Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH PERANG SALIB

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah SPUI

Dosen Pengajar :
BPK Iqbal Anggia Yusuf M.Pd

Penyusun : AA Alvin nuralim


:M Faiz Hidayat

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM TASIKMALAYA 2023


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sejarah Peradaban Islam memiliki banyak cerita di dalamnya. Cerita tentang


penyebaran, kebudayaan dan tokoh-tokoh yang berpengaruh. Dalam salah satu bab
menceritakan tentang Perang Salib. Sebagai gambaran, Perang Salib yang familiar bagi kita
adalah suatu perang keagamaan yang sangat terkenal. Jika kita pernah menonton film
Kingdom of Heaven, mungkin kita memiliki sedikit gambaran tentang Perang Salib ini.
Disebut Perang Salib karena para tentara atau pejuang Kristen ini menggunakan simbol salib
ditameng, baju, topi dan segala atribut berperangnya. Perang Salib ini terbagi atas beberapa
periode. Didalamnya, terdapat banyak tokoh-tokoh yang menarik cerita saat pemimpin perang
ini yang dapat menambah wawasan kita.

B. Rumusan Masalah

Setelah dipaparkan sedikit dalam latar belakang di atas, didapatlah rumusan masalah
yaitu:

1. Apa itu Perang Salib?

2. Apa yang menjadi latar belakang yang memicu terjadinya Perang Salib antara kaum
Muslim dan Kristen?

3. Bagaimana proses Perang Salib?

4. Bagaimana Akibat dan Dampak Perang Salib?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perang Salib

Perang Salib (The Crusades) adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi
umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan
tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan
kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut
bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.

Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-
16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani
untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional
atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai
dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16
dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama
masa Renaissance.

Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut
kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar
ilmu pengetahuan.1

B. Penyebab Terjadinya Perang Salib

Terjadinya Perang Salib antara kedua belah pihak, Islam dengan Kristen disebabkan
oleh faktor-faktor utama yaitu agama, politik dan sosial ekonomi.

1. Faktor Agama

Pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan
penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Penerusnya
memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan
memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak
laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah
Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan
peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu. Mereka merasa
mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatic. Umat Kristen merasa
perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat berbeda dengan para penguasa Islam lainnya
yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.

Sebelumnya, Paus Urbanus II memerintahkan untuk ekspedisi besar-besaran atas


permintaan Alexius I yang ingin merebut kembali Asia Kecil (Anatolia) yang direbut Turki
Utsmani. Semangat ini semakin besar tatkala Paus menerima berita bahwa Khalifah Abdul
Hakim-yang menguasai Palestina saat itu-menaikkan pajak ziarah ke Palestina bagi orang-
orang Kristen Eropa. “Ini perampokan! Oleh karena itu, tanah suci Palestina harus direbut
kembali,” kata Paus. Disanalah kaum Kristen merasa semakin sulit berziarah dan ingin
merebut kembali daerah Palestina.

2. Faktor Politik

Kekalahan Bizantium (sejak tahun 330 M disebut Constantinopel atau sekarang Istanbul
Turki) tahun 1071 M di Manzikart (Malazkird atau Malasyird, Armenia) dan Asia kecil jatuh
ke bawah kekuasaan Seljuk, mendorong Kaisar Alexius I Comnenus (Kaisar Constantinopel)
meminta bantuan seperti yang sudah dipaparkan di atas kepada Paus Urbanus II untuk
mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Seljuk. Sementara itu,
kondisi kekuasaan Islam sedang melemah sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani
untuk ikut dalam Perang Salib. Dinasti Fathimiyah dalam keadaan lumpuh dan kekuasaan
Islam di Andalusia semakin goyah dengan dikuasainya Toledo dan Sicilia oleh Kristen
Spanyol.

3. Faktor Sosial Ekonomi

Pedagang-pedangan besar di pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota
Venezia, Genoa dan Pisa berambisi untuk menguasai kota-kota dagang di sepanjang pantai
timur dan selatan Laut Tengah sehingga rela menanggung sebagian dana Perang Salib.
Apabila pihak Kristen Eropa menang, mereka menjadikan kawasan itu sebagai pusat
perdagangan mereka. Stratifikasi sosial masyarakat Eropa terdiri dari tiga kelompok yaitu
kaum gereja, kaum bangsawan dan ksatria dan rakyat jelata. Ketika rakyat jelata dimobilisasi
oleh pihak gereja untuk ikut Perang Salib dijanjikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih
baik bila menang perang, mereka menyambut secara spontan dan berduyun-duyun terlibat
dalam perang itu.

Saat itu, di Eropa berlaku hukum waris bahwa anak tertua yang berhak menerima harta
warisam, apabila anak tertua meninggal maka harta warisan harus diserahkan kepada gereja.
Oleh karena itu, populasi orang miskin meningkat sehingga anak-anak yang miskin beramai-
ramai mengikuti seruan mobilisasi umum Perang Salib dengan harapan mendapatkan
perbaikan ekonomi.

Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi


kaum Kristen Iberia untuk memerangi kaum Muslim. Paus memberikan baik restu kepausan
standar maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang sedang terancam oleh
ekspansi kaum MuslimSeljuk, menjadi perhatian semua orang di Eropa. Hal ini terjadi pada
tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun
1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada Paus Urbanus II.

Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah
salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja”. Hal
ini sebagian adalah karena adanya Kontroversi Pentahbisan, yang berlangsung mulai tahun
1075 dan masih berlangsung selama Perang Salib Pertama. Karena kedua belah pihak yang
terlibat dalam Kontroversi Pentahbisan berusaha untuk menarik pendapat publik, maka
masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis.
Hasilnya adalah kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah
keagamaan. Hal ini kemudian diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang untuk
Keadilan untuk mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem (dimana
kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut ajaran Kristen)
dan Antiokhia (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan
Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang yang
merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka.
Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti
dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem
kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi,
kontroversi yang terjadi adalah apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada
saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur untuk
Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlaku. Teori ini mendekati kepada apa yang diucapkan
oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para tentara salib berhasil
merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan
“penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem,
orang tersebut akan dibebaskan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh karena itu,
orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib.
Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama
dan kebangkitan keagamaan pada abad ke-12.

C. Proses Perang Salib

Terdapat empat periodisasi Perang Salib, yakni Perang Salib I, perang Salib II, Perang
Salib III dan Perang Salib IV.

1. Perang Salib I

Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar
bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian
ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini
memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil
menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka
mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat
menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik
menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli
1099 M dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan
Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai
kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka
mendirikan County Tripoli, rajanya adalah Raymond.

Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak,
berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146
M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil
merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat
direbut kembali.

2. Perang Salib II
Kejatuhan County Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang
Salib kedua. Paus Eugenius IIImenyampaikan perang suci yang disambut positif oleh
raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk
merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh
Nuruddin Zengi. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri
melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang
kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti
Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah berhasil mencegah pasukan salib untuk menguasai
Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada
tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin
berhasil mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem melalui
taktik penguasaan daerah. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang
berlangsung selama 88 tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota
besar Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari
Montferrat berhasil sukses dari pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali.
Shalahuddin kemudian mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.

3. Perang Salib III

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib.
Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick
Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, danPhilip
Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189
M dengan dua jalur berbeda. Pasukan Richard dan Philip melalui jalur laut dan pasukan
Barbarossa - saat itu merupakan yang terbanyak di Eropa - melalui jalur darat, melewati
Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia karena tenggelam di sungai,
sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip
sempat menguasaiSiprus dan mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mendapat tantangan
berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu
kota kerajaan Latin. Philip kemudian balik ke Perancis untuk "menyelesaikan" masalah
kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard
tidak mampu memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan
Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara Tentara Salib
dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan
bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu.
4. Perang Salib IV

Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang Salib
periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II, mereka
berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan
dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka berhasil
menduduki Dimyath, raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil,
membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan
Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan
kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria.
Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun
1247 M, pada masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.

Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti
Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang olehBaibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291
M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat,
di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.

Tambahan yang dikutip dari buku Sejarah Peradaban Islam oleh Ratu Suntiah, M.Ag
dan Maslani M.Ag, pada periode ketiga Perang Salib atau menurut Wikipedia Perang Salib
IV, telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan wanita yang terkenal gagah berani yaitu
Syajar ad-Durr. Ia berhasil menghancurkan pasukan raja Louis IX dari Perancis dan sekaligus
menangkap raja tersebut. Pahlawan wanita inipun telah mampu menunjukkan sikap kebesaran
Islam dengan membebaskan dan mengizinkan raja Louis IX kembali ke negerinya. Setelah
Mesir dikuasai Dinasti Mamalik, pimpinan perang dipegang oleh Baybars yang berhasil
merebut kembali seluruh benteng yang dikuasai tentara Salib. Pada tahun 1286 M, kota Yaffa
dapat ditaklukkan, tahun 1289 M menaklukan kota Tripoli (Libanon) dan kota Akka dikuasai
pada tahun 1291 M. Sejak saat itu tentara Salib habis di seluruh benua Timur.2

Sedangkan Christopher Tyerman membagi Perang Salib ke dalam 9 periode.


Pertama, sejak tahun 1905 M sampai 1099 M. Sepanjang periode ini berhasil
membangun 4 kerajaan, yakni Kerajaan Jerusalem, Kerajaan Antiokhia, Kerajaan Edessa dan
Kerajaan Tripoli.
Kedua, sejak tahun 1147 M sampai 1149 M. Pada periode ini, kemenangan ada di pihak
umat muslim.
Ketiga, sejak tahun 1187 M sampai 1192 M. Selama periode ini, Shalahuddin menjadi
tokoh yang tidak hanya dihormati oleh umat Islam, tetapi juga umat Kristen, karena terkenal
kebijaksanaannya.
Keempat, sejak tahun 1202 M hingga 1204 M. Pada periode ini Paus Innocent III
bermaksud mengusir Ayyubiyah Mesir.
Kelima, sejak tahun 1217 M sampai 1221 M. Sejak tahun 1221 M, pihak muslim dan
Kristen menyetujui perjanjian damai selama 8 tahun. Tentara Salib melanggar janji. Akhirnya,
mereka melakukan perlawanan kembali.
Keenam, sejak tahun 1228 M sampai 1229 M. Kristen menguasai sebagian besar
Jerusalem, sedangkan orang muslim diberi kekuasaan terhadap Masjid Al-Aqsha.
Ketujuh, sejak tahun 1248 M sampai 1254 M. Pada tahun 1243 M, kaum Templar
Kristen melanggar perjanjian perdamaian dan berkonflik dengan Mesir. Tetapi, mereka
menelan kekalahan, dan tentara muslim pun tetap tak terkalahan.
Kedelapan, sejak tahun 1270 M hingga 1271 M. Tentara Salib kali ini hendak
menaklukan Tunisia. Tetapi, hanya 2 bulan berselang, Lois IX meninggal dunia.
Kesembilan, sejak tahun 1271 M sampai 1272 M. Dengan jatuhnya Antiokhia (pada
tahun 1268 M), orang-orang Kristen dibantai oleh tentara Muslim sehingga pemerintahan
Kristen di Levant habis kisahnya. Pada tahun 1400-an, Turki Utsmani yang di pimpin oleh
Mehmed II tidak hanya menjajah sejumlah kerajaan di Eropa, Asia, dan Afrika, tetapi juga
berhasil membersihkan sisa-sisa tentara salib di Timur Tengah.3

D. Akibat dan Dampak Perang Salib


Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri
yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai
pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen
Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan
kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta.
Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen
berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi
seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi,
massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.

Pada abad ke-13, Perang Salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi
di masyarakat. Sesudah kota Akka jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah
penghancuran bangsa Ositania (Perancis Selatan) yang berpaham Katarisme pada Perang
Salib Albigensian, ide Perang Salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh
pembenaran lembaga Kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik
Eropa.

Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah orde Ksatria Hospitaller. Sesudah
kejatuhan Akka yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang
ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon
Bonaparte pada tahun 1798.

Pihak Islam pada akhirnya dapat memenangkan Perang Salib yang sangat melelahkan,
berlangsung tahun 1096-1291 M. Walaupun menang, umat Islam sebenarnya mengalami
kerugian yang luar biasa karena peperangan itu terjadi di kawasan dunia Islam (Turki,
Palestina dan Mesir). Sebaliknya bagi pihak Kristen, mereka menderita kekalahan dalam
Perang Salib, namun mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat
berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju. Kebudayaan dan
peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya Renaissans (kembali
bangkitnya peradaban di Eropa) di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat terutama
dalam bidang militer, seni, penidustrian, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan dan
kepribadian.

Perang Salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana
persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat
dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai
pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan
Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur
Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian
yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.
Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang perang salib, menurut
ahli sejarah Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung
menarik diri. Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari berbagai arah, dunia Islam berpaling
ke dirinya sendiri. Ia menjadi sangat sensitive dan defensive……sikap yang tumbuh menjadi
semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu proses dimana dunia Islam merasa
dikucilkan, terus berlanjut.”

Dalam bidang militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan teknin berperang yang
belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan
peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik
melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer dan penggunaan alat-alat rebana
dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medang perang.

Dalam bidang perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus peralatan
tenun di dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain seperti mosselin, satin
dan damast dari Timur ke Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan
dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.
Dalam bidang pertanian, mereka menemukan system pertanian yang sama sekali baru di
dunia Barat dari dunia Timur-Islam seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-
tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam. Di samping itu, mereka menemukan gula
yang dianggap cukup penting.

Dalam bidang perdagangan, Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan


balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang
sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami
peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini
bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih
karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur.
Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak negara-kota
di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan
dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah
bekas Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak


mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk
berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca
yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak
lagi.

Sebagai akibat hubungan perniagaan dengan Timur menyebabkan mereka menggunakan


mata uang sebagai alat tukar barang, sebelumnya mereka menggunakan system barter. Kontak
perdagangan antara Timur dan Barat semakin pesat, dimana Mesir dan Syria sangat besar
artinya sebagai lintas perdagangan. Kekayaan kerajaan dan rakyat kian melimpah hingga
membuka jalan perdagangan sampai ke Tanjung Harapan dan lama kelamaan perdagangan
dan kemajuan Timur berpindah ke Barat (Eropa).

Ilmu astronomi yang dikembangkan Islam sejak abad ke-9 telah mempengaruhi lahirnya
berbagai observatorium di dunia Barat. Mereka juga meniru rumah sakit dan tempat
pemandian. Berita perjalanan Marcopolo dalam mencari benua Amerika di abad ke-13
sebagai langkah awal perjalanan Colombus ke Amerika tahun 1492 M. sikap dan kepribadian
umat Islam di Timur telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di
Eropa yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian.

Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara Salib. Di Pegunungan


Kaukasus di Georgia, di dataran tinggiKhevsureti yang terpencil, ada sebuah suku yang
disebut Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok
tentara salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan
sebagian budaya perang salib yang masih utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju
perang, persenjataan dan baju rantai masih digunakan dan terus diturunkan dalam komunitas
tersebut. Ahli ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 –
1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini
adalah keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari kebiasaan, bahasa, kesenian
dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat
kebiasaan suku ini pada tahun 1935.4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang
dimulai oleh kaum Kristiani pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas nama
Agama Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari
kekuasaan kaum Muslim, awalnya diluncurkan sebagai jawaban atas permintaan dari
Kekaisaran Bizantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur untuk melawan ekspansi dari
Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia. Perang Salib ini juga dipengaruhi faktor
agama, politik dan ekonomi. Beberapa tokoh yang terkenal dalam Perang Salib ini adalah Abu
Ali Mansur Tariqul Hakim, Kilij Arsalan, Imaduddin Zanky, Nuruddin Mahmud, Asaduddin
Shirkuh, Hasan Al-Sabbah, Shalahuddin al-Ayyubi, Al-Malik al-Adil Syaifudin, Al-Malik al-
Kamil Muhammad, Al-Malik al-Zhahir Baybar, Paus Urbanus II, Petrus Hermit, Bohemond I,
Alexius I Comnenus, Robert II of Flander, Godfrey de Bouillon, Guy de Lusignan, Baldwin
IV, Richard the Lion Heart, Frederick II, Paus Innocent III, Edward I, Vlad Dracula.

B. Saran
Para pembaca yang budiman, di penghujung tulisan ini kami berharap semoga kita
semua mampu mengartikan dan memahami cerita tentang Perang Salib ini. Semoga tidak
membuat kita saling membenci, akan tetapi terus menjaga kerukunan sesama umat manusia.
Semoga pembaca yang budiman tidak puas akan hasil makalah ini dan dapat
menindaklanjutinya.
DAFTAR PUSTAKA

Suntiah, Ratu dan Maslani. 2014. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Interes Media.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Salib
http://www.beritaunik.net/misteri-dunia/kisah-keganasan-dracula-di-perang-salib.html
http://www.islampos.com/perang-salib-bagaimana-permulaan-akhirnya-42239/

Anda mungkin juga menyukai