Anda di halaman 1dari 17

Analisis Komponen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Proses Industri/Proses Kerja

No Unit Kerja Bahan Baku Alat Kerja Cara Kerja Bahan


Berbahaya

1. Perendaman - Air bersih - Bak 1.mengambil bahan


kedelai perendama baku dari tempat
- Kedelai n penyimpanan ke
tempat pengolahan

2. Kedelai
dimasukkan ke
dalam bak isi air,
Perendaman
berfungsi untuk
memisahkan
dengan kedelai
yang mengambang
atau busuk,

3. di rendam 2-3
jam

4. Di bilas dengan
air bersih dan
mengalir

2. Penggilingan - Kedelai - Mesin 5. Menggiling


penggiling kedelai yang telah
an direndam dengan
mesin penggiling
- Wadah hingga menjadi
kedelai bubur halus.
halus

3. Perebusan - Bubur - Wadah 6. membakar kayu - Asap


kedelai Besar pembakara
7. memasukan n kayu
- pengaduk bubur kedelai ke
dari kayu dalam wadah bakar
perebusan
- Kayu - Debu
bakar 8. lakukan pembakara
perebusan hingga n kayu
bubur kedelai bakar
mendidih dan terus
di aduk - Uap
panas

4. Penyaringan - Bubur - wadah 9. Pekerja - Uap


( pemisahan kedelai besar mempersiapkan panas
ampas sari yang sudah untuk proses
kedelai dan di rebus - kain pemisahan:
proses penyaring melatakkan besi
penggumpala - air ampas an saring diatas wadah
n) endapan besar, kemudian
sari kedelai - besi
saring menggelar kain
dari saring diatas besi
produksi - serokan saring.
sebelumny
a - ember 10. Setelah kedelai
penampun halus mendidih,
g dipindahkan ke
wadah pemisahan
dengan
menggunakan
ember.

11. Setelah itu,


ditambahkan 3
ember air
kemudian diaduk

12. Dua pekerja


menggoyang-
goyangkan kain
saring hingga
didapatkan sari
kedelai

13. Untuk
memaksimalkan
pemisahan sari dan
ampas, kain saring
diikat kemudian
ditindih dengan
balok kayu dan
batu kemudian satu
pekerja menindih

14. Setelah
didapatkan sari
kedelai, dilakukan
pembersihan dari
sisa busa
pemerasan
menggunakan
serok

15. Sari kedelai


yang dihasilkan
dari perasan
tersebut diberi
asam cuka agar
menggumpal

5. Pencetakan - Gumpalan - Ember 16. Memindahkan


gumpalan protein gumpalan protein
kedelai kedelai - Kotak kedelai ke dalam
kayu/cetak cetakan
an menggunakan
- Kain cetak ember

- Penutup 17. Kemudian


kayu ditutup dengan
kain cetak
- Batu 18. Setelah itu
ditutup dengan
penutup kayu dan
ditindih dengan
batu untuk
meniriskan sisa air

6. Pemotongan - Tahu - Nampan 19. Mengeluarkan


kayu tahu dari cetakan
(modifikas
i) 20. Dipindahkan ke
nampan kayu
- Penggaris
kayu 21. Dipotong
menggunakan
- Pisau pisau dengan
penggaris kayu

7. Perebusan - Tahu yang -Panci 21. Menyalakan - Uap


tahu sudah kayu bakar panas
terpotong -Kayu bakar
22.Mendidihkan air - Debu
- Air bersih pembakara
23. Memasukkan n kayu
tahu yang telah
dipotong kedalam
air mendidih

24. Direbus
sebentar agar tidak
lembek
Problem K3

No Komponen (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Kebijakan Manajemen

Internal Eksternal

1 Proses -Persiapan - Penyediaan alat bantu untuk


Industri/Ke pengolahan bahan membawa bahan baku
rja baku mengharuskan - Menganggarkan penyediaan
pekerja mengankat APD, minimal sarung tangan
bahan baku yang dan sepatu boot
cukup berat secara - Pembersihan peralatan secara
manual dengan berkala
posisi yang tidak - Penggunaan ex haust fan
ergonomis, resiko - Penggunaan alat press sebagai
terjadi trauma pengganti batu
muskuloskeletal
-Adanya penggunaan
kayu bakar dalam
proses produksi
menimbulkan
banyak asap dan
debu
-Alat-alat produksi
yang digunakan
dibuat sendiri, tidak
ergonomis dan
kurang aman bagi
pekerja serta kurang
bersih
-Pekerja berpotensi
terkena benda panas
(bubur kedelai, air,
panci, waja, dll)
-Pekerja berpotensi
tertimpa benda berat
(batu)
-Pekerja tidak
menggunakan APD
Myalgia

Myalgia adalah nyeri otot yang merupakan gejala dari banyak penyakit dan
gangguan pada tubuh. Penyebab umum myalgia adalah penggunaan otot yang salah
atau otot yang terlalu tegang (Stefanie,2019)

Myalgia merupakan suatu bentuk respon tubuh terhadap berbagai


kemungkinan kondisi. Myalgia yang parah dan berlangsung selama lebih dari dua
minggu dapat mengindikasikan bahwa tubuh sedang menghadapi suatu keadaan yang
serius, terutama jika gejala myalgia tersebut tidak dapat dihubungkan secara pasti
dengan cedera atau penyakit yang baru dialami, juga jika disertai dengan gejala
lainnya (Sumardiyono,2017)

Prevalensi penyakit musculoskeletal di Indonesia berdasarkan yang pernah di


diagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu 11,9% dan berdasarkan di diagnosis atau
gejala yaitu 24,7%. Prevalensi penyakit muskuloskeletal terbanyak terdapat pada
pekerja informal seperti nelayan, petani,dan buruh yaitu 31,2%. Tiga bagian tubuh
yang paling sering menjadi keluhan musculoskeletal yaitu punggung (100%),
pinggang (95.2%) dan bokong (47,6). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
dari 15 responden, 8 orang (53,3%) mengalami nyeri pundak, 4 orang (26,7%)
mengalami nyeri leher-pundak, 2 orang (13,3%) mengalami nyeri bahu dan 1 orang
(6,7%) mengalami nyeri punggung-bahu (Aulia,2019).

Penatalaksanaan

Myalgia dapat mengakibatkan kekakuan pada otot jika tidak dilakukan


perawatan sesegera mungkin. Untuk nyeri otot karena kerja yang berlebihan atau
karena cedera, dapat diatasi dengan posisikan otot secara relaksasi, misalnya jika otot
lengan yang nyeri, jangan mengangkat tangan melawan gravitasi. Mengistirahatkan
otot yang sakit dan banyak minum air putih. Kompres dengan es 24 - 72 jam pertama
setelah cedera untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan. Oleskan cream atau gel
anti nyeri sambil sedikit-sedikit pijat bagian otot yang terasa nyeri. Latihan
peregangan secara perlahan setelah istirahat yang lama juga dapat membantu Berikan
obat-obat anti nyeri sistemik, misalnya acetamenofen/ paracetamol atau golongan
NSAID (misalnya ibuprofen, natrium diklofenak, piroksikam, aspirin, asam
mefenamat, dll) (Guzin,2017)

Pneunomia
Pneumonia adalah infeksi pada parenkima paru akut yang ditandai dengan
adanya infiltrat pada pemeriksaan radiografik paru. Gejala dan tanda yang dapat
ditemui pada pneumonia yaitu gejala mayor yang berupa demam >37.8o C,
hipotermia <36o C, batuk, produksi sputum; dan gejala minor yang berupa dispnea,
nyeri pleuritik, konsolidasi paru, serta jumlah leukosit >12x10/L atau <4,5x10/L
(Dahlan Z. 2009)

Sejumlah kausa seperti virus, bakteri, dan fungi yang dapat menyebabkan
pneumonia telah diidentifikasi. Kausa yang paling sering diisolasi dari pasien adalah
bakteri Streptococcus pneumoniae, terutama pada anak-anak. Kausa tersering kedua
adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), sedangkan kausa virus tersering adalah
respiratory synctitial virus (Joshua P.2019)

Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat,


mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia.
Untuk itu, diagnosis yang tepat, pemberian terapi antibiotika yang efektif, perawatan
yang baik, serta usaha preventif yang bermakna terhadap penyakit ini perlu dilakukan
agar berkurangnya morbiditas dan mortalitas pada pneumonia (Risky,2019)

Pneumonia dibedakan menjadi community-acquired pneumonia (CAP) dan


health care-associated pneumonia (HCAP), di mana HCAP memiliki dua subkategori
lagi yaitu hospital-acquired pneumonia (HAP) dan ventilator-associated pneumonia
(VAP). Pembagian ini menggambarkan pola penyebaran kuman penyebab pneumonia
yang terjadi di masyarakat, di tempat pelayanan kesehatan, dan secara khusus pada
pasien-pasien dengan ventilator (Wilson,2012)

Antibiotik IV sebagai terapi pada rawat inap di rumah sakit. Penentu utama
keparahan adalah tingkat hipoksia, seperti Po2 <60 mm Hg, saturasi oksigen <94% udara
ruangan, atau laju pernapasan> 30 / mnt; kebingungan atau disorientasi; uremia; dan
hipotensi (TD sistolik <90 mm Hg dan TD diastolik <60 mm Hg). Lain tanda-tanda
keparahan adalah demam tinggi, hipotermia, leukopenia (WBC <4.000 / mm3), denyut nadi
cepat (> 125 / mnt), hiponatremia, atau dehidrasi ditentukan oleh BUN yang ditinggikan.
Pasien dengan penyakit yang mendasarinya serius seperti seperti kanker, penyakit hati,
penyakit ginjal, atau penyakit paru-paru kronis sering lebih baik rumah sakit dengan obat-
obatan IV (Risky,2019)
Pengobatan dimulai dari terapi empiris terlebih dahulu, yaitu dengan azitromisin 500
mg PO satu dosis, kemudian 250 mg PO setiap hari selama 4 hari atau pelepasan
diperpanjang 2 g PO sebagai dosis tunggal atau Klaritromisin 500 mg PO bid atau pelepasan
diperpanjang 1000 mg PO q24 jam atau Doxycycline 100 mg PO bid (Xiao,2020)

Combustio

Luka bakar adalah cedera yang terjadi pada kulit atau jaringan organik lain yang
disebabkan karena panas atau radiasi, radioaktivitas, listrik, gesekan atau kontak
dengan bahan kimia (WHO, 2018).

Luka bakar termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat secara global, yang
mengakibatkan sekitar 180.000 kematian tiap tahunnya, sehingga bisa dikatakan,
prevalensi kejadian luka bakar di dunia masih tergolong tinggi. Data yang diambil
dari American Burn Association (ABA) pada tahun 2010-2015 terjadi peningkatan
kasus di Amerika Serikat yang awalnya 163.000 kasus menjadi 558.400 kasus dengan
70% pasien laki-laki dan rata-rata berusia 32 tahun, disusul dengan angka 18%
korbannya adalah anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun dan pasien lebih dari 60
tahun sebanyak 12% kasus (Linda Ayu Lestari,2020)

Luka bakar dapat dikatakan sebagai kondisi darurat yang mengancam


kehidupan karena luka bakar dapat menyebabkan kulit menjadi rusak, korban dapat
mengalami penguapan yang berlebih sehingga banyak kehilangan cairan, selain itu
pada luka bakar derajat 2, terbentuk bula dan cairan keluar dari keropeng luka bakar
pada derajat 3. Luka bakar sering terjadi bersamaan dengan inhalasi udara panas.
Ketika udara panas dan lebih parah lagi apabila terhirup uap panas karena dapat
membakar sampai saluran nafas bawah, ini terjadi karena uap panas bisa menyimpan
lebih banyak energy panas dan dapat menyebabkan kematian Sehingga, tindakan
pertolongan pertama bagi korban yang mengalami luka bakar sangatlah penting dan
segera untuk dilakukan sudah terhirup, faring dan saluran nafas atas umumnya juga
mengalami luka bakar (Yudhanarko,2019)

Luka bakar dapat dibagi menjadi 3 tingkat berdasarkan kedalaman dan


gambaran histologis, yaitu tingkat I (superfisial), tingkat II A (superfisial parsial) dan
tingkat II B (deep partial), dan tingkat III (deep). Klasifikasi luka bakar berdasarkan
jaringannya dibagi menjadi epidermal, superficial dermal, mid-dermal, deep dermal
atau full-thickness.( Radhityo Febrianto,2016)

- Epidermal : Merah, tidak berbula, capillary refil (+), sensasi (+).

- Superficial dermal : Merah muda pucat, bula kecil, capillary refil (+), nyeri.

- Mid dermal : Merah muda, terdapat bula, capillary refil melambat, sensasi (+/-).

- Deep dermal : Merah tua, bula (+/-), capillary refil (-), sensasi (-).

- Full thickness : Putih, bula (-), capillary refill (-), sensasi (-).

Rumus rule of nine dapat digunakan untuk mengestimasi luas area tubuh yang

terbakar terutama pada orang dewasa dan menghasilkan pesentasi total luas luka

bakar (%TBSA). “Rule of Nine” membagi luas permukaan tubuh menjadi multiple

9% area, kecuali perineum yang diestimasi menjadi 1%. Formula ini sangat berguna

karena dapat menghasilkan kalkulasi yang dapat diulang semua orang. (Ummu
Balqis,2019)
. Dalam sebuah penelitian didapatkan bahwa laki-laki yang terkena luka bakar
lebih banyak dibanding dengan perempuan (75,9% vs 24,1%). Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh lingkungan kerja laki-laki memiliki risiko terkena luka bakar lebih
besar dibanding dengan perempuan. Kelalaian di rumah ataupun di tempat kerja
dapat terjadi pada usia produktif yang pada usia tersebut fungsi dan peran sebagai
pekerja sehingga memungkinkan kejadian trauma luka bakar banyak terjadi pada saat
melakukan aktivitas dalam bekerja (Yudhanarko et al., 2019).
IV. INTERVENSI

• Langkah 1: Proses Kerja atau Proses Produksi

Proses produksi dimulai dari mengambil tumpukan kacang kedelai yang dalam
jumlah yang banyak, membuat tumpukan kacang berdebu. Debu yang di akibatkan
oleh penumpukan karung kedelai ini dapat terhirup dan mengganggu sistem
pernapasan. Selain itu, pada video tampak bahwa pencahayaan sangat minim pada
tempat bekerja, hal ini dapat berisiko kelelahan pada mata. Pada proses perendaman
dan pencucian, pekerja memindahkan beban berat serta kontak lama dengan air.
Sehingga dapat menyebabkan masalah pada kelelahan dan cedera punggung, serta
masalah pada kulit tangan. (Aulia T,2019)

Pada proses penggilingan terdapat mesin giling yang tidak tertutup, sehingga
adanya kemungkinan jari ikut masuk ke dalam mesin penggilingan. Proses
selanjutnya yaitu perebusan. Perebusan ini dengan suhu tinggi dan pekerja mengaduk
dengan alat pengaduk sederhana yang pendek dan tidak sesui dengan aturan, sehingga
besar kemungkinan tangan pekerja langsung kontak dengan air panas dan timbul luka
bakar. Selanjutnya pada proses penyaringan, atau pemisahan sari dari ampas, posisi
pekerja juga kurang ergonomis. Sehingga besar kemungkinan untuk trauma
muskuloskeletal yaitu LBP dan MSDs. Selain itu, pekerja juga sempat menginjak dari
atas dimana lantai sangat licin dan basah dan berpotensi terjatuh. Setelah disaring,
diberikan juga biang pada produksi sebelumnya. Biang merupakan bahan yang
bersifat asam karena sudah difermentasi sebelumnya. Sehingga dapat mengakibatkan
dermatitis kontak iritan pada pekerja. (Aulia T,2019)

Pada proses pencetakan, dapat terjadi kemungkinan tangan terkena panasnya


campuran kedelai tesebut. Kemudian pada proses pemotongan, pisau yang tajam dan
pencahayaan yang kurang dapat mengakibatkan tangan pekerja terluka. Berdasarkan
masalah proses produksi, berikut rekomendasi dari kami :
a.Menggunakan peralatan industri yang sesui, salah satunya dengan pengadaan
mesin press sehingga dapat mengurangi tenaga kerja penyaringan (tidak perlu
menginjak sehingga mengurangi risiko cedera) dan mengurangi hasil produksi yang
tebuang. Dan juga membuat posisi dari alat penggilingan agar lebih ergonomis

b.Memodifikasi alat untuk mengaduk sari kedelai (gayung) dengan gagang yang
lebih panjang atau membeli gayung yang susuai untuk proses perebusan tahu,
sehingga dapat mengurangi tangan terkena kedelai panas atau factor resiko dari luka
bakar

c.menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan karet,sepatu buts dan
masker

.,

Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja. Sedangkan Penyakit Berhubungan dengan Kerja adalah penyakit
yang berhubungan atau terkait dengan pekerjaan namun bukan akibat dari pekerjaan
tersebut. Faktor risiko PAK antara lain faktor fisik, kimiawi, biologis atau psikososial
di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang
pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti
kerentanan individual juga berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja
yang terpajan. Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam perusahaan tidak
terlepas dari adanya masalah yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3). (Salawati, 2015).

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan


masyarakat di Indonesia belum tercatat dengan baik. Jika dilihat angka kecelakaan
dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Penjelasan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan
antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya. Penyakit akibat kerja disebabkan oleh dua faktor, yaitu lingkungan kerja
dan hubungan kerja. Penyakit akibat kerja atau berhubungan dengan pekerjaan dapat
disebabkan oleh pemajanan di lingkungan kerja (Husaini,2017)

Menurut Heinrich, 88% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan/tindakan tidak


aman dari manusia (unsafe act), sedangkan sisanya disebabkan oleh hal-hal yang
tidak berkaitan dengan kesalahan manusia, yaitu 10% disebabkan kondisi yang tidak
aman (unsafe condition) dan 2% disebabkan takdir Tuhan. Heinrich menekankan
bahwa kecelakaan lebih banyak disebabkan oleh manusia, karena tindakan dan
kondisi yang tidak aman akan terjadi bila manusia berbuat suatu kekeliruan serta
faktor karakteristik yang dipengaruhi keturunan dan lingkungan manusia itu sendiri.
Selain itu hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran dari perusahaan tersebut
terhadap penerapan K3 yang baik sehingga mereka tidak berkenan menyampaikan
kerugian materi dan non materi yang dialami. Pada tahun 2012, diperkirakan kerugian
tidak langsung akibat kecelakaan kerja dari seluruh sektor formal di Indonesia lebih
dari 2 triliun rupiah (Agustina,2017)
Daftar pustaka

Agustina, Mulyono. HIRARC PADA BAGIAN MINI BUS PT MEKAR ARMADA


JAYA MAGELANG. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health,
Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 177–186

Liza Salawati. PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN PENCEGAHAN. JURNAL


KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 15 Nomor 2 Agustus 2015.

Husaini, Ratna Setyaningrum, Maman Saputra. Factor Related with Occupational


Disease on Welders. JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 1, Maret 2017.

Stefanie Glaubitz, Karsten Schmidt, Jana Zschüntzsch, Jens Schmidt.


Myalgia in myositis and myopathies. Best Practice & Research Clinical
Rheumatology. 2019

Sumardiyono, Novy Wahyunengsi Lowa, Abdullah Muchammad


Azzam, Khairunnisa Nurul Huda, Nadia Nurfauziah. KEJADIAN
MYALGIA PADA LANSIA PASIEN RAWAT JALAN. JRST: Jurnal
Riset Sains dan Teknologi, Vol.1 (2) 2017 - (59 – 63)

Aulia Tjahayuningtyas. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA
PEKERJA INFORMAL, PT. Brantas Abipraya. The Indonesian
Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 8, No. 1 Jan-Apr
2019: 1–10

Guzin Neda Hasanoglu Erbasar, Cansu Alpaslan. Influence of coping


strategies on oral healthrelated quality of life in patients with myalgia. : The
Journal of Craniomandibular & Sleep Practice, 2017
Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia

Joshua P. Metlay, Grant W. Waterer, Ann C. Long, Antonio Anzueto.


Diagnosis and Treatment of Adults with Community-acquired
Pneumonia. American Journal of Respiratory and Critical Care
Medicine Volume 200 Number 7 | October 1 2019.

Risky Irawan, Reviono, Harsini. Korelasi Kadar Copeptin dan Skor


PSI dengan Waktu Terapi Sulih Antibiotik Intravena ke Oral dan
Lama Rawat Pneumonia Komunitas. J Respir Indo Vol. 39 No. 1
Januari 2019

Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson


LM. 2012. Patofisiologi: konsep klinis prosses-proses penyakit E/6
Vol.2. Jakarta:EGC. Hal:796-815

Xiao-bao Teng,Ya Shen,Ming-feng Han,Gang Yang, Lei Zha Jing-


feng Shi. The value of high-flow nasal cannula oxygen therapy in
treating novel coronavirus pneumonia. Stichting European Society for
Clinical Investigation Journal Foundation,2020

Linda Ayu Lestari, Nurul Fatwati Fitriana. PENINGKATAN


PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PERTOLONGAN
PERTAMA LUKA BAKAR PADA KADER KESEHATAN
MELALUI PENDIDIKAN KESEHATAN DAN SIMULASI. Jurnal
Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 10 No 4, Hal
537–548, Oktober 2020.
Yudhanarko, Suwarman, Ricky Aditya. Evaluasi Kepatuhan
Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Manajemen Nyeri pada
Pasien Luka Bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. JAP,
Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019.

Radhityo Febrianto, Nur Farhanah, Erythrina Permata Sari.


HUBUNGAN LUKA BAKAR DERAJAT SEDANG DAN BERAT
MENURUT KATEGORI AMERICAN BURN ASSOCIATION DAN
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
SEPSIS DI RSUP DR. KARIADI. JURNAL KEDOKTERAN
DIPONEGORO Volume 5, Nomor 4, Oktober 2016.

Ummu Balqis, Mirna Safrani Fauzi, Zuhrawati, Nazaruddin, Razali


Daud, Abdullah Hamzah, Darniati. Healing Process Of Burns (Vulnus
combustion) Degrees IIB Using Mixed Leaf (Spondias dulcis F.) Fresh
And Dry With Vaselin In Rats (Rattus Norvegicus). Jurnal Medika
Veterinaria. Februari 2019, 13 (1):114-124.

WHO, Pneumonia. [Internet] 2020 [cited 2021 March 26] Available from :
https://www.who.int/health-topics/pneumonia#tab=tab_1

Anda mungkin juga menyukai