Istilah "Perang Salib" dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari frasa Arab "Harbus
Salibiyah" (bahasa Arab: )حَ رْ ب الص ليبية. Di bidang penulisan sejarah pada Zaman Modern, istilah
"Perang Salib" mula-mula digunakan sebagai sebutan bagi ekspedisi militer ke Tanah Suci yang
dilakukan umat Kristen Eropa pada abad ke-11, abad ke-12, dan abad ke-13. Istilah ini selanjutnya
mengalami perluasan makna sehingga digunakan pula sebagai sebutan bagi kampanye-kampanye
militer lain yang diprakarsai, disokong, dan adakalanya diarahkan oleh Gereja Katolik, untuk
memerangi kaum pagan, memberantas kaum bidah, dan untuk maksud-maksud lain yang konon
katanya demi syiar agama.Perang Salib terbedakan dari perang-perang agama Kristen lainnya
karena orang-orang yang ikut serta di dalamnya meyakini perjuangan mereka sebagai laku silih
demi beroleh ampunan atas segala dosa yang sudah diakui. Penggunaan istilah "Perang Salib"
dapat menimbulkan kesan koherensi yang menyesatkan, terutama sehubungan dengan perang-
perang Salib perdana, dan definisinya pun masih menjadi pokok perdebatan terkait penulisan
sejarah di kalangan sejarawan dewasa ini
Ketika Perang Salib I meletus, istilah "Perang Salib" belum dikenal. Kampanye militer umat
Kristen kala itu disebut "lawatan" (bahasa Latin: iter) atau "ziarah" (bahasa Latin: peregrinatio).
Perang-perang dengan restu Gereja ini baru dikait-kaitkan dengan istilah "salib" setelah kata
"crucesignatus" (orang yang diberi tanda salib) dari bahasa Latin mulai digunakan pada akhir abad
ke-12. Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford, etimologi kata "crusade" (istilah Inggris untuk
"Perang Salib") berkaitan dengan kata croisade dalam bahasa Prancis modern, croisée dalam
bahasa Prancis kuno, crozada dalam bahasa Provençal, cruzada dalam bahasa Portugis dan
Spanyol, dan crociata dalam bahasa Italia. Semua kata ini adalah turunan dari
kata cruciāta atau cruxiata dalam bahasa Latin Abad Pertengahan, yang mula-mula berarti
"menyiksa" atau "menyalibkan", namun sejak abad ke-12 juga berarti "membuat tanda salib".
[7]
Meskipun istilah "Perang Salib" telah digunakan oleh para sejarawan sebagai sebutan bagi
perang-perang suci yang dilakukan umat Kristen semenjak 1095, peristiwa-peristiwa yang disebut
sebagai "Perang Salib" sangatlah banyak dan beragam sehingga penggunaan istilah ini dapat saja
menimbulkan salah paham, khususnya terkait perang-perang salib perdana.
Penyebab Terjadinya Perang Salib
Pertama, bahwa perang salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri barat
dan negeri timur, jelasnya antara pihak Kristen dan pihak Muslim. Perkembangan dan
kemajuan umat muslim yang sangat pesat, pada akhir-akhir ini, menimbulkan kecemasan
tokoh-tokoh barat Kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka melancarkan
serangan terhadap kekuatan muslim.
Kedua, munculnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia Kecil setelah
mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071, dan selanjutnya Saljuk
merebut Baitul Maqdis dari tangan dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Saljuk di
Asia Kecil dan yerusalem dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen barat untuk
melaksanakan haji ke Bait al-Maqdis. padahal yang terjadi adalah bahwa pihak Kristen
bebas saja melaksanakan haji secara berbondong-bondong. pihak Kristen menyebarkan
desas-desus perlakuan kejam Turki Saljuk terhadap jemaah haji Kristen. Desas-desus ini
membakar amarah umat Kristen-Eropa.
Ketiga, bahwa semenjak abad ke sepuluh pasukan muslim menjadi penguasa jalur
perdagangan di lautan tengah. Para pedagang Pisa, Vinesia, dan Cenoa merasa terganggu
atas kehadiran pasukan lslam sebagai penguasa jalur perdagangan di laut tengah ini. Satu-
satunya jalan untuk memperluas dan memperlancar perdagangan mereka adalah dengan
mendesak kekuatan muslim dari lautan.
Keempat, propaganda Alexius Comnenus kepada paus Urbanus ll. Untuk membalas
kekalahannya dalam peperangan melawan pasukan Saljuk. Bahwa paus merupakan
sumber otoritas tertinggi di barat yang didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus
II segera mnengumpulkan tokoh-tokoh Kristen pada 26 November 1095 di Clermont,
sebelah tenggara Perancis. Dalam pidatonya di Clermont sang Paus memerintahkan
kepada pengikut kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan muslim.
Tujuan utama Paus saat itu adalah memperluas pengaruhnya sehingga gereja-gereja Romawi
akan bernaung di bawah otoritasnya. Dalam propagandanya, sang Paus Urbanus ll menjanjikan
ampunan atas segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam peperangan ini. Maka isu
persatuan umat Kristen segera bergema menyatukan negeri-negeri Kristen memenuhi seruan
sang Paus ini. Dalam waktu yang singkat sekitar 150.000 pasukan Kristen berbondong-bondong
memenuhi seruan gsang Paus, mereka berkumpul di Konstantinopel. Sebagian besar pasukan ini
adalah bangsa Perancis dan bangsa Normandia.
Tentara Salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman,Frederick II. Kali ini mereka
berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum Palestina,dengan harapan dapat bantuan dari
orang-orang Kristen Qibthi. Pada tahun 1219 M,mereka berhasil menduduki Dimyat. Raja Mesir
dari dinasti Ayyubiyah waktu itu,Al-Malik Al-Kamil, membuat perjanjian dengan Frederick
yang isi diantaranya Frederick bersedia melepaskan Dimyat sementara Al-Malik melepaskan
Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum Muslimin dan Frederick tidak mengirim bantuan
kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya,Palestina dapat direbut kembali oleh
kaum Muslimin tahun 1247 M, dimasa pemerintahan Al-Malik Al-Shalih, penguasa Mesir
selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik yang menggantikan posisi dinasti
Ayyubiyah pimpinan perang dipimpin oleh Baybars dan Qalawun. Pada masa merekalah Akka
dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin tahun 1291 M.
Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur,perang ini tidak berhenti di Barat , di
Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana. Walaupun umat Islam berhasil memepertahankan
daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena
peperangan itu terjadi diwilayahnya. Kerugian-kerugian ini mangakibatkan kekuatan politik
umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian, mereka buakn menjadi bersatu, tetapi
malah terpecah belah, banyak dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan
pusat Abbasiyah di Baghdad.
4. Periode ke Empat (1202-1204)
Angkatan perang salib IV terdiri dari anak-anak muda Prancis dan Jerman. mereka
mempunyai semangat untuk membebaskan Baitul Magdis. atas bujukan Paus anak-anak di
Jerman mengurungkan niatnya sedangkan yang di Prancis terus saja ke pelabuhan Marseille.
Anak-anak Prancis ini menaiki kapal yang disiapkan oleh Para pedagang budak. Kapal ini tidak
menuju Baitul Magdis, tetapi ke negeri yang jauh dan kemudian dijual sebagai budak dagangan.
Diantara mereka ada yang dijadikan anak angkat orang islam, lalu di Islamkan.
Latar belakang
Paus Innosensius III berhasil menjadi Paus pada 1198, dan penyeruan perang salib baru
menjadi tujuan dari kepausannya. Mayoritas pasukan perang salib, yang berangkat dari Venesia
pada Oktober 1202 berasal dari daerah-daerah di Perancis. Beberapa daerah lain di Eropa dikirim
juga, seperti Flanders dan Montferrat. Kelompok terkenal lainnya berasal dari Kekaisaran
Romawi Suci, termasuk orang-orang di bawah Uskup Martin dari Pairis and Uskup Conrad dari
Halberstadt, bersama-sama dalam persekutuan dengan tentara dan pelaut Venesia yang dipimpin
oleh Enrico Dandolo doge. Perjanjian ini diratifikasi oleh Paus Innosensius, dengan larangan
penyerangan terhadap negara-negara Kristen.
Pada 1216 M, Paus Honorius III berhasil mendorong sejumlah orang Eropa untuk
kembali melancarkan serangan ke Yerusalem agar bisa merebutnya dari Ayyubiyah. Kali ini,
Paus yang akan memimpin pasukan salib alih-alih para raja Eropa. Friedrich II dari Kekaisaran
Romawi Suci ingin ikut, namun Paus menolaknya. Paus menekankan bahwa perang salib ini
untuk Paus, bukan untu raja. Beberapa pasukan Hongaria ikut serta.
Pasukan salib pergi ke selatan, mengikuti rencana awal Perang Salib Keempat. Pada 1218
M, pasukan salib bersekutu dengan sultan Seljuk Kay Kaus I, dan menyerang pelabuhan
Damietta di Mesir. Mereka melakukan pengepungan yang lama, dan banyak orang di kedua
pihak yang meninggal akibat penyakit. Pada 1219 M, pasukan salib berhasil merebut Damietta,
namun kemudian malah saling bertikai memperebutkan kekuasaan di sana.
Pada 1221 M, pasukan salib bergerak ke Kairo dan berupaya merebut lebih banyak
wilayah Mesir. Ayubiyyah memanfaatkan sungai nil untuk membanjiri jalan-jalan, membuat
pasukan salib terperangkap. Agar dapat bebas, pasukan salib pun menyepakati perjanjian.
Mereka menyerahkan kembali Damietta kepada Ayubiyyah kemudian kembali ke Eropa.
6. Periode ke Enam (1228-1229, 1239)
Pada tahun 613 H/1216M, Innocent III mengobarkan propaganda perang salib ke enam.
250.000 pasukan salib, mayoritas Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang wabah penyakit
di wilayah pantai Syria hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian. Mereka kemudian
bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan
salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000 pasukan yang tahan dari serangkaian wabah penyakit.
Bersamaan dengin ini, datang tambahan pasukan yang berasal dari perancis yang bergerak
menuju Kairo. Narnun akibat serangan pasukan muslim yang terus-menerus, mereka menjadi
terdesak dan terpaksa rnenempuh jalan damai. Antara keduanya tercapai kesepakatan damai
dengan syarat bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan kota Dimyat.
Dengan direbutnya kota Yerusalern oleh Malik al- Shalih, pasukan salib kembali
menyusun penyerangan terhadap wilayah lslam. Kali ini Louis IX, kaisar perancis, yang
memimpin pasukan salib kedelapan. Mereka mendarat di Dirnyat dengan mudah tanpa
perlawanan yang berarti. Karena pada saat itu Sultan Malikal-shalih sedang menderita sakit keras
sehingga disiplin tentara muslim merosot. Ketika pasukan Louis IX bergerak menuju ke Kairo
melalui jalur sungai Nil, mereka mengalami kesulitan lantaran arus sungai mencapai
ketinggiannya, dan mereka juga terserang oleh wabah penyakit, sehingga kekuatan salib dengan
mudah dapat dihancurkan oleh pasukan Turan Syah, putra Ayyub.
Setelah berakhir perang salib ke delapan ini, pasukan Salib-Kristen berkali-kali berusaha
mernbalas kekalahannya, namun selalu mengalami kegagalan.
Perang Salib menimbulkan beberapa akibat penting dalam sejarah dunia. Perang Salib
membawa Eropa ke dalam kontak langsung dengan dunia muslim dan terjadinya hubunngan
antara timur dan barat. Kontak ini menimbulkan saling tukar pikiran antara kedua belah pihak.
Pengetahuan orang timur yang progresif dan maju memberi daya dorong besar bagi
pertumbuhaan intelektual Eropa barat. Hal ini melahirkan suatu bagian penting dalam
menumbuhkan reanisance di Eropa.
Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang
diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan
tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen
Orthodox Timur. Kekerasan terhadap Kristen Orthodox ini berpuncak pada penjarahan
kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama
terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya
melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan
perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas
selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.
Pada abad ke-13, Perang Salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di
masyarakat. Sesudah kota Acra jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 M dan sesudah
penghancuran bangsa Occitan (Perancis Selatan) yang berpaham Catharisme pada Perang Salib
Albigensian, ide perang Salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran
lembaga kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa. Orde ksatria
Salib mempertahankan wilayah adalah orde Knights Hospitaller. Sesudah kejatuhan Acra yang
terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-
tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798
M.
Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan Pada masa itu, sebagian
besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan
birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat
di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh
dominasi gereja pada masa awal perang salib. Meski benua Eropa telah bersinggungan
dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung
Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan
arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa Perang Salib . Pengalaman militer
Perang Salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai
menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak
lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap
sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.
Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai
timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain
mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang
kemudian mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.
Perdagangan
Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sebagai
perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh
terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat disebut sebuah anomali.
Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya bahwa
Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan katolikisme, yaitu tujuan
yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan
kekristenan.
Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana
persamaan antara bangsa Frank dengan Tentara Salib meninggalkan bekas yang amat dalam.
Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan
Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan
gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai
perang salib. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji
oleh kaum Kristen Eropa.
Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang Perang Salib. Menurut
ahli sejarah, Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik
diri. Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 M yang menggambarkan pembantaian orang
Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib.Terjadi kekerasan tentara Salib
terhadap bangsa Yahudi di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakangan juga terjadi
di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi bagian yang
penting dalam sejarah Anti-Semit. Meski tidak ada satu Perang Salib pun yang pernah
dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan bekas yang mendalam
dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Kebencian kepada bangsa
Yahudi meningkat. Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan
meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-
Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad pertengahan[.
PERANG SALIB
NO :3
KELAS : VIIID