Anda di halaman 1dari 5

PERANG SALIB DAN DAMPAKNYA

Perang salib atau crussader war adalah sebuah perang keagamaan yang telah
berlangsung selama hampir dua abad lamanya antara tahun 1096-1291 M. Perang ini
merupakan suatu reaksi orang-orang Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia
yang mereka anggap sebagai pihak penyerang karena pada masa pemerintahan
Khalifah Abu Bakar 632 M melakukan upaya pembebasan wilayah Jazirah Arab
bagian utara termasuk upaya pembebasan Baitul Maqdis dari cengkraman Bizantium
dan baru memperoleh kemenangan gemilang pada masa pemerintahan Khalifah
Umar ibn Khatthtab (634-644 M).
Wilayah yang telah Umat Islam berhasil duduki tersebut merupakan kota-kota
penting bagi umat Kristen seperti Palestina, Syiria, Asia Kecil, Mesir, Sisilia dan
Spanyol.  Mereka juga menganggap suci kota-kota tersebut termasuk Baitul Maqdis
(Yerussalem) di dalamnya.
Disebut Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen sewaktu melakukan perang
mempergunakan Salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa perang
yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebasakan Baitul
Maqdis (Yerussalem) dari tangan umat Islam.

A. Proses Terjadinya Perang Salib


Perang Salib berlangsung dalam tiga tahapan yaitu Tahap pertama; disebut
sebagai periode serangan orang-orang Kristen (1096-1144 M), Tahap kedua; (1144-
1193 M) disebut periode reaksi umat Islam, Tahap ketiga; (1193-1291 M) yang
dikenal dengan periode kehancuran di dalam pasukan perang Salib. Untuk lebih jelas
tahapan Perang Salib tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Tahap I (1096-1144M); Serangan Orang-Orang Kristen
Tahap pertama ini terbagi dalam 2 gerakan dimana gerakan pertama
merupakan gerakan spontanitas, tidak terstruktur, dan tidak memiliki persiapan
militer yang baik. Gerakan pertama ini muncul akibat diadakannya kongres pertama
di Clermont, Perancis ditambah dengan pidato Paus Urbanus II sehingga berhasil
mengorbarkan semangat perang suci yang mendapat sambutan hangat dari peserta
kongres. 
Pasukan Salib pertama ini bergerak ke Konstatinopel tempat yang mereka sepakati
melakukan strategi pertempuran. Gerakan ini dipimpin oleh Pierre I'Ermite dan
secara keseluruhan pasukan perang Salib pertama ini berjumlah lebih kurang
200.000 orang. 
Karena gerakan ini merupakan gerakan sepontanitas yang tidak ada disiplin, tidak
ada persiapan perang dan tidak memiliki pengalaman perang, maka dengan mudah
pasukan Salib pertama ini dapat dikalahkan oleh pasukan Dinasti Saljuk.
Karena pihak Kristen mengalami kekalahan pada gerakan pertama, maka mereka
mempersiapkan gerakan kedua yang lebih sistemastis, terstruktur rapi, dan
terorganisir baik, serta persiapan militer yang matang. 
Gerakan ini dipimpin oleh Godfrey of Bonillon. Dan memperoleh kemenangan
dengan menduduki kota suci Palestina pada tanggal 7 Juni 1099 M serta melakukan
pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam dan bangunan-bangunan umat
Islam di Yerussalem mereka musnahkan.
 Sebelum pasukan ini menduduki Baitul Maqdis mereka lebih dahulu merebut
Anatolia Selatan, daerah Tarsus, Antiokia, Aleppo, dan Ar-Ruha' (Edessa), Tripoli,
Syiria dan Acre. Sebagai akibat dari kemenangan tersebut, maka berdirilah beberapa
kerajaan Latin Kristen di Timur, yaitu Kerajaan Yerussalem dengan rajanya Godfrey
(1099 M). Kerajaan Edessa dengan rajanya Baldewn (1098 M). Kerajaan Tripoli
dengan rajanya Raymond (1109 M) . Kerajaan Antiokia dengan rajanya Bohemond.

2. Tahap II (1144-1193 M);  Serangan Balik Umat Islam


Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan pasukan salib
membangkitkan kesadaran kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan guna
menghadapi pasukan salib tersebut. Pertama kaum muslimin di bawah komando
Gubernur Moshul, Imaduddin Zanki berhasil merebut Aleppo dan Edessa dari tangan
orang Kristen pada tahun 1144 M. Tidak lama kemudian Imaduddin Zanki wafat pada
tahun 1146 M dan posisinya digantikan oleh putranya, Nuruddin Zanki.
Di bawah pimpinan Nuruddin Zanki dia ingin meneruskan cita-cita ayahnya untuk
merebut dan membebaskan negara-negara Islam di dunia Timur dari cengkraman
kaum Salib. Maka dia memimpin pasukan kaum muslimin dan berhasil
membebaskan Damaskus atau Syam  (1147 M),  Antiokia (1149 M) dan Mesir (1169
M).
Setelah itu, pasukan Islam selanjutnya dipimpin oleh Salahuddin al-Ayyubi atau
Saladin. Dia berhasil membangkitkan semangat umat Islam untuk memerangi kaum
Salib sehingga dia pada tahun 1175 M berhasil mendirikan Dinasti Ayyubiyah di
Mesir di atas reruntuhan Dinasti Fatimiyah sebelumnya dan dapat membebaskan
Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187 M setelah dikuasai oleh orang Kristen
selama 88 tahun lamanya. 
Kemudian Salahuddin al-Ayyubi memberi pengampunan kepada umat Kristen yang
tinggal di kota itu dan lonceng gereja yang ada di Mesjid al-Aqsa diganti dengan azan
dan Salib emas yang terpancang di atas gereja besar dalam kota itu diturunkan.
Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai kemenangan terutama setelah
jatuhnya Yerussalem membangkitkan kembali semangat kaum Salib untuk mengirim
Expedisi yang lebih kuat untuk memerangi umat Islam.  Ekspedisi tersebut terdiri dari
dua divisi yaitu divisi I yang melalui jalur darat dipimpin oleh Frederik I, Kaisar
Jerman dan divisi II yang melalui jalur laut dipimpin oleh Richard I, Raja Inggris dan
Philip II, Raja Perancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M.
Frederik I yang memimpin divisi jalur darat tewas tenggelam dalam
penyeberangannya di sungai Armenia dekat Kota ar-Ruha. Sebagian tentaranya
kembali pulang kecuali beberapa orang yang melanjutkan perjalanannya di bawah
Putera Frederik.
 Adapun divisi II yang menempuh jalur laut berlayar secara terpisah dan akhirnya
bertemu di Sisilia. Mereka berada disana sampai musim dingin berlalu. Karena
terjadi kesalahpahaman, akhirnya mereka meninggalkan Sisilia secara terpisah.
Richard menuju Cyprus dan mendudukinya, kemudian melanjutkan perjalanannya ke
Syria. 
Sedangkan Philip langsung ke Akka, disana pasukannya berhadapan dengan pasukan
Salahuddin al-Ayubi. Tidak lama kemudian pasukan Richard datang. Maka gabungan
pasukan Philip dan Richard melakukan pertempuran sengit dengan pasukan
Salahuddin al-Ayyubi. Mereka berhasil merebut Akka yang kemudian di jadikan ibu
kota kerajaan Latin di sana tetapi mereka tidak berhasil memasuki Palestina. 
Sedangkan pasukan Salahuddin al-Ayyubi memilih mundur dan pergi untuk
mempertahankan Mesir. Artinya dalam ekspedisi ini, pasukan Salib tidak berhasil
merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum muslimin. Demikian juga kota-kota lainnya
seperti Aleppo, Edessa, Syria, Antiokia, dan Mesir dan pasukan Salib hanya berhasil
merebut kota Akka saja.
Pada tanggal 2 November 1192 M, dibuat perjanjian damai atau gencatan senjata
antara tentara salib dengan Shalahuddin al-Ayyubi yang disebut dengan Shulh al-
Ramlah. Dalam perjanjian tersebut dijelaskan bahwa orang-orang Kristen yang pergi
berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu. Dengan demikian Mesir terbebas
dari pasukan Salib. Namun tidak lama kemudian setelah perjanjian itu disepakati,
Salahuddin al-Ayyubi wafat pada bulan Februari 1193 M.

3. Tahap III (1193-1291 M); Kehancuran Pasukan Salib


Pada tahap ini pasukan Salib lebih disemangati oleh ambisi politik untuk
memperoleh kekuasaan dan material, bukan lagi karena motivasi agama. Tentara
Salib pada periode ini dipimpin oleh Raja Jerman Frederik II. Pertama, mereka
berusaha untuk merebut Mesir terlebih dahulu sebelum Palestina, dengan harapan
dapat bantuan orang-orang Kristen Qibthi. Pada tahun 1219 M mereka berhasil
menduduki Dimyat.
Pada waktu itu Raja Mesir Dinasti Ayyubiah, al-Malik al-Kamil membuat perjanjian
dengan Raja Frederik II. Adapun isi perjanjian itu, antara lain. Pertama, Frederik II
bersedia melepaskan Dimyat dan al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina. Kedua,
Frederik II menjamin keamanan di Palestina. Ketiga, Frederik II tidak mengirim
bantuan kepada Kristen di Syria.
Dalam perkembangan selanjutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum
Muslimin pada tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa
Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai dinasti Mamalik yang menggantikan posisi
dinasti Ayyubiyah, pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qolawun. Pada masa
merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin pada tahun 1291 M.
Dengan demikian semua kota-kota yang pernah direbut dahulu oleh pasukan Salib,
kini semua telah berhasil direbut kembali oleh kaum muslimin tanpa terkecuali. Oleh
sebab itu perang Salib telah berakhir pada tahun 1291 M setelah berlangsung hampir
dua abad lamanya.

B. Dampak Perang Salib Terhadap Perkembangan Islam


Perang Salib yang terjadi sampai pada akhir abad XIII memberi pengaruh kuat
terhadap Timur dan Barat. Di samping kehancuran fisik, juga meninggalkan
perubahan yang positif walaupun secara politis, misi Kristen-Eropa untuk menguasai
Dunia Islam gagal. Perang Salib meninggalkan pengaruh yang kuat terhadap
perkembangan Eropa pada masa selanjutnya.
Akibat yang paling tragis dari Perang Salib adalah hancurnya peradaban Byzantium
yang telah dikuasai oleh umat Islam sejak Perang Salib keempat hingga pada masa
kekuasaan Turki Usmani tahun 1453. Akibatnya, seluruh kawasan pendukung
kebudayaan Kristen Orthodox menghadapi kehancuran yang tidak terelakkan, yang
dengan sendirinya impian Paus Urban II untuk unifikasi dunia Kristen di bawah
kekuasaan paus menjadi pudar.
Perubahan nyata yang merupakan akibat dari proses panjang Perang Salib
ialah bahwa bagi Eropa, mereka sukses melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu
yang saat itu berkempang pesat di dunia Islam, sehingga turut berpengaruh
terhadap peningkatan kualitas peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya.
Mereka belajar dari kaum muslimin berbagai teknologi perindustrian dan
mentransfer berbagai jenis industri yang mengakibatkan terjadinya perubahan
besar-besaran di Eropa, sehingga peradaban Barat sangat diwarnai oleh peradaban
Islam dan membuatnya maju dan berada di puncak kejayaan.
Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan kontribusi bagi pengebangan
kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian warisan kebudayaan. Peradaban
Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan demikian, Perang Salib itu telah
mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya pada bidang material, tetapi
pada bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya masa Renaisance. Hal tersebut
dapat dipahami dari kemenangan tentara Salib pada beberapa episode, yang
merupakan stasiun ekspedisi yang bermacam-macam dan memungkinkan untuk
memindahkan khazanah peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat pada abad
pertengahan.
Di bidang seni, kebudayaan Islam pada abad pertengahan mempengaruhi
kebudayaan Eropa. Hal itu terlihat pada bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang
meniru arsitektur gereja di Armenia dan bangunan pada masa Bani Saljuk. Juga
model-model arsitektur Romawi adalah hasil dari revolusi ilmu ukur yang lahir di
Eropa Barat yang bersumber dari dunia Islam.
Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung
pada ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan ke India yang mengelilingi
Tanjung Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka
untuk melakukan penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut
berkelanjutan dengan upaya negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di
berbagai negeri di Timur, termasuk Indonesia.
Bagi dunia Islam, Perang Salib telah menghabiskan asset kekayaan bangsa
dan mengorbankan putera terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat
menjadi korban. Gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh
pasukan salib selalu didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak
struktur masyarakat yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan
umat Islam dari umat lain.
Walaupun demikian, di sisi lain Perang salib membuktikan kemenangan
militer Islam di abad pertengahan, yang bukan hanya mampu mengusir Pasukan
Salib, tetapi juga pada masa Turki Usmani mereka mampu mencapai semenanjung
Balkan (abad ke-14-15) dan mendekati gerbang Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga
hanya Spanyol dan pesisir Timur Baltik yang tetap berada di bawah kekuasaan
Kristen.
Referensi : Aizid, Rizem. (2021). Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik,
Pertengahan, dan Modern. Yogyakarta: DIVA Press.Rofiq, Ahmad Choirul. (2017).
Sejarah Islam Periode Klasik. Malang: Penerbit Gunung Samudera.Sou’iyb, Sejarah
Daulah Umaiyah Cordova, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977). M. Ruslan Shiddieq dengan
judul “Aspek-Aspek Pokok Agama Islam”, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983(. S. M.
Imamuddin, Muslim Spain 711-1492 AD, (Leiden: E. J. Brill, 1981).

Anda mungkin juga menyukai