Putri (200102010259)
Fakultas Syariah
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami selaku penulis tak pernah luput megucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian tugas makalah ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada wktunya.
Dan tak lupa jua kami megucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu
Mata kuliah ini. Dalam penyusunan makalah ini, penulis berharap kiranya dapat
bermanfaat terutama bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca umumnya.
Apabila terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami mohon maaf
dan kami sangat mengharap kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk
penulisan kembali karya ini menjadi jauh lebih sempurna.
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk mengetahui sejauh mana proses dan dampak yang ditimbulkan dari
serangan-serangan (invasi) bangsa Mongol dan perang salib tersebut, maka ini faktor
latar belakang kami sebagai pemakalah dalam menyusun makalah ini. Dan kami akan
mengurainya secara jelas.
BAB II
PEMBAHASAN
Perang salib (The Crusader War) adalah serangkaian perang agama selama
hampir dua abad sebagai reaksi kristen eropa terhadap Islam asia. Perang ini terjadi
karena sejumlah kota dan tempat suci Kristen diduduki Islam sejak 632, seperti di
Suriah, Asia Kecil, Spanyol, dan Sicilia. Militer Kristen menggunakan salib sebagai
simbol yang menunjukkan bahwa perang ini suci dan bertujuan membebaskan kota
suci baitul maqdis (Yerusalem) dari orang Islam.
Perang salib awalnya disebabkan adanya persaingan pengaruh antara Islam dan
Kristen. Penguasa Islam AIP Arselan yang memimpin gerakan ekspansi yang
kemudian dikenal dengan “Peristiwa Manzikart”. [1]
Pada tahun 464 H (1071 M), tentara ALP Arselan yang hanya berkekuatan
15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara romawi yang
berjumlah 200.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr,
Prancis, dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan
kebencian orang-orang Kristen terhadap umat islam, yang kemudian mencetuskan
Perang Salip. Kebencian itu bertambah setelah dinasti Seljuk dapat merebut Bait Al-
Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan Dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di
Mesir.
Menurut Phillip K. Hittin, Perang Salib adalah reaksi dunia Kristen di Eropa
terhadap dunia Islam di Asia. Dilihat dari sudut lain, maka faktor-faktor yang turut
menimbulkan perang salib ialah keinginan mengembara kemiliteran bangsa Tentonia.
Akan tetapi, yang merupakan penyebab langsung terjadinya perang salip ialah
permintaan kaisar Alexius Comnenus tahun 1095, kepada Paus Urbanus II. Kaisar
dari Bizantium ini meminta bantuan dari Romawi, karena daerah-daerahnya yang
tersebar sampai ke pesisir laut Marmura ditindas-binasakan oleh Bani Saljuk.
Bahkan, kota Konstantinopel pusat kekuasaan Romawi diancam direbut oleh kaum
muslimin.
Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya perang salip. Adapun yang
menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya perang salib, ada tiga hal, yaitu
agama, politik, dan sosial ekonomi.
a) Faktor agama
Sejak dinasti Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyah
pada tahun 1070 M, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke
sana karena penguasa Saljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap
mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Umat
Kristen merasa perlakuaan apara penguasa Dinasti Saljuk sangat berbeda dari para
penguasa islam lainnya yang pernah berkuasa di kawasan itu sebelumnya.
b) Faktor politik
Ketika itu dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, dan
Dinasti Fathimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan islam di
Spanyol semakin goyang. Situasi yang demikian, mendorong para penguasa Kristen
di Eropa untuk merebut satu persatu daerah kekuasaan islam, seperti dinasti kecil di
Edessa dan Baitul Maqdis.
Stratifikasi sosial masyarakat eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu
kaum gereja, kaum bangsawan, serta kesatria, dan rakyat jelata. Meskipun merupakan
mayoritas dalam masyarakat, kelompok yang terakhir ini menempati kelas yang
paling rendah. Kehidupan mereka sangat tertindas dan terhina. Oleh karena itu,
mereka di mobilisasi oleh pihak-pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam
perang salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik
apabila perang dapat di menangkan. Mereka menyambut seruan itu secara spontan
dengan melibatkan diri dalam perang tersebut.
Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A, bahwa perang salib dapat dibagi
dalam 3 periode. Menurut Phillip K. Hitti dalam The Arabs A Short History,
pembagian perang salib yang lebih tepat adalah sebagai berikut:
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa sebagian besar bangsa
Perancis dan Norman, berangkat menuju konstantinopel, kemudian ke palestina.
Tentara salib yang dipimpin oleh Gudfrey, Bohemond, dan Raymond, ini
memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil
menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Disini mereka
mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai Raja. Pada tahun yang sama
mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan II di Timur. Bohemond
dilantik sebagai rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (15 Juli
1099 M) dan mendirikan kerajaan Latin II dengan rajanya, Godfrey. Setelah
penaklukkan Baitul maqdis itu, tentara salib melanjutkan ekspansinya. Mereka
menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli
mereka mendirikan kerajaan Latin IV, rajanya adalah Raymond.
Pada tahun 1147-1179 M dipimpin oleh raja Louis VII dari Perancis, Kaisar
Krurad dari jerman, dan putra Roger dari Sisilia. Menyambut kedatangan angkatan
kedua Salibiyah, muncullah pahlawan Nuruddin Zanki, Putra Imanuddin Zanki dan
tentara Salib II tidak dapat berbuat banyak, bahkan dimana-mana dapat dikalahkan.
3. Periode ketiga
Tentara Salib pada periode ketiga ini dipimpin oleh raja jerman, Frederick II.
Kali ini mereka berusaha merebut Mesir terlebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan
harapan mendapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibti.
Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimyat Raja mesir dari
Dinasti Ayyubiyah. Waktu itu, Al-Malik Al-Kamil, membuat perjanjian dengan
Frederick. Isinya antara lain, Frederick bersedia melepaskan dimyat, sementara Al-
Malik Al-Kamil melepaskan Palestina. Frederick menjamin keamanan kaum
muslimin di sana dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen Syria. Dalam
perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun
1247 M, di masa Pemerintahan Al-Malik Al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik yang menggantikan posisi dinasti
Ayyubiyah pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalwun. Pada masa
merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin, tahun 1291 M.
Demikianlah perang salib yang terjadi di timur. Perang ini tidak hanya berhenti
di barat, di Spanyol, sampai akhirnya umat Islam terusir dari Spanyol Eropa. Akan
tetapi, meskipun demikian mereka tidak dapat menurunkan bendera Islam dari
Palestina.
INVASI MONGOL
1. Silsilah Bangsa Mongol
Dalam tulisan Ali Mufrodi dijelaskan bahwa asal mula bangsa Mongol ialah
dari masyarakat hutan yang mendiami Siberia dan Mongol luar disekitar danau
Baikal. Temujin adalah seorang pandai besi yang mencuat namanya karena
memenangkan perselisihan dengan orang Khan atau Togril, seorang kepala suku
Kereyt. Chinggis sebenarnya adalah gelar bagi temujin yang diberikan kepadanya
oleh sidang kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin
tertinggi bangsa itu pada tahun 1206.
Bangsa yang dipimpinnya meluas ke wilayah Tibet (Cina Barat Laut), dan Cina
pada tahun 1213, serta dapat menaklukkan Beijing pada tahun 1215. Ia menundukkan
Turkistan pada tahun 1218 yang berbatasan dengan wilayah Islam, yakni Khwarazmi
Invasi Mongol ke wilayah Islam terjadi karena adanya peristiwa Utrar pada
tahun 1218, yaitu ketika Gubernur Khawarazm membunuh para utusan Chinggis yang
disertai pula oleh para saudagar muslim.peristiwa tersebut menyebabkan Mongol
menyerbu wilayah Islam dan dapat menaklukkan Transoxania yang merupakan
wilayah Khwarazm tahun 1219-1220, padahal sebelumnya mereka justru hidup
berdampingan secara damai satu sama lain. Kota Bukhara di Samarkand yang
didalamnya terdapat makam Imam Bukhari, salah seorang perawi hadis yang
termansyur, dihancurkan. Jalaluddin, penguasa Khwarazm yang berusaha meminta
bantuan kepada Khalifah Abbasiyah di Baghdad, menghindari diri dari serbuan
Mongol. Ia diburu oleh lawannya hingga ke india pada tahun 1221, dan akhirnya ia
lari ke barat. Toluy, salah seorang anak Chinggis, diutus ke Khurasan, sementara
anaknya yang lain, yakni Jochi dan Chaghatay bergerak untuk merebut wilayah
sungai Sir Darya Bawah dan Khwarazm.
Wilayah kekuasaan Jengis Khan yang luas tersebut dibagi untuk empat orang
putranya sebelum ia meninggal dunia pada tahun 624/1227. Pertama ialah Jochi,
anaknya yang sulung mendapat wilayah Siberia bagian barat dan stepa Qipchaq yang
membentang hingga ke Rusia Selatan, di dalamnya terdapat Khwarazm. Kedua
adalah Chaghatay, mendapat wilayah yang membentang ke timur, sejak Transoxania
hingga Turkistan Timur atau Turkistan Cina. Ketiga bernama Ogedey, adalah putra
Jengis Khan yang terpilih oleh Dewan Pemimpin Mongol untuk menggantikan
ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs dan T’ien Syan.
Keempat ialah Toluy, si bungsu mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-
anaknya, yakni Mongke dan Qubilay menggantikan Ogedey sebagai Khan Agung.
Invasi Mongol terjadi pada masa pemerintahan Iltutmish pada tahun 1221 M.
Orang-orang Mongol muncul untuk pertama kalinya ditepi Sungai Indus di bawah
pemimpin mereka yang terkenal, Jengis Khan. Jengis Khan menjadikan orang-orang
Mongol sebagai kekuatan politik dan militer yang terbesar di Asia. Dia menundukkan
negeri-negeri Asia Tengah dan Asia Barat dengan cepat, dan ketika dia menyerang
Jalaluddin, Syah Khawarizm yang terakhir, Syah tersebut melarikan diri ke Punjab
dan mencari perlindungan di daerah jajahan Iltutmish.
Kisah jaruhnya ibukota Abbasiyah pada tahun 1258, yang didirikan oleh
khalifah kedua, Al-Mansur terjadi setelah diblokade kota “Seribu Satu Malam”,
dinding-dinding Baghdad yang kuat diserang oleh pasukan Holako Khan pada bulan
Januari 1258. Orang-orang mongol tidak mau menerima syarat-syarat yang diajukan
oleh pihak Abbasiyah untuk menerima penyerahan kota. Bahkan, mereka tidak dapat
menerima ancaman-ancaman yang direkayasa dan dipercayai oleh penduduk
Baghdad, seperti akan hancur bagi siapa saja yang memusuhi khalifah Abbasiyah dan
bila khalifah dibunuh, kesatuan alam akan terganggu, matahari akan bersembunyi,
hujan akan terhenti turun, dan tumbuh-tumbuhan tidak akan hidup lagi. Hulako tidak
mau menerima ancaman yang berbau gaib itu karena ia sudah dinasihati oleh para
astropolognya.
Dalam tulidan Philip K. Hitti, dijelaskan bahwa pada tahun 1253, Hulagu, cucu
Jengis Khan, bergerak dari Mongol memimpin pasukan berkekuatan besar untuk
membasmi kelompok pembunuh (hasyasyin) dan menyerang kekhalifahan
Abbasiyah. Inilah gelombang serangan kedua yang dilakukan bangsa Mongol.
Pada tahun 1260, pasukan Hulagu mengancam Suriah Utara. Selain merebut
Aleppo dan menebaskan pedangnya untuk membantai sekitar 50.000 penduduknya,
dia juga merebut Hamah dan Harim. Setelah mengutus seorang jenderal untuk
mengepung Damaskus, akhirnya ia -karena merasa terbebani oleh kematian
saudaranya, Khan Yang Agung -pulang ke Persia. Balatentara yang ditinggalkannya,
stelah menaklukkan Suriah di hancurkan pada tahun 1260 di ‘ain Jalut (mata ait
Goliath).
Dari sini, dapat dilihat bahwa kultur islam yang ada di kawasan budaya arab,
seperti Irak dan Siria, serta sebagian Persia sebelah barat, walaupun secara pilitis
dapat ditaklukkan oleh Mongol, akhirnya Mongol sendiri terserap kedalam budaya
Islam. Dapat disimplkan bahwa akar budaya islam dikawasan budaya arab
diperintahkan bikan hanya dinasti yang berbangsa arab saja, tetapi siapa yang kuat
akan memerintah wilayah tersebut.
Bangsa Mongol yang sal mulanya memeluk agama nenek moyang mereka, lalu
beralih memeluk agama Budha rupanya bersimpati kepada orang-orang Kristen yang
bangkit kembali pada masa itu dan menghalang-halangi dakwah islam di kalangan
Mongol. Yang lebih fatalnya lagi adalah hancurnya Baghdad sebagai pusat dinasti
Abbasiyah yang didalamnya terdapat tempat belajar dengan fasilitas perpustakaan,
hilang lenyap dibakat oleh Hulagu.
Ada pula dampak positifnya antara lain disebabkan mereka berasimilasi dan
bergaul dengan masyarakat muslim dalam jangka waktu yang panjang, seperti yang
dilakukan oleh Gazan Khan (1295-1304) yang menjadikan islam sebagai agama
resmi kerajaannya, walaupun ia pada mulanya beragama Budaha. Rupanya, ia telah
mempelajari agama-agama sebelum menetapkan keislamannya, dan yang lebih
mendorongnya masuk Islam ialah pengaruh seorang menterinya Rasyiduddin yang
terpelajar dan ahli sejarah yang terkemuka yang selalu dialog dengannya, dan
Nawruz, seorang gubernurnya untuk beberapa provinsi Siria. Ia menyuruh kaum
Kristen dan Yahudi untuk membayar jizyah dan memerintahkan mencetak uang yang
bercirikan islam, melarang riba, menyuruh para pemimpinnya menggunakan sorban.
Ia meninggal ketika masih berumur 32 tahun, karena tekanan batin yang berat
sehingga ia sakit dan menyebabkan kematiannya ketika pasukannya kalah di Siria dan
munculnya sebuah komplotan yang berusaha untuk mengusirnya dari kekuasaannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perang salib merupakan peristiwa perang tentara Islam dan Kristen yang sangat
penting dan perjalanan sejarah masyarakat Muslim dan Kristen Eropa. Perang Salib
termasuk perang terlama yang memakan waktu kurang lebih dua abad (1096-1291
M). Hal ini terjadi bermula kebencian umat Kristiani terhadap masa pemerintahan
Dinasti Seljuk yang dapat menguasai kota suci mereka. Terlebih dinasti menguasai
Baitul Maqdis. Dalam peperangan ini tentara Salib memakai tanda salib di
pakaiannya sebagai tanda pemersatu umat Kristiani dan menunjukkan peperangan
suci.
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perang salib, ada tiga hal, yaitu
agama, politik, dan sosial ekonomi. Menurut Philip K. Hitti, sebagaimana yang
dikutip oleh banyak sejarawan, bahwa Perang Salib dibagi ke dalam tiga periode,
yaitu periode pertama disebut sebagai periode penaklukkan. Kemudian periode kedua
disebut dengan periode reaksi umat Islam dan yang terakhir adalah periode ketiga
disebut dengan periode kehancuran. Kekuatan utama di balik terjadinya Perang Salib
diantaranya dari Kekaisaran Byzantium, Kerajaan Spanyol, Gerakan Salibiyah,
Blokade Negara Salibis, dan Penjajahan (Kolonialisme).
Sesungguhnya invansi pasukan Mongol terhadap Negara-negara Islam adalah
tragedi besar yang tidak ada tandingannya sebelum ini dan sesudahnya. Kendati
sebelumnya di dahului oleh perang Salib, apalagi melihat peristiwa hancurnya ibu
kota Dinasti Abbasiyah yaitu Baghdad.
o Setiap amir atau khalifah hanya perhatian kepada wilayahnya saja, tanpa beban
ketika ada suatu wilayah Islam lainya jatuh di tangan musuh.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
[1] Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010)
hal. 231
[2] Dr. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)
hal. 77
[3] Prof. Dr. H. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada Media,
2004) hal. 182
[4] Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Sejarah Peradaban Islam, hal. 234-236
[5] Ibid, hal. 137
[6] Dr. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 77
[7] Prof. Dr. H. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, hal. 184
[8] Ibid, hal. 79
[9] Ibid, 241
[10] Dedi Supriyadi, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Hal. 177-186