Anda di halaman 1dari 31

PENERAPAN LAYANAN BIMBINGAN DAN

KONSELING KELOMPOK DENGAN MELALUI

PENDEKATAN PSYCHODRAMA DALAM

MENGELOLA EMOSI PADA SISWA DI JENJANG

SEKOLAH MENENGAH ATAS


MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Tengah Semester pada Mata Kuliah
Bimbingan dan Konseling Kelompok yang diampu oleh

Mohamad Awal Lakadjo, M.Pd

Disusun oleh :

KELOMPOK I

1. Nur Rajiku 111421059

2. Rahmatia Sawali 111421026

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

GORONTALO

2022/2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT, yang telah
melimpahkan segala bentuk rahmat dan inayah-nya kepada kami sebagai penulis
sehingganya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Penerapan
Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok dengan Melalui Pendekatan
Psychodrama dalam Mengelola Emosi pada Siswa di Jenjang SMA”.

Adanya tujuan dari pembuatan Makalah ini bukan hanya sebagai


persyaratan untuk bisa mengikuti Ujian Tengah Semester pada Mata Kuliah
Bimbingan dan Konseling Kelompok. Tetapi, diharapkan dengan adanya Makalah
yang kami buat ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan ilmu pengetahuan dan
juga dapat menambah wawasan bagi para pembacanya. Adapun struktur dari
Makalah ini terdiri dari Bab I Pendahuluan yang isinya terdapat latar belakang,
rumusan masalah, tujuan serta manfaat. Pada Bab II Kajian Teoritis isinya
mengenai konsep dasar tentang pengelolaan emosi pada siswa di jenjang SMA.
Pada Bab III Metode berisikan penjelasan atau uraian mengenai metode apa yang
digunakan dalam penulisan Makalah ini. Bab IV Pembahasan menjelaskan
tentang analisis yang ada pada kajian teoritis dengan berbagai artikel dan juga
buku pembanding lainnya. Pada Bab V Penutup berisikan kesimpulan dan juga
saran.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua


pihak yang sudah turut membantu dalam pembuatan Makalah ini, baik bantuan
secara moril maupun materil. Kami mengucapkan terima kasih juga kepada Bapak
Mohamad Awal Lakadjo S. Pd selaku dosen pengampu Mata Kuliah Bimbingan
dan Konseling Kelompok yang selalu membimbing kami, yang selalu bersedia
meluangkan waktunya agar tetap bisa mengarahkan kami, dan selalu memberikan
berbagai motivasi sehingganya kami sebagai penulis dapat menyelesaikan
Makalah ini dengan tepat pada waktunya.

i
Dalam proses penyusunan Makalah ini, kami sebagai penulis sadar
bahwasanya Makalah yang kami buat masih sangat sederhana. Sehingganya kami
masih perlu kritikan dan juga saran dari para pembaca agar kami dapat membuat
Makalah yang jauh lebih baik lagi kedepannya.

Gorontalo, 2021

Penulis

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................4

1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................5

1.4.1 Manfaat Teoretik.....................................................................................5

1.4.2 Manfaat Praksis.......................................................................................5

BAB II KAJIAN TEORI.......................................................................................6

2.1 Konsep Dasar Emosi......................................................................................6

2.1.1 Pengertian Emosi.....................................................................................6

2.1.2 Macam-macam Emosi.............................................................................7

2.1.3 Kemampuan Mengelola Emosi................................................................7

2.2 Pengertian Psikodrama...................................................................................8

2.3 Layanan Dan Bimbingan Konseling Kelompok..........................................12

2.3.1 Bimbingan Kelompok............................................................................12

2.3.2 Konseling Kelompok.............................................................................13

BAB III METODE...............................................................................................16

3.1 Desain Penulisan..........................................................................................16

3.2 Pengumpulan Data.......................................................................................16

3.3 Analisis dan Interpretasi Data......................................................................16

iii
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................17

4.1 Mengelola Emosi..........................................................................................17

4.1.1 Pengertian Emosi...................................................................................17

4.1.2 Tujuan Bimbingan dan Konseling Dalam Mengelola Emosi Siswa.....18

4.2 Layanan Bimbingan dan Konseling kelompok Menggunakan Pendekatan


Psikodrama.........................................................................................................19

4.2.1 Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok.....................................19

BAB V PENUTUP................................................................................................24

5.1 Kesimpulan...................................................................................................24

5.2 Saran.............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Topic

Emosi adalah salah satu bagian yang memang sejak lahir sudah ada pada
setiap diri manusia. Emosi merupakan sebuah aspek yang sangat penting dalam
menjalani kehidupan manusia. Dengan adanya emosi hubungan antara manusia
yang satu dengan yang lainnya akan bisa lebih bernuansa (Hadiyono, 2000). Ahli
psikologi sering menyebutkan dari semua aspek perkembangan, yang paling sulit
diklasifikasi adalah perkembangan emosional. Dalam kehidupan manusia,
terdapat peristiwa psikologis yang harus dihadapi sebagai akibat dari hubungan
sosial dengan orang lain. Hubungan antar manusia dapat dikatakan baik ataupun
buruk tergantung dari pengungkapan emosi yang ditunjukkan oleh kedua lawan
biacara. Ekspresi emosi yang ditunjukkan juga sangat penting dalam komunikasi
dan dapat memainkan peran penting dalam berinteraksi sosial (Matsumoto, 2004).

Goleman (1996) menjelaskan bahwasanya emosi dasar pada manusia


meliputi takut, marah, sedih dan senang. Emosi sangatlah penting untuk dipahami,
karena nantinya akan dapat berpengaruh pada perilaku manusia saat ini dan juga
pada masa yang akan datang, terutama emosi negatif (Baqi, 2015). Salah satu
bentuk emosi negatif adalah marah. Potensi kemarahan sebenarnya telah dimiliki
manusia sejak pertama kali ia lahir. Setiap manusia mulai dari anak-anak, remaja
bahkan sampai dewasa bisa marah dengan berbagai macam bentuk konflik. Hal
ini pastinya akan berdampak pada hubungan individu dengan lingkungannya, bagi
dirinya sendiri maupun orang lain.

Problem Statement

Fenomena yang paling banyak terjadi saat ini ini, dimana adanya sebuah
permasalahan yang seharusnya dapat dibicarakan baik-baik, justru dapat lebih
memuncak menjadi sebuah masalah yang sangat besar karena dipengaruhi oleh

1
kemarahan yang tidak terselesaikan (Siregar, 2017). Seperti, bentuk-bentuk
kenakalan remaja yang seringkali terjadi, mulai dari tawuran, free sex, alcoholic,
drug user, bahkan tidak jarang yang menjadi drugs dealer. Hal ini membuktikan
bahwasanya tingkat agresivitas pada pelajar di Indonesia cenderung tinggi dan
perlu mendapatkan penanganan yang serius. Seperti yang terjadi pada Rabu, 18
Februari 2012, terjadinya aksi baku pukul antarpelajar putih abu-abu yang terjadi
di depan Gelanggang Olahraga Bekasi, Jawa Barat. Seorang pelajar sekolah
menengah kejuruan tewas karena tusukan di punggung kiri yang menembus paru-
paru. Data Komnas PA merilis jumlah tawuran pelajar tahun 2012 sebanyak 339
kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Tawuran tersebut dipicu karena hanya
masalah saling mengejek di Facebook, yang kemudian sampai menyebabkan
nyawa seorang pelajar melayang, yang diakibatkan oleh tawuran tersebut
(Muslimah, A.I, 2012).

Justifikasi

Pengungkapan emosi marah merupakan sebuah upaya untuk


mengkomunikasikan status perasaannya ketika manusia dalam kondisi marah dan
bagaimana merespons emosi marah yang dirasakan (Safaria & Saputra, 2009).
Menurut Hadiyono (2000) pengungkapan emosi memiliki arti yang sama dengan
ekspresi emosi. Respons terhadap perasaan marah dapat diperlihatkan dengan
melalui perubahan raut wajah dan gerakan tubuh yang menyertai emosi,
mengungkapkan, menyampaikan perasaannya kepada orang lain dan menentukan
bagaimana perasaan orang lain.

Bagi orang dewasa khususnya pendidik, dalam melakukan identifikasi


perilaku sebagai cerminan emosi anak memang tidak semudah melakukan
identifikasi pada orang dewasa. Jika pada orang dewasa, saat ia merasa senang
atau sedih sekalipun, bisa saja ia langsung mengemukakan secara verbal
perasaannya. Namun berbeda dengan anak, anak tidak dapat dengan mudah
mengemukakan perasaannya atau cenderung diam. Hal tersebut dijelaskan oleh
(Mashar : 2011) bahwa kemampuan emosional anak merupakan sebuah
keterampilan anak dalam mengemukakan kesadaran, pengaturan, dan pengelolaan

2
perasaan yang terjadi dalam dirinya lebih cepat berubah dalam memberikan
tindakan melalui sikap diri untuk mencapai kebahagiaan dirinya sendiri.

Kontekstualisasi

Kemampuan mengendalikan emosi sangatlah penting dimiliki oleh setiap


siswa, apalagi pada siswa di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Karena,
siswa di jenjang SMA sudah termasuk dalam fase remaja pertengahan dimana
yang sudah berusia (15-18 tahun), dimana ketika mereka sudah lulus nanti.
Mereka akan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi lagi, ketika
mereka tidak mampu untuk mengelola emosinya secara baik, hal tersebut akan
berdampak buruk bagi diri mereka kedepannya.

Menurut Hall (Sarwono, 2011), dimana masa remaja merupakan sebuah


masa “sturm und drang” (topan dan badai), dimana dikenal dengan masa penuh
emosi dan adakalanya emosinya meledak-ledak, yang muncul karena adanya
pertentangan nilai-nilai. Emosi yang menggebu-gebu ini adakalanya menyulitkan
remaja. Namun, emosi yang menggebu-gebu ini juga bermanfaat bagi remaja
dalam upayanya menemukan identitas diri. Reaksi orang-orang di sekitarnya akan
menjadi pengalaman belajar bagi si remaja untuk menentukan tindakan apa yang
kelak akan dilakukannya (Herlina, 2013). Maka dari itu para remaja harus bisa
memahami terlebih dahulu apa itu emosi, apa penyebabnya dan bagaimana cara
untuk menaggulanginya dengan mengunakan hal-hal yang positif dan yang
pastinya tidak akan merugikan diri mereka nantinya.

Teritorial Kajian

Individu yang memiliki sebuah kecerdasan emosional yang baik dan bernilai
positif, sudah pasti memiliki kemampuan untuk dapat berkompromi dengan
berbagai situasi, sering melakukan hal-hal yang bernilai positif. Seperti, suka
menolong orang lain, memiliki otonomi moral dan kata hati yang baik, selalu
merasakan bahagia, sering menghargai orang lain, dapat bekerja sama, memiliki
rasa empati, bertanggung jawab tentunya dan memiliki kepribadian yang
merupakan sebuah modal yang menjadi esensi dari seorang individu agar ia bisa

3
mencapai keberhasilannya dalam berbagai bidang, tidak terkecuali juga
keberhasilannya dalam bidang akademik. Seperti yang diungkapkan oleh
Gollemen (2002: 58) kemampuan untuk menangani perasaan agar perasaan dapat
terungkap dengan pas adalah kecakapan yang tergantung pada kesadaran diri.
Siswa yang mampu dan bisa mengendalikan emosinya, akan memiliki
karakteristik yang mampu menenangkan dirinya, dapat mengatur emosi, mampu
mengatasi dorongan emosi dalam bentuk penyaluran emosi dengan melakukan
kegiatan-kegiatan positif, mampu mempertahankan sikap positif yang realistis
terutama dalam menghadapi masa-masa sulit, dan mampu menahan atau menunda
keinginan untuk bertindak kearah yang negatif.

Kemampuan mengendalikan emosi sangat penting dimiliki oleh setiap


siswa, sehingganya Guru Bimbingan dan Konseling (BK) sangatlah berperan
penting dalam membantu siswa agar mereka bisa memiliki keterampilan dalam
mengendalikan emosi. Terdapat beragam upaya Guru BK yang dapat digunakan
untuk bisa membantu siswa dengan meningkatkan kemampuan mengendalikan
emosi. Upaya Guru Bimbingan dan Konseling yaitu dengan memberikan layanan
dasar menggunakan strategi ataupun pendekatan bimbingan kelompok, salah satu
pendekatan yang dapat diberikan yaitu dengan pendekatan Psikodrama.

I.2 Rumusan Masalah

Dengan adanya penjelasan pada bagian latar belakang sebelumnya, maka


dapat dirumuskan masalah dalam penulisan Makalah ini yaitu bagaimana
Penerapan Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok dengan melalui
pendekatan Psychodrama dalam mengelola emosi pada siswa di jenjang sma?

I.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari Makalah ini, didasarkan pada rumusan


masalah yaitu untuk mendeskripsikan pendekatan Psychodrama dalam mengelola
emosi pada siswa di jenjang sma.

4
I.4 Manfaat Penulisan

I.4.1 Manfaat Teoretik

Dengan adanya penulisan Makalah ini dapat memberi manfaat teoretis bagi
kami sebagai penulis dan bagi para pembacanya, dimana dapat menambah ilmu
pengetahuan dalam pengembangan konsep keilmuan dalam kajian bimbingan dan
konseling kelompok dalam kajian penerapan layanan bimbingan dan konseling
kelompok dengan melalui pendekatan Psychodrama dalam mengelola emosi pada
siswa di jenjang sma.

I.4.2 Manfaat Praksis

Manfaat secara praktis untuk :

1. Bagi mahasiswa, dapat dijadikan rujukan bahan bacaan ilmiah.

2. Psychodrama dapat dijadikan salah satu alternatif pemilihan dalam melakukan


intervensi layanan bimbingan dan konseling kelompok untuk mengelola emosi
pada siswa di jenjang sma.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

II.1 Konsep Dasar Emosi

II.1.1 Pengertian Emosi

Emosi menurut pengertian orang awam pada dulunya mereka biasa


mengartikannya dengan kata-kata marah misalnya seperti, “saya sangat emosi
nih”. Kalimat ini sering diucapkan oleh orang-orang yang sedang dalam kondisi
emosi ataupun marah. Sebenarnya emosi dasar pada manusia itu terbagi menjadi 5
emosi dasar, yang meliputi : marah, sedih, gembira, takut, dan juga muak. Nah,
lalu para ahli psikologi lagi malah membaginya secara lebih detail, seperti : ragu-
ragu, khawatir, dan masih banyak lagi.

Studi yang dilakukan oleh (Goleman, 2002), dimana ia menjelaskan


bahwasanya emosi disini merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas yang
dirasakan oleh setiap individu, dimana suatu keadaan biologis dan psikologis dan
juga serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Menurut English and English (Yusuf, 2004 : 114) emosi disini berarti
sebagai, “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and
grandular activities” (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai
karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris). Emosi memiliki pengertian seperti
halnya perasaan dimana yang juga membentuk suatu kontinum, bergerak dari
(Fauzi & Sari, 2018), emosi yang bersifat positif sampai dengan yang bersifat
negatif. Sebagaimana dikemukakan Sukmadinata (2003: 80) “emosi adalah
perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang relatif tinggi,
dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin, suatu “stirred up or aroused state
of the human organization”.

Suherman (2008: 282) dimana ia mengemukakan “emosi dapat berbentuk


gejala-gejala jasmaniah dan gejala-gejala psikologis, dimana keduanya selalu
muncul secara bersamaan dalam suatu perilaku. Emosi akan mengarahkan setiap

6
individu untuk berperilaku. Dimana ada kalanya bisa mendorong dan menjadi
motivasi bagi setiap individu, namun ada juga yang bisa menjadi penghambat”.

II.1.2 Macam-macam Emosi

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain


Lazarus, Descrates, JB Watson dan Daniel Goleman. Menurut Lazarus (1991,
dalam Salamah) emosi-emosi yang terdapat pada seorang individu, yaitu: anger
(marah), anxiety (cemas), fright (takut), jealously (perasaan bersalah), shame
(malu), disgust (jijik), happiness (gembira), pride (bangga), relief (lega), hope
(harapan), love (kasih sayang), compassion (kasihan). Sedangkan menurut
Descrates (dalam Gunarsa 2003), ada 6 emosi dasar pada setiap individu, terbagi
atas : desire (hasrat), hate (benci), sorrow (sedih/duka), wonder (heran atau ingin
tahu), love (cinta) dan 17 joy (kegembiraan). sedangkan JB Watson
mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), rage (kemarahan),
Love (cinta). Selain itu Daniel Goleman (2002, dalam Yuliani, 2013)
mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua
tokoh di atas, yaitu amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut,
jengkel, dan malu. Goleman (2002) juga menyatakan bahwa perilaku individu
yang muncul sangat banyak diawarnai emosi. Emosi dasar individu mencakup
emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif yaitu perasaan-perasaan yang tidak
di inginkan dan menjadikan kondisi psikologis yang tidak nyaman.(Fallis, 2013)

II.1.3 Kemampuan Mengelola Emosi


Goleman (2007: 58) mengatakan bahwa kemampuan mengelola emosi
merupakan kemampuan untuk mengatasi emosinya sendiri agar terungkap dengan
tepat. Individu yang tingkat kemampuan mengelola emosinya rendah akan terus
menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara individu yang tingkat
kemampuan mengelola emosinya cukup baik akan cepat bangkit kembali dari
keterpurukan. Fatimah (2006: 116) mengartikan kemampuan mengelola emosi
sebagai kemampuan untuk menangani emosi agar terungkap dengan tepat. Orang
dikatakan berhasil dalam mengelola emosinya apabila individu mampu menghibur

7
diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepaskan kecemasan, kemurungan atau
ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat.
Safaria & Saputra (2009: 14) mengungkapkan bahwa orang yang memilki
kemampuan mengelola emosi akan lebih cakap menangani ketegangan emosi.
Sebaliknya individu dengan kemampuan mengelola emosinya rendah akan
cenderung mudah stress, marah, tersinggung, dan mudah kehilangan semangat.

Berdasarkan uraian tentang kemampuan mengelola emosi dari beberapa ahli,


peneliti menyimpulkan bahwa emosi adalah perasaan yang sedemikian hebat
sehingga terjadi perubahan fisiologis seperti muka menjadi merah ketika marah.
Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan untuk mengendalikan diri,
menunjukkan sifat dapat dipercaya, menunjukkan sikap bersungguh-sungguh,
menunjukkan adaptabilitas, dan menunjukkan inovasi sehingga dapat diterima
secara sosial (Goleman, 1999: 130).
Kemampuan mengelola emosi merupakan salah satu dari kelima unsur
kecerdasan emosi (mengenali emosi diri/ kesadaran diri, mengelola emosi/
pengaturan diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain/empati, dan
kecakapan membina hubungan dengan orang lain) (Sihombing, 2018)
2.2 Pengertian Psikodrama
Psikodrama merupakan permainan peranan yang dimaksudkan agar individu
yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian lebih baik tentang dirinya, dapat
menemukan konsep pada dirinya, menyatakan kebutuhannya-kebutuhannya, dan
menyatakan reaksinya terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya. Dari
pernyataan tersebut diketahui bahwa psikodrama dapat membuat individu
menemukan konsep pada dirinya dan dapat memperoleh pengertian lebih baik
tentang dirinya, dalam hal ini keyakinan tentang kemampuan yang dimiliki
peserta didik.
Psikodrama adalah pendekatan bimbingan kelompok yang juga dipandang
tepat digunakan untuk mengembangkan kontrol diri siswa. Hasil penelitian White,
Rosenblatt, Cinta, dan Little (Kellermann, 1999) adalah psikodrama efektif untuk
mengembangkan sikap positif orang dewasa melalui peningkatan penerimaan diri
mereka, pengendalian diri, tanggung jawab, dan sosialisasi.

8
Menurut Moreno (Ryan, 2013) psikodrama adalah sebuah bentuk
pengembangan manusia dengan eksplorasi, melalui tindakan dramatis, masalah,
isu, keprihatinan, mimpi dan cita-cita tertinggi orang, kelompok, dan sistem. Hal
ini kebanyakan digunakan sebagai metode kerja kelompok, di mana setiap orang
dalam kelompok dapat menjadi agen penyembuhan (terapeutic agent) untuk satu
sama lain dalam kelompok.
Fong (Clark & Gage, 2010) mengemukakan bahwa psikodrama adalah
sebuah bentuk seni terapi dimana konselor mendorong klien untuk menggunakan
tubuh mereka sebagai media untuk menggali kebenaran pribadi dan penyembuhan
dari trauma pengalaman bukan partisipasi lisan tradisional.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Kipper & Roosevelt (Clark & Gage,
2010) bahwa psikodrama adalah, dalam salah satu cara, unik dari terapi lain,
meskipun menggunakan komunikasi verbal, tidak terlalu bergantung pada mode
seperti pengobatan. Sebaliknya, berbicara melalui gerakan tubuh adalah yang
utama, memberlakukan pengalaman yang memungkinkan konseli untuk
memproses kenangan dengan bimbingan konselor dan partisipasi anggota
kelompok dengan masalah yang sama, Selain itu Corey (2008) mengemu- kakan
psikodrama merupakan permainan peran agar individu dapat memperoleh
pengertian lebih baik tentang dirinya, dapat menemukan konsep pada dirinya,
menyatakan kebutuhannya-kebutuhannya dan menyatakan reaksinya terhadap
tekanan-tekanan terhadap dirinya.(Nisa, 2017)
Langkah-langkah pelaksanaan psikodrama (Romlah, 2013:111) diantaranya:
a. Tahap persiapan (The warm-up). Tahap persiapan dilakukan untuk
memotivasi anggota kelompok agar mereka siap berpartisipasi secara aktif
dalam permainan, menentukan tujuan permainan, menciptakan perasaan aman
dan saling percaya pada kelompok.
b. Tahap pelaksanaan (The action). Tahap pelaksanaan tediri dari kegiatan
dimana pemain utama dan pemain pembantu memperagakan permainannya.
Dengan bantuan pemimpin kelompok dan anggota kelompok lain pemeran
utama memperagakan masalahnya.

9
c. Tahap diskusi atau tahap berbagi pendapat dan perasaan (The sharing).
Dalam tahap diskusi atau tahap bertukar pendapat dan kesan, para anggota
kelompok diminta untuk memberikan tanggapan dan sumbangan pikiran
terhadap permainan yang dilakukan oleh pemeran utama. Tahap diskusi ini
penting karena merupakan rangkaian proses perubahan perilaku pemeran
utama kearah keseimbangan pribadi.
Psikodrama terdiri dari dua kata, drama atau aksi, dan psiko atau jiwa.
Maka dapat didefinisikan bahwa psikodrama adalah ilmu yang mengeksplor suatu
masalah dengan metode drama (Lubis, 2016). Moreno mengungkapkan bahwa
permainan drama pada psikodrama ini tanpa naskah, dan bagian-bagian yang tidak
diulang adalah suatu katarsis ketika seseorang menjalani peran dalam kehidupan
sehari-hari (Lubis, 2016). Dalam psikodrama, seseorang didorong untuk
memainkan suatu peran emosional di depan para penonton tanpa dia sendiri
dilatih sebelumnya (Semiun, 2006).
Lubis (2016) mengemukakan lima elemen dasar dalam psikodrama, yaitu
protagonis, pemimpin psikodrama atau sutradara, peran pembantu, penonton, dan
panggung. Lubis (2016) juga mengemukakan teknik utama dalam psikodrama,
yaitu 1) creative imagery, 2) the magic shop, 3) sculpting, 4) teknik berbicara, 5)
monodrama, 6) the double and multiple double techniques, 7) role reversals, 8)
teknik cermin. Menurut Blatner (2000), psikodrama dilakukan dengan tiga tahap,
yaitu warming up, action, dan sharing atau closing. Psikodrama efektif untuk
meningkatkan kemampuan bermain drama (Siregar, 2015), mengembangkan
konsep diri positif (Pramono, 2013), mengembangkan kontrol diri (Sari, 2017),
dan menurunkan burnout (Wati, Budiono, & Mutakin, 2018).
Dalam teknik psikodrama, individu dibantu untuk mengungkapkan
perasaan tentang konflik, agresi, perasaan bersalah, dan kesedihan (Semiun,
2006). Dengan psikodrama, diharapkan individu dapat mengungkapkan
perasaannya. Hal ini sejalan dengan asertivitas, yaitu kemampuan untuk
mengemukakn perasaan jujur dengan nyaman. Dalam psikodrama ini, individu
dapat menyadari bahwa memiliki hak untuk asertif karena asertivitas penting
dimiliki oleh remaja sejak dini (Ribha, 2017). (Lestari et al., 2020)

10
Guru BK dalam psikodarama berperan sebagai sutradara yang memiliki
banyak peran. Sutradara berperan sebagai produser, fasilitator, pengamat, dan
seorang analis. Menurut Kellermann (1999) Seorang sutradara seyogianya
membangun keterampilannya dalam tiga bidang yang saling tergantung, yaitu:
a. Pengetahuan tentang metode-metode, prinsip-prinsip, dan teknik-teknik;
b. Pemahaman tentang teori kepribadian dan hubungannya dengan
pengembangan pembentukan filosofi hidup;
c. Pematangan dan perkembangan kepribadiannya sendiri. Ia juga
menambahkan bahwa ilmu pengetahuan yang luas tentang hidup dan hakikat
manusia, seorang sutradara diharapkan memiliki kerja khusus dalam bidang
pokok seperti psikologi umum, proses kelompok, psikologi humanistik, teori
komuni- kasi, dan komunikasi nonverbal;
d. Sutradara berfungsi untuk menyelenggarakan tugas-tugas seperti
memimpin pengalaman pemanasan, mendorong pengembangan kepercaya- an,
menetapkan struktur, agar protagonist dapat mengidentifikasi dan bekerja
berdasarkan pokok-pokok pikiran yang signifikan dalam hidup mereka,
melindungi konseli dari terbius oleh orang lain dan membawakan beberapa
bentuk penghentian sesi kelompok. Secara menyeluruh, sutradara kelompok
yang efektif memiliki tiga kualitas, yaitu: kreativitas, dorongan, dan kharisma.
Individu seperti ini akan bekerja keras untuk kebaikan kelompok dan
senantiasa berani mengambil resiko untuk membantu konseli mencapai tujuan.
Langkah-langkah pelaksanaan psikodrama menurut Corey (2008)
diantaranya:
a. Tahap persiapan (The warm-up).
Pemanasan merupakan bagian penting dalam menumbuhkan kepercayaan
dan ikatan dalam kelompok. Pemanasan teridiri dari kegiatan awal yang
diperlukan untuk peningkatan secara bertahap dalam keterlibatan dan spontanitas.
Ini bertujuan untuk mendorong keterlibatan secara maksimal. Pemanasan bisa
dilakukan dengan teknik fisik seperti menggunakan music, menari, dan gerakan
atau latihan nonverbal laiinya. Menurut Blatner (Corey, 2008), tugas yang paling
penting selama tahap pemanasan terdiri dari menciptakan suasana yang

11
menumbuhkan spontanitas.
b. Tahap pelaksanaan (The action).
Kelompok melakukan aksi drama untuk mengeluarkan pikiran, sikap dan
perasaan yang mereka tidak sadari. Tujuan dari tahap ini adalah untuk membantu
anggota dalammembawa pikiran-pikiran yang mendasari, sikap, dan perasaan
yang mereka tidak sadari sepenuhnya. Hal ini berguna untuk memudahkan proses
sehingga protagonist dapat bergerak ke dalam tindakan sesegara mungkin. Dalam
melakukan hal ini, pemimpin dapat menarik isyarat penting bahwa protagonist
menyerah menyajikan situasinya, termasuk ekspresi wajah, angka yang pasti
berbicara, dan postur tubuh. Sutrdara membantu protagonis mendapatkan fokus
yang jelas pada perhatian khusus. Saat protagonis
sudah mendapatkan “feel” yang diinginkan, maka ego pendukung dapat
membantu protagonis menyelesaikan masalah itu. Sutradara bisa memberika
arahan keterlibatan semua anggota kelompok.
c. Tahap diskusi atau tahap berbagi pendapat dan perasaan (The sharing).
Menurut Moreno (dalam Corey, 2008) dalam tahap diskusi atau tahap
sharing, kelompok mengeluarkan pendapat yang tak menghakimi sesama.
Sharing, yang dilakukan pertama terdiri dari pernyataan yang menghakimi diri
sendiri, diskusi dari proses kelompok berikut. Setelah adegan psikodrama
dilakukan, pemimpin yang mengajak semua anggota kelompok untuk
mengungkapkan pengaruhnya untuk pribadi. Lalu dilanjutkan dengan diskusi
tentang bagaimana action tadi mempengaruhi pola piker dan perasaan mereka.
(Sari, 2017)
2.3 Layanan Dan Bimbingan Konseling Kelompok
2.3.1 Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok merupakan lingkungan yang kondusif yang
memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk menambah penerimaan diri dan
orang lain, memberikan ide, perasaan, dukungan, bantuan alternatif pemecahan
masalah dan mengambil keputusan yang tepat, dan bertanggung jawab atas pilihan
yang ditentukannya sendiri. Suasana ini dapat menumbuhkan perasaan berarti
bagi anggota yang selanjutnya juga dapat menambah konsep diri yang positif.

12
Ada beberapa macam teknik yang dapat digunakan dalam pelaksanaan
layanan bimbingan kelompok, salah satunya adalah teknik psikodrama. Menurut
Corey (dalam Romlah, 2006: 108), psikodrama merupakan permainan peranan
yang dimaksudkan individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian
lebih baik tentang dirinya, menyatakan kebutuhankebutuhannya, dan menyatakan
reaksi terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya. Dalam psikodrama ini, siswa
dapat memperoleh pengertian yang baik tentang dirinya sehingga dapat
menemukan konsep dirinya.
Menurut Moreno (dalam Prawitasari, 2011: 177) psikodrama memberikan
kesempatan orang untuk melihat kehidupan pribadi dengan cara pandang berbeda
setelah kehidupan pribadi itu didramakan dan dimainkan oleh orang tak dikenal
yang berada dalam kelompok bersamanya. Dalam pelaksanaan bimbingan
kelompok melalui teknik psikodrama akan terjadi proses interaksi antar individu.
Dengan berakting dalam sebuah drama yang sudah diskenario dengan topik
tentang konsep diri, maka diharapkan hal ini akan dapat menyadarkan seseorang
(insight) dan juga menggali (to explore) permasalahan yang sedang dihadapinya.
Psikodrama memberikan kesempatan untuk melatih dengan aman peranan baru,
melihat diri sendiri, serta memberikan perubahan yang positif bagi seseorang.
Diharapkan bimbingan kelompok menjadikan wahana pemahaman nilai-nilai
positif bagi siswa, khususnya konsep diri positif dibentuk yang tidak hanya
dengan pendekatan personal namun dengan pendekatan kelompok seperti
bimbingan kelompok yang akan lebih optimal karena para siswa tidak akan
merasa terhakimi oleh keadaan sendiri, mereka juga akan merasa mendapat
pembinaan dan informasi yang positif untuk pengembangan konsep diri yang
positif, apalagi masalah konsep diri merupakan masalah yang banyak dialami oleh
remaja.(Pramono, 2013)
2.3.2 Konseling Kelompok
1. Pengertian Konseling
Konseling kelompok berasal dari dua kata yaitu konseling dan kelompok.
Istilah konseling diadopsi dari bahasa Inggris “counseling” didalam kamus artinya
dikaitkan dengan kata “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu nasihat (to obtain

13
counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan (to take counsel). Jadi secara
etimologi konseling berarti pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan dengan
bertukar pikiran. Secara istilah konseling adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara dan teknik-teknik pengubahan tingkah lakunya oleh
seorang ahli (konselor) kepada individu atau individu yang sedang mengalami
masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
2. Pengertian Kelompok
Manusia sebagai makhluk sosial dimanapun ia berada, sangat membutuhkan
kelompok sebagai sarana untuk menyalurkan hajat-hajat sosialnya,
mengembangkan kemampuan pribadi, bersosialisasi, serta sebagian dari proses
aktualisasi diri secara utuh. Adapun pengertian kelompok yang di kemukakan
beberapa para ahli antara lain :
Yusuf mengemukakan kelompok adalah untuk melangsungkan hidupnya
karena dengan kelompok manusia dapat memahami kebutuhan, pengembangan
diri, mengembangkan potensi serta aktualisasi diri.
Maka dapat penulis simpulkan bahwa kelompok adalah kumpulan beberapa orang
yang memiliki norma dan tujuan tertentu, memiliki ikatan batin antara satu
dengan yang lain, aserta meskipun tidak resmi, tetapi memiliki unsur
kepemimpinan di dalamnya.
3. Pengertian Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan suatu upaya pemberian bantuan kepada
klien melalui kelompok untuk mendapatkan informasi yang berguna agar dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi, mampu menyusun rencana, membuat
keputusan yang tepat, mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan dalam membentuk perilaku yang lebih efektif dengan
menggunakan dinamika kelompok. Konseling kelompok dapat dimaknai sebagai
suatu upaya guru pembimbing membantu memecahkan masalah-masalah pribadi
yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok melalui kegiatan kelompok
agar tercapai perkembangan yang optimal.
Winkel dalam Namora menjelaskan bahwa konseling kelompok merupakan
pelaksanaan proses konseling yang dilakukan antara seorang konselor profesional

14
dan beberapa klien sekaligus dalam kelompok kecil.Pelaksanaan konseling
kelompok bermaksud memanfaatkan dinamika kelompok sebagai media dalam
upaya membimbing individu-individu yang memerlukan.
Jadi, konseling kelompok adalah suatu layanan bimbingan konseling yang
memungkinkan klien untuk mengentaskan permasalahan yang dialami oleh
masing-masing anggota kelompok dengan menggunakan dinamika kelompok
sehingga anggota kelompok (klien) memperoleh keterampilan membuat
keputusan untuk menemukan solusi yang memuaskan terhadap masalah yang
dialami.
4. Tujuan Konseling Kelompok
Tujuan konseling kelompok, Tujuan Konseling Kelompok menurut
Prayitno dalam Tohirin terbagi atas dua yaitu secara umum dan secara khusus.
Secara umum tujuan konseling kelompok adalah berkembanganya kemampuan
sosialisasi siswa, khususnya kemampuan berkomunikasi.(Μηχανικων et al., 2020)

15
BAB III
METODE
3.1 Desain Penulisan
Adapun desain penulisan pada makalah ini yaitu dengan membahas
mengenai Penerapan layanan Bimbingan dan Konseling kelompok dengan melalui
pendekatan Psycodrama dalam mengelola emosi pada siswa. Disini penulis
membahas 3 (tiga) pokok materi yang pertama Layanan bimbingan dan konseling,
kedua pendekatan Psycodrama dan terakhir Mengelola emosi.
3.2 Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik yang bisa dipergunakan untuk mengumpulkan data.
Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda dan digunakan sesuai tujuan
penulisan. Penulisan ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana Penerapan
Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok dengan melalui pendekatan
Psychodrama dalam mengelola emosi pada siswa di jenjang SMA?. Adapun data
yang digunakan dalam makalah ini yaitu diperoleh dari jurnal,skripsi maupun
artikel yang sudah diperiksa terlebih dahulu dan semua sumbernya sudah
dicantumkan di bagian daftar pustaka.
3.3 Analisis dan Interpretasi Data
Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan untuk menguraikan
keterangan-keterangan atau data yang diperoleh agar data tersebut dapat dipahami
bukan oleh orang yang mengumpulkan data saja, tapi juga oleh orang lain. Data
yang didapatkan merupakan hasil deskriftif dari berbagai macam sumber baik dari
Jurnal, Artikel, Skripsi dll.

16
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Mengelola Emosi
4.1.1 Pengertian Emosi
Menurut Santrock (2007), yaitu pendapat nativistik (emosi adalah bawaan)
dan pendapat empirik (emosi adalah hasil belajar atau pengalaman). Menurut
paham nativistik yang termasuk paling awal mengemukakan teori emosinya
adalah Rene Descartes 1596-1650, sejak lahir manusia mempunyai enam emosi
dasar yaitu cinta, kegembiraan, keinginan, benci, sedih dan kagum. Salah satu
argumentasi yang melandasi teori-teori nativistik adalah bawaan ekspresi emosi
pada dasarnya sama saja diantara hewan dan manusia (berdasarkan prinsip
universalisme). Senada dengan Descartes menurut Charles Darwin, 1872-1965
dalam bukunya yang berjudul “The Expression of Emotion in Man and Animals”
menyebutkan bahwa ekspresi wajah manusia merupakan sesuatu yang bersifat
bawaan dan bukan hasil dari pembelajaran. Menurut Thompson, Easterbrooks,
dan Walker, 2003 (dalam Santrock, 2007) emosi dipengaruhi oleh dasar biologis
dan juga pengalaman masa lalu dan faktor biologis ini hanya merupakan bagian
dari emosi. Adapun secara ringkas, biologis membuat manusia menjadi mahluk
yang emosional, tetapi keterikatan terhadap budaya tertentu dan juga hubungan
dengan orang lain menyediakan pengalaman emosional yang bervariasi pada
manusia.

Disisi lain, golongan empiris sangat mengutamakan hubungan antara jiwa


yang berpusat di otak (khususnya amygdale yang dipercaya sebagai pusat emosi).
Contohnya, ekspresi marah pada manusia yang diakibatkan karena rangsangan-
rangsangan dari lingkungan melalui jaringan syaraf pada tubuh manusia, yaitu
mulai dari perifer atau tepi (indra) kepusat, diolah dipusat (otak) dan kembali ke
perifer atau tepi (motorik, kelenjar-kelenjar) dalam bentuk reaksi tubuh. Ada tiga
teori empirik klasik tentang emosi yang didasarkan pada hubungan otak atau
syaraf dengan rangsangan dari lingkungan antara lain: (1) teori somatik dari

17
William James dan Carl Lange, (2) teori Canon-Bard, dan (3) teori kognitif
termodern yang disebut juga sebagai teori Singer-Schacter.

Menurut James-Lange (Garret, 2005; Feldman, 2003) bahwa sebuah emosi


adalah reaksi terhadap perubahan-perubahan dalam sistem fisiologi tubuh. Teori
ini menyatakan bahwa pengalaman emosi merupakan hasil dari persepsi seseorang
terhadap bangkitan fisiologis (yang otomatis) dan prilaku yang tampak
(Matsumoto, 2000). Menurut Cannon-Bard (Sarwono, 2012),
perubahanperubahan faal atau fisiologis ini dipersepsi oleh orang bersangkutan
dan baru pada saat itulah orang tersebut merasakan emosinya. Teori ini
menyatakan bahwa penagalaman emosi sadar merupakan hasil dari stimulasi
langsung pada pusat-pusat otak dibagian korteks (Matsumoto, 2000). Adapun
menurut teori Singer-Scharter, menyatakan bahwa pengalaman emosional hanya
tergantung penafsiran seseorang terhadap lingkungan dimana orang itu mengalami
aousal atau bangkitan. Menurut psikologi kognitif, emosi sangat tergantung pada
pengalaman, yang dipelajari dan empirik.
4.1.2 Tujuan Bimbingan dan Konseling Dalam Mengelola Emosi Siswa
Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan
tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yaitu terwujudnya manusia Indonesia
seutuhnya yang berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan (ABKIN, 2008). Sedangkan
tujuan secara khusus bimbingan dan konseling adalah untuk membantu konseli
agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-
sosial, belajar (akademik), dan karier.

Pelayanan bimbingan dan konseling dijenjang sekolah menengah


merupakan seting yang paling subur bagi konselor karena dijenjang itulah
konselor dapat berperan secara maksimal dalam memfasilitasi konseli
mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya secara optimal. Konselor dalam hal
ini sangat berperan untuk membantu peserta didik atau konseli dalam

18
menumbuhkembangkan potensinya. Salah satu potensi yang seyogyanya
berkembang pada diri konseli adalah kemandirian dalam kematangan emosi.
Adapun aspek perkembangan (kematangan emosi) itu antara lain sebagai berikut:
(1) mengenalkan dan mempelajari cara-cara menghindari konflik dengan orang
lain; (2) mampu bersikap toleran terhadap ragam ekspresi perasaan diri sendiri
dan orang lain; dan (3) mampu mengekspresikan perasaan dalam cara-cara yang
bebas, terbuka dan tidak menimbulkan konflik. (Prasetya & Gunawan, 2018)

4.2 Layanan Bimbingan dan Konseling kelompok Menggunakan Pendekatan


Psikodrama

4.2.1 Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok


Natawidjaya (Rusmana, 2009) Bimbingan kelompok adalah upaya
pemberian informasi kepada konseli sehingga konseli mampu membuat sejumlah
perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang bekaitan dengan
masa depannya. Sedangkan, konseling kelompok merupakan upaya memfasilitasi
berbagai aspek perkembangan dan pertumbuhan konseli yang bersifat preventif
(mencegah) sekaligus kuratif (penyembuhan). Dengan demikian, konseling
kelompok adalah upaya proses pemberian bantuan kepada individu (konseli) yang
dilakukan dalam kegiatan kelompok, bersifat preventif dan kuratif, serta memiliki
tujuan untuk memfasilitasi berbagai aspek perkembangan dan pertumbuhan
konseli secara maksimal.

Konseling kelompok berfokus dalam membantu konseli dengan tujuan


membuat perubahan fundamental dengan cara mereka berpikir, merasakan serta
berperilaku. Konseling kelompok untuk anak-anak sering kali dilakukan kepada
anak-anak yang biasa memperlihatkan atau menunjukkan perilaku seperti
berkelahi, tidak mampu memiliki hubungan akrab dengan teman sebaya, korban
kekerasan, keterampilan sosial yang rendah, dan kekurangan perhatian dari
orangtua di rumah.

Tujuan pendekatan kelompok dalam bimbingan dan konseling adalah


untuk memanfaatkan dinamika yang tercipta dalam suatu kegiatan kelompok demi
tercapainya tujuan kegiatan bimbingan dan konseling (Prayitno, 1995). Konseling

19
kelompok berguna untuk membantu konseli yaitu sebagai bentuk intervensi yang
efisien bila dibandingkan dengan konseling individual, Lalu, dari perspektif
perkembangan dan pedagogis, kerap kali cara yang terbaik bagi konseli adalah
dengan belajar dari satu sama lain. Dengan demikian, kekuatan kelompok sebaya
dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang positif melalui adanya
peran yang terampil dari seorang konselor sebagai pemimpin (Rusmana, 2009).

Peranan bimbingan dan konseling sebenarnya tidak hanya berfokus pada


setting formal seperti sekolah, tetapi juga berfokus dalam setting informal yaitu
didalam lingkungan masyarakat atau komunitas. Pemberian layanan bimbingan
dan konseling pada anak sendiri merupakan mekanisme layanan bagi masyarakat
dan disebut sebagai layanan konseling komunitas yang bertujuan untuk membantu
mengembangkan potensi pada individu dalam masyarakat kelas sosial bawah
dengan penggunaan pendekatan pedagogik. Bimbingan konseling komunitas
merupakan salah satu intervensi bimbingan konseling yang diterapkan dalam
setting komunitas sebagai dukungan sistem, yang disebut community outreach
(Lewis, Lewis, Daniels, & J, 2011).

Frekuensi serta durasi pada pertemuan dapat mempengaruhi keefektifan


dalam proses konseling kelompok. Dengan demikian, agar tujuan konseling dapat
tercapai maka penting bagi konselor untuk dapat merencanakan frekuensi dan
durasi pertemuan konseling kelompok. Terdapat enam langkah dalam
mengembangkan konseling kelompok, langkah-langkah tersebut terdiri dari enam
yaitu tahap pembentukan atau persiapan (pra konseling), tahap orientasi dan
eksplorasi, tahap transisi, tahap kegiatan, tahap konsolidasi, serta tahap evaluasi
dan tindak lanjut (Corey, 2012).

Pada tahap kegiatan adalah mengeksplorasi dan berdiskusi mengenai


permasalahan yang dimiliki anggota kelompok, dan membuat program untuk
tindakan yang nantinya akan dilaksanakan anggota kelompok untuk melakukan
perubahan didalam dirinya. Pada tahap kegiatan, anggota kelompok berlatih untuk
memiliki keterampilan baru dan tingkah laku baru dalam kehidupan sehari-hari.

20
Pada tahap kegiatan penerapan psikodrama dapat digunakan sebagai pendekatan
dengan menggunakan teknik-teknik yang ada pada psikodrama dalam konseling
kelompok. Penerapan psikodrama dalam kegiatan konseling kelompok berdasar
pada tujuan agar individu mampu mengekspresikan harapan-harapan secara
simbolik, mengendalikan impuls, mengekspresikan perasaan dan kebutuhan, dan
menciptakan kembali proses interpersonal dan hubungan tanpa mengalami
konsekuensi yang menakutkan atau pembalasan dari lingkungan (Rubin, 2005).

Psikodrama adalah pendekatan yang digunakan untuk konseling kelompok


di mana konseli mengeksplorasi masalah mereka melalui bermain peran,
memberlakukan situasi dan menggunakan berbagai perangkat dramatis untuk
memperoleh wawasan, menemukan kreativitas mereka sendiri, dan
mengembangkan keterampilan perilaku (Corey, 2012).

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan


menggunakan psikodrama menjelaskan bahwa psikodrama dapat diterapkan untuk
menanganai perilaku agresif pada usia anak anak. Sesuai dengan pendapat Arifah
dan Nurochman (2017) penggunaan teknik psikodrama untuk mengurangi
perilaku agresif subjek selama intervensi menggunakan konseling kelompok
dengan teknik psikodrama mengalami perubahan yaitu perilaku agresif subjek
cenderung menurun selama intervensi dilakukan. Serta, psikodrama dapat pula
diterapkan pada anak-ana dengan tuna rungu (El-Mohamady, 1998). Psikodrama
juga dapat diterapkan pada anak-anak yang mengalami kekerasan domestic untuk
menurunkan perilaku agresif (KMeftah, Ching, & Yen, 2012). (Indrawati, 2021)

4.2.2 Layanan Bimbingan Konseling melalui pendekatan Psikodrama

Psikodrama adalah salah satu pendekatan yang digunakan untuk konseling


kelompok, yaitu konseli mengeksplorasi masalah mereka melalui bermain peran,
memberlakukan situasi dan menggunakan berbagai perangkat dramatis untuk
memperoleh wawasan, menemukan kreativitas mereka sendiri, dan
mengembangkan keterampilan perilaku (Corey, 2012). Pendekatan ini diciptakan
pada pertengahan tahun 1930-an oleh J. L. Moreno, psikodrama memfasilitasi

21
imajinasi, intuisi, tindakan fisik, dan berbagai perangkat dramatis untuk
mengekplorasi berbagai masalah psikologis. Psikodrama adalah, salah satu cara
yang dapat dikatakan menarik dari pendekatan lainnya. Penerapan psikodrama
cenderung menggunakan komunikasi secara verbal dan motorik dimana
mengutamakan berbicara melalui gerakan tubuh.

Psikodrama adalah salah satu pendekatan yang digunakan untuk konseling


kelompok, yaitu konseli mengeksplorasi masalah mereka melalui bermain peran,
memberlakukan situasi dan menggunakan berbagai perangkat dramatis untuk
memperoleh wawasan, menemukan kreativitas mereka sendiri, dan
mengembangkan keterampilan perilaku (Corey, 2012). Pendekatan ini diciptakan
pada pertengahan tahun 1930-an oleh J. L. Moreno, psikodrama memfasilitasi
imajinasi, intuisi, tindakan fisik, dan berbagai perangkat dramatis untuk
mengekplorasi berbagai masalah psikologis. Psikodrama adalah, salah satu cara
yang dapat dikatakan menarik dari pendekatan lainnya. Penerapan psikodrama
cenderung menggunakan komunikasi secara verbal dan motorik dimana
mengutamakan berbicara melalui gerakan tubuh, sehingga memiliki ciri khas
dibandingkan pada cara konseling konvensional. Dengan mengulang kembali
pengalaman, masa lalu dibawa ke kondisi saat ini dan masa sekarang, hal tersebut
memudahkan konseli dalam memproses kenangan dengan adanya bimbingan dan
arahan dari konselor serta adanya partisipasi dan dukungan dari anggota grup
lainnya yang memiliki trauma atau permasalahan yang sama (Kipper, 1998).
Kegiatan psikodrama tersebut diberlakukan untuk membantu konseli untuk
melakukan komunikasi atau hubungan sosial dengan perasaan yang tidak dikenal
dan tidak ditampilkan, untuk membantu sebagai sarana mengekspresikan dengan
penuh perasaan dan sikap, dan memperluas lakon peran (Corey, 2008).

Psikodrama terdiri dari tiga fase: (1) pemanasan, (2) tindakan, dan (3)
berbagi dan diskusi (Corey, 2012). Fase-fase ini tidak mutlak tetapi dapat menjadi
konstruksi umum yang membantu konseli untuk membangun spontanitas serta
menerapkannya dan mengintegrasikan dengan proses konseling kelompok.
Terdapat banyak teknik yang dapat diaplikasikan dalam pendekatan psikodrama,

22
diantaranya sembilan teknik dari pendekatan psikodrama yaitu (1) persentasi diri
(self-presentation), (2) persentasi diri (self-presentation), (3) ganda (double), (4)
soliloquy, (5) teknik cermin (mirror technique), (6) the magic shop, (7) kursi
kosong (the empty chair), (8) pengulangan (replay), (9) pelatihan peran (role
training).

Kelebihan pendekatan psikodrama yaitu psikodrama merupakan


pendekatan yang sangat fleksibel dan berkedudukan sama dengan menekankan
pada pikiran, tubuh, emosi, dan tindakan, memfasilitasi imajinasi, intuisi, tindakan
fisik, dan berbagai perangkat dramatis untuk mengekplorasi berbagai masalah
psikologis, dan berguna untuk membantu individu dalam menangani
permasalahan yang belum terselesaikan, trauma atau gangguan suasana hati,
seperti kecemasan atau depresi.(Fega Wildaranti & Meithy Intan Rukia Luawo,
2019)

23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Layanan Bimbingan dan konseling menggunakan pendekatan Psikodrama
dalam mengelola emosi siswa terbilang cukup efektif untuk meengelolah emosi
dari siswa, Peranan bimbingan dan konseling sebenarnya tidak hanya berfokus
pada setting formal seperti sekolah, tetapi juga berfokus dalam setting informal
yaitu didalam lingkungan masyarakat atau komunitas. Psikodrama memberikan
kesempatan orang untuk melihat kehidupan pribadi dengan cara pandang berbeda
setelah kehidupan pribadi itu didramakan dan dimainkan oleh orang tak dikenal
yang berada dalam kelompok bersamanya. Dalam pelaksanaan bimbingan
kelompok melalui teknik psikodrama akan terjadi proses interaksi antar individu.
Dengan berakting dalam sebuah drama yang sudah diskenario dengan topik
tentang konsep diri, maka diharapkan hal ini akan dapat menyadarkan seseorang
(insight) dan juga menggali (to explore) permasalahan yang sedang dihadapinya.
5.2 Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurnah bahwa masih memiliki banyak kekurangan sehingga penulis
membutuhkn saran serta kritik yang membangun guna kesempurnaan dari
makalah ini.

24
DAFTAR PUSTAKA

Fallis, A. . (2013). Kajian Pustaka Emosi. Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9), 1689–1699.

Fauzi, T., & Sari, S. P. (2018). Kemampuan Mengendalikan Emosi Pada Siswa
Dan Implikasinya Terhadap Bimbingan Dan Konseling. Jurnal Dosen
Universitas PGRI Palembang, 1.

Fega Wildaranti, & Meithy Intan Rukia Luawo. (2019). Pengaruh Penerapan
Psikodrama dalam Layanan Konseling Kelompok Terhadap Perilaku Agresif
Anak Asuh Panti Asuhan Pada Usia Sekolah Dasar Kelas Tinggi 4 - 6 SD
(Studi Quasi Eksperimen di Yayasan Panti Asuhan Rahmansyah). INSIGHT:
Jurnal Bimbingan Konseling, 8(2), 160–172.
https://doi.org/10.21009/insight.082.06

Herlina. (2013). PERKEMBANGAN MASA REMAJA (Usia 11/12 – 18 tahun).


Mengatasi Masalah Anak Dan Remaja, 1–5.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2013.08.014

Indrawati, I. (2021). Penerapan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Self-


Esteem Siswa. Diadik: Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan, 11(1), 1–8.
https://doi.org/10.33369/diadik.v11i1.18363

Lestari, A. G. D., Budiyani, K., & Rinaldi, M. R. (2020). Pengaruh Psikodrama


Terhadap Asertivitas Pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi, 22(2), 82.
https://doi.org/10.26486/psikologi.v22i2.1148

Nisa, L. C. (2017). Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal


Pada Siswa Kelas Vii Smpn 2 Gurah Tahun Pelajaran 2016 / 2017 the
Effectiveness of Psychodrama Technique To Increase the Interpersonal
Communication To the Seventh Grade Students of Smpn 2 Gurah on Aca.

Pramono, A. (2013). Pengembangan Model Bimbingan Kelompok Melalui


Teknik Psikodrama Untuk Mengembangkan Konsep Diri Positif. Jurnal

25
Bimbingan Konseling, 2(2), 99–104.

Prasetya, A. F., & Gunawan, I. M. S. (2018). Mengelola emosi. In Yogjakarta: K-


Media. http://eprints.uad.ac.id/35026/1/Draft_Buku Mengelola
Emosi_REVISI.pdf

Sari, S. P. (2017). Teknik Psikodrama dalam Mengembangkan Kontrol Diri


Siswa. Jurnal Fokus Konseling, 3(2), 123.
https://doi.org/10.26638/jfk.386.2099

Sihombing, D. N. (2018). Kemampuan mengelola emosi. 83.

Μηχανικων, Τ. Μ., Κοκκινου, Ε., Καραμάνου Ασπασία, Ημοκρατιασ, Τ. Η. Σ. Ε.,


Κινδύνων, Α., Προστασίας, Π., Ορισμοί, Έ., Ηλία, Π., Δανδουλάκη, Μ.,
Γαϊτάνη, Ι., Veithzal Rivai, D., Thesis, M., Sloane, G. M. T., Pröbstl-Haider,
U., Rogers, A. W., Paciarotti, C., Cesaroni, A., Gorlova, N. I., Troska, Z. A.,
… Perkins, S. E. (2020). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者にお
ける 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title. Kaos GL Dergisi,
8(75), 147–154.
https://doi.org/10.1016/j.jnc.2020.125798%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.smr.2020.02.002%0Ahttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
810049%0Ahttp://doi.wiley.com/10.1002/anie.197505391%0Ahttp://
www.sciencedirect.com/science/article/pii/
B9780857090409500205%0Ahttp:

26

Anda mungkin juga menyukai