Pembimbing:
Disusun oleh:
202010401011084
FAKULTAS KEDOKTERAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Perang salib adalah serangkaian perang agama selama hampir dua abad
sebagai reaksi Kristen Eropa terhadap Islam di Asia. Perang ini terjadi karena kota-
kota dan tempat suci kaum Kristen diduduki Islam di seperti Suriah, Asia Kecil,
Spanyol dan Sicilia terutama kota suci Baitul Maqdis (Yerussalem). Nama perang
Salib dia,bil karena militer pasukan Salib menggunakan Salib dalam peperangannya.
Perang Salib I dimulai ketika Paus Urbanus II yang terpilih pada tahun 1108
M. Dan menjadi penguasa yang dipatuhi semua kaum Kristen, ia mengajak semua
pemimpin Kuntuk melakukan peperangan melawan kaum Muslimin untuk merebut
Baitul Maqdis.
Angkatan pertama Perang Salib I bergerak dari Perancis dan Jerman pada
awal tahun 1096 M. Angkatan ini terdiri dari masyarakat jelata dan dipimpin oleh
seorang pendeta bernama Peter. Namun pasukan yang pertama ini tidak
berpengalaman, setelah beberapa kali konflik dengan penduduk Bulgaria dan
Byzantium serta melakukan penjarahan selama di perjalanan, pasukan yang tidak
berpengalaman ini akhirnya dihancurkan oleh pasukan Kilij Arslan di Asia Kecil.
Angkatan pertama ini dikenal sebagai People’s Crusade atau Popular Crusade.
Dilaporkan
No Kegiatan Judul Sumber
tgl
1 Kajian Masa sebelum Buku: sirah nabawiyah 9 April 2021
Siroh perang salib Nabi Muhammad SAW
Nabawiyah dalam kajian ilmu social
humaniora 2014
Pada saat Baghdad dan Andalusia (Spanyol dahulu) menjadi pusat peradaban
dan ilmu pengetahuan, bangsa Eropa yang menjadi penduduk asli Andalusia memakai
bahasa Arab dan adat-istiadat Arab dalam kehidupan sehari-hari. Institusi pendidikan
Arab menjadi pilihan sekolah mereka. Di Sicilia, raja Normandia Roger I,
menjadikan istananya sebagai tempat pertemuan para filsuf, dokter-dokter, dan ahli
Islam lainnya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Sementara itu, gerejanya dihiasi dengan ukiran dan tulisan Arab. Wanita
Kristen Sicilia meniru wanita Islam dalam mode pakaian. Peradaban Islam
berpengaruh sampai ke luar wilayah Eropa, sehingga banyak penuntut ilmu dari
Perancis, Inggris, Jerman, dan Italia yang tertarik untuk datang belajar ke perguruan
tinggi yang ada di Andalusia dan Sicilia.
untuk membebaskan Yerusalem pada 1095. Seruan Paus itu mendapat sambutan
Ceramah Paus, menurut Edward Gibbon di dalam History of the Decline and
Fall of the Roman Empire, telah “menyentuh syaraf perasaan yang sangat halus” dari
masyarakat Eropa. Dengan dipimpin oleh beberapa pendeta dan bangsawan, mereka
Yerusalem (al-Quds).
Wilayah Asia Minor (kini Turki), Suriah, dan Palestina yang saat itu berada di
bawah kendali Muslim satu per satu jatuh ke tangan tentara salib. Tentara dan
Barat ketika itu—tetapi pada Perang Salib yang pertama ini mereka lebih sering gagal
daripada berhasil.
mengepungnya selama lima pekan pada 15 Juli Kota Yerusalem jatuh ke tangan
tentara salib. Orang-orang Frank sama sekali tidak punya rasa belas kasihan terhadap
“Sungguh, jika kalian berada di sana, kalian akan melihat kaki-kaki kami ber warna
(merah) hingga ke lutut disebab kan darah korban .... Tak satu pun dari mereka yang
dibiarkan hidup; tak satu pun perempuan dan anak-anak yang disisakan ....”
Sementara Ibn al-At hir menulis, ”Selama satu pekan orang-orang Frank terus
menyembelih kaum Muslimin.” Tujuh puluh ribu Muslim menjadi korban dalam
peristiwa itu.
Meskipun satu amal mulia, tapi tanpa kemuliaan pelakunya, kemuliaan jihad
akan sirna. Jumlah besar juga tidak banyak membantu tercapainya ke menangan.
Jihad baru berfungsi dengan baik serta mampu menampakkan ke agungannya saat
para pelakunya telah melakukan jihad ke atas dirinya sendiri (jihad al-nafs).
kebersihan jiwa dan ketulusan pada Tuhannya. Inilah yang kemudian terjadi di dunia
Islam dan memungkin kan mereka untuk melakukan perubahan besar pada masa-
masa berikutnya.
Adalah Imam Abu Hamid al-Ghazali (w. 1111), salah satu ulama yang
Al-Ghazali kemudian memilih jalan para sufi yang pada esensinya mengajak
pada jihad al-nafs. Ia tidak menyerukan jihad untuk berperang dengan musuh karena
tampaknya ia menyadari bahwa tanpa adanya kesuksesan dalam jihad al-nafs,
menjadi gerakan perbaikan (islah) yang mencapai puncaknya pada satu generasi
berikutnya, yaitu pada era Syekh Abdul Qadir al-Jilani (w. 1166).
dalam dirinya, perpecahan mazhab telah digantikan oleh ukhuwah Islamiyah, serta
berdiri banyak madrasah yang melahirkan generasi baru, generasi yang kemudian
Hal ini dijelaskan dengan sangat baik oleh Dr Majid Irsan al-Kilani di dalam
bukunya, Hakadza Dzahara Jilu Shalahuddin. Generasi baru yang dilahirkan gerakan
islah itu kemudian menjalankan fungsi jihad dengan baik dan efektif serta mampu
menampilkan wajah Islam yang rahmatan lil ’alamin. Semua itu bermula dari jihad
al-nafs.
Perang salib antara Kristen Barat dan Islam Timur pada 1096-1291 M
membawa kekalahan bagi golongan Kristen. Hal tersebut berlanjut dengan ekspansi
ke Eropa oleh Kesultanan Turki Utsmani yang berjaya membawa kesuksesan dengan
Yerussalem dan wilayah Balkan di bawah kekuasaan umat Islam (Kesultanan Turki
Utsmani).
Hal ini memberikan pengalaman pahit Kristen Eropa, sehingga raja-raja Eropa
bersumpah untuk mengusir kaum “kafir". Selain itu, kebencian mereka juga dilator
Isa (Yesus), dan penebusan dosa, padahal ketiga itu merupakan asas agama mereka.
menulis buku-buku dengan gambaran yang salah terhadap Islam atau yang
epilepsi, gila perempuan, penjahat, dan pendusta, sehingga agama yang dibawanya
bukanlah agama yang benar. Islam mewajibkan poligami, Islam disiarkan dengan
pedang, dan orang Islam diwajibkan membunuh orang Kristen sebanyak mungkin
usaha perpindahan agama. Ustad Mahmud al-Aqgad, dalam bukunya Haqaiq al-Islam
upaya yang mereka lancarkan tersebut menjadikan orientalisme identik atau sejalan
dengan kristenisasi
Orientalisme dan kristenisasi serta upaya pembaratan dan senjata perang
kebudayaan adalah fenomena yang paling mencolok pada periode ini. Keduanya,
mereka. Imperialisme dan kolonialisme adalah senjata yang paling ampuh dalam
menopang kedua misi tersebut. Banyak generasi Muslim yang terbawa arus pada
Sejarah masa lalu dari Perang Salib sebagai bentuk permusuhan antara Kristen
dan Islam mulai mereda setelah memasuki masa pencerahan di Eropa, dan diwarnai
oleh keinginan mencari kebenaran. Dengan demikian, yang diutamakan dalam fase
ini adalah kekuatan rasio. Sebuah tulisan yang dihasilkan kala itu bersifat obyektif,
bukan mengada-ngada." Dalam konteks ini, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa
seluruh orientalis adalah "budak-budak” kaum kolonialis. Tetapi tak dinafikan banyak
juga orientalis yang memiliki niat murni untuk mempelajari Islam dan ketimuran,
penulispenulis Timur seperti Tibawi, Anwar Abdul Malik, Abdallah Laroui dan
Edward Said, atau dari Barat sendiri seperti Foucault, Recour, dan Bordeau, tidak lagi
menjadi karier yang patut dibanggakan, bahkan sebaliknya, para pengkaji ketimuran
dari Barat akan merasa risih untuk menyebut dirinya sebagai orientalis, karena istilah
tersebut sangat pejoratif. Mereka lebih nyaman dipanggil islamolog, epylog, dan
sejenisnya.
terhadap dunia Timur secara mendalam. Dalam tradisi ilmiah yang baru ini, bahasa
Di antara para orientalis pada masa tersebut adalah Sir Hamilton A.R. Gibb,
Louis Massignon, W.C. Smith, dan Frithjof Schuon. Walaupun demikian, tidak
semua pendapat yang dikemukakan para orientalis modern tentang Islam dapat
diterima oleh rasa keagamaan umat Islam, meskipun secara rasional pendapat tersebut
mungkin benar secara akademik. Namun, beberapa di antara mereka tidak luput dari
kongreskongres secara teratur yang dimulai di Paris (1873 M) dan kota-kota lain di
sebagai suatu ilmu. Namun akhirnya, orientalisme tetap saja membawa aroma
kalangan kaum Muslim terhadap ajaran Islam. Beberapa serangan mereka terhadap
Islam antara lain menghujat Al-Quran dan Nabi Muhammad, modernisasi syariat
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Maryam Jamilah bahwa orientalisme
bukan kajian obyektif dan tidak memihak Islam maupun kebudayaannya. Langkah
yang baik dan orisinal, melainkan hanya rencana jahat yang terorganisasi untuk
menghasut para pemuda kita agar memberontak terhadap agama mereka dan
yang tidak berguna. Sasaran yang hendak dicapai oleh orientalisme adalah
belum matang dan mudah ditipu dengan cara menanamkan keraguan, sinisme, dan
skeptisisme.