KELOMPOK Q
OLEH
PUTRI DWI RUSMAYANTI, S. Kep
2141312036
2. Etiologi
1) M. Tuberculosis
2) Varian Asian
3) Varian African I
4) Varian African II
5) M. Bovis
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut bakteri asam basa
(BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan
hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama
selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberculosis aktif
(Asril Bahar, 2001).
Agen infeksius utama, mikrobacterium tuberkulosis adalah batang aerolik
tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet. Mikrobacterium bovis dan mikrobacterium avium pernah, pada kejadian
yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis (Wijaya Andra Saferi,
dkk, 2013).
3. Manisfestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru yaitu batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan (Depkes, 2006).
Tuberkulosis sering dijuluki "the great imitator (peniru hebat)" yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang memberikan
gejala umum seperti kelemahan dan demam. Pada sejumlah gejala penderita yang
timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik
dan gejala sistemik:
1) Gejala respiratorik, meliputi:
Batuk : Gejala timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak seperti garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
Sesak napas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorak.
anemia dan lain-lain.
Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
4. Klasifikasi
6. Patofisiologi
Port de entri kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi terjadi melalui
udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai alveoli dan inhalasi biasanya terdiri dari satu
sampai tiga gumpalan basil yang cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkus dan sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus, kuman mulai mengakibatkan peradangan. Leukosit polifornuklear tampak
memfagosit bakteria tapi tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama leukosit diganti mikrofag. Alveoli terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumonia seluler ini dapat
dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses
dapat berjalan terus dan bakteri terus di fagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Mikrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh fosit. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari (iwan, 2013).
Basil mycobacterium tuberculosis menyebar melalui jalan nafas ke alveoli
dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak, sistem
kekebalan tubuh akan bereaksi dalam melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan
mikrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap
tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan
ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah
bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar.
Massa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang hidup dan
yang sudah mati, dikelilingi oleh mikrofag yang membentuk dinding. Granuloma
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tuberkel. Materi yang terdiri dari atas makrofag dan bakteri menjadi
nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan membentuk
klasifikasi, membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non aktif. Penyakit akan
berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena respon system imun yang tidak
adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali
bakteri tuberculosis. Pada kasus ini terjadi ulserasi pada ghon tuberkel, dan
seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini
berjalan terus dan basil terus di fagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk
sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Di
daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid
dan fibroblast akan menimbulkan respon berbeda dan akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Somantri, 2012).
7. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Interpretasi Hasil
1. Sputum:
Kultur Mycobacterium tuberculosis positif pada
tahap aktif, penting untuk menetapkan
diagnosa pasti dan melakukan uji kepekaan
Ziehl-Neelsen terhadap obat
BTA positif
2. Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer) Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih) menunjukan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk
menunjukan keaktivan penyakit
3. Foto thorax Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada
area paru, simpanan kalsium lesi sembuh
primer, efusi cairan, akumulasi udara, area
civitas, area fibrosa dan penyimpangan
struktur mediastinal
4. Histologi atau kultur jaringan Hasil positif dapat menunjukan serangan
(termasuk bilasan lambung, urine, ekstrapulmonal
cairan serebrospinal, biopsi kulit)
5. Biopsi jarum pada jaringan paru Positif untuk gralunoma TB, adanya giant
cell menunjukan nekrosis
6. Darah:
LED Indikator stabilitas biologik penderita,
respon terhadap pengobatan, dan prediksi
tingkat penyembuhan. Sering meningkat
pada proses aktif
Limfosit Menggambarkan status imunitas penderita (
normal atau supresi)
Elektolit Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi
cairan pada TB paru kronis luas
Analisa gas darah Hasil bervariasi tergantung lokasi dan
beratnya kerusakan paru
7. Tes faal paru Penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara residu
dan kapasitas paru total, penurunan saturasi
oksigen sebagai akibat dari infiltrasi
parenkim/ fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural
8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase, yaitu:
1) Tahap Intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan di awasi
langsung untuk mencegah terputusnya obat dan akibatnya yang terjadi adalah
kuman mycobacterium tuberculosis menjadi kebal terhadap semua OAT,
terutama rimfamisi. Bila pengobatan tahap intesif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita BTA positif akan menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan
yang intensif.
2) Tahap Lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan adalah tahap yang penting untuk
membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Prastinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan
adalah Kanamsin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel
berikut:
1) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis
harian yang dianjurkan 5 mg/kg, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persistent) yang tidak
dapat dibunuh oleh obat isoniazid. Dosis 10 mg/kg BB, diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.
3) Pirasinamid (Z)
Obat ini bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikandengan dosis 35 mg/kg BB.
4) Streptomycin (S)
Obat bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Penderita berumur < 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan yang berumur > 60
tahun diberikan dosis 0,50 gr/hari.
5) Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg BB.
b. Kategori II
Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif, tahap intensif diberikan
selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan isonisid (H), pirasinamid (Z),
etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan
isoniazid (H), rifampisin (R), pirasinamid (Z), dan etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan (HRE) yang
diberikan 3 kali seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin
diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat-obat ini di berikan untuk:
d. Kategori IV
Bila pada tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori I atau penderita BTA positif pengobatan berulang dengan kategori II.
Hasil pemerikasaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.
Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = directly observed treatment)
oleh seorang pengawas menelan obat (PMO). (DEPKES RI, dalam buku
gangguan respirasi, 2013).
Obat-obat Tuberculosis paru yang ada sekarang digolongkan dalam dua
jenis yaitu baktrisidal dan bakteristatik. Termasuk dalam golongan bakterisidal
adalah isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), streptomisin (S).
Sedangkan etambutol (E) termasuk golongan bakteriostatik. Kelima obat diatas
termasuk obat utama TBC (first-line antituberculosis drugs). Yang termasuk
dalam OAT (second antituberculosis drugs) adalah para-aminosalicylic acid
(PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin, dan kapreomisin. Obat anti TBC
sekunder ini kurang efektif juga lebih toksik, sehingga kurang dipakai lagi
(taufan, 2013).
9. Komplikasi
Yang terjadi pada penderita stadium lanjut adalah sebagai berikut:
a) Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran pernafasan awah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
c) Bronkiektasis (pelebaran bronkus) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d) Pneumohorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan yaitu adanya kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru
e) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya (Depkes RI, 2013).
10. WOC (Web Of Caution) TBC
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (11 Fungsional Gordon)
a. Identitas klien dan keluarga
1) Data pasien dan identitas klien: Nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, tanggal masuk, dan cara masuk
2) Identitas penanggung jawab: Nama, umur pekerjaan, alamat, dan
hubungan dengan klien.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Demam: subfebris,febris (40-41oC) pada malam hari, demamnya hilang
timbul.
Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini terjadi untuk
membuang atau mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk
kering sampai dengan batuk purulent (menghasilkan sputum).
Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru-paru.
Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan turun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam.
Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit
ini muncul bukan karena penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit
infeksi menular.
Terjadi penurunan berat badan .
6) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya pasien dengan kesadaran composmentis
Tanda-tanda vital : Periksa apakah pasien mengalami demam,
denyut nadi bervariasi, pernafasan cepat dan tekanan darah apakah
terjadi hipertensi atau hipotensi.
b. Kulit
Periksa apakah turgor kulit jelek, kulit kering atau bersisik, kehilangan
lemak subcutan, pada waktu malam muncul keringat dingin.
c. Kepala
d. Periksa apakah wajah tampak pucat, sklera ikterik, konjungtifa anemis,
bibir sianosis, dan kadang-kadang menetes darah pada hidung.
e. Leher
Periksa apakah simetris, ada atau tidaknya nyeri tekan, ada atau
tidaknya benjolan, ada atau tidaknya pembesaran vena jugularis.
f. Toraks
• Inspeksi
Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan
serta menilai adanya tanda-tanda abnormal misalnya adanya
sianosis, pucat, kelelahan, sesak nafas, batuk dan menilai adanya
sputum (Djojodibroto,2016).
• Palpasi
Pemeriksaan dengan palpasi bertujuan untuk mendeteksi kelainan
seperti peradangan di daerah setempat. Cara palpasi dapat
dilakukan dari belakang dengan meletakkan kedua tangan di kedua
sisi tulang belakang. Jika di daerah puncak paru terdapat fibrosis
seperti proses TB paru, tidak akan ditemukan pengembangan di
bagian atas thorak. (Muttaqin,2012).
• Perkusi
7) Pemeriksaan penunjang
a) Darah
Pada saat tuberkulosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit
meninggi, dan jumlah limfosit dibawah normal.
b) Sputum
Pada pemeriksaan sputum kriteria BTA positif yaitu ditemukan
sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan, dengan
kata lain ditemukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.
c) Tes tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberculosisterutama pada anak-anak.
d) Foto thoraks
Foto thoraks merupakan pemeriksaan radiologi standar,untuk menunjang
menegakkan diagnosis tuberculosis paru.
8) Analisa Data
C. Evaluasi
Rencana keperawatan ini adalah proses pencapaian tujuan antara perawat dengan
pasien, keluarga pasien, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya agar hasil yang telah
ditetapkan dapat diamati dengan jelas perubahannya. Disamping itu diharapkan pasien
dapat memberikan respon yang positif terhadap tindakan keperawatan yang akan
diberikan.