Anda di halaman 1dari 13

A.

Latar Belakang Perang Salib


Perang salib (1096-1291) terjadi sebagai reaksi dunia Kristen di Erofa terhadap dunia
Islam di Asia, yang sejak 632 M., dianggap sebagai pihak penyerang, bukan saja di
Siria,dan Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sisilia. Disebut perang salib, karena
ekspedisi militer Kristen mempergunakan salib sebagai simbol pemersatu untuk
menunjukan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan
untuk membebaskan kota suci Baitulmakdis (Yerusalem) dari tangan orang-orang Islam.

Penyebab langsung terjadinya perang salib adalah permintaan Kaisar Alexius Connenus
pada tahun 1095 kepada Paus Urbanus II. Kaisar dari Bizantium meminta bantuan dari
Romawi karena daerah-daerah yang tersebar sampai ke pesisir Laut Marmora
dibinasakan oleh Bani saljuk. Bahkan, kota Konstatinopel diancamnya pula. Adanya
permintaan ini, Paus melihat kemungkinan untuk mempersatukan kembali (gereja
Yunani dengan Romawi yang telah terpecah tahun 1009-1054 M).

Penyebab lainnya Perang Salib adalah faktor sosial ekonomi. Para pedagang besar yang
berada di pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia, Ganoa, dan
Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota dagang disepanjang pantai timur dan
selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan perdagangan mereka. Untuk itu,
mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud menjadikan
kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka bila Kristen Erofa memperoleh
kemenangan.

Perang Salib bagi orang-orang kristen juga merupakan jaminan untuk masuk surga
sebab mati dalam perang salib menurut mereka, adalah mati sebagai pahlawan agama
dan langsung masuk surga walaupun mempunyai dosa-dosa pada masa lalunya.

Terjadinya Perang Salib antara kedua belah pihak, Timur-Islam dengan Barat-Kristen
disebabkan oleh faktor-faktor utama yaitu agama, politik, dan sosial ekomomi

Faktor Agama. Pihak Kristen merasa tidak bebas menunaikan ibadah ke Baitumakdis,
sejak Dinasti Seljuk merebutnya dari Dinasti Fathimiyah tahun 1070 M. Para penguasa
Seljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang
hendak melaksanakan ibadah ke Baitulmakdis., bahkan mereka yang pulang berziarah
sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatik.
Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat berbeda dengan
para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.

Faktor Politik. Kekalahan Bizantium tahun 1071 M di Manzirkat (Malazkird atau Malsyird,
Armenia) dan Asia kecil jatuh ke bawah kekuasaan Seljuk, mendorong Kaisar Alexius I
Comnenus (kaisar Constantinopel) meminta bantuan kepada Paus Urbanus II untuk
mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Seljuk. Sementara
itu, kondisi kekuasaan Islam sedang melemah, sehingga orang-orang Kristen di Erofa
berani untuk ikut dalam Perang Salib. Dinasti Fathimiyah dalam keadaan lumpuh dan
kekuasaan Islam di Andalusia semakin goyah dengan dikuasainya Toledo dan Siciliaoleh
Kristen Spanyol.

Faktor Sosial Ekonomi. Pedagang-pedagang besar di pantai timur Laut Tengah, terutama
yang berada di Kota Venezia , Genoa, dan Pisa berambisi untuk menguasai kota-kota
dagang di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah sehingga rela menanggung
sebagian dana perang Salib
-------------
Pada kenyataannya Perang Salib itu terjadi tidak hanya didorong oleh motivasi
keagamaan saja, akan tetapi juga ada beberapa kepentingan yang turut mewarnai
dalam Perang Salib tersebut, diantaranya :

1. Perang Salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri barat (kristen)
dan negeri timur (Islam) yang mana pada akhir-akhir itu perkembangan dan kemajuan
umat Islam sangat pesat, sehingga menimbulkan kecemasan bagi para tokoh barat
Kristen dan didorong oleh rasa kecemasan itulah mereka melancarkan serangan
terhadap kekuatan Muslim.

2. Munculnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia Kecil dan Baitul Maqdis
setelah mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071 M dan Dinasti
Fatimiah tahun 1078 M. Kekuatan Dinasti Saljuk di Asia Kecil dan Yerussalem tersebut
dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen untuk melaksanakan ibadah ke Baitul
Maqdis. Padahal pada saat pemerintahan Bani Saljuk, umat Kristen diberi kebebasan
untuk melaksanakan ibadah. Namun dipihak Kristen ada yang menyevarkan fitnah
bahwa Turki Saljuk telah melaksanakn kekejaman terhadap kaum Kristen sehingga hal
tersebut menimbulkan amarah umat Kristen di Eropa.

3. Pasukan Muslim menjadi penguasa jalur perdagangan di lautan tengah semenjak abad
ke-10. Hal tersebut menyebabkan para pedagang Pisa, Vinesia, dan Genoa merasa
terganggu sehingga satu-satunya jalan yang ditempuh untuk memperluas perdagangan
mereka ialah dengan mendesak kekuatan Muslim dari laut tersebu. Propoganda Alexius
Comnesius kepada Paus Urbanus II untuk membalas kekalahannya dalam peperangan
melawan pasukan Saljuk. Paus Urbanus II segera melakukan dan menyebarkan
panatisme keagamaan untuk memulai Perang Salib besar sehingga seruannya tersebut
disambut oleh ribuan masa Prancis dan Normandia. Hal ini terjadi karena Paus
merupakan sumber otoritas tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati propogandanya.

Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim.
Serangan ke Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13,
dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan
gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa
yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan
panji-panji mereka.

Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16
di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum non-Kristiani untuk alasan
campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas
Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai
dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad
ke-16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan
selama masa Renaissance. Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama,
melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib
dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.

Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial,
yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk
internal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa
ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya
dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium,
Konstantinopel kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib
Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja
Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk
secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci.
Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun
mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan
antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum Muslim dalam Perang Salib
Kelima

ISI

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perang salib, antara lain :

1. Faktor Situasi di Eropa


Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat
sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran
Byzantium di timur yang disebabkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki.
Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan
stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan
Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara
salah untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja
berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan
Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman
selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk
memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya
adalah saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-
ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan
pasukan Moor Islam.

Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang
merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah
memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan
sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja. Selanjutnya, “Penebusan Dosa”
adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang yang
merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka.
Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa
sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan
merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka
meninggal dunia.

2. Faktor Situasi di Timur Tengah


Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap
Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak
terlalu memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan
dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu,
bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalemyang
berada jauh di Timur sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-
orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar.
Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslim Turki Saljuk yang berhasil memberikan
tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen
Ortodoks Timur.

Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika
pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan
penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Penerusnya
memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan
memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak
laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah
Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan
peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.

3. Faktor Sejarah
Peristiwa (awal) penting terkait dengan perang salib, adalah ekspansi yang dilakukan
oleh Alp Arselan yaitu peristiwa Manzikart tahun 1071 M (464 H). Tentara Alp Arselan
yang berkekuatan kurang lebih 15.000 prajurit berhasil mengalahkan tentara berjumlah
200.000 orang; yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Perancis dan
Armenia. Peristiwa inilah yang menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-
orang kristen terhadap umat Islam.

4. Faktor Agama
Berbagai literatur umumnya menuliskan bahwa faktor utama dari sisi agama ialah sejak
Dinasti Seljuk merebut Baitul Maqdis dari Dinasti Fathimiyah. Ketika itu umat Kristen
merasa tidak lagi bebas untuk menunaikan ibadah ke sana. Mereka yang pulang dari
ziarah sering mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk . Selain itu khalifah
Abdul Hakim menaikkan pajak ziarah bagi orang-orang Kristen Eropa. Hal ini memicu
kemarahan Paus Urbanus II yang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan
perampokan dan sebuah kewajiban untuk merebut kembali Baitul Maqdis . Selain itu,
Paus juga menjanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta
surga bagi para ksatria yang mau berperang.

Namun, perang salib tidak terlepas dari penyebaran agama Islam ke berbagai daerah
yang menjadi kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen. Seperti halnya beberapa
kawasan Iran dan Syria (632), penaklukan Syria, Mesopotamia dan Palestina (636),
Mesir (637), penaklukan Cyprus dan Afrika Utara (645), peperangan melawan Byzantium
(646) kemudian terjadi peperangan di laut melawan Byzantium (647) hingga musnahnya
kerajaan Parsi pada tahun yang sama. Tidak hanya sampai disitu, penyebaran Islam
juga mengharuskan serangan atas Konstatinopel (677) kemudian terjadi kembali pada
716, penaklukan Spanyol, Sind dan Transoksian (711) hingga serangan atas bagian
selatan Perancis (792). Serta berbagai peristiwa penaklukan lainnya dalam melakukan
ekspansi serta dakwah Islam.

5. Faktor Politik
Pada sinode di Clermont Perancis, Paus Urbanus II (1088-1099) memulai inisiatif
mempersatukan dunia Kristen (yang saat itu terbelah antara Romawi Barat di Roma dan
Romawi Timur atau Byzantium di Konstantinopel). Kebetulan saat itu raja Byzantium
sedang merasa terancam oleh ekspansi kekuasaan Saljuk, yakni orang-orang Turki yang
sudah memeluk Islam. Ketika terasa cukup sulit untuk mempersatukan para pemimpin
dunia Kristen dengan ego dan ambisinya masing-masing, maka dicarilah suatu musuh
bersama. Dan musuh itu ditemukan yaitu ummat Islam. Sasaran jangka pendeknya pun
didefinisikan: pembebasan tempat-tempat suci Kristen di bumi Islam, termasuk Baitul
Maqdis. Adapun sasaran jangka panjangnya adalah melumat ummat Islam.

Sementara itu, umat Islam justru terpecah tidak hanya secara “pandangan” terhadap
agama, namun juga hingga politik. Mereka yang bersebarangan tidak dapat bersatu
padu dalam melawan Kristen. Hingga akhirnya Sholahudin al-Ayubi datang dan
menyatukan kembali.

6. Faktor Sosial Ekonomi


Stratifikasi sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri atas kaum gereja, bangsawan serta
ksatria dan rakyat jelata. Mayoritas dari mereka adalah rakyat hjelata yang harus
tunduk pada tuan tanah, terbebani pajak dan kewajiban lainnya. Gereja memobilisir
mereka untuk turut serta dalam perang salib dengan janji akan diberi kebebasan dan
kesejahteraan yang lebih baik bila dapat memenangkan peperangan.

Masyarakat Eropa memberlakukan dikriminasi terhadap rakyat jelata. Di Eropa


ketetapan hukum waris, bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima waris. Jika
anak tertua meninggal, maka harta waris harus diserahkan kepada gereja. Hal ini
menyebabkan anak miskin meningkat; kemudian diarahkan untuk turut berperang.

Sementara, meluasnya daerah kekuasaan Islam berdampak pada beragam pola


pemahaman, budaya dan cara beragama. Sehingga nilai-nilai Islam sebagai rahmatan lil
alamin belum dapat meresapi seluruh daerah kekuasaan Islam. Tidak sedikit perlakuan
buruk yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap orang-orang kristen; utamanya
mereka yang hendak berziarah ke Baitul Maqdis. Namun, dengan meluasnya daerah
kekuasaan, perekonomian muslim di timur tengah mengalami kemajuan yang pesat.

7. Faktor penyebab Langsung peperangan


Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I
kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi
tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini dilakukan karena
sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan
Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya
berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi
yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr,
Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh
wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang
berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I
mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang
didapat amat besar dan hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi
kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium,
akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut
Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di
Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai
Baitul Maqdis.

Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para pangeran
Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia,
wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus
tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 adalah
kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan
faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis
belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur.
Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para
ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi
oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya.
Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur.
Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter
Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam
pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.

B. Peristiwa Terjadinya Perang Salib


Ekspedisi militer tentara Salib yang pertama tiba di pantai Levant tahun 1096 dan menduduki
Yerusalem dan beberapa daerah-daerah sekitar. Perang salib I ini berlangsung 3 tahun
lamanya (1096-1099). Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa berangkat
menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara salib yang dipimpin oleh Godfrey,
Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. tanggal 18 Juni 1097 mereka
berhasil menakhlukan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Endessa). Setelah kaum
Salib yang dipimpin oleh para Rahib yang tidak tahu strategi perang itu musnah sama sekali,
muncullah pasukan Salib yang dipimpin oleh anak-anak Raja Godfrey dari Lorraine Perancis,
Bohemund dari Normandy dan Raymond dari Toulouse. Mereka berkumpul di
Konstantinopel dengan kekuatan 150,000 askar, kemudian menyeberang selat Bosfur dan
melanggar wliayah Islam bagaikan air bah. Pasukan kaum Muslimin yang hanya berkekuatan
50,000 orang bertahan mati-matian di bawah pimpinan Sultan Kalij Arselan. Satu persatu
kota dan Benteng kaum Muslimin jatuh ke tangan kaum Salib, memaksa Kalij Arselan
berundur dari satu benteng ke benteng yang lain sambil menyusun kekuatan dan taktik baru.
Bala bantuan kaum Salib datang mencurah-curah dari negara-negara Eropah. Sedangkan
Kalij Arselan tidak dapat mengharapkan bantuan dari wilayah-wilayah Islam yang lain,
kerana mereka sibuk dengan kemelut dalaman masing-masing.

Setelah berlaku pertempuran sekian lama, akhirnya kaum Salib dapat mara dan mengepung
Baitul Maqdis, tapi penduduk kota Suci itu tidak mahu menyerah kalah begitu saja. Mereka
telah berjuang dengan jiwa raga mempertahankan kota Suci itu selama satu bulan. Akhirnya
pada 15 Julai 1099, Baitul Maqdis jatuh ke tangan pasukan Salib, tercapailah cita-cita
mereka.

Berlakulah keganasan luar biasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia.
Kaum kafir Kristian itu telah menyembelih penduduk awam Islam lelaki, perempuan dan
kanak-kanak dengan sangat ganasnya. Mereka juga membantai orang-orang Yahudi dan
orang-orang Kristian yang enggan bergabung dengan kaum Salib. Keganasan kaum Salib
Kristian yang sangat melampau itu telah dikutuk dan diperkatakan oleh para saksi dan penulis
sejarah yang terdiri dari berbagai agama dan bangsa.

Seorang ahli sejarah Perancis, Michaud berkata: “Pada saat penaklukan Jerussalem oleh
orang Kristian tahun 1099, orang-orang Islam dibantai di jalan-jalan dan di rumah-rumah.
Jerussalem tidak punya tempat lagi bagi orang-orang yang kalah itu. Beberapa orang cuba
mengelak dari kematian dengan cara menghendap-hendap dari benteng, yang lain
berkerumun di istana dan berbagai menara untuk mencari perlindungan terutama di masjid-
masjid. Namun mereka tetap tidak dapat menyembunyikan diri dari pengejaran orang-orang
Kristian itu.

Tentera Salib yang menjadi tuan di Masjid Umar, di mana orang-orang Islam cuba
mempertahankan diri selama beberapa lama menambahkan lagi adegan-adegan yang
mengerikan yang menodai penaklukan Titus. Tentera infanteri dan kaveleri lari tunggang
langgang di antara para buruan. Di tengah huru-hara yang mengerikan itu yang terdengar
hanya rintihan dan jeritan kematian. Orang-orang yang menang itu memijak-mijak tumpukan
mayat ketika mereka lari mengejar orang yang cuba menyelamatkan diri dengan sia-sia.

Raymond d’Agiles, yang menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepalanya sendiri
mengatakan: “Di bawah serambi masjid yang melengkung itu, genangan darah dalamnya
mencecah lutut dan mencapai tali kekang kuda.”
Aksi pembantaian hanya berhenti beberapa saat saja, yakni ketika pasukan Salib itu
berkumpul untuk menyatakan kesyukuran di atas kemenangan mereka. Tapi sebaik saja
upacara itu selesai, pembantaian diteruskan dengan lebih ganas lagi.

Seterusnya Michaud berkata: “Semua yang tertangkap yang disisakan dari pembantaian
pertama, semua yang telah diselamatkan untuk mendapatkan upeti, dibantai dengan kejam.
Orang-orang Islam itu dipaksa terjun dari puncak menara dan bumbung-bumbung rumah,
mereka dibakar hidup -hidup , diheret dari tempat persembunyian bawah tanah, diheret ke
hadapan umum dan dikurbankan di tiang gantungan.

Air mata wanita, tangisan kanak-kanak, begitu juga pemandangan dari tempat Yesus Kristus
memberikan ampun kepada para algojonya, sama sekali tidak dapat meredhakan nafsu
membunuh orang-orang yang menang itu. Penyembelihan itu berlangsung selama seminggu.
Beberapa orang yang berhasil melarikan diri, dimusnahkan atau dikurangkan bilangannya
dengan perhambaan atau kerja paksa yang mengerikan.”

Gustav Le Bon telah mensifatkan penyembelihan kaum Salib Kristian sebagaimana kata-
katanya: “Kaum Salib kita yang “bertakwa” itu tidak memadai dengan melakukan berbagai
bentuk kezaliman, kerosakan dan penganiayaan, mereka kemudian mengadakan suatu
mesyuarat yang memutuskan supaya dibunuh saja semua penduduk

Baitul Maqdis yang terdiri dari kaum Muslimin dan bangsa Yahudi serta orang-orang
Kristian yang tidak memberikan pertolongan kepada mereka yang jumlah mencapai 60,000
orang. Orang-orang itu telah dibunuh semua dalam masa 8 hari saja termasuk perempuan,
kanak-kanak dan orang tua, tidak seorang pun yang terkecuali.

Ahli sejarah Kristian yang lain, Mill, mengatakan: “Ketika itu diputuskan bahawa rasa
kasihan tidak boleh diperlihatkan terhadap kaum Muslimin. Orang-orang yang kalah itu
diheret ke tempat-tempat umum dan dibunuh. Semua kaum wanita yang sedang menyusu,
anak-anak gadis dan anak-anak lelaki dibantai dengan kejam. Tanah padang, jalan-jalan,
bahkan tempat-tempat yang tidak berpenghuni di Jerusssalem ditaburi oleh mayat-mayat
wanita dan lelaki, dan tubuh kanak-kanak yang koyak-koyak. Tidak ada hati yang lebur
dalam keharuan atau yang tergerak untuk berbuat kebajikan melihat peristiwa mengerikan itu.
Mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama,
mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan Latin II di Timur. Bohemond dilantik
menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (15 Juli 1099 M) dan
mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya, Godfrey. Mereka menguasai kota Akka (1104
M), Tripoli (1109), dan kota Tyre (1124). Di Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV,
Rajanya adalah Raymond. Tahun 1144 salah satu daerah yang diduduki oleh tentara salib
yakni Edessa direbut kembali oleh penguasa Islam yakni Atabeg dari Mosul. Perebutan ini
menjadi alasan bagi pecahnya perang salib yang kedua 3 tahun kemudian yakni tahun 1147.
Imaduddin Zanki, penguasa Moshul, dan Irak, berhasil menakhlukkan kembali Aleppo,
Hamimah dan Edessa pada tahun 1144 M. Ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh
putranya, Nuruddin Zanki. Ia berhasil merebut kembali Antiochea pada tahun 1149 M dan
pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali. Kerajaan Edessa ini menyebabkan
orang-orang Kristen mengobarkan Perang salib kedua. Paus Eugenius III menyerukan perang
suci yang disambut positif oleh raja Prancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya
memimpin pasukan Salin untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi gerak maju
mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis
VII dan Condrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya.

Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Salahuddin al-
Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. Hasil
peperangan Salahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem yang berlangsung
selama 88 tahun berakhir.

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslimin sangat memukul perasaan tentara salib.
Mereka pun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick
Barbarossa, raja Jerman, Ricard The Lion Hart, saja Inggris

Perebutan kembali Yerusalem oleh Sultan Saladdin dilihat oleh penguasa kristen barat
sebagai malapetaka yang harus dijawab dengan perang salib berikutnya (PS III).

Tentara salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II. Dia adalah Kaisar
Romawi suci dari barat dan penguasa Sisilia dan Jerman. Dia menguasai sembilan bahasa,
dipenuhi dengan pemikiran yang menyengangkan. Pada dialah seluruh harapan Eropa
dipusatkan.

Merskipun mendapat tantangan berat dari Salahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka
yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Akan tetapi, mereka tidak berhasil
memasuki Palestina. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara salib
dengan Salahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan
bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu.
Tentara salib mengalami kekalahan pada perang salib kedua. Tampilnya pemimpin
kharismatik Islam sultan Salahuddin al-Ayyubi (sultan Saladin) yang berhasil
mempersatukan Mesir dan Syria dibawah kekuasaannya berhasil pula memukul telak tentara
salib dan merebut kembali kota suci Yerusalem pada tahun 1187. Kali ini mereka berusaha
merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan orang-orang
Kristen Qibthi. Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimyat.

Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah waktu ini, al-malik al-Kamil, membuat perjanjian dengan
Frederick menjamin keamanan kaum Muslimin di sana dan Frederick. Isinya antara lain
Frederick bersedia melepaskan Palesitina, Frederick menjamin keamanan kaum Muslimin di
sana dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria dan Philip Augustus, raja
Prancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Dalam perkembangan berikutnya,
Palestina dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan
Al-Malik Al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti
Mamalik—yang menggantikan posisi dinasti Ayyubiyah—pimpinan perang dipengang oleh
Baybars dan Qalawun. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum
Muslimin, tahun 1291 M. Perang salib ke-3 tidak membuahkan kemajuan yang berarti
sehingga pada akhirnya penguasa barat mengalihkan perhatian mereka ke Konstantinopel.

Perang salib yang ke-4 dalam rangka merebut kembali Konstantinopel yang diduduki oleh
penguasa Turki Seljuk. Peperangan yang brutal diakhiri dengan penguasaan tentara salib atas
Konstantinopel tahun 1204. Sementara itupun upaya untuk mengambil alih Yerusalem tetap
dilaksanakan setelah masa Sultan Saladin, tentara Salib pernah menduduki Yerusalem namun
sangat singkat dan pada akhirnya Yerusalem kembali jatuh ditangan penguasa Islam. Ketiga
phase perang salib yang terakhir mencatat kekalahan dipihak tentara-tentara Kristen barat.
Berakhirnya perang salib ditandai dengan keberhasilan penguasa Mamluk mengambil alih
sisa-sisa daerah-daerah yang masih diduduki oleh tentara salib. Secara garis besar perang
salib yang berlangsung 3 abad lamanya telah mencatat kegagalan dipihak barat melawan
kekuatan Islam.

C. Dampak Perang Salib untuk Dunia Islam dan Barat


Pihak islam pada akhirnya dapat memenangkan perang salib yang sangat melelahkan,
berlangsung tahun 1096-1291 M. Walaupun menang, umat islam mengalami kerugian yang
luar biasa karena peperangan itu terjadi di kawasan dunia islam ( Turki, Palestina,dan
mesir). Sebaliknya bagi kristen, mengalami kekalahan dalam perang salib, namun
mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan dengan
kebudayaan dan peradaban islam yang sudah maju. Peradaban dan Kebudayaan yang
mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya Renaissans di Barat.

1. Dampak Untuk Dunia Barat


Meskipun pihak kristen Eropa mengalami kekalahan dalam perang salib, namun mereka
telah mendapatkan hikmah dan nilai-nilai positif dari kejadian ini dengan harga yang tidak
ternilai, bahkan dengan keadaan inilah cara berpikir dan corak pandang orang eropa
menjadi maju, karena mereka dapat berkenalan langsung dengan dengan kebudayaan
islam dan kebudayaan-kebudayaan yang sudah maju yang telah dimilikioleh umat islam itu
sendiri. Sebagai contoh diceritakan dalam buku ensikopedia islam dalam kebudayaan
dibidang militer. Di dunia barat belum begitu mengenal persenjataan dan berbagai teknis
peperangan, seperti:

(a) penggunaan bahan peledak, (b) penembakan peluru, (c) pertarungan senjata sambil
menunggang kuda, (d) teknis pengiriman informasi melalui burung merpati dalam hal
kepentingan militer, dan (e) penggunaan alat-alat rebana dalam pemberian support atau
dukungan kepada para pejuang militer di medan perang.

Dalam bidang perindustrian mereka banyakmenemukankain tenun sekaligus peralatan di


dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor beberapa jenis kain ke Barat. Mereka juga
menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan, dan getah arab yang dapat mengharumkan
ruangan.

Kontak perdagangan antara Timur dan Barat semakin pesat dimana kota-kota dgang seperti
Venezia, gena, dan pisa di italia berkembang dan memperoleh banyak ekuntungan dalam
perdagangannya dengan timur. Hal inipula yang menyebabkan mereka menggunakan mata
uang sebagai alat tukar barang, sebelumnya mereka menggunakan sistem barter.

Bangsa barat mulai sadar terhadap kemajuan yang dicapai bangsa timur terutama dalam
bidang pengetahuan, sehingga mereka berdatangan ke Timur untuk menggali ilmu
pengetahuan dari Bangsa Arab. Mereka menyalin ke dalam bahasa yunani. Upaya tersebut
dilanjutkan dengan membangun Universitas di Paris untuk mempelajari Bahasa Timur pada
abad XII M. Begitupula, mendorong mereka dalam memajukan ilmu Bumi.

Dalam ilmu astronomi yang dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad ke-9 telah
memberikan pengaruh dalam observasi di dunia barat. Selain itu, mereka juga telah meniru
model rumah sakit dan tempat-tempat pemandian yang berada di kota islam.

Di sisi lain, hasil perang salib bagi orang barat adalah menemukan kompas. Orang islamlah
yang telah lama menggunakan kompas untuk keprluan pelayaran di Teluk Persia dalam
rangka perdagangan. Begitupula ilmu astranomi yang telah dikembangkan islam sejak abad
kesembilan m, telah mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di Barat.

Disisi lain pengaruh perang salib terhadap umat kristen, meskipun mereka tidak
mendapatkan misi-misi untuk menguasai baitu maqdis di Palestina, namun mereka juga
memperoleh kegemilangan dari segi internal mereka, diantarnya perang salib membuat
Eropa bersatu.
2. Dampak Untuk Dunia Islam
Pengaruh perang salib untuk dunia islam adalah lebih mamantapkan dan mengokohkan
nilai-nilai kesatuan dan persatuan umat dalam membela eksistensi agama. Pengaruhnya
yang lain adalah memperkenalkan dunia islam yang mempunyai kebudayaan tinggi kepada
dunia barat.

Perang salib sekalipun dimenangkan oleh pihak islam, tetapi jika dilihat dari perspektif
peradaban (civilization) islam sangat dirugikan dan sebaliknya barat sekalipun kalah tetapi
banyak belajar dan berhasil membangun peradaban yang lebih maju setelah melihat
dasardasar sains dari peradab islam. Sebab, tanpa transformasi perang salib ini, barat tidak
bisa berdiri tegak seperti sekarang.

Dengan adanya kejadian tersebut, mengingatkan kepada umat islam untuk tetap
mewaspadai segala gerak, tindakan dalam berbagai bentuk yang akan mengadu domba
mengancurkan ukuwah islamiyah, dengan melihat kebelakang. Membuka sejarah serta
mengambil pelajaran dari perang salib.

Perang salib atas dunia islam adalah mengingatkan kepada umat islam untuk bersatu padu,
menyatukamn langkah dan gerak yang di jiwai oleh ruh islam, untuk tetapkonsisten terhadap
ajaran agama islam yang universal.

Daftar Pustaka Artikel Tersebut


http://fokammsi.wordpress.com/2008/04/23/perang-salib-dan-wajah-peradaban-
barat/.Diakses pada hari Minggu , 7 Mei 2017
https://muhlis.files.wordpress.com200708perang-salib-dalam-lintasan-sejarah.pdf.
diakses pada hari Minggu , 7 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai