Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN PROFESI

SIKLUS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)”

KELOMPOK Q

OLEH
PUTRI DWI RUSMAYANTI,  S. Kep
2141312036

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
A. Landasan Teoritis Tuberkulosis Paru (TB Paru)
1. Definisi
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam
jaringan paru melalui infeksi airbone dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal
sebagai fokus primer dari ghon (Wijaya & Yessie, 2013).
Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak berdarah yang dibatukkan,
berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari glottis menuju distal,
batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas,
sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi (Wijaya & Yessie, 2013). Tuberculosis
paru pada manusia dapat di jumpai dalam 2 bentuk, yaitu:
 Tuberculosis primer: Bila penyakit terjadi pada infeksi pertama kali.
 Tuberculosis paska primer: Bila penyakit timbul setelah beberapa waktu seseorang
terkena infeksi dan sembuh. TBC ini merupakan bentuk yang paling sering
ditemukan. Dengan terdapatnya kuman dalam dahak, penderita merupakan sumber
penularan (Wahid, 2013).

2. Etiologi

Penyebab tuberkulosis yaitu Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong
dalam kuman Mycobacterium tuberculosis complex yaitu :

1) M. Tuberculosis

2) Varian Asian

3) Varian African I

4) Varian African II

5) M. Bovis
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut bakteri asam basa
(BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan
hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama
selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberculosis aktif
(Asril Bahar, 2001).
Agen infeksius utama, mikrobacterium tuberkulosis adalah batang aerolik
tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet. Mikrobacterium bovis dan mikrobacterium avium pernah, pada kejadian
yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis (Wijaya Andra Saferi,
dkk, 2013).

3. Manisfestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru yaitu batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan (Depkes, 2006).
Tuberkulosis sering dijuluki "the great imitator (peniru hebat)" yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang memberikan
gejala umum seperti kelemahan dan demam. Pada sejumlah gejala penderita yang
timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik
dan gejala sistemik:
1) Gejala respiratorik, meliputi:
 Batuk : Gejala timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
 Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak seperti garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
 Sesak napas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorak.
anemia dan lain-lain.
 Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2) Gejala sistemik, meliputi:


 Demam : Merupakan gejala yang sering muncul biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
 Gejala sistemik lain : seperti keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise.
 Timbulnya gejala biasanya bertahap dalam beberapa minggu-bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang
dapat juga timbul gejala pneumonia.

Tuberkulosis Paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan


demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan BB, berkeringat malam, nyeri
dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin non produktif, tetapi dapat
berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis.

Tuberkulosis dapat mempunyai manisfestasi atipikal pada lansia, seperti


perilaku tiada biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan
BB. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman.

4. Klasifikasi

a. Pembagian secara patologis:


1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2) Tuberculosis post primer ( adult tuberculosis).

b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif,


non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).

c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)


1) Tuberculosis minimal: Terdapat sebagian kecil infiltrate non kavitas pada
satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlah lobusnya tidah melebihi satu
lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis: Ada kavitas dengan diameter tidak
melebihi dari 4 cm. jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari
sepertiga bagian 1 paru.
3) Far advanced tuberculosis: Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi
keadaan pada moderately advanced tuberculosis.

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik


dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah
satu faktor penentu untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai
berikut:
1) TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
 Dengan atau tanpa gejala klinik
 BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
 Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

2) TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:


 Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB Paru aktif
 BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

3) Bekas TB Paru dengan kriteria:


 Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
 Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru
 Radiologi menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah
 Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung) (Wijaya &
Yessie, 2013).
5. Penularan dan Faktor-Faktor Risiko
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang melalui transmisi melalui udara.
Individu terinfeki melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi,
melepaskan droplet. Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil
terputus di udara dan terhirup individu yang rentan. Individu yang berisiko tinggi
untuk tertular tuberkulosis adalah:
 Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif
 Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang
dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV)
 Pengguna obat-obat IV dan Alkoholik
 Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan;
etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa
muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun)
 Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalnya:
diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau
yeyunolleal)
 Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika,
Amerika Latin, Karibia)
 Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya: fasilitas perawatan jangka
panjang, institusi psikiatrik, penjara)
 Individu yang tinggal di daerah perumahan substandar kumuh
 Petugas kesehatan
 Risiko tertular TB juga tergantung pada banyaknya organisme yang terdapat udara.

6. Patofisiologi
Port de entri kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi terjadi melalui
udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai alveoli dan inhalasi biasanya terdiri dari satu
sampai tiga gumpalan basil yang cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkus dan sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus, kuman mulai mengakibatkan peradangan. Leukosit polifornuklear tampak
memfagosit bakteria tapi tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama leukosit diganti mikrofag. Alveoli terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumonia seluler ini dapat
dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses
dapat berjalan terus dan bakteri terus di fagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Mikrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh fosit. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari (iwan, 2013).
Basil mycobacterium tuberculosis menyebar melalui jalan nafas ke alveoli
dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak, sistem
kekebalan tubuh akan bereaksi dalam melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan
mikrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap
tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan
ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah
bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar.
Massa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang hidup dan
yang sudah mati, dikelilingi oleh mikrofag yang membentuk dinding. Granuloma
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tuberkel. Materi yang terdiri dari atas makrofag dan bakteri menjadi
nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan membentuk
klasifikasi, membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non aktif. Penyakit akan
berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena respon system imun yang tidak
adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali
bakteri tuberculosis. Pada kasus ini terjadi ulserasi pada ghon tuberkel, dan
seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini
berjalan terus dan basil terus di fagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk
sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Di
daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid
dan fibroblast akan menimbulkan respon berbeda dan akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Somantri, 2012).
7. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Interpretasi Hasil
1. Sputum:
 Kultur Mycobacterium tuberculosis positif pada
tahap aktif, penting untuk menetapkan
diagnosa pasti dan melakukan uji kepekaan
 Ziehl-Neelsen terhadap obat
BTA positif
2. Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer) Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih) menunjukan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk
menunjukan keaktivan penyakit
3. Foto thorax Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada
area paru, simpanan kalsium lesi sembuh
primer, efusi cairan, akumulasi udara, area
civitas, area fibrosa dan penyimpangan
struktur mediastinal
4. Histologi atau kultur jaringan Hasil positif dapat menunjukan serangan
(termasuk bilasan lambung, urine, ekstrapulmonal
cairan serebrospinal, biopsi kulit)
5. Biopsi jarum pada jaringan paru Positif untuk gralunoma TB, adanya giant
cell menunjukan nekrosis
6. Darah:
 LED Indikator stabilitas biologik penderita,
respon terhadap pengobatan, dan prediksi
tingkat penyembuhan. Sering meningkat
pada proses aktif
 Limfosit Menggambarkan status imunitas penderita (
normal atau supresi)
 Elektolit Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi
cairan pada TB paru kronis luas
 Analisa gas darah Hasil bervariasi tergantung lokasi dan
beratnya kerusakan paru
7. Tes faal paru Penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara residu
dan kapasitas paru total, penurunan saturasi
oksigen sebagai akibat dari infiltrasi
parenkim/ fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural
8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase, yaitu:
1) Tahap Intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan di awasi
langsung untuk mencegah terputusnya obat dan akibatnya yang terjadi adalah
kuman mycobacterium tuberculosis menjadi kebal terhadap semua OAT,
terutama rimfamisi. Bila pengobatan tahap intesif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita BTA positif akan menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan
yang intensif.
2) Tahap Lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan adalah tahap yang penting untuk
membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Prastinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan
adalah Kanamsin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel
berikut:

Obat Anti TB Aksi Potensi Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)


Esensial
Per Hari Per Minggu
3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirasinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45

1) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis
harian yang dianjurkan 5 mg/kg, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persistent) yang tidak
dapat dibunuh oleh obat isoniazid. Dosis 10 mg/kg BB, diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.
3) Pirasinamid (Z)
Obat ini bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikandengan dosis 35 mg/kg BB.
4) Streptomycin (S)
Obat bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Penderita berumur < 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan yang berumur > 60
tahun diberikan dosis 0,50 gr/hari.
5) Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg BB.

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan terlebih dahulu berdasarkan


lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik,
hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu
pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Shon Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:

1) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam


penanggulangan TB
2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang
pemeriksaan penunjang lainnya seperti radiologi dan kultur dapat dilaksanakan di
unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut
3) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana
penderita harus minum obat setiap hari
4) Kesinambungan ketersediaan paduan jangka pendek OAT yang cukup
5) Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Panduan OAT Indonesia:


a. Kategori I
Kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan yang seperti
meningitis, TB milier, pericarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral,
spondylitis dengan gangguan neurologic, penderita dengan dahak negatif tetapi
kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih.
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), rifampisin (R), pirasinamid (Z), dan
etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE).
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniazid (H) dan
rifampisin(R), diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini
diberikan untuk:

1) Penderita baru Tuberculosis paru BTA positif.


2) Penderita Tuberculosis paru BTA negatif, rontgen positif, dan yang sakit berat.

b. Kategori II
Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif, tahap intensif diberikan
selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan isonisid (H), pirasinamid (Z),
etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan
isoniazid (H), rifampisin (R), pirasinamid (Z), dan etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan (HRE) yang
diberikan 3 kali seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin
diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat-obat ini di berikan untuk:

1) Penderita kambuh (relaps)


2) Penderita gagal (failure)
3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after defauld)
c. Kategori III
Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus
TBC di luar paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
Tahap intensif terdiri dari (HRZ) diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari (HR) selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu (4 H3R3). Obat ini di berikan:

1) Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan.


2) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjer limfa, pleuritis, TBC kulit,
TBC tulang, sendi dan kelenjer adrenal.

d. Kategori IV
Bila pada tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori I atau penderita BTA positif pengobatan berulang dengan kategori II.
Hasil pemerikasaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.
Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = directly observed treatment)
oleh seorang pengawas menelan obat (PMO). (DEPKES RI, dalam buku
gangguan respirasi, 2013).
Obat-obat Tuberculosis paru yang ada sekarang digolongkan dalam dua
jenis yaitu baktrisidal dan bakteristatik. Termasuk dalam golongan bakterisidal
adalah isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), streptomisin (S).
Sedangkan etambutol (E) termasuk golongan bakteriostatik. Kelima obat diatas
termasuk obat utama TBC (first-line antituberculosis drugs). Yang termasuk
dalam OAT (second antituberculosis drugs) adalah para-aminosalicylic acid
(PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin, dan kapreomisin. Obat anti TBC
sekunder ini kurang efektif juga lebih toksik, sehingga kurang dipakai lagi
(taufan, 2013).

9. Komplikasi
Yang terjadi pada penderita stadium lanjut adalah sebagai berikut:
a) Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran pernafasan awah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
c) Bronkiektasis (pelebaran bronkus) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d) Pneumohorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan yaitu adanya kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru
e) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya (Depkes RI, 2013).
10. WOC (Web Of Caution) TBC
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (11 Fungsional Gordon)
a. Identitas klien dan keluarga
1) Data pasien dan identitas klien: Nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, tanggal masuk, dan cara masuk
2) Identitas penanggung jawab: Nama, umur pekerjaan, alamat, dan
hubungan dengan klien.

b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
 Demam: subfebris,febris (40-41oC) pada malam hari, demamnya hilang
timbul.
 Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini terjadi untuk
membuang atau mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk
kering sampai dengan batuk purulent (menghasilkan sputum).
 Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru-paru.
 Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
 Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan turun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam.
 Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit
ini muncul bukan karena penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit
infeksi menular.
 Terjadi penurunan berat badan .

2) Riwayat kesehatan sekarang


Didapatkan adanya keluhan keadaan pernafasan pendek yaitu nafas pendek,
nyeri pada bagian dada, batuk yang tidak sembuh-sembuh dalam jangka
waktu 3 minggu dan disertai dengan sputum, demam, nafsu makan
menurun, berat badan turun drastic, sesak nafas, dan bila sudah parah
terjadi batuk darah.

3) Riwayat penyakit keluarga


Riwayat adanya penyakit Tuberculosis Paru pada anggota keluarga yang
lain sangat menentukan, karena penyakit Tuberculosis paru adalah penyakit
yang menular yang bisa ditularkan melalui udara dan percikan atau bercak
ludah (droplet).

4) Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian yang mendukung adalah penderita Tuberculosis Paru biasanya
dengan keluhan batuk lama pada saat masa kecil, tanyakan obat-obat yang
pernah diminum klien pada masa lalu, dan kaji apakah seberapa jauh
penurunan berat badan klien selama enam bulan terakhir.

5) Pola fungsi kesehatan

1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan:


Pada psien TB biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan,
kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah
yang sempit.
2. Pola nutrisi/metabolisme:
Pada pasie TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun
3. Pola eliminasi:
Pasien TB paru tidak mengalami perubahan dalam miksi dan defekasi
4. Pola aktivitas/olahraga:
Biasanya pada pasien TB paru susah untuk aktivitas karena mengalami
sesak nafas sehingga jika terlalu banyak beraktivitas pasien sering
mengalami sesak nafas dan sering mengalami keletihan
5. Pola istirahat tidur:
Pasien TB paru mengalami kesukaran untuk tidur karena mengalami
sesak nafas dan juga gelisah, juga mengalami nyeri dada meningkat
karena batuk berulang dan sulit tidur di malam hari karena menggigil
atau berkeringat di malam hari
6. Pola kognitif-persepsi:
Karena nyeri dan sesak nafas biasanya meningkatkan emosi dan rasa
khawatir pasien tentang penyakitnya
7. Pola peran hubungan:
Pasien TB paru akan mengalami perasaan isolasi karena penyakit
menular
8. Pola seksualitas/reproduksi:
Pasien TB paru pada pola reproduksi dan seksualitas akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada
9. Pola koping-toleransi stres:
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengakibatkan
penolakan terhadap pengobatan
10. Pola keyakinan-nilai:
Karena sesak nafas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah pasien

6) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
 Kesadaran : umumnya pasien dengan kesadaran composmentis
 Tanda-tanda vital : Periksa apakah pasien mengalami demam,
denyut nadi bervariasi, pernafasan cepat dan tekanan darah apakah
terjadi hipertensi atau hipotensi.
b. Kulit
Periksa apakah turgor kulit jelek, kulit kering atau bersisik, kehilangan
lemak subcutan, pada waktu malam muncul keringat dingin.
c. Kepala
d. Periksa apakah wajah tampak pucat, sklera ikterik, konjungtifa anemis,
bibir sianosis, dan kadang-kadang menetes darah pada hidung.
e. Leher
Periksa apakah simetris, ada atau tidaknya nyeri tekan, ada atau
tidaknya benjolan, ada atau tidaknya pembesaran vena jugularis.
f. Toraks
• Inspeksi
Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan
serta menilai adanya tanda-tanda abnormal misalnya adanya
sianosis, pucat, kelelahan, sesak nafas, batuk dan menilai adanya
sputum (Djojodibroto,2016).
• Palpasi
Pemeriksaan dengan palpasi bertujuan untuk mendeteksi kelainan
seperti peradangan di daerah setempat. Cara palpasi dapat
dilakukan dari belakang dengan meletakkan kedua tangan di kedua
sisi tulang belakang. Jika di daerah puncak paru terdapat fibrosis
seperti proses TB paru, tidak akan ditemukan pengembangan di
bagian atas thorak. (Muttaqin,2012).
• Perkusi

• Perkusi atau pengetukan dada akan menghasilkan vibrasi pada


dinding dada dan organ paru di bawahnya akan diterima oleh
pendengaran pemeriksa. Perkusi yang dilakukan diatas organ yang
padat atau yang berisi cairan akan menimbulkan bunyi yang
memiliki amplitudo rendah dan frekuensi tinggi yang disebut suara
pekak. (Djojodibroto,2016).
• Auskultasi Auskultasi merupakan mendengarkan suara yang
berasal dari dalam tubuh dengan cara menempelkan telinga ke
dekat sumber bunyi dengan menggunakan stetoskop. Pada klien
dengan TB paru timbul suara ronki basah, kasar dan nyaring akibat
peningkatan produksi sekret pada saluran pernafasan
(Somantri,2012).
g. Pemeriksaan jantung
• Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
• Palpasi: ictus cordis terletak di ICS V mid klavikula sinistra
• Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal
• Perkusi: Suara pekak.
h. Abdomen
• Inspeksi: Kaji abdomen apakah membuncit atau datar, amati apakah
ada massa atau tidak, amati apakah ada lesi atau tidak.
• Auskultasi: Kaji suara peristaltik usus normalnya 5-35 kali/menit:
pada penderita gastroenteritis bunyi peristaltik keras dan panjang.
• Palpasi: dilakukan untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan atau
tidak, kemudian mencari perabaan ada tidaknya benjolan.
• Perkusi: dilakukan untuk mendengarkan adanya cairan,gas atau
massa dalam perut. Bunyi perkusi yang normal adalah timpani,
tetapi bunyi ini dapat berubah pada keadaan tertentu.
i. Genitalia
Biasanya tidak mengalami kelainan pada genetalia.
j. Ekstermitas
Periksa apakah akral dingin, kuku sianosis, ekstermitas atas dan bawah
normal.

7) Pemeriksaan penunjang
a) Darah
Pada saat tuberkulosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit
meninggi, dan jumlah limfosit dibawah normal.
b) Sputum
Pada pemeriksaan sputum kriteria BTA positif yaitu ditemukan
sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan, dengan
kata lain ditemukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.
c) Tes tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberculosisterutama pada anak-anak.
d) Foto thoraks
Foto thoraks merupakan pemeriksaan radiologi standar,untuk menunjang
menegakkan diagnosis tuberculosis paru.

8) Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif Masalah Keperawatan


 Klien mengatakan  Suara nafas Ketidakefektifan
sulit untuk tambahan bersihan jalan nafas
bernafas  Perubahan frekuensi
 Klien mengatakan pernafasan
tidak dapat  Terdapat sputum
mengeluarkan dalam jumlah
dahak berlebih
 Klien tampak
gelisah
 Klien mengatakan  Anoreksia Ketidakseimbangan
tidak nafsu makan  Mual nutrisi: kurang dari
 Keluarga klien  Muntah kebutuhan tubuh
mengatakan klien  Terjadi penurunan
tidak pernah BB 20% sejak
menghabiskan sebulan yang lalu
makanannya
 Klien mengatakan  Kantong mata Gangguan pola tidur
sulit untuk terlihat hitam
memulai tidur  Konjungtiva
karena batuk dan anemis
dada sesak  Klien tampak
 Klien merasa tidak lelah dan
cukup istirahat mengantuk
 Klien mengatakan
ketidakpuasan saat
tidur
2. Perumusan Diagnosa (NANDA)

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d sekresi yang tertahan


2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan diet
kurang
3) Gangguan pola tidur b.d pola tidur tidak menyehatkan.

3. Perumusan NANDA, NOC dan NIC

No NANDA NOC NIC


Dx
1. Ketidakefektifan 1. Status pernapasan 1. Manajemen jalan
jalan nafas b.d (0415) napas (3140)
sekresi yang Indikator: Aktivitas:
tertahan - Frekuensi - Posisikan pasien
pernapasan untuk
dipertahankan memaksimalkan
pada 3 ventilasi
ditingkatkan ke 5 - Identifikasi
- Irama pernapasan kebutuhan aktual/
dipertahankan potensial pasien
pada 3 untuk
ditingkatkan ke 5 memasukkan alat
- Suara auskultasi membuka jalan
pernapasan nafas
dipertahankan - Buang sekret
pada 3 dengan
ditingkatkan ke 5 memotivasi pasien
- Kepatenan jalan untuk melakukan
napas batuk efektif
dipertahankan - Posiiskan pasien
pada 3 semifowler untuk
ditingkatkan ke 5 meringkankan
- Perasaan kurang sesak nafas
istirahat 2. Monitor pernapasan
dipertahankan ( 3350)
pada 3 Aktivitas:
ditingkatkan ke 5 - Monitor
- Suara napas kecepatan, irama,
tambahan kedalaman dan
dipertahankan kesulitan bernapas
pada 3 - Catat pergerakan
ditingkatkan ke 5 dada, penggunaan
2. Kelelahan: efek yang otot bantu napas
mengganggu - Monitor pola
Indikator: napas
- Nafsu makan - Auskultasi suara
menurun napas
dipertahankan - Monitor
pada 2 kemampuan untuk
ditingkatkan pada batuk efektif
4 - Monitor sekresi
- Perubahan status pernapasan pasien
nutrisi
dipertahankan
pada 2
ditingkatkan pada
4
- Malaise
dipertahankan
pada 2
ditingkatkan pada
4
- Latergi
dipertahankan
pada 2
ditingkatkan pada
4
- Penurunan energi
dipertahankan
pada 2
ditingkatkan pada
4
2 Ketidakseimbangan 1. Status nutrisi (1004) 1. Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari Indikator: ( 1100)
kebutuhan tubuh - Asupan gizi Aktivitas:
dipertahankan - Tentukan status
pada 3 gizi pasien dan
ditingkatkan pada kemampuan untuk
5 memenuhi
- Asupan makan kebutuhan gizi
dipertahankan - Instruksikan
pada 3 pasien mengenai
ditingkatkan pada kebutuhan nutrisi
5 - Tentukan jenis
- Energi kalori dan jenis
dipertahankan nutrisi yang
pada 3 dibutuhkan untuk
ditingkatkan pada memenuhi
5 persyaratan gizi
- Resiko berat badan - Atur diet yang
dipertahankan diperlukan
pada 3 2. Bantuan peningkatan
ditingkatkan pada berat badan (1240)
5 Aktivitas:
2. Pengetahuan: diet - Timbang pasien
sehat pada jam yang
Indikator: sama setiap hari
- Tujuan diet yang - Monitor mual
bisa dicapai munta
dipertahankan
pada 3 - Monitor asupan
ditingkatkan ke 5 kalori setiap hari
- Kisaran berat - Dukung
badan personal peningkatan
yang optimal asupan kalori
dipertahankan - Sediakan
pada 3 suplemen
ditingkatkan pada makanan jika
5 diperlukan
- Hubungan antara
diet, olahraga dan
berat badan
dipertahankan
pada 3
ditingkatkan pada
5
- Intake kalori yang
sesuai dengan
kebutuhan
metabolik
dipertahankan
pada 3
ditingkatkan pada
5
- Intake nutrisi yang
sesuai dengan
kebutuhan
individu
dipertahankan
pada 3
ditingkatkan pada
5
3 Gangguan pola 1. Tidur (0004) 1. Peningkatan tidur
tidur b.d pola tidur - Jam tidur (1850)
yang tidak dipertahankan - Tentukan pola
menyehatkan pada 3 idur pasien
ditingkatkan pada - Perkirakan tidur/
5 siklus
- Pola tidur - Jelaskan
dipertahankan pentingnya tidur
pada 3 yang cukup
ditingkatkan pada selama sakit
5 - Monitor pola tidur
- Kualitas tidur pasien dengan
dipertahankan jumlah jam tidur
pada 3 - Ajarkan pasien
ditingkatkan pada bagaimana
5 melakukan
- Efesiensi tidur relaksasi otot
dipertahankan autogenik atau
pada 3 bentuk non-
ditingkatkan pada farmakologis
5 lainnya untuk
- Perasaan segar memancing tidur
setelah tidur - Bantu
dipertahankan meningkatkan
pada 3 jumlah jam tidur
ditingkatkan pada 2. Pengaturan posisi
5 (0840)
- Tidur yang Aktivitas:
terputus - Tempatkan pasien
dipertahankan di tempat tidur
pada 2 - Jelaskan pada
ditingkatkan pada pasien akan ada
4 perubhan posisi
2. Kelelahan: efek yang - Monitor status
mengganggu oksigenasi
Indikator: (sebelum dan
- Nafsu makan sesuah perubhan
menurun posisi)
dipertahankan - Posisikan pasien
pada 2 sesuai dengan
ditingkatkan pada kesejajaran tubuh
4 yang tepat
- Perubahan status - Tinggikan bagian
nutrisi tubuh yang
dipertahankan terkena dampak
pada 2 - Posisikan pasien
ditingkatkan pada untuk mengurangi
4 dyspnea seperti
- Malaise posisi semi fowler
dipertahankan
pada 2
ditingkatkan pada
4
- Latergi
dipertahankan
pada 2
ditingkatkan pada
4
- Penurunan energi
dipertahankan
pada 2
ditingkatkan pada
4

C. Evaluasi
Rencana keperawatan ini adalah proses pencapaian tujuan antara perawat dengan
pasien, keluarga pasien, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya agar hasil yang telah
ditetapkan dapat diamati dengan jelas perubahannya. Disamping itu diharapkan pasien
dapat memberikan respon yang positif terhadap tindakan keperawatan yang akan
diberikan.

Anda mungkin juga menyukai