Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

* Program Profesi Dokter/Agustus 2021


** Preseptor : dr. Ima Maria, M.KM

SERUMEN PROOP

Oleh :
Maifren Setia Rhoyes, S.Ked
G1A219066

Preseptor:
dr. Ima Maria, M.KM

PROGRAM PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS PAKUAN BARU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
SERUMEN PROOP

Oleh :
Maifren Setia Rhoyes, S.Ked
G1A219066

Sebagai salah satu tugas Program Profesi Dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jambi
Puskesmas Pakuan Baru
2021

Jambi, Agustus 2021


Preseptor

dr. Ima Maria, M.KM

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Serumen Proop” sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Rotasi 2 di Puskesmas Pakuan Baru.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ima Maria, M.KM yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
di Puskesmas Pakuan Baru.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan kasus ini, sehingga nantinya dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jambi, Agustus 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................ii

KATA PENGANTAR................................................................................................iii

DAFTAR ISI...............................................................................................................iv

BAB I STATUS PASIEN............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................8

BAB III ANALISIS KASUS.....................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................22

LAMPIRAN...............................................................................................................23

4
BAB I
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Tn.T /Laki-laki/41 tahun
b. Pendidikan : SMA
c. Alamat : 8 Pasir Putih

II. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak : 2 Anak
c. Status Ekonomi Keluarga : Cukup

III. Aspek Psikologis di Keluarga


Pasien merupakan seorang istri dan ibu 2 anak. Hubungan antar
anggota keluarga juga harmonis.

IV. Keluhan Utama :


Telinga sebelah kanan terasa berdengung sejak 1 minggu sebelum
datang ke puskesmas.

V. Perjalanan Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan telinga berdengung
dan terasa mengganjal sejak 1 minggu yang lalu. Pasien jarang
membersihkan telinganya. Keluhan disertai dengan telinga terasa gatal
pada telinga kanan, pasien mencoba membersihkan telinga dengan
cotton bud tetapi rasa penuh di telinga tidak berkurang, Saat dilakukan
pemeriksaan, didapatkan bahwa serumen pasien berkonsistensi keras
sehingga dilakukan pemberian obat tetes telinga terlebih dahulu untuk
melunakkan serumen, nyeri (-), keluar cairan (-), berdengung (+),
bengap (+), pendengaran sedikit berkurang (+), riwayat kemasukan
air/berenang (-), riwayat dikorek sendiri (+), demam (-), pusing (-).

5
VI. Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
pada telinganya.

VII. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang
sama seperti pasien sebelumnya.

VIII. Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tekanan darah : 120/80 mmHg
4. Nadi : 80x/ menit
5. Pernafasan : 18x/ menit
6. Suhu : 36°C
7. Berat Badan : 58 kg
8. Tinggi Badan : 168 cm
9. IMT : 20,7 (normoweight)

Status Generalisata
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), reflek cahaya (+/+)
Telinga :
Daun telinga : DBN
Liang telinga : serumen (+/+) menutupi liang
Membrane timpani : tidak tampak.

6
Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), lendir (-/-)
Mulut : DBN
Tenggorok : T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Thorak :
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi Batas jantung atas: ICS II linea parasternalis sinistra


Batas jantung kanan: ICS IV line parasternalis dextra
Batas jantung kiri: ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultas BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)


i

Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Statis & dinamis: Statis & dinamis: simetris
simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Wheezing (-), Rhonki (-) Wheezing (-), Rhonki (-)

Abdomen
Inspeksi Datar, jaringan parut (-), bekas operasi (-), spidernevi (-)
Palpasi Nyeri tekan (-), defans musculer (-), hepatomegali (-),

7
splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

Ektremitas : Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik

IX. Pemeriksaan Penunjang


- Ear toilet
- HB : 14.3 gr%
- HT : 40.8 %
- Eritrosit : 4.97 x106/mm3
- Leukosit : 9.200 mm3
- Trombosit : 307.000 /mm3

X. Usulan Pemeriksaan Penunjang :


- Pemeriksaan KOH 20%

XI. Diagnosis Kerja


Serumen Prop Aurikula Sinistra (H61.2)

XII. Diagnosis Banding


- Corpus Alineum (T16)
- Abses telinga luar (H60.0)
- Otomikosis (H61.8)

XIII. Manajemen
a. Promotif
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita, memberitahu
bahwa penyakit pasien ini akan berulang lagi dikarenakan jenis korotan
telinga pasien adalah tipe yang mudah mengeras.

8
- Menjelaskan kepada pasien untuk tidak mengorek atau membersihkan
telinga pasien sendiri dengan cotton bud karena akan membuat kotoran
telinga semakin terdorong kedalam gendang telinga.
- Menganjurkan pasien untuk datang minimal 1 bulan sekali ke puskesmas
untuk membersihkan telinga.

b. Preventif
- Tidak mengorek telinga sendiri, jika ingin dibersihkan hanya pada bagian
luar dari liang telinga saja menggunakan ujung tissue yang dipeluntir.

c. Kuratif
Non farmakologis :
- Jika serumen lunak, bisa dilakukan ear toilet atau pembersihan telinga.
- Jika serumen keras harus diberikan obat tetes telinga terlebih dahulu
untuk melunakkan serumen, selama 2-5 hari.
Farmakologis :
- R/ Klorampenikol tetes telinga 3x2 gtt dex

d. Rehabilitatif
- Usahakan untuk datang ke pelayanan kesehatan atau puskesmas minimal
1 bulan sekali untuk membersihkan telinga.
- Jika ingin membersihkan telinga hanya pada bagian luar dari liang
telinga saja.
- Jangan sampai mengorek telinganya sendiri karena takut mendorong
kotoran telinganya atau melukai dendang telinga, serta memasukkan
barang kedalam telinganya sendiri.

9
Resep Puskesmas Resep Ilmiah 1

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Pakuan Baru Puskesmas Pakuan Baru
dr. Maifren Setia Rhoyes dr. Maifren Setia Rhoyes
SIP :G1A219066 SIP :G1A219066
Jl. Jend Sudirman, No. 75 Kel. Tambak Sari Jl. Jend Sudirman, No. 75 Kel. Tambak Sari
Jambi, Agustus 2021 Jambi Agustus 2021

R/Klorempenicol gtt no I R/ Phenol Glyserol gtt no I


S 3 dd 2 gtt dex S 3 d d 2 gtt dex

Pro : Tn T Pro : Tn T
Alamat: RT 8 Pasir putih Alamat: RT 8 Pasir putih
Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi Telinga

Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan sepertiga bagian luar sedangkan
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3
cm.1
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat dengan kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1

Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari:
 Membran timpani, yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi

11
atas dua bagian yaitu bagian atas yang disebut pars flaksida (membran
shrapnell) dan bagian bawah yang disebut pars tensa (membran propria).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti
epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di
tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam.
 Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran ini di dalam telinga tengah saling berhubungan.
 Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah.1

Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap.1
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala
timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung
organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran.1
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut luar dan kanalis
corti, yang membentuk organ corti.1

12
2.2 Serumen

2.2.1 Definisi Serumen


Serumen merupakan substansi normal yang ditemukan di bagian
kartilaginosa liang telinga. Serumen ini diproduksi dari sekret kelenjar sebasea
dan kelenjar serumen yang ada di kulit sepertiga luar liang telinga. Serumen ini
berfungsi sebagai pertahanan penting dalam upaya mencegah terjadinya infeksi.
Selain itu, serumen juga berfungsi sebagai elumas dan dapat mencegah terjadinya
kekeringan dan pembentukan fisura pada epidermis.1,2

2.2.2 Komposisi dan Produksi Serumen


Kelenjar serumen terdapat di dinding superior bagian kartilaginosa liang
telinga. Hasil sekresi dari kelenjar serumen bercampur dengan sekret berminyak
kelenjar sebasea dari bagian atas folikel rambut membentuk serumen yang
dihasilkan oleh telinga. Serumen membentuk lapisan pada kulit kanalis akustikus
eksternus bergabung dengan lapisan keratin yang bermigrasi untuk membuat
lapisan pelindung pada permukaan yang mempunyai sifat antibakteri. Terdapat
perbedaan besar dalam jumlah dan kecepatan migrasi serumen. Pada beberapa
orang mempunyai jumlah serumen sedikit sedangkan lainnya cenderung terbentuk
massa serumen yang secara periodik menyumbat liang telinga.3

13
Serumen mengandung asam amino, asam lemak, asam neurostearik, asam
serotik, trigliserida, hexone, lisozim, immunoglobulin, glikopeptida, dan
komponen lainnya, walaupun komposisinya berbeda tergantung dari tipe serumen
juga ditemukan. Lemak serumen dan asam amino tampaknya berbeda tergantung
dari stratum korneum. Sebagai contoh, stratum korneum yang tidak
terkontaminasi tidak menyebabkan penumpukan serumen. Serumen yang basah
dilihat dari tingginya tingkat lemak dan pigmen granula, serumen kering lebih
dilihat dari rendahnya komponen ini. Serumen yang mengandung 20% lemak,
dibandingkan dengan serumen basah mengandung lemak 50%.4
Serumen dibagi menjadi dua tipe dasar yaitu tipe basah dan tipe kering.
Serumen tipe kering dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras.
1. Serumen Tipe Basah
Serumen tipe basah adalah serumen bersifat dominan, pada ras kaukasia
memiliki kemungkinan lebih dari 80% untuk menghasilkan kotoran telinga
yang basah, lengket dan berwarna madu, yang dapat berubah menjadi
gelap bila terpapar debu, benda asing dan partikel-partikel lainnya.5
2. Serumen Tipe Kering
Serumen tipe kering sering ditemukan pada ras Mongoloid termasuk
Indian Amerika, serumen ini bersisik seperti beras. Serumen tipe kering
dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras.5

Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan serumen tipe


lunak dan serumen tipe keras:
a. Tipe lunak lebih sering terdapat pada anak-anak, dan tipe keras lebih
sering pada orang dewasa.
b. Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih kering dan
bersisik.
c. Korneosit banyak terdapat dalam serumen namun tidak pada serumen tipe
keras.
d. Tipe keras lebih sering menyebabkan sumbatan, dan tipe ini paling sering
ditemukan.

14
2.2.3 Fisiologi Serumen
Serumen umumnya diproduksi oleh dua kelenjar yaitu kelenjar sebasea
dan kelenjar serumen yang terletak di sepertiga bagian luar liang telinga. Serumen
juga merupakan campuran dari hasil deskuamasi sel epitel, sel rambut, debu dan
benda asing. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia dan jenis kelamin
dengan produksi serumen. Serumen dikenal dengan sifat antimikroba yang
bersifat signifikan karena adanya lisozim.3
Serumen dapat membantu menurunkan risiko otitis eksterna akut difusa.
Pada keadaan ini pasien mengalami kerusakan epidermis pada kanalis akustikus
eksternus, sering disebabkan oleh cara pembersihan telinga yang tidak tepat
seperti menggunakan batang korek api, tissue, benda-benda kecil dari logam,
cotton bud, dan sebagainya. Bila tidak ada serumen yang menjaga dan melapisi
robeknya epidermis maka organisme dapat menginfeksi daerah tersebut.3
Organisme yang sering menginfeksi antara lain Pseudomonas aeruginosa
dan Staphylococci. Bila suhu dan kondisi tubuh kondusif untuk pertumbuhan,
kerusakan epidermis ini akan berkembang menjadi otitis eksterna akut, yang juga
disebut swimmwer’s ear. Bakteri lain yang dapat menginfeksi antara lain
Tturicella otitidis, Alloiococcus otitis dan golongan jamur yaitu Candida albicans
namun jumlahnya tidak banyak. Serumen yang berlebihan dapat menyebabkan
tinitus, vertigo, gatal, nyeri, otitis eksterna dan gangguan pendengaran.3
Pada keadaan normal serumen ridak akan tertumpuk di liang telinga.
Serumen ini akan keluar sendiri pada waktu mengunyah, dan setelah sampai di
luar liang telinga akan menguap oleh panas. Misalnya sebuah titik, bila
ditempatkan pada bagian tengah gendang telinga, akan bergerak, semakin ke
pinggir gendang telinga dalam waktu 3 minggu dan diantara 6-12 minggu titik itu
akan berpindah ke luar kulit meatus dan bergabung dengan kotoran pada bagian
lubang telinga. Karena itu pembersihan dari liang telinga sebenarnya tidak
dibutuhkan. Sudah dibuktikan bahwa perpindahan epitel selalu terjadi dari

15
membran timpani ke dinding kanal telinga dan membran timpani dinyatakan
sebagai titik tengah dari perpindahan, sementara umbo sebagai titik pusatnya.4
Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka serumen
ini harus dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan,
bila konsistensinya lunak atau liat dapat dikeluarkan dengan paengait dan bila
berbentuk lempengan dapat dipegang dan dikeluarkan dengan pinset, jika serumen
ini sangat keras dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakka
dulu dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair dapat
dilakukan irigasi dengan air supaya liang telinga bersih. Pembersihan dengan
irigasi (penyemprotan) sebaiknya dihindari pada pasien perforasi membran
timpani, pasien dengan riwayat perforasi yang sudah lama sembuh, karena akan
menyebabkan daerah perforasi menjadi lebih lemah dan mudah rusak.1

2.2.4 Fungsi Serumen


1. Membersihkan
Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari
proses yang disebut conyevor belt process, hasil dari migrasi epitel
ditambah dengan gerakan rahang (jaw movement). Sel-sel terbentuk
di tengah membran timpani yang bermigrasi ke arah luar dari umbo ke
dinding kanalis akustikus eksternus dan bergerak ke luar dari kanalis
akustikus eksternus. Serumen pada kanalis akustikus eksternus juga
membawa kotoran, debu dan partikel-partikel yang dapat ikut ke luar.
Gerakan rahang membantu proses ini dengan menempatkan kotoran
yang menempel pada dinding kanalis akustikus eksternus dan
meningkatkan pengeluaran kotoran.5
2. Lubrikasi
Lubrikasi mencegah terjadinya pengeringan, gatal, dan rasa
terbakarnya kulit kanalis akustikus eksternus disebut asteatosis. Zat
lubrikasi diperoleh dari kandungan lipid yang tinggi dari produksi
sebum oleh kelenjar sebasea. Pada serumen tipe basah, lipid ini juga
mengandung kolesterol, skualan, dan asam lemak rantai panjang
dalam jumlah yang banyak dan alkohol.5

16
3. Antibakteri dan Antifungal
Fungsi antibakterial telah dipelajari sejak 2960-an, dan banyak
studi yang menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap
beberapa strain bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan
kemampuan kemampuan hidup bakteri antara lain haemophilus
influenzae, staphylococcus aureus, danescherichia colli. Pertumbuhan
jamur yang bisa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat secara
signifikan oleh serumen. Kemampuan antimikroba ini dikarenakan
adanya asam lemak yang tersaturasi, lisosim dan khususnya pH yang
relatif rendah pada serumen, biasanya 6 pada manusia normal.5

Penyebab Akumulasi Serumen


Serumen biasanya berkumpul di lantai kanalis akustikus eksternus, namun
terkadang dapat berkumpul dan menyumbat meatus.
Penyebab utama serumen terakumulasi dalam saluran telinga meliputi:
1. Penyakit Obstruksi Saluran Telinga :
Penyakit saluran telinga dapat terjadi di dalam tulang, jaringan lunak, atau
kulit saluran telinga. Hambatan tulang bisa bawaan atau diperoleh dan mungkin
berhubungan dengan kelainan kepala dan leher. Hambatan tulang akibat penyakit
Paget atau Displasia Fibrosa adalah contoh penyakit yang diperoleh. Pertumbuhan
tulang dalam sebuah kanal yang tidak normal (satu osteoma tunggal atau beberapa
exostoses). Penyakit infeksi dan dermatologi (misalnya eksterna eksim, otitis)
dapat ditemukan di saluran telinga, serta manifestasi kulit dari penyakit sistemik
(misalnya lupus eritematus sistemik, penyakit Crohn, sindrom Sjogren).
Gangguan ini cenderung menyebabkan pengelupasan kulit kanal dan atrofi atau
hipertrofi dari kelenjar sebasea dan seruminosa.6

2. Penyempitan Saluran Telinga


Setiap individu memiliki bentuk telinga yang berbeda-beda. Di dalam
bagian telinga dalam terdapat sebuah saluran yang disebut kanal yang bentuknya
berkelok-kelok dan sempit. Kanal ini berfungsi sebagai jalan dari hantaran suara
dan juga aliran untuk keluarnya serumen. Dengan kondisi anatomi yang berkelok-

17
kelok dan sempit cenderung mengakibatkan penumpukan serumen. Tumor
jaringan yang berada di dalam atau di sekitar saluran telinga juga menyebabkan
terjadinya penyempitan saluran telinga. Selain itu rambut telinga yang berlebihan
juga dapat menjebak serumen di meatus telinga. Sumber lain dari obstruksi adalah
runtuhnya tulang rawan yang membentuk lateral sepertiga dari saluran telinga
(misalnya trauma). 6

3. Kegagalan Migrasi Epitel


Sebagai bagian dari proses penuaan, kelenjar pada kulit saluran telinga
cenderung atrofi, menghasilakn serumen lebih keras, kurang cairan yang
bermigrasi jauh lebih lambat keluar dari saluran telinga. Selain itu, perubahan
kronis kulit saluran telinga dapat menyebabkan hilangnya pola migrasi normal
dari epitel. Migrasi epitel dan penghapusan serumen dalam saluran telinga juga
bisa terjadi sebagai akibat dari benda asing yang ditempatkan di liang telinga
(misalnya kapas). Kapas tipped-aplicator (misalnya Q-tips, cotton buds)
cenderung mendorong serumen lebih ke dalam saluran telinga dan dari waktu ke
waktu dapat menyebabkan obstruksi lengkap pada beberapa individu. Alat bantu
dengar dengan penggunaan jangka panjang juga merupakan salah satu penyebab
akumulasi serumen.6
4. Over Produksi
Beberapa individu menghasilkan volume serumen yang berlebihan
sehingga akan membatasi kemampuan telinga untuk mendengar.6

2.2.6 Gejala Serumen Prop


Serumen atau yang sering disebut dengan kotoran telinga tidak memiliki
efek negatif terhadap kesehatan telinga dan tidak perlu dibersihkan secara rutin.
Tetapi jika serumen yang dihasilkan oleh telinga berlebihan sehingga
menimbulkan gejala seperti nyeri, berdenging, gatal, rasa penuh, vertigo dan
gangguan pendengaran perlu dilakukannya tindakan pengobatan seperti
serumenolitik, irigasi dan kuretase yang dilakukan oleh ahlinya.6
Serumen yang sudah menyumbat atau serumen obturans ini dapat
menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri akibat serumen obturans timbul apabila

18
serumen keras dan menekan saraf sensoris yang ada di dinding liang telinga.
Persarafan sensoris untuk aurikula dan kanalis akustikus eksternus berasal dari
persarafan kranialis dan kutaneus dengan kontribusi dari cabang aurikulotemporal
N. Trigeminus (V), N. Fasialis (VII), dan N. Vagus (X) dan juga N. Aurikularis
magna dari pleksus servikalis (C 2-3).1
Telinga berdenging (tinitus) terjadi aktivitas elektrik pada area auditorius
yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal
dari bunyi eksternal yang ditranformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls
abnormal di dalam tubuh penderita sendiri. Impuls abnormal itu dapat
ditimbulkan oleh berbagai kelainan pada telinga. Tinitus dapat terjadi dalam
berbagai intensitas seperti tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau
tinitus dengan nada tinggi seperti berdengung. Tinitus biasanya dihubungkan
dengan tuli sensorineural dan gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh
gangguan konduksi biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Tinitus dengan
nada rendah terjadi akibat sumbatan serumen pada liang telinga, tumot, tuba katar,
otitis media dan otosklerosis.1
Serumen juga bisa menyebabkan vertigo. Vertigo terjadi karena ada
gangguan pada nervus vestibuler, dimana terjadi iritasi pada alat keseimbangan
danga hubungan-hubungan dengan sentralnya akan menimbulkan vertigo, yang
selanjutnya akan mengakibatkan gangguan keseimbangan pada posisi berjalan
atau berdiri, serta kecendrungan untuk jatuh. Keluahn vertigo dapt disebabkan
oleh berbagai gangguan seperti pada sistem okuler (gangguan otot mata, diplopia,
oftalmoplegia), sistem akustik (obstruksi telinga, infeksi labirin, perilabirin, otitis
media, mastoiditis, perdarahan di dalam labirin, dan kolesteatoma), sistemik
(penyakit jantung, arteriosklerosis, hipertensi, anemia, diabetes), dan neurologis
(tumor neurinoma akustikus, aneurisma, arakhnoiditis).
Pada proses mendengar, ada proses dimana suara terdebut dihantarkan
lewat udara dan lewat tulang-tulang pendengaran, dan melalui saraf rangsangan
suara ini dihantarkan ke otak. Pada kasus serumen obturans terjadi hambatan pada
hantaran suara (conductive hearing loss)yang berakibat pada penurunan
pendengaran. Selain itu, penurunan pendengaran bisa juga disebabkan karena
adanya edema kulit liang telinga, sekret yang purulen atau serous, penebalan kulit

19
yang progresif pada otitis eksterna yang lama, adanya keratin yang deskuamasi,
rambut telinga berlebihan, serumen, debris dan obat-obatan yang digunakan ke
dalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara
yang disebut dengan tuli konduktif.3,4
Untuk mengetahui penurunan pendengaran dapat dilakukan tes
pendengaran dengan memakai garputala dan dari hasil pemeriksaan dapat
diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli sensorineural (perseptif).
Pada pemeriksaan ini pasien diminta duduk dengan posisi badan condong sedikit
ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan
melihat liang telinga dan membran timpani. Tes penala yang dilakukan sehari-hari
adalah uji pendengaran Rinne, Weber, dan Schwabach.
1. Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
2. Tes weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
telinga kiri dengan tulang telinga kanan.
3. Tes schwabach adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran
tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya
normal.
Cara pemeriksaan tes garputala:
Tes Rinne dilakukan dengan menggetarkan garputala 512 Hz dengan jari
atau mengetukkannya pada siku atau lutut pemeriksa dan kaki garputala tersebut
diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan
telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut rinne (+), bila tidak
terdengar disebut rinne (-).
Tes Weber dilakukan dengan meletakkan kaku penala yang telah
digetarkan pada garis tengah wajah atau kepala, dahi, pangkal hidung, di tengah-
tengah gigi seri atau di dagu. Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada
salah satu telinga disebut lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat
dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut weber tidak
ada lateralisasi.
Tes Schwabach dilakukan dengan cara menggetarkan tangkai penala
kemudian diletakkan pada mastoid sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian

20
tangkai penala segera dipindahkan pada mastoid pemeriksa terlebih dahulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut schwabach
sama dengan pemeriksa.1

2.2.7 Penatalaksanaan Serumen


Mengeluarkan serumen dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu:
serumenolitik, irigasi, atau kuretase. Pada metode irigasi dan kuretase sebaiknya
menggunakan lampu kepala dan spekulum sederhana.
1. Cerumenolytics Agents
Cerumenolytics merupakan tindakan pengobatan yang dilakukan untuk
menghancurkan serumen dengan menggunakan tetes telinga. Tetes telinga yang
dapat digunakan antara lain minyak mineral, hidrogen peroksida dan cerumenex.
Jika tetes telinga ini digunakan dalam jangka waktu lama atau tidak tepat dapat
menimbulkan iritasi kulit atau bahkan dermatitis kontak. Zat serumenolitik ini
biasanya digunakan 2-3 kali selama 3-5 hari sebelum pengangkatan serumen.
Pada pasien penderita serumen tipe basah biasanya diperlukan tindakan
serumenolitik yang bertujuan untuk melembutkan serumen sebelum dikeluarkan,
proses ini akan tercapai dengan menggunakan larutan yang bersifat serumenolitik
agen yang digunakan pada liang telinga.6
Terdapat 2 jenis bahan yang sering digunakan dalam proses serumenolitik
yaitu aqueos dan organic.

a. Solutio aqueos tersusun atas air yang dapat dengan baik memperbaiki
masalah sumbatan serumen dengan melunakkan serumen.
Komposisi solutio aqueos terdiri dari:
- 10% sodium bikarbonat B.P.C (sodium bicarbonate dan glycerine)
- 3% hidrogen peroksida
- 2% asam asetat
- Kombinasi 0,5% aluminium asetat dan 0,03% benzetonium chloride
b. Solusio organic berfungsi sebagai lubrikan, dan tidak berefek mengubah
integritas keratin skuamosa.
Komposisi dari solutio organic adalah:

21
- Carbamide peroxide (6,5%) dan glycerine.
- Various organic liquids (propylene glycerol, almond oil, mineral oil,
baby oil, olive oil)
- Cerumol (arachis oil, turpentine, dan dichlobenzene)
- Cerumenex (triethanolamine polypeptides, dan oleate-condensate)
- Docusate, sebagai active ingridient ditentukan pada laxatives
Tindakan serumenolitik dengan menggunakan bahan solusio organik dapat
menimbulkan reaksi sensitivitas seperti dermatitis kontak. Proses pembersihan
serumen yang tidak tuntas dapat menyebabkan timbulnya infeksi jamur, dan akan
timbul komplikasi seperti perforasi bila terdapat otoksisitas.

2. Irigasi (Syringing)
Irigasi merupakan cara yang halus untuk membersihkan liang telinga luar
yaitu dengan cara memasukkan air ke dalam liang telinga, tindakan ini hanya
boleh dilakukan bila membran timpani dalam keadaan utuh dan pernah diperiksa
sebelumnya. Perforasi membran timpani memungkinkan masuknya larutan yang
terkontaminasi ke telinga tengah dan dapat menyebabkan otitis media. Semprotan
air yang terlalu keras ke arah membran timpani yang atrofi dapat menyebabkan
perforasi.
Pada metode irigasi, larutan irigasi dialirkan di kanalis telinga yang sejajar
dengan lantai, kemudian mngambil serumen dan debris dengan larutan irigasi
menggunakan air hangat (37oC), larutan sodium bikarbonat atau cuka bisa
digunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Irigasi air dengan menggunakan
spuit logam khusus juga sering dilakukan. Akhir-akhir ini sebagian dokter lebih
memilih suatu alat irigasi yang biasa digunakan pada kedokteran gigi. Dengan
cara liang telinga diluruskan dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang
dengan pandangan langsung, arus air diarahkan sepanjang dinding superior liang
telinga luar sehingga arus yang kembali mendorong serumen dari belakang.
Dalam melakukan irigasi perlu berhati-hati agar tidak merusak membran
timpani.2,6
Namun, pada sejumlah kasus, sekalipun irigasi telah beberapa kali
dilakukan, pasien masih saja mengeluhkan telinga yang tersumbat dan pada

22
pemeriksaan masih terdapat sumbatan yang besar. Pada kasus demikian, kadang-
kadang perlu dilakukan tindakan penghisapan. Penghisapan untuk mengeluarkan
serumen yang basah dan untuk mengeringkan liang telinga.2

3. Kuretase
Metode kuretase ini paling sering dilakukan pada orang Asia Timur karena
sebagian besar orang Asia Timur memiliki kotoran telinga jenis kering. Alat-alat
yang membantu dalam membersihkan kanalis akustikus eksternus adalah jerat
kawat, kuret cincin yang tumpul, cunam Hartmann yang halus. Yang penting
pemeriksaan harus dilakukan dengan sentuhan lembut karena liang telinga sangat
sensitif terhadap alat-alat. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau
kuret, apabila dengan cara ini kotoran telinga sulit dikeluarkan, dapat diberikan
karbogliserim 10% terlebih dahulu selama 3 hari untuk melunakkannya.6,7
Selain itu, bisa juga dengan menggunakan aplikator logam berujung kapas.
Massa serumen yang keras harus lebih dahulu dilunakkan sebelum pengangkatan
untuk menghindari trauma. Zat yang dapat digunakan adalah gliserit peroksida
dan dipakai 2-3 hari sebelum dibersihkan. Obat pengencer serumen harus
digunakan hati-hati karena enzim atau bahan kimianya sering dapat mengiritasi
liang telinga dan menyebabkan otitis eksterna.
Pada penderita serumen obturans dianjurkan untuk memeriksakan keadaan
telinganya setiap 6 bulan sekali. Kotoran telinga yang berlebihan harus
dibersihkan dengan beberapa metode dan metode tersebut harus dilakukan oleh
ahlinya karena pembersihan kotoran telinga merupakan prosedur yang rumit.
Apabila prosedur pembersihan tidak benar maka akan mengakibatkan
konsekuensi serius.6

BAB III
ANALISIS KASUS

23
3.1 Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga :
Di dalam hubungan diagnosis dan aspek psikologis dikeluarga tidak ada
hubungannya dengan penyakit pasien, karena didalam keluarga pasien
hubungan pasien dengan keluarga baik.

3.2 Hubungan diagnosa dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar :
Pada kasus ini ada hubungannya dengan perilaku kesehatan dan
lingkungan sekitar. Dalam keluarga pasien memiliki kebiasaan jarang
membersihkan telinga. Hal ini dapat membuat kotoran telinga menumpuk dan
menjadi keras, sehingga terbentuk serumen yang padat didalam telinga.

3.3 Analisis kemungkinan faktor resiko atau etiologi penyakit pada pasien :
Dari anamnesa yang dilakukan terhadap berbagai faktor yang bisa
menyebabkan terjadinya kasus ini didapatkan kesimpulan kemungkinan faktor
yang menjadi pencetus terjadinya serumen prop adalah kebiasan jarang
membersihkan telinga.

3.5 Analisis untuk mengurangi paparan dengan faktor risiko atau etiologi :
- Pasien di edukasi dalam cara membersihkan telinga yang baik dan benar.
- Jaga kebersihan telinga, jangan memasukkan benda asing kedalam liang
telinga.

24
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA., Iskandar N., Bashiruddin R., Restuti RD. Editor. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala dan leher. Edisi
keenam. Cetakan keempat. Jakarta: Balai Pustaka FKUI;2010.
2. George LA., Lawrence RB., Peter AH. Boies buku ajar penyakit THT
(boeis fundamentals of otolaringology). Edisi keenam. Jakarta: EGC;1997.
3. Guest MJ., et al. Impacted cerumen; compotition, production,
epidemiology and management. Diunduh dari URL:
http://qjmed.oxfordjournals.org/cgi/content/full/97/8/477
4. Beatrice FS., Bucolo RC. Earwax, clinical practice. Acta
Otorhinolaryngology Italica;2009.
5. Shah YR., et al. Pharmacie globale (international journal of
comprehensive pharmacy). Cerumen: a waste of human but guard of
auditory. 2011.
6. Dinces EA. Cerumen. Externa otitis. 2011 Mei.
7. Earwax: review and clinical update March 26, 2008. Diunduh dari URL:
http://en.wikipedia.org/wiki/Earwax

25
Lampiran

26

Anda mungkin juga menyukai