SERUMEN PROOP
Oleh :
Maifren Setia Rhoyes, S.Ked
G1A219066
Preseptor:
dr. Ima Maria, M.KM
LAPORAN KASUS
SERUMEN PROOP
Oleh :
Maifren Setia Rhoyes, S.Ked
G1A219066
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Serumen Proop” sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Rotasi 2 di Puskesmas Pakuan Baru.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ima Maria, M.KM yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
di Puskesmas Pakuan Baru.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan kasus ini, sehingga nantinya dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iv
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................22
LAMPIRAN...............................................................................................................23
4
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Tn.T /Laki-laki/41 tahun
b. Pendidikan : SMA
c. Alamat : 8 Pasir Putih
5
VI. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
pada telinganya.
Status Generalisata
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), reflek cahaya (+/+)
Telinga :
Daun telinga : DBN
Liang telinga : serumen (+/+) menutupi liang
Membrane timpani : tidak tampak.
6
Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), lendir (-/-)
Mulut : DBN
Tenggorok : T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Thorak :
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Statis & dinamis: Statis & dinamis: simetris
simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Wheezing (-), Rhonki (-) Wheezing (-), Rhonki (-)
Abdomen
Inspeksi Datar, jaringan parut (-), bekas operasi (-), spidernevi (-)
Palpasi Nyeri tekan (-), defans musculer (-), hepatomegali (-),
7
splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
XIII. Manajemen
a. Promotif
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita, memberitahu
bahwa penyakit pasien ini akan berulang lagi dikarenakan jenis korotan
telinga pasien adalah tipe yang mudah mengeras.
8
- Menjelaskan kepada pasien untuk tidak mengorek atau membersihkan
telinga pasien sendiri dengan cotton bud karena akan membuat kotoran
telinga semakin terdorong kedalam gendang telinga.
- Menganjurkan pasien untuk datang minimal 1 bulan sekali ke puskesmas
untuk membersihkan telinga.
b. Preventif
- Tidak mengorek telinga sendiri, jika ingin dibersihkan hanya pada bagian
luar dari liang telinga saja menggunakan ujung tissue yang dipeluntir.
c. Kuratif
Non farmakologis :
- Jika serumen lunak, bisa dilakukan ear toilet atau pembersihan telinga.
- Jika serumen keras harus diberikan obat tetes telinga terlebih dahulu
untuk melunakkan serumen, selama 2-5 hari.
Farmakologis :
- R/ Klorampenikol tetes telinga 3x2 gtt dex
d. Rehabilitatif
- Usahakan untuk datang ke pelayanan kesehatan atau puskesmas minimal
1 bulan sekali untuk membersihkan telinga.
- Jika ingin membersihkan telinga hanya pada bagian luar dari liang
telinga saja.
- Jangan sampai mengorek telinganya sendiri karena takut mendorong
kotoran telinganya atau melukai dendang telinga, serta memasukkan
barang kedalam telinganya sendiri.
9
Resep Puskesmas Resep Ilmiah 1
Pro : Tn T Pro : Tn T
Alamat: RT 8 Pasir putih Alamat: RT 8 Pasir putih
Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Anatomi Telinga
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan sepertiga bagian luar sedangkan
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3
cm.1
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat dengan kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1
Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari:
Membran timpani, yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi
11
atas dua bagian yaitu bagian atas yang disebut pars flaksida (membran
shrapnell) dan bagian bawah yang disebut pars tensa (membran propria).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti
epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di
tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam.
Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran ini di dalam telinga tengah saling berhubungan.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah.1
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap.1
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala
timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung
organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran.1
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut luar dan kanalis
corti, yang membentuk organ corti.1
12
2.2 Serumen
13
Serumen mengandung asam amino, asam lemak, asam neurostearik, asam
serotik, trigliserida, hexone, lisozim, immunoglobulin, glikopeptida, dan
komponen lainnya, walaupun komposisinya berbeda tergantung dari tipe serumen
juga ditemukan. Lemak serumen dan asam amino tampaknya berbeda tergantung
dari stratum korneum. Sebagai contoh, stratum korneum yang tidak
terkontaminasi tidak menyebabkan penumpukan serumen. Serumen yang basah
dilihat dari tingginya tingkat lemak dan pigmen granula, serumen kering lebih
dilihat dari rendahnya komponen ini. Serumen yang mengandung 20% lemak,
dibandingkan dengan serumen basah mengandung lemak 50%.4
Serumen dibagi menjadi dua tipe dasar yaitu tipe basah dan tipe kering.
Serumen tipe kering dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras.
1. Serumen Tipe Basah
Serumen tipe basah adalah serumen bersifat dominan, pada ras kaukasia
memiliki kemungkinan lebih dari 80% untuk menghasilkan kotoran telinga
yang basah, lengket dan berwarna madu, yang dapat berubah menjadi
gelap bila terpapar debu, benda asing dan partikel-partikel lainnya.5
2. Serumen Tipe Kering
Serumen tipe kering sering ditemukan pada ras Mongoloid termasuk
Indian Amerika, serumen ini bersisik seperti beras. Serumen tipe kering
dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras.5
14
2.2.3 Fisiologi Serumen
Serumen umumnya diproduksi oleh dua kelenjar yaitu kelenjar sebasea
dan kelenjar serumen yang terletak di sepertiga bagian luar liang telinga. Serumen
juga merupakan campuran dari hasil deskuamasi sel epitel, sel rambut, debu dan
benda asing. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia dan jenis kelamin
dengan produksi serumen. Serumen dikenal dengan sifat antimikroba yang
bersifat signifikan karena adanya lisozim.3
Serumen dapat membantu menurunkan risiko otitis eksterna akut difusa.
Pada keadaan ini pasien mengalami kerusakan epidermis pada kanalis akustikus
eksternus, sering disebabkan oleh cara pembersihan telinga yang tidak tepat
seperti menggunakan batang korek api, tissue, benda-benda kecil dari logam,
cotton bud, dan sebagainya. Bila tidak ada serumen yang menjaga dan melapisi
robeknya epidermis maka organisme dapat menginfeksi daerah tersebut.3
Organisme yang sering menginfeksi antara lain Pseudomonas aeruginosa
dan Staphylococci. Bila suhu dan kondisi tubuh kondusif untuk pertumbuhan,
kerusakan epidermis ini akan berkembang menjadi otitis eksterna akut, yang juga
disebut swimmwer’s ear. Bakteri lain yang dapat menginfeksi antara lain
Tturicella otitidis, Alloiococcus otitis dan golongan jamur yaitu Candida albicans
namun jumlahnya tidak banyak. Serumen yang berlebihan dapat menyebabkan
tinitus, vertigo, gatal, nyeri, otitis eksterna dan gangguan pendengaran.3
Pada keadaan normal serumen ridak akan tertumpuk di liang telinga.
Serumen ini akan keluar sendiri pada waktu mengunyah, dan setelah sampai di
luar liang telinga akan menguap oleh panas. Misalnya sebuah titik, bila
ditempatkan pada bagian tengah gendang telinga, akan bergerak, semakin ke
pinggir gendang telinga dalam waktu 3 minggu dan diantara 6-12 minggu titik itu
akan berpindah ke luar kulit meatus dan bergabung dengan kotoran pada bagian
lubang telinga. Karena itu pembersihan dari liang telinga sebenarnya tidak
dibutuhkan. Sudah dibuktikan bahwa perpindahan epitel selalu terjadi dari
15
membran timpani ke dinding kanal telinga dan membran timpani dinyatakan
sebagai titik tengah dari perpindahan, sementara umbo sebagai titik pusatnya.4
Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka serumen
ini harus dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan,
bila konsistensinya lunak atau liat dapat dikeluarkan dengan paengait dan bila
berbentuk lempengan dapat dipegang dan dikeluarkan dengan pinset, jika serumen
ini sangat keras dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakka
dulu dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair dapat
dilakukan irigasi dengan air supaya liang telinga bersih. Pembersihan dengan
irigasi (penyemprotan) sebaiknya dihindari pada pasien perforasi membran
timpani, pasien dengan riwayat perforasi yang sudah lama sembuh, karena akan
menyebabkan daerah perforasi menjadi lebih lemah dan mudah rusak.1
16
3. Antibakteri dan Antifungal
Fungsi antibakterial telah dipelajari sejak 2960-an, dan banyak
studi yang menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap
beberapa strain bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan
kemampuan kemampuan hidup bakteri antara lain haemophilus
influenzae, staphylococcus aureus, danescherichia colli. Pertumbuhan
jamur yang bisa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat secara
signifikan oleh serumen. Kemampuan antimikroba ini dikarenakan
adanya asam lemak yang tersaturasi, lisosim dan khususnya pH yang
relatif rendah pada serumen, biasanya 6 pada manusia normal.5
17
kelok dan sempit cenderung mengakibatkan penumpukan serumen. Tumor
jaringan yang berada di dalam atau di sekitar saluran telinga juga menyebabkan
terjadinya penyempitan saluran telinga. Selain itu rambut telinga yang berlebihan
juga dapat menjebak serumen di meatus telinga. Sumber lain dari obstruksi adalah
runtuhnya tulang rawan yang membentuk lateral sepertiga dari saluran telinga
(misalnya trauma). 6
18
serumen keras dan menekan saraf sensoris yang ada di dinding liang telinga.
Persarafan sensoris untuk aurikula dan kanalis akustikus eksternus berasal dari
persarafan kranialis dan kutaneus dengan kontribusi dari cabang aurikulotemporal
N. Trigeminus (V), N. Fasialis (VII), dan N. Vagus (X) dan juga N. Aurikularis
magna dari pleksus servikalis (C 2-3).1
Telinga berdenging (tinitus) terjadi aktivitas elektrik pada area auditorius
yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal
dari bunyi eksternal yang ditranformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls
abnormal di dalam tubuh penderita sendiri. Impuls abnormal itu dapat
ditimbulkan oleh berbagai kelainan pada telinga. Tinitus dapat terjadi dalam
berbagai intensitas seperti tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau
tinitus dengan nada tinggi seperti berdengung. Tinitus biasanya dihubungkan
dengan tuli sensorineural dan gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh
gangguan konduksi biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Tinitus dengan
nada rendah terjadi akibat sumbatan serumen pada liang telinga, tumot, tuba katar,
otitis media dan otosklerosis.1
Serumen juga bisa menyebabkan vertigo. Vertigo terjadi karena ada
gangguan pada nervus vestibuler, dimana terjadi iritasi pada alat keseimbangan
danga hubungan-hubungan dengan sentralnya akan menimbulkan vertigo, yang
selanjutnya akan mengakibatkan gangguan keseimbangan pada posisi berjalan
atau berdiri, serta kecendrungan untuk jatuh. Keluahn vertigo dapt disebabkan
oleh berbagai gangguan seperti pada sistem okuler (gangguan otot mata, diplopia,
oftalmoplegia), sistem akustik (obstruksi telinga, infeksi labirin, perilabirin, otitis
media, mastoiditis, perdarahan di dalam labirin, dan kolesteatoma), sistemik
(penyakit jantung, arteriosklerosis, hipertensi, anemia, diabetes), dan neurologis
(tumor neurinoma akustikus, aneurisma, arakhnoiditis).
Pada proses mendengar, ada proses dimana suara terdebut dihantarkan
lewat udara dan lewat tulang-tulang pendengaran, dan melalui saraf rangsangan
suara ini dihantarkan ke otak. Pada kasus serumen obturans terjadi hambatan pada
hantaran suara (conductive hearing loss)yang berakibat pada penurunan
pendengaran. Selain itu, penurunan pendengaran bisa juga disebabkan karena
adanya edema kulit liang telinga, sekret yang purulen atau serous, penebalan kulit
19
yang progresif pada otitis eksterna yang lama, adanya keratin yang deskuamasi,
rambut telinga berlebihan, serumen, debris dan obat-obatan yang digunakan ke
dalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara
yang disebut dengan tuli konduktif.3,4
Untuk mengetahui penurunan pendengaran dapat dilakukan tes
pendengaran dengan memakai garputala dan dari hasil pemeriksaan dapat
diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli sensorineural (perseptif).
Pada pemeriksaan ini pasien diminta duduk dengan posisi badan condong sedikit
ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan
melihat liang telinga dan membran timpani. Tes penala yang dilakukan sehari-hari
adalah uji pendengaran Rinne, Weber, dan Schwabach.
1. Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
2. Tes weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
telinga kiri dengan tulang telinga kanan.
3. Tes schwabach adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran
tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya
normal.
Cara pemeriksaan tes garputala:
Tes Rinne dilakukan dengan menggetarkan garputala 512 Hz dengan jari
atau mengetukkannya pada siku atau lutut pemeriksa dan kaki garputala tersebut
diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan
telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut rinne (+), bila tidak
terdengar disebut rinne (-).
Tes Weber dilakukan dengan meletakkan kaku penala yang telah
digetarkan pada garis tengah wajah atau kepala, dahi, pangkal hidung, di tengah-
tengah gigi seri atau di dagu. Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada
salah satu telinga disebut lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat
dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut weber tidak
ada lateralisasi.
Tes Schwabach dilakukan dengan cara menggetarkan tangkai penala
kemudian diletakkan pada mastoid sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian
20
tangkai penala segera dipindahkan pada mastoid pemeriksa terlebih dahulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut schwabach
sama dengan pemeriksa.1
a. Solutio aqueos tersusun atas air yang dapat dengan baik memperbaiki
masalah sumbatan serumen dengan melunakkan serumen.
Komposisi solutio aqueos terdiri dari:
- 10% sodium bikarbonat B.P.C (sodium bicarbonate dan glycerine)
- 3% hidrogen peroksida
- 2% asam asetat
- Kombinasi 0,5% aluminium asetat dan 0,03% benzetonium chloride
b. Solusio organic berfungsi sebagai lubrikan, dan tidak berefek mengubah
integritas keratin skuamosa.
Komposisi dari solutio organic adalah:
21
- Carbamide peroxide (6,5%) dan glycerine.
- Various organic liquids (propylene glycerol, almond oil, mineral oil,
baby oil, olive oil)
- Cerumol (arachis oil, turpentine, dan dichlobenzene)
- Cerumenex (triethanolamine polypeptides, dan oleate-condensate)
- Docusate, sebagai active ingridient ditentukan pada laxatives
Tindakan serumenolitik dengan menggunakan bahan solusio organik dapat
menimbulkan reaksi sensitivitas seperti dermatitis kontak. Proses pembersihan
serumen yang tidak tuntas dapat menyebabkan timbulnya infeksi jamur, dan akan
timbul komplikasi seperti perforasi bila terdapat otoksisitas.
2. Irigasi (Syringing)
Irigasi merupakan cara yang halus untuk membersihkan liang telinga luar
yaitu dengan cara memasukkan air ke dalam liang telinga, tindakan ini hanya
boleh dilakukan bila membran timpani dalam keadaan utuh dan pernah diperiksa
sebelumnya. Perforasi membran timpani memungkinkan masuknya larutan yang
terkontaminasi ke telinga tengah dan dapat menyebabkan otitis media. Semprotan
air yang terlalu keras ke arah membran timpani yang atrofi dapat menyebabkan
perforasi.
Pada metode irigasi, larutan irigasi dialirkan di kanalis telinga yang sejajar
dengan lantai, kemudian mngambil serumen dan debris dengan larutan irigasi
menggunakan air hangat (37oC), larutan sodium bikarbonat atau cuka bisa
digunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Irigasi air dengan menggunakan
spuit logam khusus juga sering dilakukan. Akhir-akhir ini sebagian dokter lebih
memilih suatu alat irigasi yang biasa digunakan pada kedokteran gigi. Dengan
cara liang telinga diluruskan dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang
dengan pandangan langsung, arus air diarahkan sepanjang dinding superior liang
telinga luar sehingga arus yang kembali mendorong serumen dari belakang.
Dalam melakukan irigasi perlu berhati-hati agar tidak merusak membran
timpani.2,6
Namun, pada sejumlah kasus, sekalipun irigasi telah beberapa kali
dilakukan, pasien masih saja mengeluhkan telinga yang tersumbat dan pada
22
pemeriksaan masih terdapat sumbatan yang besar. Pada kasus demikian, kadang-
kadang perlu dilakukan tindakan penghisapan. Penghisapan untuk mengeluarkan
serumen yang basah dan untuk mengeringkan liang telinga.2
3. Kuretase
Metode kuretase ini paling sering dilakukan pada orang Asia Timur karena
sebagian besar orang Asia Timur memiliki kotoran telinga jenis kering. Alat-alat
yang membantu dalam membersihkan kanalis akustikus eksternus adalah jerat
kawat, kuret cincin yang tumpul, cunam Hartmann yang halus. Yang penting
pemeriksaan harus dilakukan dengan sentuhan lembut karena liang telinga sangat
sensitif terhadap alat-alat. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau
kuret, apabila dengan cara ini kotoran telinga sulit dikeluarkan, dapat diberikan
karbogliserim 10% terlebih dahulu selama 3 hari untuk melunakkannya.6,7
Selain itu, bisa juga dengan menggunakan aplikator logam berujung kapas.
Massa serumen yang keras harus lebih dahulu dilunakkan sebelum pengangkatan
untuk menghindari trauma. Zat yang dapat digunakan adalah gliserit peroksida
dan dipakai 2-3 hari sebelum dibersihkan. Obat pengencer serumen harus
digunakan hati-hati karena enzim atau bahan kimianya sering dapat mengiritasi
liang telinga dan menyebabkan otitis eksterna.
Pada penderita serumen obturans dianjurkan untuk memeriksakan keadaan
telinganya setiap 6 bulan sekali. Kotoran telinga yang berlebihan harus
dibersihkan dengan beberapa metode dan metode tersebut harus dilakukan oleh
ahlinya karena pembersihan kotoran telinga merupakan prosedur yang rumit.
Apabila prosedur pembersihan tidak benar maka akan mengakibatkan
konsekuensi serius.6
BAB III
ANALISIS KASUS
23
3.1 Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga :
Di dalam hubungan diagnosis dan aspek psikologis dikeluarga tidak ada
hubungannya dengan penyakit pasien, karena didalam keluarga pasien
hubungan pasien dengan keluarga baik.
3.3 Analisis kemungkinan faktor resiko atau etiologi penyakit pada pasien :
Dari anamnesa yang dilakukan terhadap berbagai faktor yang bisa
menyebabkan terjadinya kasus ini didapatkan kesimpulan kemungkinan faktor
yang menjadi pencetus terjadinya serumen prop adalah kebiasan jarang
membersihkan telinga.
3.5 Analisis untuk mengurangi paparan dengan faktor risiko atau etiologi :
- Pasien di edukasi dalam cara membersihkan telinga yang baik dan benar.
- Jaga kebersihan telinga, jangan memasukkan benda asing kedalam liang
telinga.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA., Iskandar N., Bashiruddin R., Restuti RD. Editor. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala dan leher. Edisi
keenam. Cetakan keempat. Jakarta: Balai Pustaka FKUI;2010.
2. George LA., Lawrence RB., Peter AH. Boies buku ajar penyakit THT
(boeis fundamentals of otolaringology). Edisi keenam. Jakarta: EGC;1997.
3. Guest MJ., et al. Impacted cerumen; compotition, production,
epidemiology and management. Diunduh dari URL:
http://qjmed.oxfordjournals.org/cgi/content/full/97/8/477
4. Beatrice FS., Bucolo RC. Earwax, clinical practice. Acta
Otorhinolaryngology Italica;2009.
5. Shah YR., et al. Pharmacie globale (international journal of
comprehensive pharmacy). Cerumen: a waste of human but guard of
auditory. 2011.
6. Dinces EA. Cerumen. Externa otitis. 2011 Mei.
7. Earwax: review and clinical update March 26, 2008. Diunduh dari URL:
http://en.wikipedia.org/wiki/Earwax
25
Lampiran
26