Anda di halaman 1dari 9

1.

Timbulnya Perang Salib


Perang Salib (Holy War) dalam sebagian literatur mengungkapkan masa terjadinya
antara tahun 1096 sampai 1291. Perang Salib berlangsung hampir mencapai dua abad
lamanya. Dari waktu yang demikian panjang itu, bisa dibayangkan, betapa banyak korban
berjatuhan dari kedua belah pihak.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa perang salib terjadi karena adanya seruan dari Paus
Urbanus II pada tahun 1096 untuk merebut Yerussalem dari kekuasaab islam. Deklarasi
Paus Urbanus dilatarbelakangi oleh permintaan raja Bizantium Alexios I Komnenos untuk
melindungi Bizantium dari serangan Turki Seljuk. Paus Urbanus pada saat itu menjadi
pemimpin tertinggi Katholik, mempunyai ide tak hanya mengalahkan Turki Seljuk namun
juga untuk merebut Yerussalem yang dikuasai islam dalam waktu yang sangat lama.
Semenjak Yerusssalem ditaklukan oleh Umar, tidak ada usaha yang nyata dari Kisten Eropa
untuk merebut Yerussalem. Usaha Bizantium tidak mendapatkan dukungan dari kerajaan-
kerajaan Kristen Eropa yang mayoritas meganut agama Katolik. Di Eropa, Katolik lah yang
dianggap Kristen yang benar, sedangkan di Timur lebih berkembang Kristen Ortodoks.
Boleh dikatakan bahwa Paus adalah rajanya para raja di Eropa. Hampir seluruh raja di Eropa
menganut Katolik dan kewajibannya untuk tunduk terhadap peintah Paus, terutama perintah
yang masih berkaitan dengan kekristenan. Momen ekspansi turki Seljuk di Anatolia adalah
peristiwa yang tepat bagi Paus Urbanus II untuk menyatukan Katolik dan Kristen Ortodoks
di Timur. Paus Urbanus juga ingin menyatukan Roma dengan Konstatinopel karena
hubungan keduanya merenggang setelah Romawi dibagi menjadi dua.
Perang Salib merupakan sebuah perang yang diserukan oleh Paus di Roma. Paus yang
merupakan pemimpin tertinggi Kristen Katolik sehingga keputusan yang diambil Paus harus
dipatuhi oleh umat Katolik bahkan seorang raja tetap mempunyai kedudukan yang lebih
rendah daripada seorang Paus itu sendiri.
2. Sebab-Sebab Perang Salib

Untuk menjalankan peperangan demi membela kepercayaan agama merupakan idealisme


keagamaan yang tersusun menjadi satu, meskipun demikian berbagai kecenderungan juga
mendapat tempat yang layak dalam tujuan Perang Salib untuk menguasai kembali tempat
suci Yerussalem dengan cara-cara militer. Karena itu untuk merumuskan sebab-sebab
terjadinya Perang Salib, maka perlu menganalisis kondisi pihak Eropa sebelum perang mulai
pecah, atau minimal dianalisa walaupun sekilas sikap dan tindakan pihak Eropa di abad-abad
pertengahan.
Berangkat dari premis tersebut di atas, maka dapat dinyatakan bahwa sebab-sebab terjadinya
Perang Salib adalah sebagai berikut:
a) Faktor Agama
Hilangnya kemerdekaan umat Kristiani untuk beribadah ke Yerussalem. Kondisi ini
merupakan kebijakan yang dijalankan pemerintahan Bani Saljuk yang menguasai
Yerussalem pada tahun 1076 M.
Padahal boleh dikatakan bahwa umat Kristiani sangat fanatik dan beranggapan bahwa
berziarah ke Makam Nabi Isa di Yerussalem merupakan amalan yang paling baik dan
besar pahalanya. Bani Saljuk telah menjalankan kebijakan-kebijakan yang mempersulit
dan bahkan menganiaya umat Kristiani yang akan berziarah ke Yerussalem. Kebijakan-
kebijakan yang merugikan umat Kristiani ini terdengar sampai di Eropa, rakyat Eropa
menjadi gempar, gusar dan bersedih hati dan justru dari peristiwa ini menumbuhkan
semangat keagamaan dan loyalitas terhadap sesama umat Kristiani untuk memberikan
perlindungan dan pembelaan.
Mereka bergerak bersama untuk menuntut balas atas perampasan kemerdekaan dalam
menjalankan ajaran agama mereka. Visi mereka satu yaitu merebut Baitul Maqdis dari
genggaman kaum Muslimin (Bani Saljuk) dengan keyakinan bila berziarah ke tanah suci
mendapat pahala yang besar, sudah barang tentu melepaskan dan memerdekakan
Yerussalem darikekuasaan Kaum Muslimin jauh lebih besar pahalanya.
b) Faktor Politik
Posisi-posisi kunci di sekitar Asia kecil telah di kuasai Bani Saljuk dan bahkan dijadikan
sebagai basis kekuatan dan pertahanan. Kondisi ini memposisikan kota Konstantinopel
terancam akan jatuh ke tangan umat Islam (Bani Saljuk).
Untuk menghindari jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, Kaisar Alexius
penguasa Byzantium (Konstantinopel) tidak memiliki pilihan lain kecuali meminta
dukungan dan bantuan politik Keuskupan Agung di Roma.
Pihak Keuskupan Agung sendiri menyambut baik kerja sama ini, karena mereka juga
berkewajiban membela kepentingan agama, disamping itu sesungguhnya kepentingan
politik bagi Keuskupan juga sangat menggiurkan. Karena itu mulailah pihak Keuskupan
mengatur rencana kerja perebutan kembali Baitul Maqdis. Tetapi anehnya agenda mereka
di awali dengan propaganda perang suci ke dunia Islam oleh Paus Urbanus II. Bila di
analisis, Perang suci (Perang demi membela agama) yang didengungdengungkan Paus
Urbanus II ini, tidak lebih dari merealisasikan ambisi politiknya untuk menguasai
sebagian daerah yang dikuasai Islam. Karena sesungguhnya kunci dari persoalan ini
adalah Bani Saljuk menguasai Baitul.
Maqdis dengan menerapkan kebijakan yang menyulitkan umat Kristiani untuk beribadah
ke sana. Dengan demikian, sejatinya tema propaganda atau kampanye perang suci Paus
adalah “pembebasan Baitul Maqdis” bukan perang suci ke dunia Islam. Berdasarkan
analisis di atas, maka disimpulkan bahwa pihak Keuskupan sesungguhnya memiliki
ambisi politik untuk menaklukan dunia di bawah kekuasaan gereja, demikian pula dengan
bangsawanbangsawan Eropa tentu memiliki ambisi politik yang tidak kalah besarnya
untuk membentuk kerajaan-kerajaan di daerah-daerah yang dikuasai oleh umat islam.
c). Faktor Ekonomi
Adanya keinginan bangsa Barat menguasai tata niaga di kawasan Laut Tengah sekaligus
menjadikan kawasan tersebut sebagai sentral perdagangan Barat di Timur. Kawasan ini
memang sangat strategis, sebagai pintu pengembangan perdagangan ke arah timur
melalui Laut Merah. Faktor ekonomi pula yang memotivasi masyarakat Eropa kelas
rendahan, karena mereka seringkali mendapat tekanan, dibebani berbagai pajak serta
sejumlah kewajiban lainnya dari kerajaan dan gereja.
Sehingga ketika mereka dimobilisasi oleh pihak gereja untuk turut mengambil bagian
dalam Perang Salib dengan janji akan mendapat kebebasan dan kesejahteraan yang lebih
baik bila dapat memenangkan peperangan, Di samping itu mereka berharap akan
mendapat keuntungan ekonomi di daerah-daerah yang ditaklukan dari tangan Islam.
Motivasi-motivasi tersebut di atas, menyebabkan masyarakat kelas rendahan di Eropa
menyambut seruan Perang Salib secara spontan dengan berduyung-duyung melibatkan
diri dalam perang. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, tampak bahwa ada beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya Perang Salib dan faktor-faktor tersebut terealisasi
dengan baik karena didukung oleh beberapa hal sebagai berikut:
1). Lemahnya Persatuan Umat Islam Sebelum genderang Perang Salib berbunyi,
dunia Islam tampak dalam kondisi lemah. Bani Saljuk (Daulah Salajikah)
kehilangan kekuatan sepeninggal Malik Syah (1092 M). Perebutan daerah Syiria
antara Bani Saljuk dan Bani Fatimiyah tidak dapat dielakkan yang menyebabkan
terjadinya permusuhan berkepanjangan antara dua kerajaan Islam ini. Akibatnya
dinasti-dinasti Islam khususnya dua dinasti tersebut dalam keadaan lemah karena
sudah terkuras kekuatan militer maupun finansialnya dalam perang saudara.
Kondisi lemah umat Islam ini merupakan peluang emas bagi dunia Eropa untuk
melancarkan serangannya.
2) Berdirinya Kerajaan-Kerajaan Eropa Baru Bermunculannya kerajaan-kerajaan
Eropa yang baru seperti Kerajaan Venesia, Genua dan berkuasanya bangsa
Normandia di selatan Italia dan di Kepulauan Sicilia yang semuanya itu merupakan
peluang emas bagi dunia Eropa melancarkan serangannya (Harun, 1987:5). 3.
Dampak Perang Salib Bagi Dunia Islam dan Eropa Perang Salib yang berlangsung
selama hampir dua abad (1095-1291), membawa dampak yang sangat berarti
terutama bagi Eropa yang beradaptasi dengan peradaban Islam yang jauh lebih maju
dari berbagai sisi. Perang Salib menghasilkan hubungan antara dua dunia yang
sangat berlainan. Masyarakat Eropa yang lamban dan enggan terhadap perdagangan
dan pendapatnya yang naïf terhadap dunia usaha. Masyarakat Eropa terkesan
ortodok dan tradisional. Di sisi lain terdapat masyarakat Bizantium yang
gemerlapan dengan vitalitas perkotaan, kebebasan berekonomi secara luas dengan
tidak ada pencelaan dari ideologi tertentu dan dengan perdagangan yang maju.
Prajurit Perang Salib datang dari benteng-benteng yang sangat gersang dan mengira
bahwa mereka akan berhadapan dengan Bangsa yang biadab dan Barbar yang lebih
dari mereka, ternyata terperangah ketika sudah berhadapan langsung dengan dunia
Timur yang lebih beradab, maju dengan peredaran uang yang cukup banyak sebagai
pondasi perekonomian. Mereka sangat tertarik dengan peradaban serta budaya
Islam yang jauh lebih maju. Bahasa Arab mulai mereka gunakan sebagai bahasa
pergaulan sehari-hari. Tidak sedikit pula diantara mereka yag memeluk agama
Islam dan kawin dengan penduduk asli. Hal inilah yang terjadi pada Richard The
Lion Heart.
3. Periodesasi Perang Salib
Tentang masa terjadinya, sebagian sumber-sumber sejarah mengungkapkan bahwa Perang
Salib terjadi antara tahun 1095-1291 M. Perang ini dinamakan Perang Salib karena ekspedisi
militer Kristen memakai tanda Salib sebagai antribut pemersatu dan sebagai simbol perang
suci dalam melakukan penyerangan ke dunia Islam.
Tanda salib itu terbuat dari kain merah atau jubah sebagai status mereka. Menurut analisis
penulis, pembesar-pembesar Kristiani memang paham betul emosi keagamaan umat
Kristiani, Dengan simbol tanda salib akan mudah menggugah emosi kegaman mereka.
Terbukti, dalam tiga periode penyerangan tersebut, umat Kristiani cukup banyak yang turut
ambil bagian dalam perang tersebut.
Di samping itu, terjadi pula perbedaan pendapat tentang periodesasi berlangsungnya Perang
Salib dikalangan sejarawan, ada yang membagi menjadi tujuh periode Bahkan ada yang
membagi sampai delapan periode. Namun penulis sependapat dengan analisis yang
dikemukakan oleh Badri Yatim dengan membagi kepada tiga periodesasi yaitu :
1) Periode I: yaitu periode penaklukan yang berlangsung dari tahun 1095-1144 M.
Pada periode ini, dapat dilihat bahwa dalam rangka memperoleh kemerdekaan umat
Kristen yang akan berziarah ke Bait al-Maqdis, maka pada tahun 1095 M. urbanus II
mengajak seluruh jemaat Kristiani Eropa agar melakukan perang suci terhadap umat
Islam. Ajakan itu disampaikannya dalam kongres akbar di Clermant Francis yang dihadiri
oleh orang-orang Eropa Barat, dan 255 orang pendeta besar. Dengan propokatif yang
mengajak seluruh kaum nasrani bersatu dalam gerakan suci tersebut. Oleh karena seruan
yang penuh semangat dan propokatif tersebut tentu saja mampu mempengaruhi semua
yang hadir sehingga menghasilkan kebulatan tekad untuk mempersiapkan segala
perlengkapan, perbekalan, dan persenjataan. Bahkan kerelaan berkorban jiwa dan raga
yang menurut mereka sangat suci. Gagasan Perang Salib itu muncul pertama kali pada
pidato yang disampaikan oleh Urbanus II dalam kongres agama di Clermant. Dalam
kongres itu juga dikeluarkan perintah agar seluruh anggota salib untuk menggunakan
tanda salib yang terbuat dari kain yang berwarna merah yang disulam pada jubah
seragam pasukan salib sebagai simbol bahwa peperangan ini semata-mata untuk
mempertahankan eksistensi Kristen di muka bumi. Disamping itu semangat Perang Salib
tersebut semakin berkobar disebabkan khotbah-khotbah Rahib Peter The Hermet dalam
lawatannya dari satu tempat ke tempat yang lain dalam wilayah Tuskaniah, Lombordia,
Provencia, Aquintania, Burgumondia, Alamannia, dan Bavaria, sehingga lapisan orang-
orang awam bagaikan kayu kering dibakar.
Pada tahun 1096 M tentara Eropa yang berjumlah 150.000 sebahagian besar terdiri
dari bangsa Prancis dan Norman berkumpul di Konstantinopel dengan tujuan ke Palestina
melalui asia kecil. Dalam perjalanan ternyata banyak pasukan yang bergabung sehingga
jumlah tentara mencapai 300.000 orang. Namun pasukan yang banyak itu tidak dapat
menjalankan tugasnya dengan baik, mereka banyak melakukan perbuatan brutal,
perampokan, mabuk-mabukan, dan perzinahan serta pemerkosaan. Tindakan mereka itu,
menyebabkan kemarahan bangsa Bulgaria dan Hongaria yang segera melancarkan
serangan sehingga pasukan salib tersebut berantakan, dan sisanya dihancurkan oleh Bani
Salju.
Pada permulaan tahun 1090 M, tentara salib menyeberang ke selat Baspor memasuki
asia kecil dan memblokadi kota Nicea tepatnya pada tanggal 18 Juni 1097 mereka
berhasil menaklukkan Nicea dan pada tahun 1098 mereka berhasil, menguasai Raha
(Edessa). Disinilah mereka mendirikan kerajaan Latin I dan rajanya adalah Baldawin.
Dalam tahun yang sama pula mereka dapat menguasai Antiochea sebelah utara Siria dan
mendirikan kerajaan Latin II di Timur Bohemond dilantik menjadi rajanya. Selanjutnya
pada tanggal 15 juli 1099 M meraka berhasil menduduki Bait Al-Maqdis dan mendirikan
kerajaan Latin III dengan rajanya Gorfrey. Setelah penaklukan Bait al-Maqdis tentara
salib melanjutkan ekspansinya mereka menguasai kota Akha (1104 M), Tripoli (1109 M),
dan kota Tyre (1024-M).

2) Periode kedua (1144 – 1192 M)


Periode ini dikenal dengan periode reaksi umat Islam setelah beberapa tahun
kekuatan umat Islam lumpuh. Setelah menderita kekalahan melawan kekuatan salib yang
dapat menguasai wilayah Syiria dan Palestina, umat Islam mengadakan perlawanan yang
berarti terhadap pasukan salib, baru muncul dari kota Mosul yang dipimpin oleh
Atabuqimat al-Din Zanki. Zanki melihat betapa pentingnya melumpuhkan kekuatan
tentara salib yang menghubungkan antara Antioch dan Adessa dengan terlebih dahulu
melumpuhkan pertahanan Aleppo. Setelah kota ini dikuasainya dari tentara salib tahun
1144 M, akan tetapi dalam pengepungan tersebut ia mati terbunuh karena dihianati oleh
budaknya. Dan pada tahun 1146 M, kemudian cita-citanya dilanjutkan oleh putranya
yaitu Nuraddin Zanki.
Nuraddin berhasil merebut kembali Antiochea pada tahun 1149 M. pada tahun 1151 M,
seluruh Edessa dapat direbut kembali. Ditaklukkannya Edessa menyebabkan orang-orang
Kristen mengabarkan Perang Salib II. Paus Engenius III menyerukan perang suci yang
disambut positif oleh raja Perancis Lonis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya
memimpin pasukan salib untuk merebut wilayah Kristen di Syiria. Akan tetapi gerak
maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki, mereka tidak berhasil masuk ke Damaskus
bahkan mereka melarikan diri ke negerinya. Dan pada tahun 1174 M Nuraddin wafat, dan
digantikan oleh Salahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubia di Mesir
pada tahun 1175 M. Salahuddin al-Ayyubi mempunyai kekuatan luar biasa dan memiliki
organisasi serta kepemimpinan yang handal dalam mengatur strategi peperangan
sehingga berhasil merebut kembali Yerussalem pada tahun 1187 M. Jatuhnmya
Yerussalem ke tangan kaum Muslimin memukul perasaan tentara salib sehingga mereka
menyusun kekuatan balasan di bawah pimpinan Frederick Barbarossa (raja Jerman),
Philip Angustus (raja Prancis) dan Richard the Lion Hart (raja Inggris). Mereka berhasil
merebut Ahka yang kemudian dijadikan ibukota kerajaan latin. Akan tetapi palestina
tidak berhasil dikuasai karena raja Richardo merasa berat dan jenuh melanjutkan, karena
ia ia khawatir akan keselamatan daerah kekuasaannya yang lain, sehingga ia mengirim
surat yang akhirnya disepakati perjanjian yang disebut “Shulh al-Ramlah” pada tanggal 2
Juli 1192 M. beberapa bulan kemudian tepatnya pada tanggal 8 maret 1193 M Salahuddin
al-Ayyubi wafat dalam usia 25 tahun.

3) Periode ketiga (1192 – 1291 M)


Pada periode ini tentara salib lebih mengarahkan perhatiannya ke Mesir. Hal ini,
didasarkan pertimbangan bahwa jika Mesir dikuasai, maka mereka akan memperoleh
keuntungan dalam perdagangan, karena disana sangat strategis dan dimungkinkan bisa
leluasa untuk memasuki laut merah dan mengembangkan perdagangan ke Hindia dan
kepulauan India sebelah Timur, sehingga mereka akan mengalami kemapanan ekonomi.
Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimiyat sebagai pintu gerbang strategis
untuk memasuki Mesir. Pada tahun 1229 M pemimpin tentara salib Frederick II
mengadakan perundingan damai dan perjanjian, dengan penguasa mesir dari dinasti
Ayyubiyah yaitu Malik al-Kamil.Dalam pengembangan selanjutnya palestina dapat
direbut kembali oleh tentara kaum muslimin pada tahun 1247 M. Yaitu pada masa
pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa mesir berikutnya.

4. Jalannya Perang Salib


menurut sudut pandang Barat, merupakan serangkaian operasi militer paling sedikit
terdiri atas delapan babak yang didorong oleh keinginan kaum Kristen Eropa untuk
menjadikan tempat tempat suci umat Kristen dan, terutama Yerusalem masuk ke dalam
wilayah perlindungan mereka. Bagi pihak Barat, Perang Salib dimulai tahun 1095 M, ketika
Paus Urbanus II menyerukan maklumat perang sucinya yang terkenal, sampai abad kelima
belas dan bahkan abad selanjutnya, meskipun banyak yang berpendapat bahwa penaklukan
Acre pada (29) merupakan akhir usaha keras Tentara Salib melawan negara-negara Islam di
sepanjang kawasan Moditerania timur.
Sejak awal, perang salib membentuk babak penting dalam dua sejarah yang berbeda
namun saling berhubungan, yaitu Barat dan Timur. Bagi Barat, Perang Salib merupakan
bagian dari evolusi Eropa barat Abad Pertengahan. Arti pentingnya telah lama diakui dan
dipelajari oleh banyak generasi para ilmuwan Barar. Tak diragukan lagi bahwa Perang Salib
merupakan bidang kajian yang populer berkaitan dengan studi Barat Abad Pertengahan-ini
tidak terlalu mengejutkan, mengingat Perang Salib sebenarnya merupakan sebuah fenomena
masyarakar Barat. Bagi kaum muslim di Timur, Perang Salib memainkan peranan sementara
rapi tidak terlupakan. Perang Salib telah memengaruhi kesadaran umat Islam hingga kini.
Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan
memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.
5. Ibrah yang bisa di petik dari Perang Salib
Pihak Islam akhirnya dapat memenangkan Perang Salib yang sangat melelahkan,
berlangsung tahun 1096-1291 M. Walaupun menang, umat Islam mengalami kerugian yang
luar biasa karena peperangan itu terjadi di kawasan dunia Islam (Turki, Palestina,dan mesir).
Sebaliknya bagi kristen, mengalami kekalahan dalam Perang Salib, namun mendapatkan
hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan
dan peradaban islam yang sudah maju. Peradaban dan Kebudayaan yang mereka peroleh dari
Timur-Islam menyebabkan lahirnya Renaissans di Barat. Pengaruh Perang Salib untuk dunia
Islam adalah lebih mamantapkan dan mengokohkan nilai-nilai kesatuan dan persatuan umat
dalam membela eksistensi agama. Pengaruhnya yang lain adalah memperkenalkan dunia
Islam yang mempunyai kebudayaan tinggi kepada dunia Barat. Perang Salib sekalipun
dimenangkan oleh pihak Islam, tetapi jika dilihat dari perspektif peradaban (civilization)
Islam sangat dirugikan dan sebaliknya Barat sekalipun kalah tetapi banyak belajar dan
berhasil membangun peradaban yang lebih maju setelah melihat dasar-dasar sains dari
peradaban Islam. Sebab, tanpa transformasi Perang Salib ini, Barat tidak bisa berdiri tegak
seperti sekarang. Dengan adanya kejadian tersebut, mengingatkan kepada umat islam untuk
tetap mewaspadai segala gerak, tindakan dalam berbagai bentuk yang akan mengadu domba
mengancurkan ukuwah Islamiyah, dengan melihat kebelakang. Membuka sejarah serta
mengambil pelajaran dari Perang Salib.
Perang Salib atas dunia Islam adalah mengingatkan kepada umat Islam untuk bersatu padu,
menyatukan langkah dan gerak yang dijiwai oleh ruh Islam, untuk tetap konsisten terhadap
ajaran agama Islam yang universal.

Anda mungkin juga menyukai