Anda di halaman 1dari 10

PERISTIWA-PERISTIWA PENTING

A. Perang Salib
Kata Salib berasal dari bahasa Arab (shalibun) yang berarti kayu palang/silang.
Peperangan itu disebut dengan Perang Salib karena didada seragam merah yang dipakai
serdadu tergantung/terjahit tanda Salib, sehingga umat Islam yang diperangi
menyebutnya dengan nama Perang Salib. Perang Salib merupakan sebuah perang
super-maraton yang berlangsung sepanjang 200 tahun, dimana bangsa-bangsa Kristen
Eropa bangkit memerangi pusat-pusat negeri Islam selama kurang lebih 90 tahun.
Terutama kerajaan Latin di Yerussalem sebelum pada akhirnya terusir dari sana. Dalam
perspektif Kristen, perang ini merupakan serangkaian operasi militer terhadap musuh-
musuh gereja yang bertujuan membebaskan tanah suci dari cengkraman kaum Muslim.
Dalam Perang Salib lebih mengangkat motif agama sebagai masalah utama. Ini
dimaksudkan untuk memberi suasana dahsyat pada peperangan itu, yang sulit diperoleh
dan dibangkitkan dengan motif-motif lain. Menurut Said Abdul Fattah Syukur, “Perang
Salib adalah merupakan gerakan spektakuler dari pihak Eropa Barat dengan misi
imperialisme murni, yang ditujukan kepada beberapa negeri di belahan Dunia bagian
Timur (khususnya negara-negara Islam) pada abad pertengahan. Gerakan dengan
bentuknya yang khas ini, pada akhirnya berhasil pula mempengaruhi dan memporak-
porandakan segala aspek kehidupan bangsa dari negeri-negeri yang menjadi
sasarannya, baik sosial, ekonomi, intelektual, budaya maupun religius”.
1. Latar Belakang Timbulnya Perang Salib
Pada kenyataannya Perang Salib itu terjadi tidak hanya didorong oleh motivasi
keagamaan saja, akan tetapi juga ada beberapa kepentingan yang turut mewarnai dalam
Perang Salib tersebut, di antaranya faktor sosial, ekonomi dan politik yaitu:
a. Perang Salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri Barat (pihak
Kristen) dan negeri Timur (pihak Muslim) yang pada akhir-akhir itu perkembangan dan
kemajuan umat Islam sangat pesat. Keadaan ini menimbulkan kecemasan bagi para
tokoh Barat Kristen sehingga mendorong mereka melancarkan serangan terhadap
kekuatan Muslim.
b. Munculnya kekuatan Bani Seljuk yang berhasil merebut Asia Kecil dan Baitul Maqdis
setelah mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071 M dan Dinasti
Fathimiah tahun 1078 M. Kekuatan Seljuk di Asia Kecil dan Yerussalem tersebut dianggap
sebagai halangan bagi pihak Kristen untuk melaksanakan Haji ke Baitul Maqdis. Padahal
pada pemerintahan Bani Seljuk, umat kristen diberi kebebasan untuk melakukan haji.
Namun dipihak Kristen ada yang menyebarkan fitnah bahwa Turki Seljuk telah melakukan
kekejaman terhadap jamaah Kristen sehingga hal tersebut menimbulkan amarah umat
Kristen-Eropa.
c. Pasukan Muslim menjadi penguasa jalur perdagangan di lautan tengah semenjak abad
ke-10. Hal tersebut menyebabkan para pedagang dari Pisa, Vinesia dan Genoa merasa
terganggu, maka satu-satunya jalan yang ditempuh untuk memperluas perdagangan
mereka adalah dengan mendesak kekuatan Muslim dari laut tersebut.
d. Propaganda Alexius Comnesius kepada Paus Urbanus II untuk membalas
kekalahannya dalam peperangan melawan Pasukan Seljuk. Paus Urbanus II segera
meniupkan taufan fanatisme keagamaan untuk menyalakan Perang Salib besar, sehingga
seruannya tersebut disambut oleh ribuan massa Prancis dan Normandia. Hal ini terjadi
karena Paus merupakan sumber otoritas tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati
propagandanya.

2. Periodenisasi Perang Salib


a. Perang Salib I (1094-1144 M)
Periode pertama Perang Salib disebut sebagai periode penaklukan. Jalinan kerja
sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II, berhasil membangkitkan semangat
umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II, pada Consili Clermont pada
1
tanggal 26 November 1095 M, yang intinya mewajibkan untuk melakukan Perang Salib
bagi umat Kristiani sehingga terbentuk kaum Salibin. Gerakan ini merupakan gerakan
spontanitas yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat Kristen. akhirnya gerakan
pasukan Salib dapat mudah dikalahkan. Berawal dari kekalahan pihak kristiani Godfrey of
Buillon mengambil alih kepemimpinan pasukan Salibin, sehingga mengubah kaum Salibin
menjadi ekpedisi militer yang terorganisasi rapi. Dalam peperangan menghadapi pasukan
Godfrey, pihak Islam mengalami kekalahan, sehingga mereka berhasil menduduki
Palestina (Yerussalem) pada tanggal 07 Juni 1099 M. Sebagai akibat dari kemenangan
itu, berdirilah beberapa kerajaan Latin-Kristen di Timur, Peristiwa-Peristiwa Penting yaitu
kerajaan Baitul Maqdis (1099 M) di bawah pemerintahan Raja Godfrey.
Ditandai dengan bangkitnya kerajaan Seljuk (Turki) yang menduduki daerah
kawasan Byzantium (Romawi) memporak-porandakan angkatan perangnya di
pertempuran Mazikert dan sepanjang laut tengah pada masa Alip Arselan dan Malik Syah,
Yerussalem pun ditaklukan. Sehingga Konstantinopel dibawah kepala gereja Hildeband
(menaiki tahta sebagai Paus Gregorius VII) memohon bantuan dari para raja, ksatria dan
penduduk umumnya, mereka menyeru kepada seluruh raja dan pembesar raja Eropa-
Kristen bersatu untuk memerangi Islam atas nama agamanya yang suci. Pada tanggal 15
Juli 1099 tentara Salib mengepung Yerussalem selama tujuh hari dan menaklukan
Yerusalem dan kota-kota sekitarnya. Kemudian tentara Salib mendirikan empat kerajaan
kristen yaitu di tanah suci Baitul Maqdis, Enthiokhie, Raha dan Tripolisyam, sedangkan
Nicola dikembalikan pada Kaisar Byzantium.
b. Perang Salib II (1144-1193 M)
Disebabkan bangkitnya Bani Seljuk dan jatuhnya Halab (Aleppo), Edessa, dan
sebagian negeri Syam ke tangan Imaddudin Zanky (1144 M). Perang Salib II ini dipimpin
oleh Lode Wiyk VII atau Louis VII (Raja Perancis), Bernard de Clairvaux dan Concrad III
dari Jerman. Laskar Islam yang terdiri dari bangsa Turki, Kurdi dan Arab dipimpin oleh
Nuruddin Sidi Saefuddin Gazi dan Mousul dan dipanglimai oleh Shalahuddin Yusuf Ibn
Ayyub. Pada tanggal 4 Juli 1187 M terjadi pertempuran antara pasukan Shalahuddin
dengan tentara Salib di Hittin dekat Baitul Maqdis. Dalam pertempuran ini kaum muslimin
dapat menghancurkan pasukan Salib, sehingga Pada saat Baitul Maqdis kembali ke
tangan Umat Islam, suara adzan berkumandang kembali dan lonceng gereja berhenti
berbunyi serta Salib emas diturunkan dari kubah sakrah. Dalam periode ini disebut
sebagai reaksi umat Islam (membangkitkan kesadaran kaum Muslimin untuk
menghimpun kekuatan guna menghadapi kaum Salibin). Di bawah komando Imaduddin
Zanky dan Gubernur Mousul, kaum Muslimin membebaskan negara-negara Timur dari
cengkraman kaum Salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskan antara lain Damaskus (1147
M), Antiok (1149 M) dan Mesir (1169 M). Keberhasilan kaum Muslimin meraih berbagai
kemenangan, terutama setelah munculnya Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (Salahuddin) di
Mesir, yang berhasil membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187 M. Hal ini
membuat kaum Salibin untuk membangkitkan kembali basik kekuatan mereka sehingga
mereka menyusun kekuatan dan mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat dibawah
komando raja-raja Eropa yang besar. Karena kekuatan tidak berimbang, maka pasukan
Salahuddin mundur. Kedua belah pihak melakukan gencatan senjata dan membuat suatu
perjanjian damai, inti perjanjian damai tersebut adalah: “Daerah pedalaman akan menjadi
milik kaum Muslimin dan umat Kristen, yang akan berziarah ke Baitul Maqdis akan
terjamin keamanannya, sedangkan daerah pesisir utara, Acre, dan Jaffa berada di daerah
kekuasaan tentara Salib.”
c. Perang Salib III (1193-1291 M)
Bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Shalahuddin, berkat kesuksesannya
menaklukkan Baitul Maqdis dan kemampuannya mengatasi angkatan-angkatan perang
Prancis, Inggris, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Kejadian tersebut
membangunkan Eropa-Barat untuk menyusun angkatan Perang Salib selanjutnya.
Periode ini lebih dikenal dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau periode
kehancuran di dalam pasukan Salib sendiri. Ini disebabkan karena periode ini lebih

2
disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat
material, dari motivasi agama. Tujuan mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis seolah-
olah mereka lupakan, hal ini dapat dilihat ketika pasukan Salib yang disiapkan menyerang
Mesir (1202-1204 M) ternyata mengubah haluan menuju Konstantinopel. Kota ini direbut
oleh Baldwin sebagai rajanya yang pertama. Periode ini telah terukir dalam sejarah yaitu
munculnya pahlawan wanita yang terkenal dan gagah berani yaitu Syajar Ad-Durr, dia
berhasil menghancurkan pasukan Raja Lois IX. Dalam periode ini pasukan Salib selalu
menderita kekalahan. Meskipun demikian mereka telah mendapatkan hikmah yang
sangat besar. Mereka dapat mengetahui kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah
sedemikian majunya, bahkan kebudayaan dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya
renaisansce di Barat.
d. Perang Salib IV (1202-1206 M)
Tentara Salib berpendapat bahwa jalan untuk merebut kembali Baitul Maqdis
adalah harus dikuasai terlebih dahulu keluarga Bani Ayyub di Mesir yang menjadi pusat
persatuan Islam ketika itu. Oleh karena itu kaum Salib memusatkan perhatian dan
kekuatannya untuk menguasai Mesir. Akan tetapi Perang Salib IV ini dilakukan atas kerja
sama dengan Venesia dan bekas kaisar Yunani. Tentara Salib menguasai Konstatinopel
(1204 M) dan mengganti kekuasaan Bizantium dengan kekuasaan Latin disana. Pada
waktu itu Mesir diperintah oleh Sultan, maka dibuatlah perjanjian dengan orang-orang
Kristen pada tahun 1203-1204 M dan 1210-1211 M. Isi perjanjian itu adalah
mempermudah orang Kristen ziarah ke Baitul Maqdis dan menghilangkan permusuhan
antara kedua belah pihak.
e. Perang Salib V (1217–1221 M)
Perang Salib V tetap berada di Konstantinopel dan tidak henti-hentinya terjadi
konflik dengan pihak Kaisar. Perang Salib V dipimpin oleh Jeande Brunne Kardinal
Pelagius serta raja Hongaria, meskipun pada tanggal 5 November 1219 M kota
pelabuhan Damietta mereka rebut, namun dalam perjalanan ke Kairo pada tanggal 24 Juli
1221 M mereka membuat kekacauan di Al Masyura (tepi sungai Nil) kemudian mereka
pulang kampung.
f. Perang Salib VI (1228–1229 M)
Perang Salib VI dipimpin oleh Frederick II dari Hobiens Taufen, Kaisar Jerman dan
raja Itali dan kemudian menjadi Raja muda Yerussalem lantaran berhasil menguasai
Yerussalem tidak dengan perang tapi dengan perjanjian damai selama 10 tahun dengan
Sultan Al-Malikul Kamil, keponakan Shalahuddin al-Ayyubi, tetapi tahun 1244 M
kekuasaan diambil alih Sultan Al Malikul Shaleh Najamuddin Ayyub beserta Kallam dan
Damsyik.
g. Perang Salib VII (1248–1254 M)
Peperangan ini dipimpin oleh Raja Louis IX dari Perancis pada tahun 1248 M,
namun pada tahun 1249 M tentara Salib berhasil menguasai Damietta (Damyat). Ketika
Louis IX gagal merebut Antiock dan tunis yang dikuasai Sultan Malik Zahir Bay Bars pada
tahun 1267 M/1268 M, ia beserta pembesar-pembesar dan pengiringnya ditawan oleh
pasukan Islam pada 6 April 1250 M dalam satu pertempuran di Perairan Mesir. Akhirnya
mereka dikembalikan ke negrinya Setelah memberi uang tebusan.
h. Perang Salib VIII (1270-1272 M)
Pada tahun 1492 M Raja Ferdinad dan Ratu Isabella sukses mengusir habis umat
Islam dari Granada, Andalusia. Riwayat lain juga menjelaskan bahwa Perang Salib VIII ini
tidak sempat terbentuk karena kota terakhir yakni Aere yang diduduki oleh tentara Salib
malahan berhasil dikuasai oleh Malikul Asyraf (putra Malikul Shaleh). Dengan demikian
terkuburlah Perang Salib oleh Perang Sabil. Tetapi meskipun perang konvensional dan
Frontal itu sudah berakhir secara formal, namun sesungguhnya perang jenis lain yang
kwalitasnya lebih canggih terus saja berlangsung seiring dengan kemajuan zaman.

3
g. Perang Salib Lanjutan (1291-1344 M)
Dalam Perang Salib lanjutan ini ada beberapa faktor yang melatar belakanginya
yaitu ketika kaum Muslimin mundur dari Cordova atau Granada oleh Ferdinand, Leon dan
Castelin. Pada saat degradasi politik seperti itu Islam sedikit demi sedikit basik
kekuatannya menurun. Adapun faktor lain yaitu; adanya perjanjian Tordessilas, yang
menjadi semangat agama-agama Katolik. Perjanjian itu ditetapkan pada 4 Mei 1493 M,
yang menyatakan antara lain; “Bahwa kepercayaan agama Katolik dan agama Kristen,
teristimewa pada zaman kita ini, harus dimulyakan dan disempurnakan, serta disebarkan
dimana-mana dan harus mengambil alih Kerajaan Granada dari kelaliman para sara
(muslimin)”. Dengan adanya perjanjian tersebut, Perang Salib dikobarkan lagi dan
dilancarkan oleh orang-orang Portugis dengan tujuan bukan lagi mencari keuntungan,
tetapi melakukan ekspansi politik dan ekspansi keagamaan, dan musuh pertama yang
dihadapi adalah negara Islam. Para pendeta dan lembaga-lembaga missionaris di dunia
Islam dianggap sebagai imperialisme. Dan merupakan satu aspek usaha penyingkiran
lembaga-lembaga pribumi (Islam) dengan menggantikan sejarah setempat dengan
kurikulum Barat. Dalam peperangan lanjutan ini pihak kristen juga mengalami kekalahan,
akan tetapi orang-orang kristen dengan segala bentuk dan cara berusaha
menghancurkan Islam baik melalui politik, ekonomi dan pendidikan.
3. Dampak Perang Salib
Perang Salib terhadap umat Islam menjadi fenomena yang disertai timbulnya
sentimen keagamaan yang kuat. Dengan adanya motif ini, maka membawa pengaruh
besar terhadap hubungan antar pemeluk agama Islam dan Kristen dalam waktu yang
panjang. Di antaranya: Hubungan Orientalisme, bahwa Orientalis (pengetahuan orang
Barat tentang agama, kebudayaan, peradaban, sastra dan bahasa Timur) sudah lama
berkembang di Barat. Hal ini disebabkan karena perhatian orang-orang Barat terhadap
Islam atau soal ke Timuran sudah sejak Perang Salib. Kemudian mengenai kegiatan-
kegiatan Orientalisme dalam studinya terhadap Dunia Timur atau Islam, sebenarnya telah
didorong oleh beberapa motivasi, yaitu; motivasi religius, motivasi imperial, motivasi
politis, dan motivasi ilmiyah. Hubungan Kolonialisme, Merupakan suatu kelanjutan dari
Perang Salib, dimana gerakan-gerakan tersebut sudah merupakan warisan dari kejadian
Perang Salib, dalam artian masih mempunyai hubungan yang sulit untuk dipisahkan
karena Perang Salib itu sendiri merupakan jembatan bagi kolonialisme untuk menjajah
Dunia Islam. Hubungan Kristenisasi, Semangat untuk menyiarkan agama Kristen di
antara bangsa-bangsa yang belum mengenalnya dipandang sebagai satu kewajiban bagi
umat Kristiani.
4. Pengaruh Perang Salib Terhadap Dunia Barat
Membawa akibat yang sangat berarti bagi perjalanan sejarah Dunia.
Perang Salib menjadi penghubung bagi bangsa Eropa, mengenali Dunia Islam
secara lebih dekat, sehingga kontak hubungan antara Barat dan Timur semakin dekat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat Timur yang maju menjadi
daya dorong pertumbuhan intelektual bangsa Barat (Eropa) sehingga memberi andil yang
sangat besar dalam melahirkan era Renaisans di Eropa. Bangsa Barat yang selama itu
tidak mengenal kemajuan pemikiran bangsa Timur mengakibatkan adanya kegiatan
penyelidikan bangsa Eropa mengenai seni dan pengetahuan penting serta berbagai
penemuan yang telah dikenal di Timur seperti kincir angin, kompas kelautan, dan lain-lain.
Bangsa Barat dapat mengenali sistem industri Timur yang telah maju sehingga setelah
kembali ke Eropa mereka lantas mendirikan sistem pemasaran barang-barang produk
Timur.
B. Keruntuhan Granada

4
Islam di Andalusia masuk dan berkembang lebih dari tujuh abad. Yang dipisahkan
dengan periodisasi-periodisasi dan setiap periode tersebut mempunyai corak dan
kemajuan yang berbeda.
Pada Periode Keenam Muslim Andalusia kembali mempunyai kekuasaan di
Granada, Bani Ahmar-lah sebagai penguasa penghujung kekuasaan Islam di Andalusia.
Pada saat itu Islam sangat dikenal dengan kemajuannya dengan Al-Hambranya yang
begitu megah, meskipun secara garis politik maupun geografis Islam hanya menguasai
sebagian kecil dari daerah Andalusia yang begitu cukup luas. Kerajaan ini berkuasa dari
1232-1492 M, disebuah bukit La Sabica, Granada, Spanyol
Bani Ahmar sering juga dikenal dengan sebutan Bangsa Moor (moriyah) dari Afrika Utara.
Bani Ahmar berkuasa pada tahun 1232-1492 M. kerajaan ini didirikan oleh Sultan
Muhammad bin Ali al-Ahmar sering disebut juga Bani Nasr yang masih mempunyai garis
keturunan dengan Sa’id bin Ubaidah, seorang sahabat Nabi Muhammad dulu, berasal
dari suku Khazraj di Madinah.
Kerajaan ini dengan begitu cepatnya berkembang dan menjadi kerajaan terkenal
dari yang mulanya hanya kerajaan kecil saja. Keadaan ini bukan hanya ditopang dengan
kegigihan pemimpinnya akan tetapi juga didukung oleh kondisi geografis yang strategis
dan indah. Karena keberadaannya ada di atas bukit dengan ketinggian lebih kurang 150
m, sehingga membuat musuh kesulitan menuju daerah tersebut.
1. Kemajuan-Kemajuan Bani Ahmar
Raja-raja Bani Ahmar bukan hanya memerhatikan Istana untuk dibangun terus
menjadi indah, akan tetapi mereka juga sangat memerhatikan kemakmuran rakyatnya
dengan cara memerhatikan bidang pertanian rakyat dan roda perniagaan.
Secara implisit penggambaran al-Hambra (dengan ornamen serba merah), Istana
ini dilengkapi dengan taman mitra, semacam pohon murtuscommunis dan bunga-bunga
yang indah, dan juga dilengkapi dengan taman singa. Taman ini juga dikelilingi sebanyak
128 tiang yang terbuat dari marmer. Memiliki beberapa ruangan yang mempunyai
beberapa fungsi. Salah satunya adalah rungan al-Hukmi (Baitul Hukmi), sebuah ruangan
pengadilan, dibangun oleh Sultan Yusuf I (1334-1354 M). Kedua, ruangan Bani Siraj
(Baitul Bani Siraj), yaitu tempat Galeri yang didalamnya terdapat banyak kaligrafi Arab.
Ketiga, Ruangan Bersiram (Hausy al-Raihan), terdapat kolam diposisi tengahnya dan
lantainya terbuat dari marmer putih, di ujungnya terdapat teras serta deretan tiang dari
marmer. Keempat, Ruangan Dua Perempuan Bersaudra (Baitul al-Ukhtain), yaitu ruang
yang khusus untuk dua orang bersaudara perempuan Sultan Al-Ahmar. Kelima, Ruangan
Sultan (Baitul al-Mulk), dan ruangan-ruangan lainnya seperti ruangan Duta, ruangan As-
Safa’, ruangan Barkah, Ruangan Peristirahatan sultan dan permaisuri di sebelah utara
ruangan ini ada sebuah masjid yakni Masjid Al-Mulk. Masa kejayaannya istana ini
dilengkapi dengan barang-barang berharga seperti logam mulia, perak, dan permadani-
permadani yang indah.
Selain kemajuan dalam bidang arsitektur, kemajuan dalam bidang keilmuan juga
berkembang pesat, ditandai dengan lahirnya ilmuan-ilmuan ternama seperti Ibnu
Bathutah (134-1377 M) dan Ibnu Alhatif (1317-1374 M) sebagai ahli sejarah. Selain itu
Histograf ternama pula pernah singgah di Granada, dan Ibnu Khaldun (1332 M).
2. Kehancuran Bani Ahmar
Bermula dari konflik internal dalam kerajaan yang kemudian masalah ini menjadi
awal kehancuran kekuasaan Bani Ahmar di Granada, Spanyol dan harus merelakan
kekuasaannya diambil alih oleh pihak Kristen. Sengketa perebutan kekuasaan yang
menjadi penyebab utama kehancuran Dinasti Bani Ahmar yaitu ketika Abu Abdullah
Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya yang tidak menunjuknya menjadi
penggantinya. Abu Abdullah ini kemudian memberontak dan berusaha merampas
kekuasaan, waktu itu ayahnya terbunuh, dan kepeminpinan digantikan oleh Muhammad
ibn Sa’ad. Abu Abdullah Muhammad terus berusaha menguasai kerajaan, hingga dia
meminta bantuan kepada raja Ferdinand dan Isabella. akhirnya Abu Abdullah menjadi
raja.
5
Perkawinan antara Karel/Ferdinand V (L. 1452-W. 1516) dari Aragon menikah
dengan Henry IV yaitu Ratu Isabella (L. 1451-W. 1504) dari Castille dan Leon. Sehingga
dua kerajaan Kristen ini menjadi satu kesatuan kekuatan yang sulit ditandingi. Selain itu,
melihat kondisi kerajaan Islam yang sudah mulai melemah dan merapuh membuat orang-
orang kristen ini berkeinginan untuk merebut kekuasaan Islam. Raja Ferdinand V
mengepung Granada selama tujuh bulan dimulai sejak tahun 1492 M. Bahkan sebelum itu
Raja Ferdinand telah menguasai sektor-sektor penting di Spanyol, seperti halnya Malaga
sebuah pelabuhan terkuat di Spanyol, Guadix, Almunicar, Baranicar, dan Almeria.
Kekuatan yang mulai melemah di kubu Bani Ahmar atas serangan Raja Ferdinand
dan Ratu Isabella memaksa Abu Abullah Muhammad harus rela kekuasaannya direbut
orang-orang Kristen tersebut. Kemudian pada tanggal 2 Januari 1492 M/ 2 Rabiul Awwal
898 H. Granada terpaksa takluk dan menyerah kepada musuh. Keberhasilan Raja
Ferdinand V dan Isabellah membuat Paus Alexander VI pada tahun 1494 memberi gelar
Raja dan Ratu sebagai “Catholic Monarch” atau “Los Reyes Catolicos” atau Raja Katolik.
Kekuasaan kerajaan Kristen ini membuat orang-orang Islam-pun tersiksa dan
dipaksa keluar dari tanah Spanyol, kecuali mereka memeluk agama Kristen Katolik, hal
senada-pun dirasakan oleh orang-orang Yahudi. Tidak hanya itu, kemajuan-kemajuan
yang pernah dicapai oleh ummat Islam seperti halnya perpustakaan ikut dibumi
hanguskan. Al-Hambra yang indah itu dibiarkan mengusam dan tak terawat dan dijadikan
sebagai Istana Kristen. Masjid Kordoba yang megah didirikan oleh Sultan Abu Yusuf Al-
Muwahhid pada tahun 785 M. dialih-fungsikan menjadi Gereja Santa Maria de la Sede.
Sehingga dengan berakhirnya kekuasaan Bani Ahmar berakhir pula kekuasaan Islam di
Spanyol yang telah berkuasa selama delapan abad mulai dari Kordoba sampai Granada.
C. Penaklukan Konstantinopel
Kejatuhan Konstantinopel adalah penaklukan ibu kota Kekaisaran Romawi Timur,
yang terjadi setelah pengepungan sebelumnya di bawah komando Sultan Utsmaniyah
yang berumur 21 tahun, yaitu Muhammad al-Fatih, melawan tentara bertahan yang
dikomandoi oleh Kaisar Bizantium Konstantinus XI. Pengepungan berlangsung dari
Jumat, 6 April 1453 M- Selasa, 29 Mei 1453 M (berdasarkan Kalender Julian), ketika kota
itu ditaklukkan oleh Utsmaniyah.
Penaklukan Konstantinopel menandai berakhirnya Kekaisaran Romawi Bizantium,
yang berkuasa selama 1.500 tahun. Ini merupakan pukulan besar untuk Kristen. Pra
Intelektual Yunani dan non-Yunani bermigrasi ke Italia. Dikatakan bahwa mereka
membantu dimulainya Renaisans dan jatuhnya kota serta kekaisaran sebagai tanda akhir
Abad Pertengahan.
Peristiwa Kejatuhan Konstantinopel secara tidak langsung menjadi salah satu
tonggak krusial dalam peradaban umat manusia yang berdampak luas (globalisasi).
Diawali jalur perdagangan antara Eropa dan Asia yang terputus akibat monopoli
Utsmaniyah, sehingga para saudagar di Eropa berusaha mencari cara lain untuk
berdagang ke daratan Asia, yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh penjelajah
termasyhur semisal Vasco da Gama yang berhasil menemukan rute laut menuju Asia,
ataupun Christopher Columbus yang mendarat di kepulauan Karibia dalam wilayah benua
Amerika dan penemuan benua Australia dan Antartika oleh kapal-kapal pelayar asal
Britania Raya, serta penyebaran teknologi mesin, maupun adanya hegemoni kolonialisme
bangsa-bangsa Eropa merupakan beberapa konsekuensi tidak langsung yang bermula
dari Kejatuhan Konstantinopel sebagai pemicu periode transisi antara Era Pertengahan
dengan Era Modern.
Pada waktu itu tentara yang mempertahankan Konstantinopel relatif sedikit;
berjumlah kira-kira 7.000 orang, 2.000 orang di antaranya adalah orang asing. Sedangkan
di pihak lain Dinasti Utsmaniyah memiliki kekuatan yang lebih besar. Hampir 80.000
tentara Utsmaniyah termasuk 5/6.000-10.000 tentara elit Yanisari, dan ribuan pasukan
Kristen, yakni 1.500 kavaleri bahwa penguasa Serbia Đurađ Branković diberikan sebagai
pengabdian untuk sultan Utsmaniyah.
Dengan berbagai serangan dan trategi yang dikerahkan, akhirnya serangan pada
petang 26 Mei dan berlanjut keesokan harinya yaitu Jumat selama 36 jam setelah dewan
6
perang memutuskan untuk menyerang, Utsmaniyah secara besar-besaran menggerakan
tentara mereka. Sedang di kekaisaran Bizantium sedang berlangsung prosesi keagamaan
berskala besar digelar di dalam kota, upacara khidmat digelar di Hagia Sophia, di mana
Kaisar dan perwakilan gereja Latin dan Yunani ikut serta, bersama-sama dengan kaum
bangsawan dari kedua pihak.
Mereka tidak mampu menghentikan Yanisari memasuki kota di bagian
Konstantinus. Ketika bendera Utsmaniyah berkibar di atas sebuah gerbang Kerkoporta
pertahanan pun runtuh. Pasukan Utsmaniyah mendatangi Augusteum di lapangan luas di
depan gereja Hagia Sophia. Kekaisaran menyerah kalah dan sebagai simbol resmi Turki
Ustmaniyah menguasai Konstatinopel.
D. Pertempuran Munzikart
Salah satu peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan Alp Arselan
(Penguasa Saljuk) adalah peristiwa Munzikart pada tahun 1071 M. (464 H.). perang
Munzikart merupakan perang antara kaum muslimin asal Saljuk yang dipimpin oleh Alib
Arselan dengan orang-orang Romawi Byzantiun. Kaum muslimin menorehkan
kemenangan besar atas mereka dan menguasai arab kecil. Perang ini dianggap sebagai
titik tolak dalam perjalanan sejarah Islam secara umum dan sejarah Asia barat secara
khusus. Sebab, peristiwa ini telah menjadi jalan bagi penghancuran pengaruh Romawi
dari sebagian besar wilayah asia kecil dan membuka jalan baru terhadap Romawi.
Peristiwa ini juga telah mengguncang benua Eropa dan menjadi salah satu faktor
terjadinya perang salib.
Meskipun Imperium Byzantium masih tetap kuat dan berkuasa pada abad
pertengahan, terjadi penurunan pada masa kepemimpinan Konstantinus IX dan
Konstantinus X yang tidak cakap. Byzantium bersinggungan dengan Seljuk ketika sedang
menguasai wilayah Ani, ibukota Armenia. Konstantinus IX yang menyepakati gencatan
senjata dengan Seljuk sampai 1064 M memberikan keleluasaan bagi Seljuk untuk
menguasai seluruh wilayah Armenia pada 1067 M, termasuk Caesarea yang dahulunya
milik Byzantium.
Pada tahun 1068 M romanus IV menugaskan Manuel untuk mempercepat proses
reformasi militer untuk memulai ekspedisi melawan Seljuk dan berhasil memukul mundur
Seljuk, tetapi Menuel terawan dan menerima perundingan Kaisar dengan perjanjian
karena Alp Arslan lebih mengkhawatirkan perkembangan Daulah Fathimiyah di Mesir
sehingga ia tak ingin ada permusuhan pada dua front. Dengan maksud terselubung
Romanos mengusulkan perubahan perjanjian dan Alp Arslanpun menerimanaya dengan
tujuan menstabikan perbatasan Utaranya, Romanospun menyerang dari wilayah Selatan
dan menguasai benteng benteng di Armenia dan berlanjut ingin menguasai Munzikart,
tetapi rencananya diketahui oleh Alp Arslan dan berakhir dengan terjadinya pertmpuran
Munzikart.
Alp Arslan mengumpulkam pasukannya dan menyampaikan pidato dengan tampil
dalam jubah putih, seperti dalam sebuah kain kafan pemakaman Islam, di pagi hari
pertempuran, dan memberikan semangat serta menyatakan bahwa ia siap mati dalam
pertempuran. Karena kesalahan strategi dari pihak Bizantium mereka dipukul mundur
oleh pasukan Seljuk.
Ketika Kaisar Romanus IV digiring ke tenda Alp Arslan ia tidak menyangka bahwa
sosok yg penuh luka dan berdebu itu adalah kaisar Romawi Timur. Alp Arslan
memperlakukan Romanus dengan sangat baik dan kembali menawarkan klausul
perdamaian yang sama dengan yang ia tawarkan sebelum pertempuran, yaitu Kota
benteng Antioch, Edessa, Hieropolis, dan Manzikert diserahkan kepada Seljuk. Tak lama
setelah ia kembali ke singgasananya, Romanus mendapatkan kekaisarannya dalam
ancaman bahaya internal.
1. Fakta menarik dalam peristiwa munzikart
Pertempuran Manzikert adalah sebuah pertempuran besar yang terjadi pada 483
H atau bertepatan dengan bulan Agustus 1070 M (ada juga yang mengatakan tahun 1071

7
M) antara Kesultanan Turki Seljuk dan Kekaisaran Romawi Timur Konstantinopel.
Manzikert itu sendiri mengacu kepada sebuah tempat bernama Manzikert, Armenia.
Pertempuran itu sendiri disebabkan oleh takluknya beberapa wilayah yang ada di
dalam kekuasaan Romawi Timur oleh Turki Seljuk seperti Armenia, Georgia, dan Syam
utara juga selatan.
Alp Arslan atau sultan arp aslan beliau adalah pemegang kendali pemerintahan
Turki Seljuk setelah meninggalnya Tughril Baek, pamannya. Alp Arslan dikenal sebagai
orang yang cerdik, murah hati, dan cinta kaum fakir miskin. Ia juga dikenal sebagai sosok
yang selalu mencari sebab-sebab kemenangan dari segi maknawi dan materi. Lawannya
dalam pertempuran Manzikart adalah Kaisar Romanus Diogenes.
a. Membenci Syi’ah
Sebelum pertempuran Manzikart, Alp Arslan juga telah menaklukkan kota Aleppo.
Sebuah pemerintahan kota yang menginduk kepada Dinasti Fathimiah yang beraliran
Syiah di Mesir. Ia memaksa pemimpinnya Mahmud bin Saleh bin Muradas untuk
kembali mengakui pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berpusat di kota Baghdad,
Nama Alp Arslan begitu ramai disebut-sebut karena sejak saat itu wilayah-wilayah yang
telah terbebas dari cengkraman Dinasti Fathimiyyah yang Syiah mulai meninggalkan
ucapan “Hayya ‘alal ‘amal” (tambahan ini merupakan tambahan azan dalam aliran
Syiah setelah ucapan “Hayya ‘alal falah”).
b. Strategi Alp Arslan Sebelum Memulai Pertempuran
Sudah menjadi ciri dari Sultan Alp Arslan yaitu ia tidak akan menaklukkan atau
mengekspansi wilayah baru selama ia belum yakin kalau wilayah-wilayah yang telah ia
taklukkan telah bersikap loyal dan setia kepadanya, juga berada dalam kesejahteraan
yang cukup.
c. Hari Jum’at
Seorang ulama bernama Abu Nashr bin Abdul Malik Al-Bukhari Al-Hanafi dalam perang
Manzikert mengatakan kepada Alp Arslan bahwa sebaiknya pertempuran dilaksanakan
pada hari Jumat di saat para khatib sedang berdoa di atas mimbar untuk kemenangan
kaum mujahidin. Hal ini juga merupakan kebiasaan yang dicontohkan Rasulullah ketika
memulai perang. Muhammad Al-Fatih juga memulai perang dengan Konstantinopel
pada hari Jumat yang juga disebut sebagai sayyidul ayyaam.
d. Pakaian Putih
Pada saat peperangan, Alp Arslan memakai pakaian serba putih. Ia berharap jika ia
terbunuh dalam pertempuran maka pakaian itulah yang menjadi kain kafannya.
e. Jumlah Pasukan yang jauh lebih sedikit dibanding jumlah pasukan lawannya
f. Peperangan
Sebelum peperangan dan ketika sudah berhadapan dengan musuh, Sultan Alp Arslan
bersujud kepada Allah dengan melekatkan wajahnya ke tanah dan kemudian berdoa
kepada Allah. Akhirnya, pasukan Konstantinopel yang berjumlah kurang lebih 300 ribu
berakhir dengan kekalahan.
g. Memperlakukan tawanan perang dengan baik
h. Pengaruh Pertempuran Munzikart
Pertempuran ini sangat berpengaruh dalam masa-masa selanjutnya. Di mana mental
Konstantinopel sudah cukup hancur dengan kekalahan telak ini. Peristiwa ini juga
melemahkan pengaruh Romawi Timur di Asia Kecil yang merupakan wilayah-wilayah
strategis Konstantinopel. Ini sangat membantu untuk melemahkan dan
menghancurkan kekaisaran Konstantinopel secara berangsur-angsur di bawah
kekuasaan penerus Turki Seljuk, yaitu Turki Utsmani.
E. Pertempuran ‘Ain Jalut
Pertempuran Ain Jalut (atau Ayn Jalut dalam bahasa Arab yang artinya Mata Jalut)
terjadi pada tanggal 3 September 1260 M di Palestina antara Bani Mameluk (Mesir) yang
dipimpin oleh Qutuz dan Baibars berhadapan dengan tentara Mongol pimpinan Kitbuqa.
Terjadinya Perang ‘Ain Jalut (Invansi Mongol Dan Runtuhnya Bagdad) sebagai
permulaan dari kehancuran Kekhalifahan Abbasiyah di Bagdhad dan khilafah Islam,
orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah, Khurazan dan Persia dan
8
menguasai Asia kecil, dengan demikian Irak telah tebuka di depan mata mereka. (Ahmad
Al husaeri: 2007, 258). terjadi perguncangan Dinasti Abbasiyah yang akhirnya banyak
dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari Bagdhad. Salah satunya disebabkan
pula oleh di bawah kholifah yang sudah memudar. Dinasti-dinasti yang sudah
memisahkan diri itu antara lain Persia, Turki, Kurdi, bangsa Arab dan yang mengaku
dirinya sebagi khilafah Muawiyyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir. Hulaku Khan
(panglima Mongolia) keturunan Jengis Khan dan pasukannya menyerang Bagdhad yakni
kota yang terletak di tepi barat sungai Tigris dan merupakan kota terindah dan termegah
didunia pada waktu itu, dengan jumlah pasukan yang sangat besar. Mereka
memenangkan peperangan sejak langkah pertama.
Khalifah Al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke Basis pasukan
Mongolia. Setelah itu, para pemimpin dan Fukaha juga keluar, sehingga Bagdhad kosong
dari orang-orang yang mempertahankan kota. Mereka menghancurkan kota Baghdad dan
membakarnya, kekalahan ini karena ada peran busuk yang dilakukann seorang Syiah
Rapidoh yakni Ibnul Al Qomi yakni menteri Al-Mu’tashim yang bekerja sama dengan
orang-orang Mongolia dan membantu pekerjaan mereka, setelah kota ini di bumi
hanguskan, pasuakn Mongol pun meruntuhkan perpustakaan yang merupakan gudang
ilmu dan memabkar buku-bukunya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh
pasukan Timur Lenk, dan tahun 1508 M oleh tentara kerajaan Safawi.
Sebagai pendiri Kerajaan Mongol di Persia-yang terbentang dari Amu Darya
sampai perbatasan Suriah, dan dari pegunungan Kaukasus sampai Samudera Hindia.
Hulagu adalah raja pertama yang memangku gelar II khan. Gelar ini disandang oleh para
penerusnya hingga penerus ke tujuh, Ghazan Mahmud, yang dibawah kekuasaannya,
Islam dengan kecenderungan Syiah menjadi agama Negara. Dibawah rezim Ilkhan atau
Hulagu, Baghdad diturunkan posisinya menjadi ibukota provinsi dengan nama Iraq
Al-‘Arabi. Hulagu yang memerintah hingga tahun 1265 M digantikan oleh anaknya, Abaqa.
Orang-orang Mongol II Khaniyah ini bersekutu dengan orang–orang salib, penguasa
Kristen Eropa, Armeria, Cilicia untul melawan Mamluk.
Pada 1256 M, sejumlah besar benteng Hasyasyin, termasuk “puri induk” di
Alamut, telah direbut tanpa sedikitpun kesulitan, dan kekuasaan kelompok yang ketakutan
hancur-lebur. Pada Januari 1258 M, anak buah Hulagu dibawah pimpinan Katbugha Noen
bergerak untuk meruntuhkan tembok ibukota. Selanjutnya, ia ingin merebut Mesir, Ia pun
mengurungkan niatnya melangkahi Mesir. Atas saran Nasiruddin At-Tusi, seorang filosof
muslim besar, ia membangun observatorium di Maragha pada tahun 1259 M. Tetapi
malang pasukan Mamluk dibawah pimpinan Saifuddin Quthuz rupanya lebih kuat dan
lebih cerdik dalam menyusun strategi perang menghadapai tentara Tartar pada tahun
1260 M pertengahan 25 Ramadhan 658 H, sehingga pasukan Mongol dapat dipukul
mundur di ‘Ain Jalut, sebuah dataran luas yang dikelilingi perbukitan di bagian barat
Palestina.
F. Imbas dari Pertempuran ‘Ain Jalut
Orang Mongol kembali beberapa kali ke kawasan Siria dan Palestina, tetapi
mereka tidak pernah bisa mengancam Mesir lagi. Keturunan Hülegü berdiam di Persia,
memeluk Islam, dan pada akhirnya menjadi pelindung budaya Islam. Wilayah mereka
kemudian dikenal sebagai ilkhanate Persia. Ilkhanate berarti ”kekhanan (kerajaan)
bawahan”. Qutuz menikmati kejayaannya hanya sebentar. Ia dibunuh oleh para seterunya
tidak lama setelah itu. Salah satu seterunya adalah Baibars I, sultan pertama dari
kesultanan Mesir dan Siria yang bersatu kembali. Banyak orang menganggap penguasa
inilah pendiri rezim Mamluk yang sebenarnya. Pemerintahannya yang baru, yang
dijalankan dengan baik dan yang makmur, bertahan selama dua setengah abad hingga
1517 M.
Selama periode sekitar 250 tahun, orang Mamluk mengusir para pejuang Perang
Salib dari Tanah Suci, menggiatkan perdagangan dan industri, memajukan seni, dan
mendirikan rumah sakit, masjid, dan sekolah. Di bawah kekuasaan mereka, Mesir
menjadi pusat dunia Muslim yang tiada duanya.Pertempuran Ain Jalut tidak hanya
9
mengimbas Timur Tengah. Pertempuran itu juga menentukan jalannya peradaban Barat.
”Seandainya orang Mongol berhasil menaklukkan Mesir, mereka mungkin bisa, setelah
kembalinya Hülegü, terus melintasi Afrika Utara menuju Selat Gibraltar,” kata majalah
Saudi Aramco World. Mengingat pada saat itu orang Mongol juga telah mencapai
Polandia, mereka bisa saja mengepung Eropa dari berbagai sisi.

10

Anda mungkin juga menyukai