berkorelasi secara negatif. Maka
dapat disimpulkan bahwa

17
remaja di Boarding School
memiliki tingkat kesepian yang
rendah.

H. Kerangka Berpikir
Kristin Neff, psikolog Universitas Texas di Austin
mengembangkan Self-compassion scale yang hampir selalu di gunakan
dalam penelitian tentang Self-compassion. Neff (2003) menjelaskan bahwa
Self-compassion terdiri dari enam komponen yaitu :

Aspek-aspek Self-
Compassion
Siswa
Self- kindess
Self-judgesment
Comon Humanity
Isolation
Self-
Mindfulness Compassion
Over Identification

Gambar 2.1
Kerangka Berfikir Penelitian

18
BAB III

METODE PENELITIAN

I. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif (qualitative research). Bogdan dan taylor (dalam
Moleong,2007:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini
diarahkan pada latar dari individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi
dalam hal ini tidak dapat mengisolasikan individu ke dalam variabel atau
hipotesis, tapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Menurut Nasution (2003) penelitian kualitatif adalah menagmati
orang dalam lingkungan, berinteraksi dengan mereka dan menafsirkan
pendapat mereka tentang dunia sekitar, kemudian Nana Syaodig
Sukmadinata (2005) menyatakan bahwa penelitian kuliatitatif adalah suatu
penelitian yang ditunjukan untuk mendiskripsikan dan menganalisa
fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan,persepsi,
pemikiran orang secara individu maupun kelompok.
Penelitian kualitatif ini secara spesifik lebih diarahkan pada
penggunaan metode studi kasus. Sebagaimana pendapat Lincoln dan Guba

19
(dalam Sayekti Pujosuwarno, 1992:34) yang menyebutkan bahwa
pendekatan kualitatif dapat disebut dengan case study ataupun qualitative,
yaitu penelitian yang mendalam dan mendetail tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan subjek penelitian. Lebih lanjut Moh. Surya dan
Djumhur (1986) menyatakan bahwa studi kasus dapat diartikan sebagai
suatu teknik mempelajari seseorang secara mendalam untuk membantunya
memperoleh penyesuaian diri.
Menurut Lincoln dan guba (dalam Dedy Mulayana,2004:201)
menyatakan penggunaan studi kasus sebagai suatu metode penelitian
kualitatif memiliki beberapa keuntungan,yaitu :
1. Studi kasus dapat menyajikan pandangan dari subjek yang diteliti.
2. Studi kasus menyajukan uraian yang menyeluruh yang mirip
dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan
hubungan antara peneliti dan responden.
4. Studi kasus dapat memberikan uraian yang mendalam yang
diperlukan bagi penelitian.

Pada dasarnya penelitian dengan jenis studi kasus bertujuan untuk


mengetahui tentang sesuatu hal secara mendalam. Maka dalam penelitian
ini, peneliti akan menggunakan metode studi kasus untuk mengungkap
tentang self-compassion dan fakor yang melatarbelakangi pembentukan
self-compassion pada siswa di SMP Trampil Jakarta. Pemilihan metode ini
didasari pada fakta bahwa tema penelitian ini didasari pada kepribadian
dari suatu individu.

J. Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian ini, agar pelaksanaannya terarah dan sistematis
maka disusun tahap-tahap penelitian. Menurut Moleong (2007) terdapat
empat tahapan dalam pelaksanaan penelitian yaitu sebagai berikut :

20
1. Tahap Pra Lapangan
Peneliti mengadakan survai pendahuluan yakni dengan mencari
subjek sebagai narasumber. Selama proses survai ini peneliti
melakukan penjajagan lapangan (field study) terhadap latar
penelitian, mencari data dan informasi tentang kehidupan siswa di
SMP Trampil Jakarta terkait dengan faktor self-compassion.
Peneliti juga menempuh upaya konfirmasi ilmiah melalui
penelusuran literatur buku dan referensi pendukung penelitian.
Pada tahap ini peneliti melakukan penyusunan rancangan
penelitian yang meliputi garis besar metode penelitian yang
digunakan dalam melakukan penelitian. Tahap pra lapangan
dilakukan peneliti selama selama bulan November-Desember
2021.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan


Dalam hal ini peneliti memasuki dan memahami latar penelitian
dalam rangka pengumpulan data. Tahap ini dilaksankan selama
bulan Maret-Mei 2022.

3. Tahap Analisis data


Tahapan yang ketiga dalam penelitian ini adalah analisis data.
Peneliti dalam tahapan ini melakukan serangkaian proses analisis
data kualitatif sampai pada interprestasi data-data yang telah
siperoleh sebelumnya. Selain itu peneliti juga menempuh proses
triangulasi data yang diperbandingkan dengan teori kepustakaan.
Tahap analisis data dilakukan selama Juni-Agustus 2022.

4. Tahap Evaluasi dan Pelaporan


Pada tahap ini peneliti berusaha melakukan konsultasi dan
pembimbingan dengan sosen pembimbing yang telah ditentukan.

21
K. Subjek Penelitian
Menurut Suharsismi Arikunto (1998) subjek penelitian adalah
benda,hal atau organisasi tempat data atau variabel penelitian yang
dipermasalahkan melekat. Tidak ada satu pun penelitian yang dapat
dilakukan tanpa adanya subjek penelitian, karena seperti yang telah
diketahui bahwa dilaksanakannya penelitian dikarenakan adanya masalah
yang harus dipecahkan, maksud dan tujuan penelitian adalah untuk
memecahkan persoalan yang timbul. Hal ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari informan.

L. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006)
merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Instrumen
yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah instrumen pokok dan
instrumen penunjang. Instrumen pokok adalah manusia itu sendiri
sedangkan instrumen penunjang adalah pedoman observasi dan pedoman
wawancara.
1. Instrumen pokok dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Peneliti sebagai instrumen dapat berhubungan langsung dengan
responden dan mampu memahami serta menilai berbagai bentuk
dari interaksi di lapangan. Menurut Moleong (2007) kedudukan
peneliti dalam penelitian kualitatif adalah ia sekaligus merupakan
perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafsir data,
pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitianya.
2. Instrumen kedua dalam penelitian ini adalah dengan metode
wawancara. Secara umum, penyusunan instrumen pengumpulan
data berupa pedoman wawancara dilakukan dengan tahap-tahap
berikut ini :
a. Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang
ada di dalam rumusan juduk penelitian atau yang tertera di
dalam problematika penelitian.

22
b. Menjabarkan variabel menjadi sub variabel atau bagian
variabel.
c. Mencari indikator setiap sub variabel.
d. Menderetkan deskriptor menjadi butir-butir instrumen.
e. Melengkapi instrumen dengan pedoman atau intruksi dan
kata pengantar (dalam Suharsimi Arikunto,2005:135).

Lebih lanjut, sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih


dahulu membuat kisi-kisi pedoman wawancara sebagai berikut :

Tabel 3.1
Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Variabel Sub Variabel Indikator Deskriptor
Self- Faktor Self- Self- kindess a) Menerima diri
Compassion Compassion apa adanya
b) Mengafirmasi
bahwa diri
pantas untuk
disayangi
Self-judgesment Menghadapi
penolakan dan
kegagalan diri
Comon Humanity Memandang
masalah sebagi hal
wajar (manusiawi)
Isolation Sikap mengisolasi
diri akibat
kegagalan
Mindfulness Menghadapi
masalah dengan

23
cara objektif
Over Kecenderungan
Identification individu terhadap
kesalahnya

3. Instrumen ketiga dalam penelitian ini adalah observasi. Secara


umum, penyusunan instrumen pengumpulan data berupa observasi
dilakukan dengan tahapan-tahapan berikut :
a. Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang
ada di dalam rumusan juduk penelitian atau yang tertera di
dalam problematika penelitian.
b. Menjabarkan variabel menjadi sub variabel.
c. Mencari indikator setiap sub variabel.
d. Menderetkan deskriptor menjadi butir-butir instrumen.
e. Melengkapi instrumen dengan pedoman atau intruksi dan
kata pengatar (dalam Suharsimi Arikunto,2005:135).

Lebih lanjut, sebelum melakukan observasi peneliti terlebih


dahulu membuat kisi-kisi pedoman observasi sebagai berikut :

Tabel 3.2
Kisi-kisi Pedoman Observasi
Variabel Sub Indikator Deskriptor
Variabel
Self- Kondisi Postur Tubuh a. Tinggi/Pendek
Compassion Fisik b. Kurus/Gemuk
Kondisi Kognitif a. Pengetahuan yang dimiliki
Psikologis b. Cara menyelesaikan masalah
c. Keinginan untuk berubah
Afektif a. Rendah diri

24
b. Malu
c. gelisah
d. Bingung
e. Rasa Bersalah
f. Bahagia
g. Sedih

M. Metode Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,
teknik yang akan peneliti gunakan adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan pewancara yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu (Moloeng,2007). Wawancara dipergunakan
untuk mengadakan komunikasi sengan subjek penelitian sehingga
diperoleh data-data yang diperlukan. Teknik wawancara mendalam
ini diperoleh langsung dari subjek penelitian melalui serangkaian
tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait langsung dengan
pokok permasalahan.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara
bebas terpimpin yaitu cara mengajukan pertanyaan yang
dikemukakan bebas, artinya pertanyaan tidak terpaku pada
pedoman wawancara tentang masalah-masalah pokok dalam
penelitian yang kemudian dikembangkan sesuai dengan kondisi di
lapangan (sutrisno Hadi,1994). Dalam melakukan wawancara ini,
pewawancara membawa pedoman yang hanya berisi garis besar
tentang hal-hal yang akan ditanyakan.

25
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi secara mendalam tentang pengetahuan diri,
penilaian diri dan pengharapan terhadap diri serta faktor-faktor
yang melatarbelakangi pembentukan self-compassion.

2. Observasi
Menurut Burhan (2007) observasi adalah kemampuan
seseorang untuk menggunakan pengamatanya melalui hasil kerja
pancaindra serta dibantu dengan pencaindra lainya. dalam
melaksanakan pengamatan ini sebelumnya peneliti akan
mengadakan pendekatan dengan subjek penelitian sehingga terjadi
keakraban antara penelliti dengan subjek penelitian.
Penelitian ini menggunakan jenis observasi non partisipan
dimana penliti tidak ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang
subjek lakukan, tetapi observasi dilakukan pada saat wawancara.
Pengamatan yang dilakukan menggunakan pengamatan berstruktur
yaitu dengan melakukan pengamatan menggunakan pedoman
observasi pada saat pengamatan dilakukan.

N. Teknis Analisis Data


Analisis data menurut Patton (dalam Moleong,2000) merupakan
proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola,
kategorisasi, dan satuan uraian dasar. Menurut Bogdan dan Bikle(dalam
Moleong,2007:248) analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan cara
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesisnya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan
apa yang dapat diceritakan pada orang lain.

26
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mengacu pada konsep Milles & Huberman (1992) yaitu interactive model
yang mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu :
1. Reduksi data (Data Reduction)
Reduksi data yaitu suatu proses pemilahan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar
yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduski data
yang berupa hasil wawancara terhadap subjek penelitian.

2. Penyajian Data (Display Data)


Data ini tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Adapun bentuk yang lazim digunakan pada data
kualitatif terdahulu adalah dalam bentuk teks naratif.

3. Penarikan kesimpulan (Verifikasi)


Dalam penelitian ini akan diungkap mengenai makna dari data
yang dikumpulkan. Dari data tersebut akan diperoleh kesimpulan
yang tentatif, kabur, kaku dan meragukan, sehingga kesimpulan
tersebut perlu di verifikasi. Verifikasi dilakukan dengan melihat
kembali reduksi data maupun display data sehingga kesimpulan
yang diambil tidak menyimpang.

27
DAFTAR PUSTAKA

Arifin M.(2020). Tingkat self-compassion Mahasiswa Program Studi Bimbingan


dan konseling Fakultas Keguruan Dan ilmu Pendidikan Universitas PGRI
Banyuwangi pada Masa Sosial Distancing Pandemi Covid-19. Jurnal
Psikologi Terapan,1, 23-29.
Efiza F. (2020). Hubungan Self-Compassion dengan Kesepian pada remaja Di
Boarding School. 4,88-98.
Hidayati F.(2017). Hubungan antara self-compassion dengan Prokrastinasi pada
Siswa SMA Nasima Semarang. Jurnal Empati. 6,232-238.
Hadiyati R. (2017). Hubungan antara Self-compassion dan Efikasi Diri pada
Mahasiswa yang sedang Menyelesaikan Tugas Akhir. Jurnal Psikologi
Sosial. 3,22-28.
Hasmarin H. (2019). Self-compassion dan Regulasi Emosi pada remaja. Jurnal
Psikologi. 15,148-156.
Listiandini R. (2016). Hubungan Self-compassion dengan Resiliensi pada Mantan
Pecandu Narkoba Dewasa Awal. Jurnal Pendidikan. 1.19-28.
Otgaar H. (2020). The Proscess of Scince: a Critical Evaluation of more than 15
yaars of Research on Self-Compassion with the Self-Compassion Scale.
Journal Education. 11,469-482.
Setyawan S. (2016). Hubungan antara Self-compassion dengan resiliensi pada
mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro. Jurnal Empati. 7,54-59.
Witriani (2017). Hubungan antara Self-ompassion dengan Psychological Well-
Being pada Mahasiswa. Jurnal Empati. 8,112-117.

28

Anda mungkin juga menyukai